• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Ketoasidosis Diabetik Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Ketoasidosis Diabetik Pada Anak"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

KETOASIDOSIS PADA ANAK

DISUSUN OLEH : Etika Tunjung Kencana

030. 10. 094

PEMBIMBING : dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.A dr. Zuhriah Hidajati, Sp.A, Msi.Med

dr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, MSi.Med dr. Neni Sumarni, Sp A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOTA SEMARANG

PERIODE 10 Agustus 2015 – 17 Oktober 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Etika Tunjung Kencana NIM : 030.10.094

UNIVERSITAS : Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

JUDUL REFERAT : Ketoasidosis pada Anak

BAGIAN : Ilmu Kesehatan Anak - RSUD Kota Semarang PEMBIMBING : dr. Neni Sumarni, Sp A

Oktober 2015 Pembimbing

(3)

I. Pendahuluan

KAD sebagai akibat defisiensi insulin adalah suatu keadaan darurat dan merupakan penyebab tersering kematian yang berhubungan dengan diabetes anak. Salah satu komplikasi terberat KAD adalah edema otak yang terjadi pada sekitar 0,5-0,9% kasus KAD dan menyebabkan 21-24% kematian pada KAD atau 20% kematian pada diabetes anak.

KAD dapat terjadi pada saat diagnosis ditegakkan maupun pada pasien lama. KAD berulang terjadi bila pemberian insulin tidak teratur atau seringkali karena insulin tidak diberikan. Pada remaja, ketoasidosis diabetik hampir selalu disebabkan oleh ketidakpatuhan penggunaan insulin. Namun KAD dapat pula terjadi pada pasien diabetes yang mengalami penyakit lain, misalnya diare dan infeksi. Tata laksana KAD meliputi koreksi hipoglikemia, dehidrasi, dan gangguan elektrolit dengan pemberian cairan dan insulin intravena. Pemantauan klinik dan laboratorium yang ketat serta pemantauan pasien secara individual sangat penting untuk penanganan yang optimal. II. Epidemiologi dan Faktor Risiko

Kejadian ketoasidosis diabetik pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi diabetes mellitus tipe 1 di suatu wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% -16%. Di Kanada dan Eropa, angka kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan diabetes mellitus tipe 1 telah diteliti, yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.

Onset KAD pada diabetes mellitus tipe 1 lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia < 4 tahun), memiliki orang tua dengan diabetes mellitus tipe 1, atau mereka yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti glukokortikoid, antipsikotik atipik, diazoksida, dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami diabetes mellitus tipe 1.

Risiko KAD pada diabetes mellitus tipe 1 adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi

(4)

kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.

Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin atau pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan, yaitu 0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian penderita mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.

Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD. Insidensi edema serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat 0,87%, Kanada 0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26% mengalami morbiditas yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan edema serebri.

Selain edema serebri, penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada KAD mencakup hipoglikemia, hipokalemia, hiperkalemia, komplikasi susunan saraf pusat, hematom, trombosis, sepsis, infeksi, pneumonia aspirasi, edem pulmonar, RDS, dan emfisema. Beberapa sekuele lanjut yang berkaitan dengan edema serebri dan komplikasi SSP mencakup insufisiensi hipotalamopituitary, defisiensi growth hormone, dan defisiensi thyroid-stimulating hormone.

III. Patogenesis dan Patofisiologi

Pada KAD terjadi defisiensi absolut maupun relatif dari insulin disertai meningkatnya hormon-hormon counterregulatory (glukagon, kortisol, growth

hormone, dan katekolamin) yang akhirmya menyebabkan gangguan metabolisme,

hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi hipertonik, dan ketoasidosis. (Gambar 1) Kadar natrium dapat normal, rendah atau tinggi yang bergantung pada keseimbangan cairan. Kadar natrium serum dapat menurun karena efek dilusi dari hiperglikemia dan peningkatan lipid serta protein dalam serum.

Bila tidak terdapat defisiensi total kadar kalium dalam tubuh, maka kalium serum yang terukur biasanya normal atau tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya hemokonsentrasi dan pergeseran kalium ke ruang ekstraselular akibat asidosis dan defisiensi insulin. Kalium yang terukur meningkat sebesar 0,6 mEq/L untuk setiap

(5)

penurunan pH sebanyak 0,1. Oleh karena itu, kadar kalium serum <3,5 mEq/L tidak lazim dan merupakan keadaan hipokalemia berat. Pada KAD umumnya terjadi leukositosis (18.000 – 20.000/mm3), walaupun tidak ada infeksi. Hal ini disebabkan oleh peningkatan katekolamin dalam sirkulasi.

