TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Keluarga miskin menurut BKKBN adalah keluarga yang tidak dapat memenuhi salah satu atau lebih dari enam indikator penentu kemiskinan. Enam indikator penentu kemiskinan tersebut (BKKBN 2004) adalah :
1. Pada umunya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. 2. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda untuk dirumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
3. Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.
4. Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telor.
5. Setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru.
6. Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi untuk tiap penghuni.
Keluarga miskin biasanya juga dianggap sama dengan Keluarga Pra Sejahtera (KPS), tetapi kadang-kadang disamakan dengan KPS dan KS (Keluarga Sejahtera) I, klasifikasi dari BKKBN. Klasifikasi tersebut dibuat berdasarkan beberapa indikator, termasuk pola konsumsi makanan, jenis layanan kesehatan yang dapat diakses oleh anggota keluarga, kepemilikan dan penggunaan pakaian, bahan dan ukuran lantai rumah, dan kemudahan bagi anggota keluarga untuk melaksanakan ibadah menurut agamanya masing-masing. Penetapan indikator– indikator tersebut dilakukan oleh tim lintas sektoral dan para ahli (pakar) berbagai bidang, terutama dari Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI).
Ciri-ciri keluarga yang berkaitan dengan aspek keluarga sejahtera dikelompokkan menjadi lima tahap dan diterjemahkan ke dalam 23 indikator (BKKBN 2004). Indikator-indikator tersebut adalah :
1. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut. 2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. 3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
5. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana/ petugas kesehatan. Demikian halnya bila PUS ingin ber-KB dibawa ke sarana/petugas kesehatan dan diberi obat/cara KB modern.
6. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing.
7. Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau ikan atau telur sebagai lauk pauk.
8. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir.
9. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni rumah.
10. Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masing-masing.
11. Paling kurang satu orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap.
12. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin.
13. Seluruh anak berusia 6-15 tahun saat ini (waktu pendataan) bersekolah. 14. Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat
ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil). 15. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
16. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
17. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar-anggota keluarga.
18. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. 19. Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali dalam
enam bulan.
20. Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan radio atau menonton televisi.
21. Anggota keluarga mampu mempergunakan sarana transportasi.
22. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi.
23. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.
Indikator-indikator tersebut digunakan untuk mengelompokkan keluarga sejahtera dalam lima tahapan, yaitu :
1. Keluarga Pra Sejahtera (KPS)
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I (KS I)
Keluarga tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang dipergunakan, indikator 1-5.
3. Keluarga Sejahtera II (KS II)
Keluarga yang selain dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang dipergunakan, indikator 1-14.
4. Keluarga Sejahtera III (KS III)
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan sosial psikologisnya serta sekaligus dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan di lingkungan desa atau wilayahnya. Mereka harus memenuhi persyaratan indikator 1-21.
5. Keluarga Sejahtera III Plus
Keluarga yang selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dan kebutuhan sosial psikologisnya, dapat pula memenuhi kebutuhan pengembangannya, serta sekaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi semua indikator yang digunakan.
Peta Kemiskinan
Peta kemiskinan menyediakan informasi distribusi spatial kemiskinan pada suatu propinsi dan dapat mengungkapkan variasi lokal yang nyata tentang kondisi kehidupan di suatu wilayah. Peta tersebut akan lebih baik jika disajikan untuk mewakili daerah geografi yang lebih kecil, seperti kota, kotamadya, bagian administratif lainnya dalam sebuah propinsi. Peta kemiskinan yang terinci untuk wilayah administrasi kecil berperan penting dalam mengatasi kekurangan analisis kemiskinan agregat melalui hal-hal berikut ini (Suryahadi dan Sumarto 2003) :
1. Peta kemiskinan menangkap heteroginitas kemiskinan dalam suatu negara tertentu. Semua negara di dunia memiliki wilayah-wilayah yang lebih makmur daripada wilayah lainnya. Perbedaan ini sering tersamarkan dalam statistik nasional. Hasil studi awal SMERU menunjukkan bahwa peta kemiskinan mampu mengungkapkan variasi tingkat kemiskinan di tingkat lokal.
