ANALISIS PENAMBAHAN VORTEX GENERATOR
TERHADAP PERFORMA SAYAP UAV MOHINDER
UNNES
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin
Oleh
Rizky Purnama Aji NIM. 5212415021
TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
iii
ANALISIS PENAMBAHAN VORTEX GENERATOR
TERHADAP PERFORMA SAYAP UAV MOHINDER
UNNES
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin
Oleh
Rizky Purnama Aji NIM. 5212415021
TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
vii Motto:
1. “Maka ingat kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu…..” (Al-Baqarah 02:152)
2. “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami….”( Al-Baqarah 02:32)
3. “Jadilah hidup ini bermanfaat, minimal untuk diri sendiri”
Persembahan
1. Bapak Supriyono dan Ibu Puji Astuti, yang sudah memberi segala kemampuan untuk anaknya. Do’a, semangat, kasih sayang dan perjuangan yang sudah diberikan untuk anakmu. Karya ini bisa menjadi amal jariyah untuk mereka, dan semoga rahmat Allah selalu bersama mereka.
2. Saudaran kandungku yang selalu saya banggakan Erny Wulan Octaviani dan Asri Trie Meidha.
3. Keluarga besar UKM RIPTEK dan ROBOTIKA UNNES yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk memperoleh pengalaman dalam berkarya pada bidang robotik.
4. Kawan seperjuangan TM 2015.
viii
Aji, Rizky Purnama. 2020. Analisis Penambahan Vortex Generator Terhadap
Performa Sayap UAV Mohinder UNNES.Skripsi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Dony Hidayat Al-Janan, S.T., M.T., Ph.D.
Pada zaman sekarang teknologi semakin cepat berkembang seperti pada bidang kedirgantaraan, awalnya untuk melakukan pemetaan, pemantauan lalu lintas, pertahanan udara, serta untuk melihat fenomena alam harus menggunakan pesawat untuk mengetahui hal tersebut. Zaman sekarang telah berubah dengan dikembangkannya suatu Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau pesawat tanpa awak. Analisis yang banyak dilakukan pada UAV adalah bagian sayap, karena sayap merupakan salah satu sumber gaya angkat pada UAV. Analisis yang dilakukan pada sayap UAV diantaranya yaitu angle of attack, lift, drag, thrust,
weight. Analisis pada sayap dimana untuk mengetahui batas maksimum angle of attack yang bertujuan untuk menghindari kehilangan gaya angkat (stall). Adapun
untuk menunda terjadinya separation yaitu dengan penambahan vortex generator pada permukaan luar sayap.
Peneliti melakukan penelitian terkait analisis aerodinamika pada UAV Mohinder UNNES yang memiliki misi untuk melakukan mapping and monitoring area perkebunan, untuk mengetahui lift dan drag maksimal yang dimiliki UAV Mohinder UNNES pada saat menggunakan vortex generator maupun tanpa vortex
generator. Penelitian dilakukan dengan simulasi menggunakan software ANSYS,
dengan variasi kecepatan 2, 4, 6, 8, 10 m/s dan angle of attack -15o; -10o; -5o; 0o; 5o; 10o; 15o.
Hasil yang didapat bahwa dengan menggunakan vortex generator menghasilkan lift yang lebih besar. Sedangkan pada saat angle of attack negatif (landing) terdapat penurunan lift yang lebih stabil. Kecepatan terbaik tercapai pada 10 m/s dengan angle of attack tertinggi pada 15o dengan peningkatan nilai 1,333 N (33%). Sedangkan untuk drag pada sayap yang menggunakan vortex
generator memiliki drag yang lebih rendah dibandingkan tanpa vortex generator.
Pada kecepatan 8 m/s dan 10 m/s, dimana sayap tanpa vortex generator angle of
attack -15o lebih rendah dibandingkan menggunakan vortex generator. Kata Kunci: UAV, angle of attack, vortex generator, lift, drag
x
HALAMAN SAMPUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL DALAM ... iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN ... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii
RINGKASAN ... viii
PRAKATA ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR SINGKATAN DAN SIMBOL ... xiv
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Identifikasi Masalah ... 4 1.3 Pembatasan Masalah ... 4 1.4 Rumusan Masalah ... 4 1.5 Tujuan ... 5 1.6 Manfaat ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 7
xi
2.2.3 Airfoil ... 14
2.2.4 Angle of Attack ... 15
2.2.5 Boundary Layer ... 16
2.2.6 Vortex Generator ... 18
2.2.7 Computational Fluid Dynamics (CFD) ... 19
2.2.8 Software ANSYS ... 21
2.2.9 Metode Perhitungan Numerik Pada Software ANSYS ... 22
2.2.9.1 Pressure-Based Solver ... 23
2.2.9.1.1 The Pressure-Based Segregated Algorithm ... 24
2.2.9.1.2 The Pressure-Based Coupled Algorithm ... 26
2.2.9.2 Density-Based Solver ... 27
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 31
3.2 Desain Penelitian ... 31
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ... 34
3.3.1 Alat ... 34
3.3.2 Bahan ... 34
3.4 Parameter Penelitian ... 35
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 35
3.6 Kalibrasi Instrumen ... 37
3.6.1 Pembuatan Desain Sayap UAV Mohinder UNNES ... 37
xii
4.1 Analisis Penambahan Vortex Generator Terhadap Lift dan Drag 42
4.1.1 Kecepatan 2 m/s ... 42
4.1.1.1 Lift Pada Kecepatan 2 m/s ... 42
4.1.1.2 Drag Pada Kecepatan 2 m/s ... 43
4.1.1.3 Visualisasi Dalam Bentuk 2D dan 3D Pada Kecepatan 2 m/s ... 44
4.1.2 Kecepatan 4 m/s ... 47
4.1.2.1 Lift Pada Kecepatan 4 m/s ... 47
4.1.2.2 Drag Pada Kecepatan 4 m/s ... 48
4.1.2.3 Visualisasi Dalam Bentuk 2D dan 3D Pada Kecepatan 4 m/s ... 49
4.1.3 Kecepatan 6 m/s ... 53
4.1.3.1 Lift Pada Kecepatan 6 m/s ... 53
4.1.3.2 Drag Pada Kecepatan 6 m/s ... 55
4.1.3.3 Visualisasi Dalam Bentuk 2D dan 3D Pada Kecepatan 6 m/s ... 56
4.1.4 Kecepatan 8 m/s ... 60
4.1.4.1 Lift Pada Kecepatan 8 m/s ... 60
4.1.4.2 Drag Pada Kecepatan 8 m/s ... 62
4.1.4.3 Visualisasi Dalam Bentuk 2D dan 3D Pada Kecepatan 8 m/s ... 63
xiii
4.1.5.3 Visualisasi Dalam Bentuk 2D dan 3D Pada Kecepatan
10 m/s ... 69
4.2 Hasil Boundary Condition Pembanding dan Boundary Condition Penelitian ... 73 4.2.1 Hasil Lift ... 73 4.2.2 Hasil Drag ... 76 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 78 5.2 Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN ... 83
xiv Daftar Singkatan
Singkatan Keterangan Hal
AoA Angle of Attack 2
C Chord 13
CAD Computer Aided Design 20 CFD Computational Fluid Dynamics 2 CPU Central Processing Unit 33 FAS Full Approximation Storage 29 FVM Finite Volume Method 21
KRTI Kontes Robot Terbang Indonesia 1
LAPAN Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 2
LSU LAPAN Surveillance 2
NACA National Advisory Committee for Aeronautics 2
PC Personal Computer 33
RAM Random Access Memory 33
RIPTEK Rekayasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 1
UAV Unmanned Aerial Vehicle 1
UKM Unit Kegiatan Mahasiswa 1
UNNES Universitas Negeri Semarang 1
VG Vortex Generator 4
xv
A Area m2 12
CD Koefisien Drag 12
CL Koefisien Lift 11
CVG Constanta VG 18
f Koefisien Antar Cell 24
FD Gaya Drag N 12
FL Gaya Lift N 11
L Gaya dari VG N 18
l Vektor gaya yang terjadi 18
p Tekanan N/m2 29
pco, pc1 Tekanan Normal N/m2 24
SVG Area VG m2 18
T Temperatur K 29
u, v, w Velocity magnitude m/s 29
v Kecepatan Angin Relatif m/s 11
Vm Jumlah Volume Cell m3 18
vn,co, vn,c1 Kecepatan Normal m/s 24
α Angle of Attack o 7
β Angle of Attack to VG o 18
Δvi Volume Cell m3 18
xvi
Tabel 3.1 Spesifikasi PC ... 34 Tabel 3.2 Parameter dimensi sayap UAV Mohinder UNNES dan
vortex generator ... 35
Tabel 3.3 Lembar Pengambilan Data Penelitian Data Lift dan Drag ... 37 Tabel 4.1 Hasil Lift Boundary Condition Pembanding dan Boundary
Condition Penelitian ... 73
Tabel 4.2 Hasil Drag Boundary Condition Pembanding dan Boundary
xvii
Gambar 2.1 Hukum Bernoulli pada Airfoil ... 10
Gambar 2.2 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Pesawat ... 11
Gambar 2.3 UAV ... 13
Gambar 2.4 Bagian-Bagian Airfoil ... 15
Gambar 2.5 Angle of Attack pada Airfoil ... 16