IV. Manifestasi klinis

Pasien biasanya mengalami nyeri perut, mual, muntah, dehidrasi, dan hiperpnea. Muntah tanpa disertai diare dapat pula sebagai gejala KAD. Pada anamnesis sering didapatkan polidipsia, poliuria, nokturia, enuresis, dan pada diabetes yang baru, didapatkan penurunan berat badan dalam beberapa waktu terakhir. Pernapasan Kussmaul tampak pada asidosis, tetapi bila pH <6,9 dapat terjadi depresi pernapasan. Kesadaran menurun dan kejang terjadi pada kasus yang berat.

(6)

V. Diagnosis

Pada pasien yang telah diketahui menderita diabetes, KAD dapat dicurigai bila terdapat keluhan nyeri perut, muntah-muntah, atau malaise. Tetapi pada pasien yang belum terdiagnosis diabetes, diagnosisnya akan lebih sulit. Kriteria penegakan KAD menurut pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut:

 Hiperglikemia (gula darah > 11mmol/L[≈200mg/dL]);

 pH vena < 7,3 atau bikarbonat <15 mmol/L;

 Ketonemia dan

 Ketonuria

Berat ringannya KAD berdasarkan derajat asidosisnya adalah:

 Ringan (pH vena < 7,3 atau bikarbonat < 15 mmol/L);

 Sedang (pH <7,2 atau bikarbonat <10 mmol/L); dan

 Berat (pH < 7,1 atau bikarbonat < 5 mmol/L).

Pada semua pasien selalu harus dicari kemungkinan adanya infeksi sebagai faktor pemicu ketoasidosis diabetik.

VI. Tata laksana

Pengobatan ketoasidosis diabetik bersifat kompleks dan harus cermat. Tata laksana yang dikemukakan berikut ini bukan satu-satunya cara penanganan ketoasidosis diabetik. Penanganan ketoasidosis diabetik yang kurang tepat dapat berakibat under atau over-hydration, hipoglikemia, hipokalemia, hipernatremia, dan edema otak.

Bila diagnosis ketoasidosis diabetik telah ditegakkan, maka tindakan yang harus dilakukan adalah

1. Resusitasi yang diperlukan,

2. Menyiapkan pemeriksaan-pemeriksaan dasar, 3. Memulai pemantauan klinik secara regular, 4. Memulai rehidrasi,

5. Menilai penggantian natrium, 6. Menilai penggantian kalium, 7. Memulai pemberian insulin, dan

8. Mengatur kebutuhan insulin sehingga tercapai hasil yang diinginkan. (Gambar 2).

(7)
(8)

1. Resusitasi

Pasien dengan dehidrasi tanpa renjatan diberi cairan salin 0,9% untuk mempertahankan sirkulasi perifer. Bila terjadi renjatan maka segera beri salin isoptonik (salin 0,9% atau Ringer’s laktat: dengan dosis 20 mL/kgBB. Resusitasi cairan dapat diulangi bila renjatan masih ada. Cairan koloid tidak dianjurkan karena tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan cairan kristaloid. Pada pasien dengan renjatan jangan lupa diberikan oksigen. Pasien yang kesadarannya menurun perlu dipasang sonde lambung untuk menghindari aspirasi isi lambung.

2. Pemeriksaan dasar

Pemeriksaan laboratorium yang perlu disiapkan adalah a. Gula darah,

b. Elektrolit darah dan osmolalitas serum, c. Analisis gas darah,

d. Darah lengkap,

e. BUN dan kreatinin serum (kreatinin serum mungkin meningkat karena keton yang positif),

f. Urinalisis dan pemeriksaan keton dalam urin (all urine until negative), g. Kultur darah bila ada indikasi,

h. Foto toraks bila ada indikasi, dan i. Apus tenggorok bila ada indikasi. 3. Pengamatan klinis

Penanganan yang aman ketoasidosis diabetik pada anak bergantung pada pengamatan klinis yang cermat dari waktu ke waktu (clinical observation of

progress). Pemantauam ketat yang perlu dilakukan adalah

a. Nadi setiap jam,

b. Frekuensi napas setiap jam, c. Tekanan darah tiap jam,

d. Observasi neurologis setiap jam,

e. Gula darah setiap jam pada saat pemberian insulin,

f. Pengukuran keseimbangan cairan dengan cermat (kalau perlu pasang kateter urin, namun pada pasien berat merupakan keharusan),

(9)

h. Pemeriksaan keton dalam urin sampai negatif.