2. Peta kemiskinan memperbaiki penentuan sasaran intervensi. Sumber-sumber daya untuk program penanggulangan kemiskinan dapat digunakan secara lebih efektif jika kelompok-kelompok yang paling membutuhkan bantuan dapat ditentukan dengan lebih baik. Mencegah kebocoran dari manfaat program jatuh ke rumah tangga yang tidak miskin akan membantu mengurangi resiko rumah tangga miskin terluput dari program.
3. Peta kemiskinan dapat membantu pemerintah menjelaskan berbagai tujuan kebijakan. Keputusan yang diambil berdasarkan data sebaran geografis kemiskinan akan meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan pemerintah dibandingkan dengan penilaian subjektif tentang perbandingan kemiskinan antar daerah. Karena itu, peta kemiskinan yang dibuat dengan baik dapat menambah kredibilitas pengambilan keputusan pemerintah.
4. Peta kemiskinan berperan penting dalam menyampaikan informasi mengenai distribusi kesejahteraan kepada masyarakat madani di suatu negara. Informasi mengenai tingkat kesejahteraan yang terdisagregasi memberikan informasi yang relevan. Informasi tersebut berisi fakta-fakta yang diperlukan pelaku lokal untuk pengambilan keputusan di tingkat
lokal. Karena itu, peta kemiskinan juga merupakan alat penting dalam melakukan pemberdayaan masyarakat lokal dan desentralisasi.
5. Peta kemiskinan bermanfaat untuk mengevaluasi dampak berbagai program. Hingga saat ini tidak adanya indikator kesejahteraan untuk wilayah kecil yang cukup memadai telah menghalangi para peneliti melakukan kajian mengenai hubungan antara berbagai program, kemiskinan, ketimpangan, dan berbagai dampaknya, misalnya terhadap kesehatan, pendidikan, kejahatan, dan lingkungan. Peta kemiskinan membuka kesempatan lebih luas bagi para peneliti untuk mempelajari hubungan-hubungan tersebut.
6. Estimasi indikator kemiskinan di wilayah kecil dapat digabungkan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hal ini memungkinkan penggabungan informasi mengenai kemiskinan dengan indikator-indikator lain dari bidang yang relevan dengan kebijakan. Contohnya adalah pangkalan data geografis mengenai infrastruktur transportasi, pusat-pusat layanan publik, akses terhadap pasar input dan output, atau informasi mengenai kualitas sumber daya serta kerentanannya. Dengan menggunakan teknik tumpang-tindih geografis dan metoda analisis spatial, pangkalan data yang baru mengenai kemiskinan tersebut akan dapat digunakan untuk menjawab serangkaian pertanyaan dari berbagai disiplin ilmu.
Metode Flexibly Shaped Spatial Scan Statistic
Metode FlexiblyShaped Spatial Scan Statistic diperkenalkan oleh Toshiro Tango dan Kunihiko Takahashi pada tahun 2005. Metode tersebut fleksibel terhadap bentuk kantong yang dihasilkan jadi tidak terbatas pada bentuk lingkaran saja. Pada awalnya, suatu daerah dibagi menjadi m bagian yang lebih kecil seperti, propinsi dan desa berdasarkan pertambahan jarak (selanjutnya disebut terdiri dari m desa). Jumlah kasus yang ada di desa i merupakan peubah yang dilambangkan dengan Yi, diasumsikan saling bebas dan mengikuti sebaran Poisson.
