• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI GORONTALO, SULAWESI UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI GORONTALO, SULAWESI UTARA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI GORONTALO, SULAWESI UTARA KERTAS KARYA Dikerjakan O L E H Bernat MS Nim 042203084

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA BIDANG STUDI BAHASA JEPANG

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan yang maha esa yang telah memberikan hidup, kasih dan pengetahuan. Karena oleh kasih-Nya, penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini yang berjudul “UPACARA ADAT

PERNIKAHAN DI GORONTALO , SULAWESI UTARA”.

Kertas karya ini diajukan disusun dan diajukan untuk melengkapi salah satu syarat kelulusan penyelesaian program Diploma III Bahasa jepang Fakultas Sastra Universitas.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1 Bapak Drs Syaifuddin, M.A, Phd selaku dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2 Ibu Adriana Hasibuan, SS, M, Hum selaku ketua jurusan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3 Bapak M. Pujiono SS, selaku dosen pembimbing dan dosen wali yang dengan ikhlas meliangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga kertas karya ini selesai.

4 Ibu/ Bapak selaku dosen pembaca.

5 Staf pengajar jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

(3)

6 Teristimewa kepada kedua orang tua saya, abang, kakak serta adik, yang telah memberikan dukungan moril maupun materi serta doa selama penyusunan kertas karya ini.

7 Kepada sahabat yang telah banyak membantu, memberikan dorongan serta semangat.

Dalam penulisan kertas karya ini penulis menyadari bahwa ada kekurangan dan kelemahan baik dari segi penyajian kalimat, penguraian materi dan pembahasan masalah. Oleh karena itu segala saran dan kritik dari semua pihak yang membaca kertas karya ini penulis menerima dengan senang hati demi kesempurnaanya. Akhir kata penulis mengharapkan semoga kertas karya ini bermanfaat bagi kita semua demi memperluas cakrawala pemikiran kita dimasa depan.

Medan, Desember 2007

Penulis BERNAT MS

(4)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan

Kata pengantar ………...i

Daftar isi………..…………...iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul……….. 1

1.2 Tujuan penulisan ………. 2

1.3 Batasan Masalah ……….…………..2

1.4 Metode Penulisan ………...….………….2

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT GORONTALO 2.1 Lokasi ……….…………. 3

2.2 Agama ……….………..3

2.3 Penduduk……….……… 4

2.4 Mata Pencarian ……….. 5

BAB III PELAKSANAAN UPACARA ADAT PERNIKAHAN 3.1 Sebelum Upacara Pernikahan ……….. 7

3.2 Saat Upacara Pernikahan ………. 8

3.3 Sesudah Upacara Pernikahan ……….. 9

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan ……….11

4.2 Saran ……….11 DAFTAR PUSTAKA

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya.

Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diwariskan secara turun temurun melalui kebiasaan ataupun adat istiadat tentang manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik dan menghindari prilaku-prilaku yang tidak baik. Oleh sebab itu kebudayaan harus diselamatkan. Karena kemungkinan kebudayaan itu punah atau tidak diperlakukan lagi oleh pendukungnya. Salah satu kebudayaan tersebut adalah di Gorontalo Sulawesi Utara.

Gorontalo merupakan daerah yang banyak menyimpan keanekaragaman kebudayaan salah satunya yaitu upacara adat pernikahan di Gorontalo Sulawesi Utara. Upacara ini memiliki unsur kebudayaan yang unik dan menarik serta penting untuk dijaga dan dilestarikan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk memilih judul “UPACARA ADAT PERNIKAHAN DI GORONTALO,

(6)

1.2 Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulis dalam menyusun kertas karya ini adalah :

- Untuk menambah imformasi kepada pembaca mengenai upacara adat perkawinan di Gorontalo, Sulawesi Utara.

- Untuk mengetahui upacara adat perkawinan di Gorontalo, Sulawesi Utara.

- Untuk menambah wawasan pembaca dan penulis tentang adat perkawinan Gorontalo, Sulawesi Utara.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis membatasi masalah hanya sebelum upacara adat perkawinan, saat upacara adat perkawinan dan sesudah upacara adat perkawinan.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan kertas karya ini adalah metode kepustakaan, yaitu membaca buku-buku dan referensi yang berhubungan dengan topik yang akan yang akan dibahas, serta mengumpulkan artikel dari media massa, internet dan lainya.