Pencatatan keseimbangan cairan adalah esensial. Status cairan harus selalu dinilai untuk meilhat apakah kita sudah cukup memberikan rehidrasi. Bila poliuria masih terus berlangsung, maka kemungkinan keseimbangan cairan masih negatif dan kita belum berhasil melakukan rehidrasi pasien dengan baik. Pasien harus puasa sampai keadaan stabil.

4. Rehidrasi

Pertama kali yang perlu ditentukan adalah perkiraan derajat dehidrasi pasien. Setelah syok teratasi, rehidrasi dilanjutkan dalam waktu 36-48 jam untuk memenuhi kekurangan cairan dan elektrolit. Bila derajat ketoasidosis dan dehidrasinya berat, maka rehidrasi harus dilakukan sekitar 48 jam. Bila kadar natrium yang telah dikoreksi menunjukkan hipernatremia maka rehidrasi perlu dilakukan dengan lebih perlahan-lahan bahkan bisa sampai 72 jam. Cairan rehidrasi pertama adalah salin 0,9%. Kalium boleh ditambahkan setelah sirkulasi kembali normal, kecuali pada pasien anuria.

5. Penggantian natrium

Penggantian natrium harus bersifat individual dan berdasarkan pada pemantauan hasil laboratorium. Elektrolit mula-mula harus diukur setiap 2 – 4 jam sekali. Perkiraan natrium yang dikoreksi dapat dihitung dengan rumus:

Natrium: 1 mmol/L = 1 mEq/dL

Jadi perlu ditambahkan 1,6 mmol/L atau 1,6 mEq/dL natrium untuk setiap 100 mg/dL glukosa diatas 100 mg/dL

Hasil penghitungan dengan rumus ini dipakai untuk mengantisipasi keadaan hipernatremia. Bila nilai natrium yang dikoreksi >150 mmol/L berarti terdapat hipernatremia, selain itu berarti ada keadaan hiperosmolar karena glukosa yang tinggi. Dalam keadaan ini penanganan harus tepat agar tidak terjadi edema otak. Dianjurkan pemberian koreksi cairan dan elektrolit dilakukan tidak tergesa-gesa, yaitu dalam waktu 48-72 jam.

(10)

Pada saat terapi diberikan ada kemungkinan terjadi keadaan hiponatremia yang biasanya terjadi bila gula darah mulai turun. Hal ini menggambarkan pemberian cairan yang berlebihan dan tidak cukupnya penggantian elektrolit. Selain hiperglikemia, keadaan hiperlipidemia juga menyebabkan natrium serum yang terukur lebih rendah.

6. Penggantian kalium

Penggantian kalium harus segera setelah resusitasi cairan untuk mengatasi renjatan dan sebelum insulin diberikan. Bila pasien dicurigai mengalami gagal ginjal, jangan berikan kalium sampai ada hasil elektrolit dan kateter urin dipasang. Mulailah dengan KCl adalah 0,5 mmol/kgBB/jam. Berhati-hatilah bila pada saat pasien datang dengan ketoasidosis, kadar kaliumnya rendah atau pada batas bawah normal karena berarti ada kekurangan kalium yang berat (asidosis memberikan gambaran hiperkalemia).

Untuk mempermudah koreksi, maka diberikan beberapa pegangan praktis berikut:

KCl 7,5% => 1 mmol = 1 mL. biasanya tidak lebih dari 30-40 mmol KCl diberikan dalam setiap 1.000 mL cairan rehidrasi. Kecepatan pemberian KCl adalah 0,5 mmol/kgBB/jam.

