• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Kabupaten Berau di Provinsi Kalimantan Timur dibentuk pada tahun 1959 melalui Undang-undang Nomor 27 tahun 1959. Sebelumnya Berau merupakan Daerah Istimewa berdasarkan Undang-undang Darurat tahun 1953. Sedangkan Kabupaten Kutai Timur dibentuk pada tahun 1999 melalui Undang-Undang No. 47 tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang. Kabupaten Kutai Timur merupakan hasil Pemekaran dari Kabupaten Kutai. Di dalam Pasal 10 ayat 4 UU No. 47 tahun 1999 cakupan batas wilayah Kabupaten Kutai Timur di sebelah utara dengan Kecamatan Kelay dan Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau.

Pada tahun 2017 masih terdapat batas antara Kabupaten Berau dan Kutai Timur yang belum disepakati serta masih adanya perbedaan pendapat batas menurut masing-masing kabupaten. Penetapan kembali batas antara kedua kabupaten perlu dilakukan untuk mempermudah dalam pengelolaanya. Penegasan batas wilayah antara Kabupaten Berau dan Kutai Timur terhambat karena banyaknya titik batas daerah, juga kondisi medan atau topografi yang sulit dijangkau bila harus survei lapangan serta keterbatasan anggaran dan SDM yang pelacakan batas memerlukan waktu yang lama. Ketidakjelasan batas antara kedua daerahdapat menghambat proses pengelolaan sumber daya dan lingkungan wilayah.

Pemerintah Kalimantan Timur telah menyusun rencana pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) yang merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur. Rencana pembentukan DOB itu yaitu DOB Berau Pesisir Selatan yang rencananya merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Berau dan DOB Kabupaten Kutai Utara yang rencananya dibentuk dari pemekaran daerahKabupaten Kutai Timur . Pelaksanaan pembentukan kedua Kabupaten masih terhambat karena masih adanya masalah tapal batas antara Kabupaten Berau dengan Kabupaten Kutai Timur. Kejelasan batas wilayah merupakan salah satu syarat utama untuk pembentukan DOB tersebut sehingga diperlukan penyelesaian masalah batas di Kabupaten Berau dan Kutai Timur secepat mungkin.

(2)

Proses penetapan dan penegasan batas daerah memerlukan kajian teknis, kultural dan administratif diperlukan untuk memperkuat argumentasi masing-masing wilayah. Pembahasan tentang wilayah perbatasan antara kedua kabupaten masih dalam proses perundingan, telahada beberapa kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Berau dan Kutai Timur tentang batas wilayahnya. Kenyataan di lapangan sendiri belum ditentukan batasnya dan masih berupa garis imajiner titik-titik batas dan belum diperkuat dengan penegasan di lapangan. Solusi alternatif penegasan antara kedua kabupaten dapat dilakukan dengan metode kartometrik diatas peta kerja untuk menghemat waktu dan biaya.

Berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diganti dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004, Pemerintahan Daerah mempunyai wewenang yang lebih luas dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan di wilayahnya. Sehingga penetapan dan penegasan batas wilayah sangat penting dan bernilai strategis mengingat tingginya nilai tata batas sangat penting dan krusial bagi suatu pemerintahan daerah . Kewenangan suatu daerah pada dasarnya tidak boleh diselenggarakan melampaui batas daerah yang telah ditetapkan.

Permendagri No. 76 tahun 2012 menyebutkan bahwa penegasan batas daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batasdaerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan atau survei di lapangan, yangdituangkan dalambentuk peta batas dengan daftar titik-titik koordinat batas daerah. Metode kartometrik ini diharapakan dapat mengurangi kegiatan survei lapangan yang biasanya memerlukan dana yang besar dan waktu yang relatif lama pada kondisi medan yang sulit dijangkau. Sehubungan terbitnya Permendagri No. 76 tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, maka terdapat peluang untuk melakukan penegasan batas antar daerah daerah Kabupaten Berau dan Kutai Timur dengan kartometrik.

I.2. Rumusan Masalah

Kawasan batas Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur masih ada segmen batas yang belum mempunyai kejelasan garis batasnya. Adanya perbedaan pendapat tentangbatas antar kabupaten menut kedua kabupaten menghambat proses penegasan batas. Perbedaan klaim batas mempengaruhi proses pengelolaan sumberdaya alam dan

(3)

sumberdaya manusia di kedua wilayah.Selain itu ketidakjelasan batas masih menjadi penghambat proses pembentukan DOB hasil pemekaran kedua daerah . Berdasarkan hal tersebut Penetapan dan penegasan batas di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur perlu segera dilaksanakan dan disepakati.