Flexibly dapat ditempatkan pada kantong yang tidak teratur pada setiap desa. Window ke-i dilambangkan dengan Wi yang merupakan kumpulan desa i dan
bentuknya tidak teratur dengan panjang k pada tiap desa,yang terdiri atas k desa (termasuk desa i). Z merupakan himpunan bagian dari W dan panjangnya mulai dari 1 sampai panjang maksimum k. Desa yang berbatasan dibatasi sebagai himpunan bagian dari desa i dan (K - 1) desa sekitar yang terdekat dengan desa i untuk menghindari pendeteksian kantong yang bentuknya aneh (unlikely peculiar shape). Kemudian akan banyak terbentuk Z yang bentuknya berbeda-beda dan saling tumpang tindih. Z tersebut dilambangkan dengan Zik(j), j = 1,..., jik
melambangkan Z ke-j yang merupakan himpunan k desa yang berhubungan dan dimulai dari desa i. Dimana jikadalah jumlah j yang memenuhi Zik(j) Zikdengan
k = 1,..., K. Kemudian semua Z yang diperiksa dimasukkan dalam himpunan :
Z = {Zik(j) | 1 ≤i ≤m, 1 ≤k ≤K, 1 ≤j ≤jik} (1)
Algoritma yang digunakan untuk mendapatkan Z tersebut dengan panjang maksimum K yang telah ditentukan (Tango dan Takahasi 2005), sebagai berikut :
1. Membuat matriks A = (aij) berukuran m × m, dimana : ⎩ ⎨ ⎧ = lainnya berbatasan desa dan desa jika , 0 , 1 i j aij
dan himpunan Z = himpunan kosong dan i0= 0
2. Biarkan i0 ← i0 + 1 dan i0(= 1, 2,..., m) menjadi desa awal. Kemudian
dibentuk himpunan Wi0 yang terdiri dari (K - 1) tetangga terdekat ke desa
awal i0 dan i0 sendiri, seperti :
Wi0 = {i0, i1, i2,..., iK - 1}, dimana ikmerupakan k- desa terdekat ke i0.
3. Bentuk semua himpunan Z ⊂ Wi0, termasuk desa awal i0. Untuk himpunan
Zlainnya, ulangi kembali langkah 4–7.
4. Himpunan Z dibagi menjadi dua himpunan yang tidak berhubungan Z0 =
{i0}dan Z1 terdiri dari desa lain yag terdapat dalam Z.
5. Membuat dua himpunan baru Z’0 dan Z’1. Z’0terdiri dari desa Z1 yang
berbatasan dengan beberapa desa Z0. Pada bagian lain, Z’1 terdiri dari desa
Z1 yang tidak berbatasan dengan desa Z0. Kemudian Z0 diganti menjadi Z’0
dan Z1 diganti menjadi Z’1.
6. Ulangi langkah 5 secara rekursif sampai Z0 atau Z1 menjadi himpunan
kosong.
Z dikatakan berbatasan jika Z1 menjadi himpunan kosong dan tidak
berbatasan jika Z0 menjadi himpunan kosong. Bila Z berbatasan, maka Z
dimasukkan dalam himpunan Z. tetapi bila Z tidak berbatasan maka sebaliknya.
8. Ulangi langkah 2-7 sampai akhirnya kita memperoleh himpunan Z yang
terdiri dari Zdengan bentuk tertentu dan panjang maksimum K.
Hipotesis yang digunakan, paling tidak ada satu Z, dimana desa-desa di dalam Z memiliki peluang lebih besar dibandingkan di luar Z. Dengan kata lain, hipotesisnya sebagai berikut :
H0 : λ(z) = λ(zc) , untuk semua Z (2) H1 : λ(z) > λ(zc), untuk beberapa Z (4) Bisa juga dituliskan
H0 : RR = λ(z) / λ(zc) =1 , untuk semua Z (5) H1 : RR = λ(z) / λ(zc) >1, untuk beberapa Z (6) Dimana λ(z) melambangkan proporsi keluarga miskin di dalam Z, λ(zc) proporsi di luar Z, dan RR adalah resiko relatif desa-desa di dalam Z. Pada setiap Z, kita dapat menghitung likelihood untuk mengamati jumlah kemiskinan di dalam dan di luar Z. Dengan asumsi Poisson, uji statistik yang disusun dengan uji rasio likelihood : Z z∈ sup ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ 〉 ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ( ) ( ) c c z n c c z n z z n z z n I z z n z z n c λ λ λ λ (7)
zc melambangkan semua desa di luar
Z, dan n() melambangkan jumlah kemiskinan dalam Z yang ditentukan dan I() merupakan fungsi indikator. Ketika program diatur hanya untuk memeriksa kantong dengan high rates, maka :
I() = ⎩ ⎨ ⎧ lainnya besar lebih peluang memiliki jika , 0 , 1 Z
Begitu juga sebaliknya jika hanya untuk kantong dengan low rates. Tetapi jika diatur untuk high dan low rates, maka I() = 1 untuk semua Z.