7. Natrium bikarbonat

Pada umumnya jarang diperlukan terapi natrium bikarbonat dan biasanya hanya dibutuhkan pada pasien yang sangat berat keadaannya. Asidosis akan membaik dengan pemberian cairan resusitasi dan insulin. Insulin menghentikan produksi keton dan memungkinkan keton yang ada dimetabolisme menjadi bikarbonat. Analisis gas darah arteri akan sangat membantu. Indikasi pemberian natrium bikarbonat adalah untuk pasien dengan syok berat dan pasien dengan asidosis berat (pH arteri <6,9) dan/atau HCO3 <5mmol/L).

Pemantauan jantung harus dilakukan dengan baik. Hati-hati terhadap terjadinya hipokalemia akibat koreksi asidosis yang terlalu cepat. Natrium bikarbonat juga akan memperberat keadaan hipernatremia dan memperburuk pengaruh asidosis pada susunan saraf pusat (SSP). Bila natrium bikarbonat diberikan, maka dosis yang dipakai 1-2 mmol/kg dalam 60 menit.

(11)

8. Insulin

Insulin diberikan secara intravena dengan insulin pump dan hanya boleh menggunakan insulin kerja cepat/regular. Setelah resusitasi selesai, sedangkan rehidrasi serta penggantian KCl dalam proses, terapi insulin dapat dimulai dengan pengamatan klinis dan laboratorium yang ketat. Untuk keseragaman dan kemudahan, larutan insulin dibuat dengan kekuatan 0,1 Unit/mL sehingga dapat mengurangi kemungkinan kekeliruan.

Larutan insulin dibuat dengan menambahkan 1 Unit RI ke dalam 10 mL salin normal. Bila digunakan syringe pump dengan syringe/spuit 10 mL maka dibutuhkan 2 Unit RI untuk setiap 20 mL salin normal. Sedangkan bila digunakan tetesan infus biasa, maka dibutuhkan 50 Unit RI untuk setiap 500 mL salin normal.

Pemberian insulin harus terpisah dari cairan rehidrasi sehingga digunakan

syringe pump atau dipasang 2 jalur infus. Berilah tanda yang jelas pada jalur insulin

dan jangan sampai tertukar dengan cairan rehidrasi. Karena insulin mudah mengalami denaturasi maka larutan insulin dan alat-alat infus sebaiknya diganti setiap 24 jam.

Pada umumnya drip insulin dimulai dengan dosis 0,05-0,1 unit/kgBB/jam. Pada awal terapi tidak perlu diberikan bolus insulin. Pemberian drip insulin diatur sedemikian rupa sehingga penurunan gula darah yang dicapai sebesar 75-100mg/dL per jam. Namun dalam 2 jam pertama, rehidrasi akan menurunkan kadar glukosa darah oleh karenanya penurunan yang lebih besar pada periode ini dapat diterima tanpa mengurangi kecepatan laju insulin. Waktu gula darah telah mencapai 250 mg/dL, cairan infus diganti dengan D5% dalam 0,45 Salin atau D5% dalam 0,225 Salin. Pada keadaan hiponatremia dapat diberikan koreksi natrium.

Laju kecepatan insulin dan pemberian dekstrosa diatur sehingga kadar glukosa darah berkisar antara 90-180 mg/dL. Insulin dibutuhkan untuk membersihkan ketonemia, sehingga insulin yang adekuat diberikan baik secara drip intravena ataupun subkutan kerja singkat setiap 6 jam sampai ketonuria negatif. Bila pasien masih membutuhkan infus setelah 24 jm, maka gunakanlah D5% dalam 0,45 atau 0,225 Salin.

VII. Edema otak

Faktor demografi yang berhubungan dengan risiko edema serebri adalah: usia lebih muda, pasien baru dan makin lamanya gejala penyakit tampak. Tanda dan gejala edema serebri: sakit kepala, muntah-muntah, perlambatan detak jantung, peningkatan

(12)

tekanan darah, penurunan saturasi oksigen dan perubahan status neurologis (gelisah, iritabel, mengantuk terus, kelumpuhan saraf kranial, dll.)

Herniasi karena edema otak merupakan komplikasi terapi KAD yang sifatnya akut dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan ini biasanya terjadi dalam 24 jam pertama pengobatan. Edema otak dapat terjadi karena kesalahan dalam menentukan kecepatan pemberian cairan rehidrasi, pemilihan cairan, atau manajemen elektrolit. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa edema otak berhubungan dengan kecepatan pemberian cairan yang melebihi 4 L/m2 luas permukaan tubuh dalam 24 jam atau >50 ml/kgBB dalam 4 jam pertama terapi. Dalam hal ini tentunya bergantung pada derajat dehidrasi awal.