Penetapan kembali batas wilayah antara kedua kabupaten perlu dilakukan untuk menyesuaikan batas antara Kabupaten Berau dan Kutai Timur. Selama ini penegasan batas sering dilakukan dengan metode survei lapangan, tetapi dimungkinkan pilar batas yang ada tidak mewakili garis batas yang tepat di lapangan selain itu kegiatan survei lapangan untuk penentuan batas daerah memerlukan biaya yang lebih banyak dan waktu yang relatif lebih lama. Masalah yang dihadapi dalam proses penetapan kembali dan penegasan batas antara kedua kabupaten dapat disminimalkan dengan metode kartometrik. Penentuan titik-titik koordinat batas dapat dilakukan dengan survei lapangan ataupun metode kartometrik. Penarikan batas dengan metode kartometrik diharapkan dapat menjadi solusi penegasan batas antar daerah yang keadaan medannya sulit dijangkau terutama wilayah diluar pulau jawa.

I.3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana langkah penentuan dan penegasan batas wilayah dengan menggunakan metode kartometrik?

2. Apakah penegasan batas secara kartometrik dapat digunakan untuk penyelesaian masalah penegasan batas antara daerah Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur?

I.4. Cakupan Penelitian Cakupan penelitian ini adalah:

1. Studi kasus penetapan batas dilakukan untuk batas daerah antara Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur.

2. Penarikan atau deliniasi garis batas daerah dilakukan langsung di atas peta kerja secara kartometris.

3. Output yamg diharapkan berupa peta penetapan batas daerah antara Kabupaten berau dengan kabupaten Kutai Timur dan koordinat titik-titik batasnya.

(4)

I.5. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Penerapan metode kartometrik untuk penentuan dan penegasan batas antara Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur.

2. Deliniasi batas daerah secara kartometrik pada peta kerja.

3. Menghasilkan peta penetapan batas daerah antara Kabupaten Berau dan Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur dengan metode kartometrik.

I.6. Manfaat Manfaat dari kegiatan ini adalah:

1. Mempercepat upaya penetapan kembali dan penegasan batas antara daerah Kabupaten Berau dan Kutai Timur.

2. Mempercepat proses pembentukan DOB Kutai Utara dan DOB Berau Pesisir Selatan.

3. Metode kartometrik dapat dijadikan solusi penyelesaian permasalahan batas dengan lebih cepat dan lebih sedikit anggaran.

4. Mengurangi frekuensi kegiatan survei lapangan karena penentuan dan penegasan batas bisa dilakukan diatas peta atau citra dengan metode kartometrik.

I.7. Tinjauan Pustaka

Kegiatan dan penelitian tentang topik yang berkaitan dengan penelitian ini telah dilakukan sebelumnya oleh:

Rambe (2014) dengan judul memiliki tujuan menghasilkan peta kerja dan membuat peta batas desa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kartometrik untuk melakukan pemetaan batas desa melalui tahan ajudikasi hingga tahap survei lapangan untuk mengetahui perubahan batas ajudikasi dengan batas hasil survei lapangan. Sulaksono (2014) memiliki tujuan untuk menghasilkan peta batas Daerah Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah dengan metode kartometrik. Datayang digunakan yaitu peta RBI dengan citra SPOT dan SRTM. Penelitian ini memiliki hasil akhir berupa peta batas daerah sementara Kabupaten Lamandau. Prihananto (2012) yang berjudul Delimitasi Batas Wilayah Menggunakan Teknologi Inderaja Dengan Menggunakan Citra Ikonos dan SRTM 30 Dalam Rangka Percepatan

(5)

Penataan Batas Wilayah Daerah Otonom Di Indonesia kegiatan yang dilakukan yaitu penetapan dan pengegasan batas daerah tetapi metode yang digunakan berbeda. Kegiatan penelitian ini memiliki kesamaan penggunaan metode kartometrik dalam prosespenetapan dan penegasan batas wilayah. Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan kegiatan sebelumnya tersebut adalah cakupan wilayahnya antara dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur dan pertimbangan penarikan garis dalam penetapan garis batasnya.