(7)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT GORONTALO

2.1 Lokasi

Daerah gorontalo mempunyai batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara dengan laut sulawesi.

b. Sebelah Timur dengan daerah Bolaang Mongondow. c. sebelah Selatan dengan Teluk Tomini (Teluk Gorontalo). d. Sebelah Barat Dengan Propinsi Sulawesi Tengah.

Pada bagian Selatan daerah ini terbentang daratan rendah yang luas dan pada bagian Utara sebaliknya terbentang daerah pegunungan yang ditandai oleh gunung-gunung yang tinggi seperti gunung Ile-ile, Teplomatinau, Pontalo,Buliohuta dan gunung Tilongkabila.

2.2 Agama

Penduduk asli Gorontalo mayoritas menganut agama islam. Mereka meyakini bahwa Allah S.W.lah yang menguasai dan mengatur langit dan bumi, menghidupkan dan mematikan semua manusia dan mahluk hidup lainya. Akan tetapi mereka masih mempercayai adanya mahluk-mahluk halus yang mendiami alam raya ini.

(8)

2.3 Penduduk

Penduduk asli daerah gorontalo menurut J.G.F. Riedel adala termasuk ras polinesia yang datang dari sebelah Utara. Tetapi sebelum kedatangan mereka daerah, ini sudah ada penduduk yang mendiaminya yang masuk dari sebelah Barat. Oleh orang-orang gorontalo mereka disebut hulontalangi (pengembara). Kemudian mereka bercambur dengan ras polinesia. pada mulanya mereka hidup mengelompok didaerah pegunungan Tilongkabila, karena dataran rendah pada bagian Selatan daerah ini masih tergenang air. Barulah pada abad XI penduduk daerah pegunungan turun, berpindah ke dataran rendah itu, karena air sudah surut. Penduduk-penduduk yang berasal dari daerah lain sudah mulai berdatangan yaitu seperti orang Tomini, Loinaus, Bugis, Makasar, Ternate. Terutama pada abad XV, XVI, XVII, penduduk dari daerah kerajaan Islam: Ternate, Bugis dan Makasarlah yang paling banyak pindah kedaerah Gorontalo, sehingga penduduk Gorontalo yang sekarang merupakan pencampuran dari :

a. Penduduk asli (pengembara = holontalangi). b. Ras Polinesia dari utara.

c. Penduduk daerah tomini (suku) dari barat.

d. Suku ternate, bugis, makasar (pembawa agama islam). Ditambah lagi penduduk bangsa Cina, Arab, Belanda, Burgers (campuran belanda dan penduduk asli). Akan tetapi mereka merupakan penduduk asing minoritas.

(9)

2.4 Mata Pencarian

A. Berburu

Mereka pergi berburu pada hari-hari libur dengan memberitahukan kepada pemerintah setempat. Alat yang digunakan untuk berburu ialah: bedil, tombak besi, tombak dari bulu dan membuat perangkap. Jenis-jenis binatang yang diburu seperti: rusa, sapi hutan, jenis-jenis burung dan babi hutan bagi orang kristen yang tinggal di kotamadya.

B. Meramu

Tempat penduduk untuk mengumpulkan hasil-hasil hutan sebagai mata pencarian ialah daerah Tapa, Sumawa, Yang diramu seperti kayu damar,rotan tali dan lain-lain. Cara kegiatan meramu ini masih tradisional yakni sebelum melaksanakan pekerjaan itu penduduk pertama-tama mengadakan mohile dua artinya upacara meminta doa kepada setan penjaga hutan.

C. Perikanan 1. Perikanan darat

Nelayan yang berdiam sekitar danau menangkap ikan dengan menggunakan jala, pagar bulu. Jenis ikan danau seperti payangga, hele, hulu’u, menggabar, dumbaya dan lain-lain. Dan ikan tambak seperti:ikan mas, ikan balanga dan lain-lain.

2. Perikanan laut

Penangkapan ikan laut dilakukan oleh nelayan yang berdiam sepanjang pantai bagian selatan. Mereka melakukannya baik perorangan dan berkelompok. Tenaga pelaksana adalah laki-laki. Penangkapan pada siang hari dilakukan dengan

(10)

cara mengail di atas perahu. Pada malam hari penangkapan dilakukan secara berkelompok.

D. Pertanian

1.Pertanian di ladang

Tanah pertanian diolah oleh laki-laki dengan bajak. Selesai diolah para wanita menanaminya dengan jagung, kacang, ubi-ubian. Sayur, tomat, cabe, merica, di tanam pada sekeliling ladang.