Diagnosis edema serebral dapat menggunkan pengamatan klinis dan status neurologis sebagai berikut:

 Kriteria diagnostik:

o Respon motor dan verbal yang abnormal terhadap rangsang nyeri o Postur dekortisasi dan deserebrasi

o Kelemahan saraf kranial (terutama III, IV, dan VI)

o Pola pernapasan abnormal (grunting, takipnea, Cheyne-Stokes, apnea)

 Kriteria mayor:

o Kesadaran menurun atau berubah

o Deselerasi detak jantung (kurang dari 20 kali per menit) yang tidak meningkat dengan perbaikan volume intravaskular atau status kesadaran o Inkontinensia yang tidak sesuai dengan usia

 Kriteria minor o Muntah o Sakit kepala

o Letargi atau tidak mudah dibangunkan o Tekanan darah diastolik >90mmHg o Umur <5tahun

Satu kriteria diagnostik atau dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor mempunyai sensitivitas 92% dan nilai positif palsu hanya 4%.

(13)

Semua pasien harus dipantau terhadap kemungkinan peningkatan tekanan intrakranial (observasi gejala neurologis). Bila terjadi herniasi otak, maka waktu penanganan yang efektif sangatlah pendek. Kecepatan pemberian cairan dikurangi sepertiganya. Bila terdapat keragu-raguan, maka segera berikan manitol 1-2 gr/kgBB dengan drip intravena cepat. Salin hipertonik (3%), 5-10 mL/kgBB selama 30 menit dapat dipakai bila tidak ada manitol. Atur posisi tempat tidur sehingga bagian kepala lebih tinggi. Bila mungkin lakukanlah CT scan otak.

VIII. Tanda-tanda bahaya

Berikut ini merupakan tanda-tanda bahwa penanganan pasien menjadi lebih sulit:

a. Dehidrasi berat dan syok,

b. Asidosis berat dan kalium serum yang rendah karena hal ini menunjukkan kalium total yang sangat kurang,

c. Hipernatremia yang menunjukkan keadaan hiperosmolar yang memburuk,

d. Hiponatremia, e. Lipemia berat, dan

f. Penurunan kesadaran saat pemberian terapi yang menunjukkan adanya edema otak.

IX. Fase pemulihan

Setelah berhasil mengatasi keadaan ketoasidosis, maka dalam fase pemulihan pasien dipersiapkan untuk belajar minum dan makan setelah sebelumnya “nill by

mouth” dan peralihan dari drip insulin ke insulin kerja singkat subkutan.

Pasien yang dipuasakan pada saat ketoasidosis boleh mulai dicoba minum bila klinis baik, sadar sepenuhnya (compos mentis) dan tidak muntah, serta secara metabolik stabil (kadar glukosa darah <250mg/dL, pH >7,30, dan HCO3 >15mmol/L). cairan rendah kalori (air putih) dapat diberikan untuk percobaan apakah pasien sudah dapat mulai diberikan asupan per oral.

(14)

Pada umumnya drip insulin intravena sangat berguna untuk dipertahankan sampai pasien sudah dapat makan sedikitnya 1 kali. Kecepatan drip insulin untuk makanan kecil (snack) diberikan 2 kali jumlah sebelumnya yang dimulai saat pasien makan dan dipertahankan sampai ½ jam setelah selesai makan, lalu kembali ke dosis sebelumnya.

Untuk makan besar (makan pagi, siang, dan malam) kecepatan drip insulin diberikan 2 kali jumlah sebelumnya yang dimulai saat mulai makan dan dipertahankan sampai 1 jam setelah makan. Setelah itu dosis insulin dikembalikan ke dosis sebelumnya.

XI. Penghentian drip insulin intravena

Pemberian drip insulin intravena dapat dihentikan bila kesadaran pasien baik, stabil secara metabolik, dan pasien sudah dapat makan sedikitnya satu kali. Saat terbaik untuk mengubah drip insulin menjadi subkutan adalah pada saat sebelum makan. Insulin subkutan (menggunakan insulin regular) harus diberikan 30 menit sebelum makan. Drip insulin intravena dipertahankan selama makan sampai 90 menit setelah insulin subkutan diberikan. Waktu paruh insulin intravena hanya 4,5 menit, oleh karena itu penting untuk memberikan insulin subkutan sebelum menghentikan drip insulin intravena.