I.8. Landasan Teori I.8.1. Batas Daerah

Batas daerah di darat adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar daerah yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada permukaan bumidapat berupa tanda-tanda alam seperti punggung bukit (watershed), median sungai dan/atau unsur buatan di lapangan yang dituangkan dalam bentuk peta. Dalam Permendagri No. 76 tahun 2012, disebutkan bahwa penegasan batas daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batasdaerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan atau survei di lapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik koordinat batas daerah. Metode kartometrik ini diharapakan dapat mengurangi kegiatan survei lapangan yang biasanya memerlukan dana yang besar dan waktu yang relatif lama pada kondisi medan yang sulit dijangkau.

Hadiwijoyo (2008) mendefinisikan batas sebagai tanda pemisah antara satu wilayah dengan wilayah lainnya, baik berupa tanda alamiahmaupun buatan. Pengertian perbatasan dapat dibedakan menjadi dua istilah yaitu boundary dan frontier. Definisi kedua istilah tersebut memiliki kesamaan yaitu merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan batas suatu wilayah. Misalnya untuk menggambarkan batas daerah antara dua negara yang bertetangga. Istilah boundary digunakan kerena fungsinya yang mengikat atau membatasi suatu limit politik dapat digambarkan dalam suatu wilayah negara. Sedangkan istilah frontier merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan daerah perbatasan. Frontier digunakan karena daerah perbatasan merupakan daerah yang terletak di depan (front) atau dibelakang (hinterland) dari suatu wilayah khususnya perbatasan negara.

(6)

Proses penentuan batas terdiri dari proses penetapan dan penegasan batasdaerah. Penegasan batas ini dilakukan dengan menggunakan pedoman dari Permendagri No 76 Tahun 2012. Penegasan batas daerah merupakan masalah yang cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri juga dijelaskan mengenai tujuan penegasan batas daerah dan bagaimana tahapan yang dilakukan untuk menentukan batas daerah. Tujuan penegasan batas daerah antara lain untuk mewujudkan daerah yang tertib administrasi pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas daerah suatu daerah yang memenuhi aspek teknis dan yuridis. Berdasarkan tujuan tersebut dapat dikatakan bahwa batas daerah memiliki peran penting dalam pemerintahan, berikut adalah beberapa alasan penting mengapa batas daerah harus dilakukan penentuan dan penegasan, yaitu:

1. Batas daerah yang tidak jelas akan memicu konflik di wilayah yang Berbatasan.

2. Overlapping cakupan wilayah.

3. Duplikasi pelayanan pemerintah atau tidak mendapatkan pelayanan Pemerintah.

4. Overlapping perijinan lokasi usaha.

5. Perebutan untuk mengelola sumberdaya alam.

Batas daerah di suatu wilayah dapat berupa batas darat dan atau batas laut.Untuk melakukan penegasan batas daerah di darat dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu melakukan penyiapan dokumen, melakukan pelacakan batas, melakukan pengukuran dan penentuan posisi batas dan membuat peta batas. Penyiapan dokumen dilakukan berdasarkan undang-undang mengenai pembentukan daerah yang saling berbatasan, dilengkapi dengan peta dasar ataupeta topografi dan jika tersedia ditambahkan dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan batas daerah yang disepakati kedua daerah yang berbatasan.

I.8.2. Teori Boundary Making

Jones (1945) merumuskan sebuah teori tentang sejarah adanya batas suatu negara. Didalam teori tersebut, Jones mengemukakan ada empat tahap utama proses sejarah adanya batas wilayah, yaitu allocation, delimitation, demarcation, dan administration. Teori Boundary making yang dikemukakan Jones (1945) adalah teori untuk penentuan batas wilayah antar negara. Alokasi teritorial suatu wilayah

(7)

ditentukan berdasarkan keputusan atau pernyataan politik, selanjutnya delimitasi batas ditentukan sesuai dengan perjanjian (treaty) yang telah mengikatnya. Untuk menegaskan batas di lapangan, maka dilakukan penegasan batas (demarkasi) dan akhirnya dilakukan pengadministrasian batas. Dalam bentuk diagram, teori boundary makimg diilustrasikan pada gambar I.1 berikut:

Gambar I.1 Proses teori boundary making, (Jones 1945)

Di dalam tahapan boundary making diperlukan suatu peta. Peran peta didalam boundary making, antara lain:

1. Sebagai alat dalam negoisasi dalam rangka penetapan batas wilayah (tahap delimitasi)

2. Sebagai alat dan pedoman dalam proses transformasi batas wilayah dari tahap delimitasi ke tahap demarkasi dilapangan

3. Untuk menggambarkan dan menyajikan batas wilayah yang telah dibuat pada tahap delimitasi dan demarkasi. Jika dalam tahap demarkasi belum juga dilakaukan, peta hasil delimitasi tetap dapat digunakan untuk menunjukan letak batas wilayah yang disepakati