maksimal dari data yang sebenarnya dengan likelihood yang maksimal dari himpunan data acak. Jika rank dilambangkan R, maka p = R /(1+#simulasi). Agar p memiliki nilai yang bagus dilihat, maka nilainya dibatasi 999 atau nomor lain yang diakhiri 999 seperti 1999, 9999 or 99999. Itulah mengapa nilai cut-off seperti 0.05, 0.01 dan 0.001, ketika menolak atau menerima Ho.
Kantong-kantong yang terbentuk akan diurutkan berdasarkan nilai likelihoodnya. Z* yang mencapai maksimum likelihood dinyatakan sebagai most likely cluster (MLC), yaitu kumpulan desa-desa yang disebut sebagai hotspot.
Sebaran Poisson
Jumlah keluarga miskin per desa dilambangkan dengan Yi, merupakan
peubah yang diasumsikan saling bebas dan mengikuti sebaran Poisson. Jumlah keluarga miskin dapat dipandang sebagai ”insiden kemiskinan” sehingga untuk mengamati sebarannya dapat dilakukan dengan menggunakan sebaran Poisson sebagai berikut : Yi ~ Poisson (λiNi), ! ) ( ) ( i y i i N i y N e y f i i i λ λ − = (8) i ∈ (1, 2, 3, ..., m), y = 0, 1, 2, 3, ... ~ Dimana : λi = Resiko di desa i
Yi = Jumlah keluarga miskin per desa
Ni = Jumlah keluarga per desa
ΣYi = Y = Total jumlah keluarga miskin
ΣNi = N = Total jumlah keluarga
∑
λiNi =λN
1 = Resiko rata-rata
Metode Maksimum Likelihood
Fungsi likelihood untuk λ adalah :
∏
∏
= − = = Ν = Ν m i i y i N m i i m i y N e y f y y y L i i 1 1 2 ! ) ( ,..., , λ λ λ λ (9)= ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ∑ ∑
∏
∏
= = − = = m i i m i y i y N y N e i m i i m i i 1 1 ! 1 1 λ λ (10)kemudian persamaan 10 diLn dan diturunkan sehingga diperoleh persamaan 11 dan 12
∑
∏
∏
∑
= = = = − + + − = Ν m i m i m i i y i i m i i yLn Ln N Ln y N LnL i 1 1 1 1 ! ) (λ λ λ (11)∑
∑
= = + − = Ν m i m i i i y N d dLnL 1 1 ) ( λ λ λ (12) Persamaan likelihood : 0 ) ( 1 1 = + − = Ν∑
∑
= = m i m i i i y N d dLnL λ λ λ (13)∑
∑
= = = m i i m i i N y 1 1 λ (14)kemudian diperoleh pesamaan-persamaan berikut :
N Y N y m i i m i i = =
∑
∑
= = 1 1 λ) = Resiko total (15) i i i N y = λ) =Resiko di desa i (16) RRi,j = ri,j = j j i i j i N y N y / = λ λ ) )= Resiko relatif desa i terhadap desa j (17) RRz = rz =Resiko relatif Z = λz λzc ) ) / , (18) = z λ) Resiko di Z = c z λ) Resiko di luar
Uji Rasio Log Likelihood
Hipotesis yang digunakan : H0 : RR = λ(z) / λ(zc) =1 , untuk semua Z H1 : RR = λ(z) / λ(zc) >1, untuk beberapa Z Fungsi likelihood untuk λ pada sebuah Z