Gambar 2.6 Hubungan Antara CL dan α ... 16
Gambar 2.7 Mekanisme Terjadinya Boundary Layer ... 17
Gambar 2.8 Vortex Generator ... 18
Gambar 2.9 Contoh Geometri VG a. Dalam Keadaan Real, dan b Subdomain Sel Dari Aplikasi Persamaan Momentum Maupun Energi ... 19
Gambar 2.10 Diagram Alir Metode The Pressure-Based Segregated Algorithm 26 Gambar 2.11 Diagram Alir Metode The Pressure-Based Coupled Algorithm .. 27
Gambar 2.12 Diagram Alir Metode density-based solver ... 28
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Penelitian ... 31
Gambar 3.2 Airfoil NACA 2412 ... 32
Gambar 3.3 Dimensi Sayap Mohinder UNNES ... 32
Gambar 3.4 Vortex Generator Pada x/c 0.2 ... 32
Gambar 3.5 Dimensi Vortex Generator ... 32
Gambar 3.6 Metode Numerik ... 33
Gambar 3.7 Desain Sayap Mohinder UNNES Tanpa Vortex Generator... 34
Gambar 3.8 Desain Sayap Mohinder UNNES Dan Vortex Generator ... 35
xviii
Gambar 3.12 Setting Pada Software Ansys ... 41 Gambar 4.1 Grafik Lift Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 2 m/s ... 42 Gambar 4.2 Grafik Drag Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 2 m/s ... 43 Gambar 4.3 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 2 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 44 Gambar 4.4 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 2 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 45 Gambar 4.5 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 2 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 46 Gambar 4.6 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 2 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 47 Gambar 4.7 Grafik Lift Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 4 m/s ... 48 Gambar 4.8 Grafik Drag Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 4 m/s ... 49 Gambar 4.9 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 4 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 50 Gambar 4.10 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 4 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 51 Gambar 4.11 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 4 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 52 Gambar 4.12 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 4 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 53 Gambar 4.13 Grafik Lift Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 6 m/s ... 54
xix
Gambar 4.16 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 6 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 57 Gambar 4.17 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 6 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 58 Gambar 4.18 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 6 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 59 Gambar 4.19 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 6 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 60 Gambar 4.20 Grafik Lift Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 8 m/s ... 61 Gambar 4.21 Grafik Drag Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 8 m/s ... 62 Gambar 4.22 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 8 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 63 Gambar 4.23 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 8 m/s Dengan
Angle Of Attack 15o ... 64 Gambar 4.24 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 8 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 65 Gambar 4.25 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 8 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 66 Gambar 4.26 Grafik Lift Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 10 m/s .... 67 Gambar 4.27 Grafik Drag Terhadap Angle Of Attack Pada Kecepatan 10 m/s . 68 Gambar 4.28 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 10 m/s Dengan
xx
Gambar 4.30 Visualisasi 3D Perbandingan Pada Kecepatan 10 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 72 Gambar 4.31 Visualisasi 2D Perbandingan Pada Kecepatan 10 m/s Dengan
Angle Of Attack -15o ... 72 Gambar 4.32 Perbandingan Lift yang Menggunakan Vortex Generator ... 73 Gambar 4.33 Perbandingan Lift Tanpa Vortex Generator ... 74 Gambar 4.34 Visualisasi Simulasi pada Boundary Condition Pembanding
Tanpa Menggunakan VG ... 74 Gambar 4.35 Visualisasi Simulasi pada Boundary Condition Penelitian
Tanpa Menggunakan VG ... 75 Gambar 4.36 Visualisasi Simulasi pada Boundary Condition Pembanding
Menggunakan VG ... 75 Gambar 4.37 Visualisasi Simulasi pada Boundary Condition Penelitian
Menggunakan VG ... 76 Gambar 4.38 Perbandingan Drag yang Menggunakan Vortex Generator ... 77 Gambar 4.39 Perbandingan Drag Tanpa Vortex Generator ... 77
1 1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang teknologi semakin cepat berkembang seperti pada bidang kedirgantaraan, awalnya untuk melakukan pemetaan, pemantauan lalu lintas, pertahanan udara, serta untuk melihat fenomena alam harus menggunakan pesawat untuk mengetahui hal tersebut. Zaman sekarang telah berubah dengan dikembangkannya suatu Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau pesawat tanpa awak yang bertugas untuk membantu aktifitas manusia tanpa mengeluarkan biaya yang besar seperti memantau pemetaan wilayah, melihat fenomena alam serta untuk pertahanan ( Pradana, et al., 2016: 157).
Universitas Negeri Semarang (UNNES) telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan pengembangan terkait UAV yang dimulai pada tahun 2015 yang bertempat di Unit Kegiatan Mahasiswa Rekayasa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UKM RIPTEK). Awalnya UKM RIPTEK melakukan pengembangan UAV untuk diikutkan pada event Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI), pada tahun 2017 UKM RIPTEK selain mengikuti
event KRTI tetapi melakukan penelitian terhadap UAV yang akan dibuat tersebut.
Tahun 2018 Universitas Negeri Semarang (UNNES) telah memiliki banyak UAV yang dibuat serta memiliki misi yang berbeda-beda seperti UAV Mohinder yang dikhususkan untuk melaksanakan misi mapping and monitoring
area perkebunan tetapi penelitian pada UAV tersebut belum dilakukan secara
belum dapat diketahui.
Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan untuk pengembangan UAV diantaranya dengan perhitungan dan analisis mengguakan persamaan-persamaan aerodinamika, pengujian dengan skala laboratorium menggunakan wind tunnel, maupun melakukan pengujian dilapangan, dan yang terbaru sekarang analisis dengan menggunakan komputer yaitu Computational Fluid Dynamics (CFD) (Hidayat, 2014: 83).
Penelitian menggunakan CFD merupakan penelitian yang banyak dilakukan, karena dengan analisis menggunakan CFD dapat mengurangi kegagalan dan mengurangi biaya produksi suatu UAV. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2014: 83-84) untuk mengetahui perubahan angle of attack (AoA) terhadap kecepatan dan distribusi tekanan, serta untuk mengetahui pengaruh koefisien lift dan drag pada airfoil National Advisory Committee for Aeronautics (NACA) 0012 dengan menggunakan software fluent, penelitian yang lain pada UAV produksi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk mengetahui karakteristik UAV LAPAN Surveillance (LSU) -05 (Romadhon dan Herdiana, 2017: 47).
Analisis yang banyak dilakukan pada UAV adalah bagian sayap, karena sayap merupakan salah satu sumber gaya angkat pada UAV. Analisis yang dilakukan pada sayap UAV diantaranya yaitu angle of attack, lift, drag, thrust,
weight..
Analisis pada angle of attack telah dilakukan oleh Ali, et al., (2018) melakukan penelitian pada beberapa tipe sayap untuk mengetahui batas maksimum angle of attack yang bertujuan untuk menghindari kehilangan gaya
angkat (stall) yang diakibatkan terjadinya separation pada bagian atas sayap UAV.