Theory boundary making yang dikemukakan oleh Jones (1945) adalah teori untuk penentuan batas wilayah antar negara. Menurut Sutisna (2008) Dalam konteks batas daerah di Indonesia keempat tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Alokasi adalah proses keputusan politik untuk menentukan batas wilayah. Untuk keperluan pengelolaan negara, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas daerah-daerah kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah dan diberi kewenangan mengelola daerah msing-masing. Dalam UU pembentukan daerah selalu ditentukan cakupan dan batas wilayah daerah. Alokasi sebagai keputusan politik

Demarcation Adminitration

Delimitation Alocation

(8)

keberadaan daerah-daerah di Indonesia baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota antara lain dicantumkan dalam UU Dasar 1945 Pasal 18, 25 A, Pasal 4 UU No.32/2004 dan Pasal-pasal UU tentang pembentukan masing masing daerah.

Delimitasi atau penetapan merupakan tahap selanjutnya setelah alokasi. Pada tahap ini delimitasi dilakukan penentuan batas wilayah sesuai kesepakatan antar daerah yang biasanya dilakukan secara kartometrik diatas peta. Ada tiga konsekuensi politik terhadap delimitasi batas daerah di Indonesia yang harus diperhatikan yaitu: pertama, delimitasi batas diderah bukan berarti membuat wilayah NKRI menjadi terkotak-kotak dan terpisah satu sama lain, tetapi sifatnya lebih pada penataan batas wilayah kerja pengelolaan administrasi pemerintahan, yang pada giliranya mempermudah koordinasi pelaksanaan pembangunan maupun pembinaan kehidupan dan pelayanan masyarakat di daerah. Kedua, bangun semangat persaudaraan, kebersamaan sebagai bangsa dan kedepankan musyawarah. Ketiga, seleseikan delimitasi cakupan wilyah administrasi dengan sikap kenegarawanan dan tetap menjunjung tinggi supremasi hukum.

Dalam tahap delimitasi ini, hal yang sangat penting adalah terkait peta batas hasil dari kesepakatan yang nantinya akan dilampirkan dan untuk tahap demarkasi selanjutnya. Sehingga peta harus memiliki aspek yang baik dari aspek geometris dan kartografis. Aspek geometris peta meliputi: skala peta, datum, sistem koordinat dan sistem proyeksi peta.

Demarkasi atau penegasan batas adalah kegiatan pemasangan tanda batas daerah secara pasti dilapangan atas dasar hasil kesepakatan pada proses delimitasi. Penegasan batas daerah dititikberatkan pada upaya mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik dilapangan. Penegasan batas dilakukan dalam rangka menentukan letak dan posisi batas daerah secara pasti di lapangan sampai dengan penentuan koordinat titik-titik batas dan pembuatan peta batas.

Administrasi merupakan tahap akhir dari proses penentuan batas wilayah yaitu dengan mencatat dan mendokumentasikan batas. Dalam perkembanganya administrasi tidak sekedar hanya mencatat dan mendokumentasikan batas tapi telah bergeser kearah

(9)

pengelolaan atau managemen wilayah perbatasan Pratt (2006) dalam Sutisna (2008). Dalam pengelolaan batas dan wilayah perbatasan yang baik menurut Theory Boundary Making kegiatan administrasi/ managemen pembangunan wilayah perbatasan dapat dilaksanakan secara overlapping dengan demarkasi. Hal ini atas dasar pertimbangan dalam kenyataanya seringkali dihadapi kendala dan dinamika yang terjadi dilapangan menyangkut aspek ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Sehingga seringkali dilakukan secara segmentasi, dan kegiatan administrasi/managemen berjalan beriringan dengan pelaksanaan penegasan batas dilapangan.

I.8.3. Pemekaran Wilayah

Ratnawati (2009) istilah pemekaran daerah kadang silih berganti untuk menggantikan istilah pembentukan daerah. Pemekaran yang terjadi di Indonesia merupakan pemecahan satu daerah otonom ke beberapa daerah otonom. Menurut Saile (2009) pemekaran daerah bukan merupakan persoalan yang mudah karena akan menimbulkan persoalan baru dalam penetapan batas-batas wilayah administratif suatu daerahyang terkena pemekaran tersebut. Perubahan batas wilayah darat antar daerah sebagai akibat pemekaran sering menjadi persoalan rumit untuk diputuskan oleh Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah karena sulit untuk mengakomodasi secara adil dan komprehensif aspirasi masyarakat, sehingga yang terjadi justru sengketa (Ratnawati, 2009). Regulasi pemekaran daerah diatur dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No, 78 tahun 2007 tentang Tata cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Berdasarkan pasal 16 PP 129 tahun 2000 pemekaran daerah mencakup tahapan kegiatan:

a. ada kemauan politik dari Pemerintah Daerah dan masyarakat yang bersangkutan;

b. pembentukan daerah harus didukung oleh penelitian awal yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah;

c. usul pembentukan Propinsi disampaikan kepada Pemerintah Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dengan dilampirkan hasil penelitian Daerah dan persetujuan DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah Propinsi dimaksud, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD;

(10)

d. dengan memperhatikan usulan Gubernur, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah memproses lebih lanjut dan dapat menugaskan Tim untuk melakukan observasi ke Daerah yang hasilnya menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

e. berdasarkan rekomendasi pada huruf d, Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah meminta tanggapan para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan dapat menugaskan Tim Teknis Sekretariat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah ke Daerah untuk melakukan penelitian lebih lanjut;

f. para anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah memberikan saran dan pendapat secara tertulis kepada Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

g. berdasarkan saran dan pendapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, usul pembentukan suatu daerah diputuskan dalam rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;

h. apabila berdasarkan hasil keputusan rapat anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah menyetujui usul pembentukan Daerah, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah mengajukan usul pembentukan Daerah tersebut beserta Rancangan Undang-undang Pembentukan Daerah kepada Presiden

i. apabila Presiden menyetujui usul dimaksud, Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah disampaikan kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan.

Daerah yang mengalami pemekaran memiliki beberapa syarat sebelum pemekarannya di setujui oleh pemerintah pusat, seperti persyaratan fisik kewilayahannya yang meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Syarat lainnya agar dapat dilakukan pemekaran disuatu daerah dilihat berdasarkan kemampuan ekonomi, potensi yang dimiliki, sosial dan budaya, kependudukan, luas daerah serta pertahanan dan keamanan. Pemekaran wilayah dapat dilakukan jika suatu daerah memenuhi syarat yang ditentukan serta mendapatkan persetujuan pemerintah pusat dengan disetujuinya undang-undang mengenai pembentukan daerah baru tersebut. Salah

(11)

satunya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 yang berisi Tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur Dan Kota Bontang. Pembentukan kabupaten dan kota baru ini bertujuan meningkatkan pelayanan dibidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, serta memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah. Pada tahun 1999 Kabupaten Bulungan Dan Kabupaten Kutai menjadi salah satu bagian dari Provinsi Kalimantan Timur. Kedua kabupaten ini mengalami pembagian wilayah menjadi beberapa kabupaten lainnya. Pembentukan daerah baru ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemekaranwilayah yang terjadi di Kabupaten Kutai yaitu pembentukan Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Kutai Timur. Kabupaten Kutai saat ini mengalamiperubahan nama menjadi Kabupaten Kutai Kartanegara.

I.8.4. Metode Kartometrik

Mengacu kepada Permendagri No. 76 tahun 2012, metode kartometrik adalah penelusuran atau penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran atau penghitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai pelengkap. Dari pengertian ini, untuk penelusuran dan penarikan garis batas serta pengukuran dan perhitungan posisi (koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah, terlebih dahulu harus disiapkan peta kerja. Peta kerja ini dibuat menggunakan peta dasar (peta RBI) sebagai acuan dan peta-peta atau informasi geospasial lain seperti citra satelit sebagai pendukung.

Secara garis besar, penetapan batas daerah terdiri dari 4 (empat) kegiatan yaitu: 1. Penyiapan dokumen.

2. Pelacakan batas.

3. Pengukuran dan penentuan posisi batas. 4. Pembuatan peta batas.

Penyiapan dokumen terdiri atas dokumen yang bersifat yuridis dan dokumen teknis. Dokumen yang harus disiapkan pada tahapan ini adalah:

(12)

b. Peta Dasar, dengan skala peta terbesar dan edisi terbaru yangtersedia. c. Dokumen dan peta lainnya yang disepakati oleh daerah yang berbatasan. d. Pembuatan peta kerja.

e. Dokumen yang disiapkan, dituangkan dalam berita acara.

Pekerjaan awal yang sangat penting dalam penegasan batas daerah secara kartometrik adalah menyiapkan dan membuat peta kerja yang akan digunakan dalam pelacakan untuk mencapai kesepakatan batas antara daerah yang berbatasan dan digunakan untuk menentukan koordinat titik-titik batas. Dalam hal peta dasar maka perlu tersedia peta dasar yang memadai baik dari aspek skala maupun ketelitian dan kebenaran informasi yang terkandung di dalam peta dasar tersebut.

Pelacakan secara kartometrik adalah penelusuran garis batas daerah dengan menentukan posisi titik-titik koordinat dan mengidentifikasi cakupan wilayah pada peta kerja dengan tahapan sebagai berikut:

1. Penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja berpedoman pada Undang-Undang pembentukan daerah dan dokumen lain yang disepakati. 2. Ploting koordinat titik-titik batas yang tercantum dalam

dokumen-dokumen batas daerah;

3. Dalam hal diperlukan, penelusuran batas dapat dilakukan survei lapangan. 4. Hasil penelusuran/penarikan batas berupa garis batas sementara dan daftar

titik-titik koordinat batas dituangkan dalam peta kerja.

Memilih letak titik dan garis batas biasanya merupakan kompromi antara pertimbangan geografis dengan kepentingan politik. Tahap memilih letak ini biasanya merupakan fase yang sangat kritis untuk mencapai kesepakatan letak titik dan garis batas.

Kaidah-kaidah penarikan garis batas, dapat menerapkan hal-hal sebagai berikut : a. Penggunaan bentuk-bentuk batas alam.

Detil-detil pada peta yang merupakan batas alam dapat dinyatakan sebagai batas daerah. Penggunaan detil batas alam pada peta akan memudahkan penegasan batas daerah.

b. Penggunaan bentuk-bentuk batas buatan.

Penegasan batas daerah dapat juga menggunakan unsur-unsur buatan manusia seperti: jalan, jalan kereta api, saluran irigasi, pilar dan sebagainya.

(13)

Pengukuran dan penentuan posisi batas yaitu mendefinisikan garis batas merupakan suatu proses yang sebagian besar bersifat teknis (kartometrik). Pengukuran dan penentuan posisi secara kartometrik dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Pengukuran titik koordinat batas dengan pengambilan (ekstraksi) titik-titik koordinat pada jalur batas dengan interval tertentu menggunakan peta kerja.

b. Pengukuran berpedoman pada hasil pelacakan yang disepakati.

c. Hasil pengukuran dalam bentuk daftar titik-titik koordinat batas daerah. d. Hasil pengukuran dan penentuan posisi dituangkan dalam berita acara.

Pembuatan peta batas yaitu penggambaran peta batas merupakan rangkaian kegiatan pembuatan peta dari peta dasar dan/atau data citra dalam format digital yang melalui proses kompilasi dan generalisasi yang sesuai dengan tema informasi yang disajikannya. Peta harus dapat menyajikan informasi dengan benar sesuai dengan kebutuhannya. Untuk itu setiap peta harus memenuhi aspek-aspek spesifikasi peta. I.8.5. Georeferensi

Georeferensi dan rektifikasi. Georeferensi adalah suatu proses pemberian koordinat peta pada citra yang sebenarnya telah planimetris. Menurut Witmer dkk (2004) georefensi peta raster secara otomatis yaitu metode untuk registrasi peta raster secara otomatis terhadap titik acuan yang telah teregistrasi koordinatnya dengan cara penentuan titik kontrol pada peta raster terhadap data target yang telah tergeorefensi. I.8.6. Sistem Informasi Geografis

Prahasta (2009) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografis merupakan sebuah sistem yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya. Komponen penyusun SIG, antara lain data masukan data keluaran, manajemen data, manipulasi dan analisis data. Data masukan melingkupi penyediaan data siap olah di perangkat lunak SIG. Data keluaran, menghasilkan data yang dibutuhkan oleh pengguna dalam berbagai format. Manajemen data, bertanggungjawab pada pengorganisasian data baik data spasial maupun atribut sehingga mudah dioperasikan kembali. Terakhir, manipulasi dan analisis data bertanggungjawab atas penentuan informasi yang dapat

(14)

dihasilkan oleh SIG dan pemodelan data untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.

Menurut Prahasta (2002), analisis pada Sistem Informasi Geografis (SIG) dibagi menjadi dua fungsi yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi analisis atribut.

1. Fungsi analisis atribut

Fungsi analisis atribut terdiri dari operasi dasar basis data dan perluasan operasi basisdata. Pada kegiatan ini fungsi analisis atribut yang digunakan adalah operasi dasar basis data. Operasi dasar basis data mencakup :

a. Membuat basis data baru (create database) b. Menghapus basis data (drop database) c. Membuat tabel basis data (create table) d. Menghapus tabel basis data (drop table)

e. Mengisi dan menyisipkan data (record) ke dalam tabel (insert)

f. Membaca dan mencari data (field atau record) dari tabel basis data (seek,find,search,retrieve)

g. Mengubah dan mengedit data yang terdapat didalam tabel basis data (update,edit)

h. Menghapus data dari tabel basis data (delete, zap, pack) i. Membuat indeks untuk setiap tabel basis data

2. Fungsi analisis spasial terdiri dari: a. Klasifikasi (reclassify)

Fungsi ini mengklasifikasikan kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu. Misalnya, dengan menggunakan data spasial ketinggian permukaan bumi (topografi), dapat diturunkan data spasial kemiringan atau gradien permukaan bumi yang dinyatakan dalam presentase nilai-nilai kemiringan.

b. Network (jaringan)

Fungsi ini merujuk data spasial titik-titik (points) atau garis-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan. Fungsi ini sering

(15)

digunakan dalam bidang-bidang transportasi dan utility (misalnya aplikasi jaringan kabel listrik, komunikasi telepon dan lain-lain). Fungsi analisis Network dapat menghitung jarak terdekat antara dua titik menggunakan kombinasi segmen-segmen yang menghubungkan titik awal dan titik akhir. Jarak antar banyak segmen dihitung dan menentukan jarak terpendek dari kombinasi segmen yang ada.

c. Overlay

Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukkannya. Sebagai contoh, untuk menghasilkan wilayah untuk budidaya tanaman tertentu diperlukan data ketinggian permukaan bumi, kadar air, dan jenis tanah.

d. Buferring

Fungsi ini menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukkannya. Data spasial ini akan menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran – lingkaran yang mengelilingi titik – titik pusatnya. e. Analisis tiga dimensi (3D Analyst)

Fungsi ini terdiri dari sub – sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi. Misalnya, untuk menampilkan data spasial ketinggian, tataguna tanah, jaringan jalan, dan dan utility dalam bentuk model 3 dimensi.

f. Digital Image Processing

Fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster. Fungsi analisis spasial ini terdiri dari banyak sub-sub fungsi analisis pengolahan citra digital seperti koreksi radiometrik, geometrik, filtering, clustering dan lain sebagainya.

Arronoff (1989) mendifinisikan GIS Dalam hubungannya dengan teknologi komputer, sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta

(16)

keluaran sebagai hasil akhir (output). Sedangkan Burrough, 1986 mendefinisikan GIS sebagai sistem berbasis komputer yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan.

Aronoff (1989) menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan dasar untuk merepresentasikan komponen spasial dari informasi geografis, yaitu pendekatan model vektor dan pendekatan model raster. Pada model vektor, objek atau kondisi nyata digambarkan dengan menggunakan titik dan garis untuk mendefinisikan batas-batasnya di dalam peta. Posisi masing-masing objek di dalam peta diatur menggunakan sistem referensi koordinat. Setiap objek model (data) vektor di dalam peta memiliki nilai koordinat yang unik. Titik, garis dan poligon dipergunakan untuk merepresentasikan penyebaran objek geografis atau kondisi di dunia nyata.

Pada model data raster, objek nyata direpresentasikan dalam bentuk grid-grid teratur. Posisi objek geografis atau kondisi nyata, didefinisikan berdasarkan posisi baris dan kolom lokasi grid. Representasi objek di dunia nyata menjadi grid-grid tertentu ditentukan oleh kemampuan resolusi spasial, karena posisi objek tersebut didefinisikan berdasarkan nomor baris dan nomor kolom grid yang mana posisi objeknya juga terekam oleh grid terdekat.

Ilustrasi pemodelan kenampakan nyata (real world) menjadi model data raster dan model data vektor, dapat dilihat pada Gambar I.11.:

(17)

Gambar I.2. Pemodelan data vektor dan raster (Sumber : Aronoff, 1989)

Komponen penyusun SIG, antara lain data masukan data keluaran, manajemen data, manipulasi dan analisis data. Data masukan melingkupi penyediaan data siap olah di perangkat lunak SIG. Data keluaran, menghasilkan data yang dibutuhkan oleh pengguna dalam berbagai format. Manajemen data, bertanggungjawab pada pengorganisasian data baik data spasial maupun atribut sehingga mudah dioperasikan kembali.

Sumber data SIG diantaranya ialah peta analog (peta administrasi wilayah, peta tanah), data dari sistem penginderaan jauh (berupa citra satelit, foto udara), data hasil survey lapangan dan data GPS. Peta analog (berformat raster) dan data dari sistem penginderaan jauh (berformat raster) dikonversi ke dalam format vektor menggunakan perangkat lunak GIS, untuk selanjutnya diolah bersama dengan data hasil survei lapangan dan data GPS yang ada.

(18)

I.8.7. SRTM (Shuttle Radar Topography Mission)

SRTM merupakan citra yang saat ini banyak digunakan untuk melihat secara cepat bentuk permukaan. SRTM 30 adalah data elevasi resolusi tinggi merepresentasikan topografi bumi dengan cakupan global diseluruh permukaan bumi. Data SRTM adalah data elevasi muka bumi yang dihasilkan dari satelit yang diluncurkan NASA (National Aeronautics and Space Administration). Data ini dapat digunakan untuk melengkapi informasi ketinggian dari produk peta 2D, seperti kontur profil. Ketelitian bisa mencapai 15 m dan berguna untuk pemetaan skala menengah sampai dengan skala tinggi. Data DEM yang cakupan wilayah 30 meter

Gambar I.3. Persebaran data DEM resolusi 30 meter

SRTM memiliki struktur data yang sama seperti format grid lainya, yaitu terdiri dari sel-sel yang setiap sel memiliki wakil nilai ketinggian. Nilai ketinggian pada SRTM adalah nilai ketinggian dari datum WGS 1984, bukan dari permukaan laut, tetapi karena datum WGS 1984 hampir berhimpit dengan permukaan laut maka untuk skala tinjau dapat diabaikan perbedaan diantara keduanya Latief (2009).

I.9. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah dapat dilakukannya penetapan batas wilayah antara dua daerah atau lebih secara kartometrik. Penentuannya dilakukan secara langsung di atas peta kerja dan tanpa memerlukan survey lapangan. Penentuan garis batas secara kartometrik dalam penelitian ini

(19)

dilakukan karena bannyaknya hambatan apabila harusdihadapi karena luasnya daerah penelitian, medan yang susah dijangkau, kurangnya SDM serta terbatasnya anggaran yang tersedia. Hasil penetapan batas dalam penelitian ini merupakan asumsi penulis yang didasarkan pada data dari Kabupaten Berau serta Kabupaten Kutai Timur. Penetapan batas daerah menghasilkan Peta Penetapan Batas antara Kabupaten Berau dengan Kabupaten Kutai timur. Penarikan garis berdasarkan batas penanda alam ataupun penanda buatan. Penetapan dan penegasan batas secara kartometrik diharapkan dapat menjadi solusi penyelesaian masalah tumpang tindih klaim batas di daerah.

Gambar

Gambar I.2. Pemodelan data vektor dan raster  (Sumber : Aronoff, 1989)
Gambar I.3. Persebaran data DEM resolusi 30 meter

Referensi

Dokumen terkait

yang masuk dalam kriteria yang dapat dijadikan prospek. Pre-Approach : mempelajari tentang calon nasabah dan mencari informasi tambahan untuk mengetahui produk apa yang

Secara umum karakter musikal gending- gending karawitan terutama berkaitan dengan dimensi pertunjukan wayang golek Menak Yogyakarta sangat berbeda dengan ketika

Proses ini menurut (Nock, 1987) membutuhkan waktu yang panjang bahkan adakalanya dimulai semenjak masa kanak-kanak dan menuntut orang yang bersangkutan untuk bermain

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi gejala depresi pada pasien skizofrenia paranoid di RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta pada tahun 2010 berdasarkan

D.. historis, yang akan diterapkan melalui konten-konten yang informatif serta transformasi karakter dan kebudayaan setempat. Sentra UKM juga akan memiliki nilai

Perlawanan Serbia terhadap pihak asing tak lain adalah karena Serbia ingin melanjutkan cita-cita nasionalnya yaitu gerakan Serbia Raya, maka pada dasarnya terbentuknya

Hasil analisis multivariat ini menunjukkan aktivitas fisik tidak dapat menjadi faktor penyebab nyeri punggung bawah jika berdiri sendiri, tetapi jika bersama dengan faktor lain

Sinkronisasi program pusat dan daerah sebagai implementasi dari otonomi daerah sangat diperlukan, sehingga BPTP memiliki keunggulan komparatif dalam keanggotaan