=
Ν yi y ym
L λ , 2,..., likelihood untuk desa-desa di dalam kantong =
Ν i m
c y y y
L λ , 2,..., likelihood untuk desa-desa di luar kantong
Uji Rasio Log Likelihood = Log Likelihood (H1 benar)/ Log Likelihood (H0 benar) Log [Likelihood (λN) . Likelihood (λcN)]
=
Log Likelihood (λtotN) Log
∏
= − ⎢ ⎣ ⎡ d i i y i N y N e i i 1 ! ) (λ λ . ⎥ ⎦ ⎤∏
= − c i i c d i i y i c N y N e 1 ! ) (λ λ = (19) Log ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡∏
= − tot i i tot d i i y i tot N y N e 1 ! ) (λ λUji Rasio Log Likelihood =
∑
∏
∏
∑
= = = = − + + − d i d i d i i y i i d i i yLn Ln N Ln y N i 1 1 1 1 ! λ λ +∑
∏
∏
∑
= = = = − + + − c c i c c d i d i d i i y i c i d i i c N yLn Ln N Ln y 1 1 1 1 ! λ λ = (20)∑
∑
∏
∏
= = = = − + +− tot tot i tot
tot d i d i d i i y i tot i d i i tot N yLn Ln N Ln y 1 1 1 1 ! λ λ Dimana :
d = Jumlah desa di dalam Z λ = Proporsi keluarga miskin di dalam Z
c
d = Jumlah desa di luar Z λc = Proporsi keluarga miskin di dalam Z
tot
Correlogram
Correlogram adalah fungsi yang menunjukkan korelasi kemiskinan antar desa yang dipisahkan dengan jarak. Korelasi tersebut biasanya menurun terhadap jarak, nilainya sampai mendekati nol serta dapat diduga dengan persamaan (Sharov 1996) : ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − =
∑
1 2 2 2 ) ( h h h h S N M N D D h ρ (21) Dimana :D1,D2 = Jumlah keluarga miskin di desa 1 dan di desa 2.
h = Jarak antar desa
Nh = Jumlah pasangan desa yang dipisahkan dengan jarak sejauh h h
M dan Sh adalah mean dan standard deviasi dari jumlah keluarga miskin
Correlogram dapat didekati dengan beberapa model matematika dan model yang biasa digunakan adalah :
Model eksponensial ⎩ ⎨ ⎧ = 〉 − = ′ 0 , 1 0 ), / 3 exp( ) ( 1 h h a h c h ρ (22) Model spherical ⎩ ⎨ ⎧ = 〉 + − = ′ 0 , 1 0 ], ) / ( 5 . 0 ) / ( 5 . 1 1 [ ) ( 3 1 h h a h a h c h ρ (23)
Dimana : c1 adalah sill (ambang) dan a adalah range
Model tersebut dapat diduga dengan menggunakan regresi non-linear. Pengujian nilai korelasi untuk mengetahui nyata atau tidak, dengan menghitung nilai statistik uji z-nya (Walpole 1995)
(
) (
)
(
) (
)
⎥⎦⎤ ⎢ ⎣ ⎡ + − − + − = Ζ 0 0 1 1 1 1 2 3 ρ ρ r r Ln n (24) Dimana :Z = Nilai statistik uji z r = Nilai korelasi
n = Jumlah pasangan ρ0 = Nilai korelasi populasi = 0
Hipotesis yang digunakan H0 : r = 0 dan H1 : r ≠ 0 pada taraf α = 0.05 Kriteria : Tolak H0 jika Z < -1.96 dan Z > 1.96