2. Pertanian di sawah

Bagi mereka yang tidak memiliki tanah pertanian (sawah ladang) dapat mengerjakan tanah mengolah sawah dengan sistem bagi hasil. Tanah-tanah diwariskan turun temurun kepada cucu, cece akhirnya tanah tersebut tidak dapat dibagikan lagi, karena terlalu sempit.

E. Peternakan

Jenis ternak yang dipelihara oleh penduduk seperti: sapi, kuda, ayam, itik dan kambing. Terutama sapi, itik dan ayam merupakan ternak yang paling banyak dipelihara dan dijual keluar daerah.

F. Kerajinan

Jenis kerajinan penduduk ialah membuat rotan, kursi batang kelapa dan keranjang. Hasil kerajinan penduduk adalah untuk kebutuhan sendiri dan dijual.terutama hasil kerajinan kursi dijual keluar daerah.

(11)

BAB III

PELAKSANAAN UPACARA ADAT PERNIKAHAN

3.1 Sebelum Upacara Pernikahan

Menurut adat yang berlaku, sebelum kedua muda mudi melangsungkan upacara pernikahan biasanya harus melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. keluarga si pemuda mengadakan penyelidikan dengan jalan meninjau (mobilohe) secara tidak diketahui oleh keluarga gadis atau si gadis itu sendiri. Yang ditinjau adalah mengenai cara berdandan (berpakaian), si gadis sedang membantu orang tua atau bermalas-malasan.

b. Pihak keluarga si pemuda mengutus seorang perantara untuk melaksanakan peminangan (motolobalango), dengan mengucapkan bahasa sindiran yang bunyinya: “wono ito tahutahu intani deami yatiya mei jangge mayi; wono ito

woluwo opolohungo de amiyatia ta momuhuto; wonu woluwo burungi potalinto de ami yatiya tamotali mayi”. Artinya: “ Apabilah tuan rumah

menyimpan sebutir intan izinkanlah kami membuat tempatnya; andaikata ada bunga yang tertanam dihalaman rumah tuan, baiklah kami memeliharanya; kalau tuan berkenan menjual seekor burung, izinkanlah kami membelinya”. Pihak orang tua gadis menjawabnya: “donggo mo o’otawa woloungala’a;

dabo donggo to ombongo walao ta dulota; yilumuwalayi lou mobongo walao ta dadata”. Artinya: “kami hendak memberitahukan dengan seluruh keluaraga

bahwa waktu anak masih ada dalam kandungan adalah anak ibu-bapanya, setelah lahir menjadilah anak seluruh kerabat”. Seminggu kemudian setelah

(12)

pihak keluarga gadis selesai mengadakan permusyawaratan, datanglah perantara (telangkai) untuk mengecek pembicaraan dengan keluarga si gadis (motua tato u pilo o’otawa). Kalau kerabat si gadis hadir dalam pertemuan ini berarti peminangan dapat dilanjutkan. Sebuah bingkisan dan sirih pinang diserahkan kepada keluarga si gadis. Mas kawin (tonelo) ditetapkan pula dan kadang-kadang diikuti permintaan akan bulinggodu dan ilato (musik dan potret) dalam pesta.

c. sehari sebelum upacara pernikahan yang telah ditentukan, mas kawin diserahkan kepada keluarga si gadis, yang diisi dalam kola-kola (usungan berbenuk perahu yang panjangnya 25 cm). isinya berupa uang tonelo, sirih pinang, tembakau dan buah-buahan. Malam harinya diadakan kunjungan si pemuda ke rumah calon istrinya bersama-sama dengan pemuda yang sebaya, yang disebut mopotilantohu atau molilo huwali (meninjau kamar). Dalam kunjungan ini biasanya diadakan upacara singkat dengan pertunjukan tarian

saronde atau molapi saronde (melempar selendang). Maksud kunjungan ini

untuk memperlihatkan kepada si gadis, bahwa kedua calon mempelai siap mengayuhkan bahtera rumah tangga.

3.2 Saat Upacara Pernikahan

Saat pada hari upacara pernikahan tepat pada pukul 08.00 pagi pengantin laki-laki diarak menuju rumah pengantin perempuan, setelah ada pemberitahuan terlebih dahulu. Rombongan pengantin ini dikawal oleh pemangku-pemangku adat dan diiringi dengan tepukan genderang/ rebana bersama lagu-lagu tinilo

(13)

(nyanyian berisi nasihat dan kegembiraan). Tiba di rumah pengantin perempuan, pengantin laki-laki mencuci kakinya dan membayar uang adat (wulo lo oato). Mereka diterima keluarga pengantin perempuan, dipersilahkan duduk dan dihidangkan sirih pinang. Di bawah pimpinan imam, izab qabul diadakan. Kemudian pemangku adat (bate) sambil bersyair (tuja’i) bersama pengantin laki-laki menjemput mempelai perempuan setelah membayar uang adat. Mempelai perempuan keluar dari kamar diiringi oleh pengiringnya dan diusung untuk duduk di atas kursi disusul oleh pengantin laki-laki dan didampingi oleh wakil orang tua kedua belah pihak. Oleh imam dibacakan doa selamat dan bate menyampaikan fatwa yang disebut momalebohu.