Separation pada sayap UAV maupun pesawat dapat dikurangi yaitu
dengan memodifikasi pada bagian airfoil untuk menunda efek boundary layer pada trailling edge. Salah satu modifikasi pada airfoil yaitu dengan penambahan
vortex generator pada upper surface airfoil. Sukoco (2015) telah melakukan
penelitian untuk mengetahui efisiensi airfoil NACA 0012 yang dimodifikasi dengan penambahan vortex generator menggunakan variasi kecepatan angin 10, 15, 20 dan 25 m/s dan angle of attack 0o, 5o, 10o, 15o dan 20o. Penambahan vortex
generator dapat meningkatkan lift dimana yang awalnya angle of attack maksimal
hanya 10o-15o menjadi 15o-20o.
Adapun jenis-jenis vortex generator yang ditambahkan pada sayap UAV dapat berpengaruh terhadap performa suatu UAV. Jumahadi, et al., (2017) melakukan perbandingan antara hybrid micro-vortex, voterx generator co-rotating dan counter rotating, menghasilkan bahwa hybrid miycro-vortex berada diantara
co-rotating dan counter rotating sedangkan untuk hasil lift terbaik terdapat pada co-rotating
Berdasarkan hal tersebut maka, peneliti ingin melakukan penelitian analisa performa pada UAV Mohinder UNNES yang dibuat pada September 2018 di UKM RIPTEK yang memiliki misi untuk melakukan mapping and monitoring
area perkebunan, untuk mengetahui lift dan drag maksimal yang dimiliki UAV
Mohinder UNNES pada saat menggunakan vortex generator maupun tanpa vortex
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi parameter yang mempengaruhi performa UAV yaitu:
1. Terdapatnya separation pada sayap UAV yang dapat mengurangi gaya angkat (lift) pada UAV.
2. Terdapatnya angle of attack maksimum pada airfoil UAV yang dapat membuat stall.
3. Tipe vortex generator yang sesuai dengan Sayap UAV Mohinder UNNES. 4. Kecepatan angin dapat mempengaruhi kestabilan UAV.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut pembatasan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Menggunakan desain Sayap UAV Mohinder UNNES. 2. Penempatan jarak vortex generator (x/c) = 0.2.
3. Menggunakan vortex generator tipe co-rotating. 4. Variasi angle of attack -15o, -10o, 5o, 0o, 5o, 10o,15o. 5. Kecepatan 2, 4, 6, 8, 10 m/s.
6. Menggunakan gaya arodinamika (lift) dan (drag).
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah tersebut maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana analisis sayap UAV Mohinder UNNES tanpa dan menggunakan vortex generator pada angle of attack -15o sampai 15o dan
kecepatan 2 sampai 10 m/s terhadap gaya angkat (lift) menggunakan simulasi CFD?
2. Bagaimana analisis sayap UAV Mohinder UNNES tanpa dan menggunakan vortex generator pada angle of attack -15o sampai 15o dan kecepatan 2 sampai 10 m/s terhadap gaya hambat (drag) dengan menggunakan simulasi CFD?
1.5 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penelitian sebagai berikut:
1 Mengetahui analisis sayap UAV Mohinder UNNES tanpa dan menggunakan vortex generator pada angle of attack -15o sampai 15o dan kecepatan 2 sampai 10 m/s terhadap gaya angkat (lift) menggunakan simulasi CFD.
2 Mengetahui analisis sayap UAV Mohinder UNNES tanpa dan menggunakan vortex generator pada angle of attack -15o sampai 15o dan kecepatan 2 sampai 10 m/s terhadap gaya hambat (drag) dengan menggunakan simulasi CFD.
1.6 Manfaat
Diharapkan dari hasil penelitian ini memberikan manfaat diantaranya yaitu:
1. Peneliti
a. Memberikan pengetahuan karakteristik pada peneliti agar tercapainya kesetabilan dan efisien pada UAV Mohinder UNNES
2. Industri
a. Memberikan data karakteristik pesawat sebagai refrensi untuk perindustrian dirgantara
b. Pengembangan pesawat agar menghasilkan performa yang lebih baik 3. Universitas
a. Memiliki UAV yang dapat melaksanakan misi mapping and
monitoring area perkebunan
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini disebutkan sebagai berikut:
Penelitian yang dilakukan Hidayat (2014) untuk mengetahui pengaruh
airfoil NACA 0012 dengan menggunakan software fluent bahwa semakin besar angle of attack maka lift akan semakin besar, tetapi terdapat batas lift maksimum
yaitu pada α =12o, hal ini dapat mempengaruhi performa pada airfoil. Sedangkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh Ali, et al., (2018) bahwa airfoil jenis sayap elliptical, dan mosquito serta NACA 64A012 mod dengan variasi angle of
attack menghasilkan rata-rata batas maksimum angle of attack pada α =12o, setelah melewati α =12o gaya angkat (lift) mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena terdapatnya separation yang mengakibatkan penurunan pada gaya angkat suatu UAV dan pesawat.
Separation pada sayap UAV maupun pesawat dapat dikurangi yaitu
dengan memodifikasi pada bagian airfoil untuk menunda efek boundary layer pada trailling edge. Salah satu modifikasi pada airfoil yaitu dengan penambahan
vortex generator pada upper surface airfoil. Sukoco (2015) telah melakukan
penelitian untuk mengetahui efisiensi airfoil NACA 0012 yang dimodifikasi dengan penambahan vortex generator menggunakan variasi kecepatan angin 10, 15, 20 dan 25 m/s dan angle of attack 0o, 5o, 10o, 15o dan 20o. Penambahan vortex
generator dapat meningkatkan lift dimana yang awalnya angle of attack maksimal
melakukan penelitian menggunakan sayap UAV LSU-05 dengan penambahan
vortex generator, bahwa terdapat peningkatan nilai koefisien lift maksimum sayap
sebesar 0,0839 (6,63%) dan peningkatan sudut stall sayap sebesar 3⁰ (27,7 %). Berdasarkan penelitian tersebut bahwa dengan penambahan vortex generator peforma yang dihasilkan dapat meningkatkan lift pada pesawat, dan efek
separation dapat ditunda lebih lama.
Penelitian lebih lanjut pada vortex generator telah banyak dilakukan dengan melakukan variasi jarak penempatan vortex generator di sayap. Penelitian yang dilakukan oleh Sørensen, et al., (2014) dengan menggunakan vortex
generator tipe counter rotating dengan variasi jarak penempatan (x/c) vortex generator, hasil yang terbaik yaitu pada (x/c) 0.2 dibandingkan dengan
penempatan yang lain. Selanjutnya Azmi dan Sasongko (2015) melakukan penelitian dengan variasi jarak penempatan vortex generator dan ketinggian
vortex generator dengan menggunakan airfoil NASA LS-0417 pada α=16°,
dihasilkan bahwa penempatan vortex generator yang terbaik dan memiliki wake paling kecil yaitu pada penampatan 0.3 dan tinggi vortex generator (h) 1 mm. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat perbedaan antara peneliti yang pertama dan kedua, hal ini terjadi karena terdapat perbedaan bentuk (Tilenni, 2017)vortex
generator pada penelitian tersebut.
Adapun jenis-jenis vortex generator yang ditambahkan pada sayap pesawat dapat berpengaruh terhadap performa suatu pesawat. Penelitian yang dilakukan Koike, et al., (2015) dengan menggunakan vortex generator tipe
co-rotating dan counter co-rotating pada α=3o menghasilkan lift terbaik pada tipe
micro-vortex, voterx generator co-rotating dan counter rotating, menghasilkan
bahwa hybrid miycro-vortex berada diantara co-rotating dan counter rotating sedangkan untuk hasil lift terbaik terdapat pada co-rotating. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa vortex generator tipe co-rotating memiliki performa yang baik dibandingkan dengan tipe yang lain hal ini karena tipe vortex generator.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, maka data refrensi tersebut yang akan dijadikan rujukan oleh peneliti untuk melakukan analisa aerodinamika pada UAV Mohinder UNNES.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Gaya Aerodinamika
UAV dapat terbang karena ada momentum dari dorongan horizontal mesin pesawat (Engine), dorongan engine tersebut akan menghasilkan perbedaan kecepatan aliran udara dibawah dan diatas sayap pesawat. Kecepatan udara yang diatas sayap akan lebih besar dibandingkan dengan yang dibawah sayap, hal ini berhubungan dengan jarak tempuh yaitu jarak tempuh lapisan udara yang mengalir di atas sayap lebih besar dari pada jarak tempuh di bawah sayap, sedangkan waktu yang diperlukan untuk sampai ke ujung sayap harus sama. Menurut hukum Bernoulli kecepatan udara berbanding terbalik dengan tekanan udara, sehingga tekanan udara di bawah sayap lebih besar dibandingkan dengan bagian atas sayap, maka menimbulkan gaya angkat (lift) yang menjadikan UAV dapat terbang (Dwiharpini, et al., 2017: 131).
Berbeda dengan roket yang dapat terangkat ke atas tanpa memanfaatkan kecepatan udara external, karena roket menerapkan hukum Newton III yaitu
aksi-reaksi antara gas yang dikeluarkan roket dengan aksi-reaksi roket tersebut, sehingga roket tetap dapat terangkat ke atas meskipun tidak ada udara.
Gambar 2.1 Hukum Bernoulli pada Airfoil (Sumber: Dwiharpini, et al., 2017: 132)
Pada gambar 2.1 bahwa aliran pada bagian atas lebih rapat dibandingkan dengan aliran yang ada dibawah sehingga kecepatan yang terjadi pada v2 > v1 hal
ini sesuai dengan hukum asas Bernoulli (Dwiharpini, et al., 2017: 132): 𝑝1+ 1 2𝜌1𝑣1 2+ 𝜌 1𝑔ℎ1 = 𝑝2+ 1 2𝜌2𝑣2 2+ 𝜌 2𝑔ℎ2
Dimana tekanan pada sisi atas p2 < p1 sehingga gaya pada aliran tersebut
F2 < F1
Menurut Munazid dan Suwasono (2015: 91) gaya angkat (lift force) merupakan gaya mekanik dengan arah normal ke atas yang diakibatkan dari pengaruh tekanan fluida atau positive lift force, sedangkan gaya normal kebawah yang ditimbulkan dari pengaruh tekanan fluida disebut dengan negative lift force. Gaya drag merupakan gaya mekanik yang mengakibatkan hambatan atau pergeseran benda yang diakibatkan oleh aliran fluida. Gaya pada sayap dihasilkan dari aliran fluida pada luasan permukaan sayap, aliran fluida bagian atas lebih cepat dari pada aliran bagian bawah sayap.
Berdasarkan hukum Bernoulli suatu airfoil apabila terkena aliran udara dapat mengakibatkan tekanan permukaan pada bagian bawah lebih besar dibandingkan dengan permukaan pada bagian atas sehingga terjadi proses gaya angkat keatas (lift force) pada UAV.
Gambar 2.2 Gaya-Gaya yang Berkerja pada Pesawat (Sumber: Ghofar, 2018: 9)
Menurut Sukoco (2015: 137) koefisien gaya angkat (CL), merupakan
koefisien yang menghasilkan lift pada suatu airfoil. Koefisien lift sangat berpengaruh terhadap performance suatu UAV, nilai koefisien lift akan berubah dengan berubahnya angle of attack. Nilai CL akan bertambah apabila nilai α
bertambah hingga sampai suatu titik maksimal nilai CL. 𝐶𝐿 = 𝐹𝐿 1 2ρ𝑣 2𝐴 𝐹𝐿 = 1 2ρ𝑣 2𝐴 𝐶 𝐿 Dimana (Shevell, 1989: 128) 𝐶𝐿 = 2𝜋𝛼 (2.2) (2.3) (2.4)
Maka: 𝐹𝐿 = 1 2ρ𝑣 2𝐴 2𝜋𝛼 CL = Koefisien Lift FL = Gaya Lift (N) ρ = Densitas Udara (Kg/m3)
v = Kecepatan Angin Relatif (m/s) A = Area (m2)
α = angle of attack dinyatakan dalam radian
Airfoil juga menghasilkan nilai koefisien drag, koefisien drag (CD) adalah
koefisien hambatan yang menunjukkan seberapa besar suatu benda dapat melawan aliran fluida, drag dapat dituliskan dalam bilangan tak berdimensi yaitu perbandingan antara drag suatu benda terhadap dynamic pressure freestream (1
2ρ𝑣
2) yang dapat dirumuskan sebagai berikut, (Yogatama dan Trisno,
2018: 11):
𝐶
𝐷=
𝐹𝐷 1 2𝜌𝑣2𝐴 CD = Koefisien Drag FD = Gaya Drag (N) ρ = Densitas Udara (Kg/m3)v = Kecepatan Angin Relatif (m/s) A = Luas Area (m2)
2.2.2 Unmanned Aerial Vehicle (UAV)
UAV merupakan sebuah pesawat udara tanpa awak yang dapat dikendalikan manual atau secara otomatis (autonomus). Autonomus merupakan
(2.6) (2.5)
suatu sistem yang dapat melakukan gerakan terbang UAV tanpa adanya campur tangan dari manusia, sistem ini yang dapat membuat seorang pilot tidak harus mengontrol secara penuh gerakan UAV (Ghofar, 2018: 9).
Menurut Pradana, et al., (2016: 157), Pada umumnya UAV dapat difungsikan untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk pemantauan lalu lintas, pemantauan fenomena alam, pemetaan lahan, pertahanan, investigasi dan sebagainya.
Gambar 2.3 UAV (Sumber: Tilenni, 2017)
Saroinsong, et al., (2018: 73) berpendapat bahwa, “Kontrol UAV ada dua variasi, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum terbang”.
Sehingga dapat disimpulkan UAV merupakan pesawat udara tanpa awak yang dapat dikontrol menggunakan pengendalian jarak jauh atau dengan diprogram terlebih dahulu (autonomus) yang dapat diaplikasikan untuk keperluan militer, pemetaan, pemantauan dan sebagainya.
2.2.3 Airfoil
Airfoil merupakan bentuk potongan dari sayap yang dapat menghasilkan
gaya angkat (lift) ketika melewati suatu aliran udara (Sukoco, 2015: 135).
Adapun bagian-bagian pada airfoil disebutkan oleh Hidayat (2014: 85) yaitu: a) Leading Edge adalah bagian yang terkena aliran udara pertama dari
sebuah airfoil.
b) Trailing Edge adalah bagian yang yang terkena aliran udara paling terakhir dari sebuah airfoil.
c) Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dengan
trailing edge
d) Chord (c) adalah panjang airfoil yang diukur dari leading edge sampai
trailling edge.
e) Chamber line adalah garis tengah yang membagi antara permukaan atas dan permukaan bawah dari airfoil mean chamber line.
f) Maksimum chamber adalah jarak maksimum antara mean chamber line dan chord line. Posisi maksimum chamber diukur dari leading edge dalam bentuk persentase chord.
g) Maksimum thickness adalah ketebalan airfoil yang diukur dari
permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegak
lurus terhadap chord line.
Airfoil yang digunakan yaitu menggunakan referensi National Advisory Committe for Aeronautics (NACA) merupakan standar dalam perancangan suatu airfoil ataupun hydrofoil, (Ramadika dan Permatasari, 2018: 798).
Gambar 2.4 Bagian-Bagian Airfoil (Sumber: Hidayat, 2014: 85).
Airfoil memiliki fungsi dan kelebihan masing-masing seperti NACA 2412
dimana airfoil ini digunakan pada pesawat yang memiliki karakteristik low speed (Anderson, 2001: 326), sehingga pada saat take off maupun cruise tidak perlu menggunakan kecepatan tinggi, sehingga kestabilan pada saat mapping and
monitoring area perkebunan dapat maksimal.
2.2.4 Angle of Attack
Sudut serang (angle of attack) merupakan sudut yang terbentuk dari tali busur airfoil dan arah aliran udara yang melewatinya (relative wind). Perbedaan angle of attack (α) akan menghasilkan lift yang berbeda-beda, adapun untuk aplikasi angle of attack (α) yaitu pada airfoil. Contoh angle of attack (α) pada
airfoil simetris menghasilkan lift nol bila angle of attack nol, sedangkan pada airfoil tidak simetris pada angle of attack nol lift yang dihasilkan tidak nol, lift
menjadi nol apabila airfoil tidak simetis membentuk sudut negatif terhadap aliran udara (Ghofar, 2018: 32).
Gambar 2.5 Angle of Attack pada Airfoil (Sumber: Ghofar, 2018: 32).
Ramadika dan Permatasari, (2018: 798) menjelaskan bahwa sudut serang dibagi menjadi dua jenis yaitu angle of attack mutlak dan angle of attack kritis.
angle of attack mutlak yaitu sudut yang ditentukan dari keadaan zero angle lift,
sedangkan angle of attack kritis yaitu angle of attack yang menghasilkan lift maksimum.
Arismunandar (2000: 109) menjelaskan Hubungan antara CL dan α pada
Gambar 2.6 bahwa CL naik secara linear sampai suatu α tertentu, kemudian
melengkung dan mencapai titik maksimum, dimana CL mencapai titik maksimum
CLmax dan apabila α ditambah maka akan menyebabkan CL turun secara cepat, hal
seperti ini UAV mengalami stall.
Gambar 2.6 Hubungan Antara CL dan α
(Sumber: Arismunandar, 2000: 109)
2.2.5 Boundary Layer
Boundary layer (lapisan batas) adalah area aliran tipis yang terbentuk disekitar permukaan benda akibat adanya gradien kecepatan sebagai pengaruh dari
tegangan geser antara permukaan benda dan fluida yang muncul akibat adanya viskositas. Lapisan batas yang terbentuk lebih tipis dibandingkan dengan ukuran bendanya, meskipun lapisan batas lebih tipis tetapi pengaruhnya terhadap hambatan dan perpindahan panas ke benda sangat besar (Anderson, 2001: 788).
Gambar 2.7 Mekanisme Terjadinya Boundary Layer (Sumber: Gerhart dan Gross, 1985: 623)
Perhatikan gambar 2.7 awalnya fluida mengalir dengan kecepatan yang sama saat melewati benda padat kemudian kecepatan fluida mengalami perubahan, perubahan ini terjadi karena timbulnya tengangan geser antara fluida dengan permukaan benda padat, sehingga menyebabkan terjadinya lapisan batas (boundary layer). Apabila tegangan geser yang terjadi secara terus menerus sepanjang benda, maka dapat membuat garis lapisan batas semakin tebal. Ukuran awal boundary layer pada ujung benda padat (leading
edge) yang terjadi masih tipis, kemudian partikel–partikel tersebut bergerak
secara berlapis–lapis yang disebut dengan laminar boundary layer. Selanjutnya semakin fluida bergerak menjauhi ujung plat, boundary layer semakin tebal danaliran akan berubah mendekati turbulent. Semakin menjauh dari ujung plat, maka secara bertahap aliran fluida menjadi tidak stabil dan menimbulkan pergolakan antar partikel fluida sehingga aliran berubah menjadi turbulent buondary layer (Setiawan, 2018: 10-11).
2.2.6 Vortex Generator
Vortex Generator (VG) adalah komponen kecil berbentuk fin (sirip) yang
ditempatkan di sayap maupun pada permukaan stabilizer ekor UAV yang bertujuan untuk memodifikasi aliran udara disekitar permukaan UAV yang terjadi
separation (Romadhon dan Herdiana, 2017: 47).
Sedangkan menurut Sukoco (2015: 138), vortex generator memiliki berbagai macam ukuran dan bentuk, dan dapat diaplikasikan pada berbagai bagian kendaraan transportasi. Pengaplikasian disetiap bagian kendaraan transportasi memiliki karakteristik masing-masing dan semua vortex generator berfungsi seperti miniatur sayap. Penempatan vortex generator yaitu tegak lurus terhadap permukaan sayap, serta dapat menghasilkan gaya angkat pada UAV, maka dengan gaya angkat tersebut masing-masing bentuk vortex generator menghasilkan perubahan aliran pada UAV.
Gambar 2.8 Vortex Generator (Sumber: Tallman, 2016)
Vortex generator memiliki fungsi untuk menunda efek separation
sehingga dapat meningkatkan angle of attack pada UAV sehingga dapat dirumuskan dengan suatu metode, dimana vortex generator (VG) digantikan oleh subdomain sel sehingga menjadi bentuk seperti vortex generator, dimana
distribusi gaya bekerja pada fluida, sehingga efek vortex generator dapat diketahui. Gaya didapatkan dari persamaan momentum dan energi.
𝐿 = 𝐶
𝑉𝐺𝑆
𝑉𝐺 ∆𝑉𝑖 𝑉𝑚𝛽𝜌𝑣
2
𝑙
Dimana L adalah gaya yang dihasilkan oleh VG, CVG adalah konstanta
model yang berfungsi untuk mengontrol kekuatan pada gaya yang terjadi, SVG
adalah luas area VG, ∆Vi merupakan volume sel dan Vm jumlah total volume sel,
β adalah sudut yang terbentuk dari kecepatan udara relative ke VG, ρ adalah densitas udara, v adalah kecepatan udara relatif, l adalah unit vector yang terjadi karena gaya angkat terhadap aliran udara (Sznajder dan Kwiatkowski, 2015: 243).
Gambar 2.9 Contoh Geometri VG a. Dalam Keadaan Real, dan b Subdomain Sel Dari Aplikasi Persamaan Momentum Maupun Energi (Sumber: Sznajder dan
Kwiatkowski, 2015: 243)
2.2.7 Computational Fluid Dynamics (CFD)
Menurut Yogatama dan Trisno (2018: 12), Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan suatu cara menganalisa menggunakan komputer untuk mengetahui fenomena pada perpindahan panas, aliran fluida, fenomena fisik dan reaksi kimia lainnya. Penggunaan CFD sudah menjadi salah satu pendekatan numerik yang dilakukan untuk mencari hasil fenomena pada suatu permasalahan
engineering, terutama dibidang perpindahan panas dan mekanika fluida.
Sedangkan apabila secara konvensional, penyelesaian permasalahan engineering (2.7)
dibidang perpindahan panas dan mekanika fluida dilakukan dalam dua pendekatan saja, yaitu pendekatan eksperimental dan pendekatan analitik.
Dikarenakan semakin susah dan rumitnya suatu benda yang dianalisis untuk diselesaikan secara konvensional, maka dibutuhkan pendekatan secara numerik melalui komputer agar dapat diketahui dengan cepat hasilnya, mudah dalam penggunaannya dan tidak mengeluarkan banyak biaya, sehingga munculah perangkat lunak berbasis CFD. Sehingga hal tersebut yang membuat CFD menjadi salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fenomena yang terjadi sehingga dapat menjadi rujukan untuk penelitian secara eksperimental.
Sedangkan Irawan (2016: 9) menjelaskan bahwa Computational Fluid Dynamics (CFD) merupakan metode penghitungan, pendekatan dan memprediksi fenomena aliran fluida secara numerik berbasis komputer, CFD melakukan suatu pendekatan dengan menggunakan persamaan-persamaan fluida dan metode numerasi. Pendekatan yang umum digunakan dalam CFD yaitu model k-epsilon. Pemodelan ini memberikan keuntungan efisiensi sumber daya komputasi, kestabilan perhitungan numerical dan akurasi analisis yang dihasilkan. Model k-epsilon terdiri dari dua persamaan yaitu persamaan energy kinetic turbulen (k) yang digunakan untuk menentukan besar energi turbulensi dan persamaan disipasi
turbulen (ϵ) yang digunakan untuk menentukan skala turbulensi.
Assidiq, et al., (2018: 252) menjelaskan bahwa “Computational fluid
dynamics terdiri dari tiga proses yaitu:
a. Pre Processor (sebelum perhitungan) b. Solver Manager (proses perhitungan) c. Post Processor (setelah perhitungan)
Disimpulkan bahwa CFD merupakan suatu cara menganalisa menggunakan komputer untuk mengetahui fenomena pada perpindahan panas, aliran fluida, fenomena fisik dan reaksi kimia lainnya, dengan melakukan pendekatan dengan metode numerik dengan menggunakan kontrol-kontrol perhitungan yang memanfaatkan persamaan-persamaan fluida, untuk pemerosesan CFD dimulai dari pre processor, solver maneger, dan post processor.
2.2.8 Software ANSYS
Menurut Situmorang (2018: 34) ANSYS merupakan penerapan dari metode elemen hingga dengan menggunakan komputer. Elemen hingga merupakan metode numerik untuk penyelesaian masalah pada bidang teknik dan fisika serta matematis. Pada umumnya permasalahan kompleks seperti sifat material, geometri, pembebanan, maupun pada aerodinamika umumnya sulit untuk diselesaikan secara matematis. Penyelesaian dengan menggunakan elemen hingga memberikan hasil serta penyelesaian pendekatan dari nilai yang tidak diketahui pada titik tertentu pada suatu objek.
ANSYS adalah software berbasis metode elemen hingga untuk menganalisa masalah-masalah rekayasa (engineering). Software ANSYS merupakan software yang telah terintegrasi dengan perangkat lunak Computer
Aided Design (CAD) sehingga memudahkan pengguna dalam mendesain model
geometri dengan berbagai perangkat lunak CAD. Suku (2018: 22) menjelaskan bahwa software ANSYS terdiri dari tiga tahap yaitu:
1) pre-processing
Merupakan proses awal pada software ANSYS diantaranya yaitu penyederhanaan model, menentukan bahan material, membuat meshing grid.
2) solver
Merupakan proses analisis pada software ANSYS diantaranya yaitu menentukan batas analisis dan menjalankan analisis pada model.
3) post processing
Merupakan proses hasil pada software ANSYS yaitu mendapatkan daftar hasil dan periksa validitas.
2.2.9 Metode Perhitungan Numerik Pada Software ANSYS
ANSYS Fluent memiliki 2 metode penyelesaian numerik (ANSYS, 2013: 625-630) :
• Pressure-based solver
• Density-based solver
Pendekatan pressure-based digunakan untuk low-speed incompressible flows, sedangkan pendekatan density-based digunakan untuk high-speed compressible flows. Namun, saat ini kedua metode telah diperluas dan dirumuskan ulang untuk menyelesaikan dan beroperasi untuk berbagai kondisi aliran.
Kedua metode cara memperoleh kecepatan yaitu dari persamaan momentum. Pada pendekatan pressure-based, persamaan kontinuitas digunakan untuk memperoleh kerapatan sedangkan tekanan ditentukan dari persamaan. Adapun pada pendekatan density-based, tekanan diekstraksi dengan menyelesaikan persamaan tekanan atau koreksi tekanan yang diperoleh dengan memanipulasi persamaan kontinuitas dan momentum. Metode yang digunakan ANSYS Fluent yaitu dengan penyelesaian persamaan integral untuk mengatur konservasi massa dan momentum, dan untuk energi maupun besaran skalar lain
seperti turbulensi dan kimia. Adapun teknik yang digunakan ANSYS Fluent yaitu
finite volume method (FVM) dengan langkah sebagai berikut:
• Pembagian domain menjadi volume kontrol diskrit menggunakan
computational grid.
• Kemudian dibentuk persamaan integral yang berfungsi untuk mengatur volume kontrol untuk membuat persamaan aljabar untuk mengetahui dependen diskrit ("tidak diketahui") seperti kecepatan, tekanan, suhu, dan besaran skalar lainnya.
• Linearisasi untuk persamaan diskrit dan solusi untuk menghasilkan sistem persamaan linier yang dihasilkan untuk mendapatkan nilai yang update dari variabel dependen.
Dua metode numerik menggunakan proses diskritisasi yang sama yaitu (finite-volume), tetapi pendekatan yang digunakan untuk linierisasi dan menyelesaikan persamaan yang didiskritisasi berbeda.
2.2.9.1 Pressure-Based Solver
Solusi pressure-based bekerja menggunakan prinsip algoritma yang disebut metode proyeksi. Metode proyeksi, dimana constraint massa (kontinuitas) dari kecepatan didapatkan dengan menggunakan persamaan tekanan. Persamaan tekanan diderivasikan dari persamaan kontinuitas dan momentum, kemudian kecepatan diperhitungkan kembali dengan persamaan tekanan, sehingga didapatkan hasil kontinuitas yang lebih presisi. Karena persamaan yang digunakan tidak linier dan dihubungkan satu sama lain, maka proses perhitungan membutuhkan iterasi sampai semua persamaan menjadi konvergen.
Metode solution yang digunakan yaitu pressure-velocity coupling, metode ini diselesaikan dengan continuity equation (ANSYS, 2013: 648)
𝐽𝑓 = 𝑝𝑓𝑎𝑝,𝑐0𝑣𝑛,𝑐0+ 𝑎𝑝,𝑐1𝑣𝑛,𝑐1
𝑎𝑝,𝑐0+ 𝑎𝑝,𝑐1 + 𝑑𝑓 ((𝑝𝑐0+ (∇𝑝)𝑐0𝑟̅ ) − (𝑝0 𝑐1+ (∇𝑝)𝑐1𝑟̅ )) 1 = 𝐽̂𝑓+ 𝑑𝑓 (𝑝𝑐0− 𝑝𝑐1)
𝑝𝑐0, 𝑝𝑐1 = Tekanan normal 𝑣𝑛,𝑐0, 𝑣𝑛,𝑐1 = Kecepatan normal
𝐽̂𝑓 = Pengaruh kecepatan pada cell
𝑑𝑓 = Fungsi dari 𝑎𝑝
𝑎𝑝 = Rata-rata persamaan momentum
𝑓 = Koefisien antara cell
pressure-based solver pada ANSYS Fluent memiliki 2 penyelesaian, yaitu the pressure-based segregated algorithm dan the pressure-based coupled algorithm.
2.2.9.1.1 The Pressure-Based Segregated Algorithm
Metode the pressure-based segregated algorithm yaitu metode yang menggunakan persamaan-persamaan yang diselesaikan secara berurutan. Karena persamaan yang diselesaikan non-linear dan kemudian digabungkan, maka penyelesaian harus dilakukan secara berurutan untuk mendapatkan solusi numerik konvergen.
Metode segregated algorithm adalah metode yang efisien dalam penggunaan memori, karena persamaan didiskritisasi dalam satu memori dalam satu waktu. Namun, penyelesaian ini relatif lambat, karena persamaan diselesaikan secara terpisah.
Langkah iterasi segregated algorithm dapat diilustrasikan pada gambar 2.9 dan diuraikan sebagai berikut:
1. Melakukan update sifat fluida, misalnya densitas, viskositas, kalor spesifik termasuk viskositas turbulen berdasarkan solusi saat ini.
2. Selesaikan persamaan momentum secara satu per satu, menggunakan nilai dari update tekanan dan fluks massa.
3. Selesaikan tekanan dari persamaan kontinuitas menggunakan nilai kecepatan dan fluks massa.
4. Update fluks massa, tekanan, dan kecepatan menggunakan koreksi tekanan yang diperoleh dari langkah 3.
5. Selesaikan persamaan besaran skalar tambahan, jika ada, seperti jumlah turbulen, energi, dan intensitas radiasi menggunakan nilai saat ini dari variabel solusi.
6. Update pada sumber apakah terhadap perubahan yang timbul dari interaksi karena antara fase yang berbeda.
Gambar 2.10 Diagram Alir Metode The Pressure-Based Segregated Algorithm (Sumber: ANSYS, 2013: 627)
2.2.9.1.2 The Pressure-Based Coupled Algorithm
Metode the pressure-based coupled algorithm memecahkan beberapa persamaan sekaligus yang terdiri dari persamaan momentum dan persamaan
pressure-based kontinuitas. Penyelesaian coupled algorithm yaitu langkah 2 dan 3
dalam segregated algorithm digantikan dengan satu langkah dari sistem persamaan yang digabungkan. Persamaan lainnya diselesaikan secara terpisah seperti pada segregated algorithm.
Perubahan solusi konvergen meningkat secara signifikan bila dibandingkan dengan segregated algorithm, hal ini karena persamaan momentum dan kontinuitas dipecahkan secara bersamaan. Namun, kebutuhan memori pada
Update properties
Penyelesaian sekuensial Uvel Vvel Wvel
Menyelesaikan persamaan kontinuitas
Update tekanan, kecepatan,
dan flux massa
Menyelesaikan persamaan energi, turbulen dan skalar
yang lain
Converged? Stop
coupled algorithm meningkat 1,5 - 2 kali lipat dari segregated algorithm karena
sistem didiskrit dari persamaan momentum dan pressure-based kontinuitas yang harus disimpan dalam memori secara bersamaan ketika melakukan perhitungan kecepatan dan tekanan.
Gambar 2.11 Diagram Alir Metode The Pressure-Based Coupled Algorithm (Sumber: ANSYS, 2013: 627)
2.2.9.2 Density-Based Solver
Metode density-based solver yaitu menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum, dan energi secara simultaneously. Persamaan untuk menyelesaikan besaran skalar yang lain akan diselesaikan setelahnya dan dilakukan secara berurutan. Karena persamaan yang diselesaikan non-linear, maka diperlukan beberapa iterasi sebelum perhitungan konvergen diperoleh. Langkah iterasi
density-based solver dapat diilustrasikan pada gambar 2.11 dan diuraikan sebagai
berikut: Yes No Update properties Penyelesaian simultan: System persamaan momentum dan pressure
based kontinuitas
Update flux massa
Menyelesaikan persamaan energi, turbulen dan skalar
yang lain
1. Update sifat fluida berdasarkan perhitungan terakhir. Adapun pada perhitungan pertama, sifat fluida yang digunakan berdasarkan solusi yang diinisialisasi.
2. Memecahkan persamaan kontinuitas, momentum, dan energi secara
simultaneously.
3. Apabila ada persamaan skalar lain seperti turbulensi dan radiasi digunakan nilai-nilai variabel yang telah diperbarui.
4. Ketika perhitungan antar face dilakukan secara simultaneously, maka perlu
update karakteristik awal dalam persamaan continuous phase yang sesuai
dengan perhitungan diskrit.
5. Periksa kembali konvergensi dari persamaan yang digunakan.
Gambar 2.12 Diagram Alir Metode density-based solver (Sumber: ANSYS, 2013: 629)
Metode density-based solver dapat diselesaikan denganpersamaan coupled
system (kontinuitas, momentum, dan energi) dengan formula coupled-explicit atau coupled-implicit. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
• implicit yaitu untuk variabel yang tidak diketahui nilainya pada setiap sel dan diperhitungkan berdasarkan relasi yang mencakup nilai yang diketahui
No Yes
Update properties
Menyelesaikan persamaan kontinuitas, momentum dan
energi
Menyelesaikan persamaan turbulen dan skalar yang
lain
maupun yang tidak diketahui. Oleh karena itu setiap sel yang muncul tetapi tidak diketahui dalam satu persamaan, maka persamaan tersebut dapat diselesaikan secara bersamaan untuk mendapatkan hasil yang tidak diketahui.
• explicit yaitu untuk variabel yang diketahui, sedangkan nilai yang tidak diketahui pada setiap sel dihitung menggunakan relasi yang dapat ditentukan dari nilai yang ada. Oleh karena itu setiap sel yang muncul tetapi tidak diketahui dalam satu persamaan, maka persamaan pada nilai yang tidak diketahui pada setiap sel dapat diselesaikan satu per satu untuk mendapatkan hasil yang tidak diketahui.
Metode density-based solver terdapat pilihan untuk menggunakan linearisasi implisit atau eksplisit dari persamaan yang mengatur. Pilihan ini hanya berlaku untuk himpunan persamaan yang berpasangan. Persamaan transportasi untuk skalar tambahan diselesaikan terpisah dari himpunan berpasangan (seperti turbulensi, radiasi, dan sebagainya).
Penggunaan coupled-implicit pada density-based solver yaitu melinearkan setiap persamaan yang disatukan dari persamaan-persamaan yang hubungkan dengan semua variabel dependen dalam perhitungannya, sehingga akan menghasilkan sistem persamaan linear dengan N persamaan untuk setiap sel dalam domain, dimana N adalah jumlah persamaan digabungkan dalam perhitungan. Karena terdapat N persamaan per sel, maka persamaan ini dapat disebut sistem persamaan "block".
Penyelesaian persamaan coupled-implicit digunakan sebagai penghubung metode aljabar multigrid (AMG) untuk menyelesaikan sistem blok persamaan yang dihasilkan untuk semua N variabel dependen pada setiap sel. Misalnya,
linierisasi persamaan kontinuitas, momentum x, y, z, dan persamaan energy untuk menghasilkan sistem persamaan p, u, v, w dan T yang tidak diketahui. penyelesaian simultan dari sistem persamaan ini dapat menghasilkan update tekanan, kecepatan, dan suhu. Sehingga penyelesaian coupled-implicit digunakan untuk memecahkan semua variabel p, u, v, w dan T disemua sel pada waktu yang sama.
Penyelesaian persamaan coupled-explicit pada density-based solver, setiap persamaan digabungkan kemudian dilinearkan secara eksplisit. Seperti pada
coupled-implicit, persamaan ini juga akan menghasilkan N persamaan untuk
setiap sel dalam domain, dan semua variabel dependen dalam set akan diupdate secara bersamaan. Namun, sistem persamaan ini bekerja secara eksplisit dalam variabel dependen yang tidak diketahui. Sebagai contoh, persamaan x momentum ditulis kemudian update x kecepatan yaitu fungsi dari variabel yang telah diketahui nilainya. Karena itu, pemecah persamaan linier tidak diperlukan. Sebaliknya, penyelesaiannya diperbarui dengan menggunakan pemecah
multi-stage (Runge-Kutta) dan terdapat pilihan untuk mengunakan full approximation storage (FAS) untuk mempercepat penyelesaian multi-stage. Sehingga
penyelesaian coupled-explicit digunakan untuk memecahkan semua variabel p, u,
31 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Agustus - September 2019 dan tempat penelitian di Laboratorium Desain Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.
3.2 Desain Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan yaitu dengan simulasi menggunakan
software ANSYS adapun untuk alur penelitiannya sebagai berikut:
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Penelitian Y
Meshing Grid
N
A
Desain dari referensi sayap mohinder UNNES
Variasi Angle of Attack -15o, -10o, -5o, 0o, 5o, 10o,15o Mulai
Setting vortex generator pada (x/c) 0.2
d
Variasi kecepatan udara 2, 4, 6, 8, 10 m/s
Properties udara
Desain vortex generator
Setting meshing Analisis Data dan Pembahasan
Selesai N Hasil Simulasi Y Simulasi CFD A Setting boundary layer Simpulan
Berikut adalah penjelasan dari gambar 3.1:
a. Penelitian diawali dengan pencarian referensi data dimensi dan spesifikasi terkait sayap Mohinder UNNES yaitu dengan menggunakan airfoil 2412 serta di re-drawing dengan dimensi sayap 2.00 x 250 mm yaitu sayap tanpa vortex generator dan menggunakan vortex generator.
Gambar 3.2 Airfoil NACA 2412 (Sumber: Seetharam, et al., 1997)
Gambar 3.3 Dimensi Sayap Mohinder UNNES
b. Vortex generator akan di tempatkan pada airfoil di (x/c) 0.2 dengan dimensi 6x1x1 mm
Gambar 3.4 Vortex Generator Pada x/c 0.2
c. Kemudian setiap analisis akan divariasikan pada kecepatan udara 0, 2, 4, 6, 8, 10 m/s
d. Angle of attack pada sayap tanpa vortex generator dan menggunakan
vortex generator akan divariasikan pada -15o, -10o, -5o, 0o, 5o, 10o, 15o, e. Setelah semua dilakukan maka akan ke tahap meshing grid yang berfungsi
untuk membagi iterasi, semakin kecil meshing grid yang dilakukan, maka tingkat error akan semakin kecil, tahap meshing grid ini apabila tidak terjadi masalah dan pembagian meshing grid di software berbentuk sama, maka akan masuk ketahap selanjutnya
f. Setting yaitu penentuan jenis viscous model, boundary condition, metode numerik yang akan digunakan, hasil yang ingin dicari dan iterasi yang ingin digunakan.
Gambar 3.6 Metode Numerik
g. Tahap selanjutnya yaitu proses perhitungan (run) analisis dengan menggunakan software ANSYS.
h. Kemudian dari tahap simulasi tersebut akan dihasilkan data lift dan drag apabila data yang dihasilkan setiap penambahan variasi tidak mengalami fluktuatif, maka tahap ini berhasil
i. Data akan dianalisis dan dilakukan pembahasaan terhadap hasil perhitungan CFD
j. Kemudian data disimpulkan, apakah dengan penambahan vortex generator dapat memperbaiki kestabilan UAV Mohinder UNNES.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian 3.3.1. Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Personal Computer (PC)
Tabel 3.1 Spesifikasi PC
Nama Keterangan
Processor Intel(R) Core(TM) i5-8265U (Central Processing Unit) CPU 1,60 GHz (4 CPU), ~1,8 GHz
Random Access Memory (RAM) 4GB
Tipe LENOVO
Graphics NVIDIA GEFORCE
Resolution 1920 x 1080
System 64bit
2. Software Solidworks 2016
3. Software ANSYS Workbench 18.0
3.3.2. Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Desain Sayap UAV Mohinder UNNES
2. Desain Vortex Generator
Gambar 3.8 Desain Sayap Mohinder UNNES Menggunakan Vortex Generator
3.4 Parameter Penelitian
Parameter pada penelitian ini adalah
Tabel 3.2 Parameter dimensi sayap UAV Mohinder UNNES dan vortex generator
Mohinder UNNES Vortex generator
Parameter Dimensi Parameter Dimensi
Wing Spar (WS) 200 mm Panjang (l) 6 mm
Chord (C) 250 mm Jarak spasi sirip (d) 10 mm
Kecepatan (v) 2, 4, 6, 8, 10 m/s Tebal (t) 1 mm Angle of Attack (α) -15o; -10o; -5o; 0o; 5o; 10o; 15o Tinggi (h) 1 mm Tipe NACA 2412 (x/c) 0.2
Posisi Entrance region Tipe Co-rotating
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian ini menggunakan data referensi dan data simulasi menggunakan software ANSYS. Data referensi yaitu kajian teori dalam buku dan artikel sebagai penunjang dalam melakukan penelitian dan literatur yang digunakan adalah yang berhubungan dengan vortex generator serta sistem pada pesawat terbang, sedangkan data simulasi merupakan data dari software ANSYS dan untuk disainnya menggunakan software solidworks dengan prosedur penelitian sebagai berikut:
a. Pre-processing
Tahapan pada pre-processing adalah sebagai berikut:
1) Membuat model sayap Mohinder UNNES dan vortex generator menggunakan software solidwork
2) Input (x/c) = 0.2 3) Membuat Geometri
4) Melakukan mesh pada model 5) Input variasi angle of attack
6) Melakukan pembatasan untuk bidang yang disimulasi (boundary
condition)
b. Solving
Tahapan pada solving adalah sebagai berikut:
1) Melakukan simulasi menggunakan software ANSYS 2) Input variasi kecepatan udara
c. Post-processing
Tahapan pada post-processing adalah sebagai berikut: 1) Data hasil simulasi dianalisis
2) Data disimpulkan
Data yang diperoleh dari simulasi yaitu gaya angkat (lift) dan gaya hambat (drag) menggunakan software ANSYS akan dimasukkan ke dalam tabel dibawah ini:
Tabel 3.3 Lembar Pengambilan Data Penelitian Data Lift dan Drag
Angle of attack
tanpa VG menggunakan VG
Lift(N) Drag (N) Lift(N) Drag (N)
-15O A 1 B1 C1 D1 -10O A2 B2 C2 D2 -5O A3 B3 C3 D3 0O A 4 B4 C4 D4 5O A5 B5 C5 D5 10O A6 B6 C6 D6 15O A7 B7 C7 D7 3.6 Kalibrasi Instrumen
Kalibrasi instrumen pada penelitian ini dilakukan pada software Solidwork 2016 dan ANSYS Workbench 18.0. Kalibrasi ini dilakukan agar software dapat melakukan perhitungan (run) dengan benar dan sesuai prosedur.
3.6.1 Pembuatan Desain Sayap UAV Mohinder UNNES
Pembuatan desain sayap UAV Mohinder UNNES menggunakan software Solidworks 2016. Adapun untuk langkah-langkahnya dibagi menjadi dua tahap yaitu pre-proses desain dan proses desain:
a. Pre-proses desain
Pre-proses desain yaitu tahap awal untuk melakukan proses desain diantaranya penentuan airfoil, data koordinat airfoil yang akan digunakan, geometri, dimensi, komponen-komponen, berat UAV, dan endurance UAV. b. Proses desain
Proses desain yaitu tahapan selanjutnya setelah pre-proses desain. Proses desain dilakukan menggunakan software Solidworks 2016. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Membuka software Solidworks 2016 dan membuat lembar kerja baru yaitu
file > new > part.
2. Memasukan data koordinat airfoil yang akan digunakan yaitu features >
curves > curve theough xyz points > browse, pada desain ini menggunakan airfoil NACA 2412, dimana data dapat di download pada website NACA atau
melalui software NACA.
3. Kemudian desain airfoil diperbesar sesuai ukuran yang diinginkan yaitu
sketch > scale entities. Pada desain ini menggunakan ukuran 250mm
4. Sketch geometri sayap yang ditentukan pada pre-proses desain, agar bentuk sayap dapat sesuai dengan geometri tersebut.
5. Proses pembuatan 3D dari 2D, ada berbagai cara untuk membuat 3D yaitu apabila desain yang akan dibuat bentuknya tidak seragam maka mengguakan
tool (lofted boss/base), apabila bentuknya seragam maka dapat menggunakan tool (extruded boss/base).
6. Tahap selanjutnya pembuatan vortex generator pada sayap. Sebelum membuat desain vortex generator, maka terlebih dahulu menentukan penempatannya pada x/c yang terbaik. Adapun referensi x/c berdasarkan gambar 3.6. Langkah-langkah membuat desain vortex generator yaitu sketch untuk membuat geometri vortex generator kemudian vortex generator dijadikan 3D (features > extruded boss/base).
7. Kemudian desain vortex generator diduplicate untuk membuat full vortex
3.6.2 Analisis CFD
1. Mempersiapkan file *.step yang telah dibuat. 2. Membuka ANSYS Worksbench 18.0.
3. Memilih jenis analisis, analisis yang akan dilakukan yaitu fluid flow (fluent).
Gambar 3.9 Memilih Jenis Analisis Fluent (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 4. Pada analisis CFD terdapat 3 langkah yang harus diselesaikan yaitu geometry,
mesh, and setup.
5. Masukkan data geomerti desain yaitu dengan langkah geometry > import
geometry > browse.
6. Membuat boundary layer yang berfungsi untuk pembatasan model yang akan diuji sehingga terbentuk seperti wind tunnel (tool > enclosure > generate).
Gambar 3.10 Membuat Boundary Layer (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 7. Membuat mesh yang berfungsi untuk pembagian iterasi perhitungan yaitu
dengan cara klik kanan pada mesh > generate mesh.
Gambar 3.11 Meshing (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
8. Kemudian penentuan inlet, outlet, dan wall (inlet merupakan aliran flow awal,
outlet merupakan akhir dari aliran flow, wall merupakan dinding pembatas
9. Setting untuk mengkonfirmasi inlet, outlet, dan wall yang ada pada tahapan ke 8, diantaranya menentukan kecepatan angin yang akan mengalir pada model yaitu pada bagian setup (boundary condition > inlet/outlet/wall > type
inlet/outlet/wall.
Gambar 3.12 Setting Pada Software Ansys (Sumber: Dokumentasi Pribadi) 10. Selanjutnya untuk perhitungan CFD (run calculation > number of iteration >
calculate).
3.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2017: 207). Data yang diperoleh meliputi tabel atau grafik lift dan
drag yang dihasilkan dari simulasi menggunakan software ANSYS, akan