XII. Regimen insulin regular

Insulin regular perlu diberikan setiap 6 jam (lama kerja hanya sampai 6 jam) dengan dosis yang disesuaikan secara individual berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah. Kebutuhan total per hari biasanya 1 Unit/kgBB/hari, namun demikian perlu disesuaikan dengan dosis insulin sebelumnya.

XIII. Pencegahan

1. Sebelum Diagnosis

Diagnosis awal mencakup skrining genetik dan imunologi terhadap anak dengan risiko tinggi KAD terkait onset diabetes mellitus. Kesadaran tinggi terhadap individu dengan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus tipe 1 juga akan membantu menurunkan risiko KAD. Berbagai strategi, seperti publikasi kesehatan oleh dokter dan sekolah pada anak-anak akan menurunkan komplikasi KAD dari 78% hingga hampir 0%. Peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai tanda dan

(15)

gejala diabetes harus dilakukan agar diagnosis dini menjadi lebih mudah dan misdiagnosis dapat dicegah.

2. Sesudah Diagnosis

Pada pasien dengan terapi insulin kontinu, episode KAD dapat diturunkan dengan edukasi algoritmik mengenai diabetes mellitus. Setiap gejala yang merujuk pada episode KAD harus segera ditangani. Pada kasus rekurensi KAD yang multiple, selain dengan pemberian insulin berkala, juga diberikan edukasi yang baik, evaluasi psikososial, dan status kesehatan fisik ke pusat pelayanan kesehatan. XIV. Prognosis

Dengan tata laksana cairan yang benar kematian akibat KAD dapat ditekan, sedangkan asidosis dapat teratasi dengan lebih cepat dan lebih baik.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Syahputra, Muhammad. Diabetik Ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan: 2003.hal 1-14

2. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, et al. European Society for Paediatric Endocrinology / Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic Ketoacidosis in Children and Adolescents. Pediatrics 2004;113:133-40. 3. Young GM. Pediatrics Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari website www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009).

4. Felner EI, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children. Pediatrics 2001;108:735-40.

5. Lamb WH. Diabetic Ketoacidosis. eMedicine Specialties, 2008. (Diakses dari website www.eMedicine.com, pada tanggal 28 Juni 2009).

6. Sperling MA. Diabetes Mellitus in Children dalam Nelson Textbook of Pediatrics, edisi ke-16. editor: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. WB Saunders Company, 2000.hal 1770-1777

7. Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant, children, and adolescent: A consensus statement from American Diabetes Association. Diabetes Care 2006;29(5):1050-9.

8. Harris GD, Fiordalisi I. Physiologic management of diabetic ketoacidemia: A 5-year prospective pediatric experience in 231 episodes. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:1046-52.

Referensi

Dokumen terkait

Struktur kimia hormon-hormon kelenjar endokrin perifer beragam yaitu hormon peptida atau protein, hormon steroid, hormon amin, hormon katekolamin, dan juga asam

Penelitian yang dilakukan oleh Hermina Disnawati (2019) dengan judul “Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Etnomatematika Tenun Timor pada Materi Pola Bilangan”

Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Struktur

Selain Tile Polished Salsa, 2 Tile baru dari GRANITO, yakni Palazzo &amp; Aurora Waffle, juga merupakan Tile Polished yang bisa Anda pilih untuk penutup lantai atau dinding di

Baru pada tahun 1927 (lihat gambar 1.3) secara keseluruhan bodi kendaraan terbuat dari logam, dimana bodi kendaraan yang terdiri dari berbagai komponen telah dibuat dari lembaran

Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama

Selain itu beberapa program lainnya yang telah diperoleh dalam bidang pengabdian pada masyarakat yang dikelola oleh LPM Universitas Negeri Gorontalo antara lain;

&amp;an$$'an psikosomatik ialah $an$$'an ata' penyakit den$an $e+ala%$e+ala yan$ menyer'pai penyakit /sik dan diyakini adanya s'at' h'*'n$an yan$ erat antara s'at' peristia