Sementara memberi nasihat, bate tersebut menghamburkan beras kuning. Selesai di rumah perempuan, kedua mempelai diarak ke rumah pengantin laki-laki untuk pemasangan cincin kawin oleh kerabat laki-laki dan kemudian diarak lagi kerumah pengantin perempuan. Upacara mengarak pengantin ini disebut upacara

modelo. Dengan demikian selesailah upacara pernikahan dan suami istri tinggal

bersama orang tua si perempuan sebelum mereka membangun rumah baru.

3.3 Sesudah Upacara Pernikahan

Setelah selesai upacara pernikahan kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri dan untuk sementara waktu mereka tinggal di rumah orang tua si perempuan sampai mereka memilki rumah. Sesudah mereka memiliki anak-anak, para kaum ibu/istri-istri pada umumnya harus mengurus rumah tangga dan anak-anaknya. Istri-istri ini tidak boleh mencari nafkah seperti suami. Hal ini menurut

(14)

nilai budaya masyarakat gorontalo, seorang istri yang pandai mengurus rumah tangga, mendidik anak-anak tidak meninggalkan rumah tanpa izin suami atau tidak mencari nafkah,merupakan tingkah laku yang terpuji sebagai warisan leluhurnya.

(15)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

- Daerah Gorontalo terletak di Sulawesi Utara dan mempunyai batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara dengan laut sulawesi, Sebelah Timur dengan daerah Bolaang Mongondow, sebelah Selatan dengan Teluk Tomini (Teluk Gorontalo), Sebelah Barat Dengan Propinsi Sulawesi Tengah.

- Penduduk asli daerah Gorontalo adalah termasuk ras polinesia.

- Mata pencarian penduduk Gorontalo adalah: berburu, meramu, perikanan, pertanian, peternakan, kerajinan.

- sebelum upacara adat pernikahan biasanya keluarga si pemuda mengadakan penyelidikan dengan jalan meninjau (mobilohe) keluarga gadis.

- setelah selesai upacara adat pernikahan suami istri tinggal bersama orang tua si perempuan sebelum mereka membangun rumah baru.

4.2 Saran

Sebaiknya upacara adat pernikahan di Gorontalo, Sulawesi Utara harus dilestarikan dan diwariskan ke generasi berikutnya supaya tidak punah.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Suku Osing di Desa Kemiren memiliki tata laksana atau rangkaian prosesi upacara pernikahan adat antara lain sebagai berikut: Pertama, Ngirim Doa yang

Metode distribusional digunakan adalah metode Baca Markah (BM) untuk menganalisis bentuk pronomina dan repetisi dalam wacana upacara pernikahan adat Jawa di Surakarta,

Masyarakat Suku Osing di Desa Kemiren memiliki tata laksana atau rangkaian prosesi upacara pernikahan adat antara lain sebagai berikut: Pertama, Ngirim Doa yang

Fokus pada penelitian ini adalah Aktivitas Komunikasi Dalam Upacara Adat Pernikahan Batak Karo di Kota Bandung, dimana dalam pelaksanaanya menjadi suatu aktivitas khas yang

dalam Upacara Adat Pernikahan Melayu Sambas pada dasarnya masih tetap dilaksanakan namun sudah mengalami akulturasi kebudayaan sehingga kia harus jeli dalam melaksanakan

dalam Upacara Adat Pernikahan Melayu Sambas pada dasarnya masih tetap dilaksanakan namun sudah mengalami akulturasi kebudayaan sehingga kia harus jeli dalam melaksanakan

Simbol dan makna yang terdapat dalam rangkaian kegiatan upacara adat pernikahan tersebut memiliki nilai yang masih dianggap cukup tinggi oleh masyarakat Sunda

Hasil analisis yang diperoleh dari nilai estetika dalam pantun meminang upacara adat pernikahan Melayu Kabupaten Anambas Kepulauan Riau adalah ontologis pada pantun pernikahan: