• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI Latar Belakang Tujuan Toolkit KPBU Penerima Manfaat... 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI Latar Belakang Tujuan Toolkit KPBU Penerima Manfaat... 2"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU 1 – UMUM i

DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Toolkit KPBU ... 2

1.3. Penerima Manfaat ... 2

1.4. Apa Itu Kerjasama Pemerintah dan Badan Badan Usaha (KPBU)? ... 3

1.5. Mengapa Perlu KPBU? ... 3

1.6. Infrastruktur Apa Saja Yang Bisa Dikerjasamakan? ... 4

BAB 2. PROSES KPBU 2.1. Siapa yang Menjadi Pemrakarsa KPBU? ... 5

2.2. Siapa Saja Pemeran Dalam KPBU? ... 6

2.3. Apa Saja Tahap Pelaksanaan KPBU? ... 8

2.3.1. Tahap Perencanaan KPBU ... 9

2.3.2. Tahap Penyiapan KPBU ... 10

2.3.3. Tahap Transaksi KPBU ... 12

BAB 3. STUDI PASAR 3.1. Definisi dan Tujuan Studi Pasar ... 14

3.2. Market Base Data ... 14

3.3. Analisis Permintaan ... 15

3.4. Identifikasi Kendala Pasar ... 15

3.5. Studi Pasar dalam KPBU ... 16

BAB 4. DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN 4.1. Definisi ... 17

4.2. Tujuan Prastudi Kelayakan ... 17

(2)

BUKU 1 – UMUM ii BAB 5. MODALITAS KPBU

5.1. Definisi ... 22

5.2. Pertimbangan Penetapan Skema KPBU ... 22

5.3. Tipe KPBU ... 22

5.4. Skema KPBU yang Lazim di Indonesia ... 27

BAB 6. RISIKO 6.1. Konsep Dasar ... 30

6.2. Proses Analisis Risiko ... 31

BAB 7. REAL DEMAND SURVEY 7.1. Definisi ... 34

7.2. Analisis Permintaan dan Pasar ... 34

7.3. Metodologi Penyusunan RDS ... 35

BAB 8. VALUE FOR MONEY 8.1. Latar Belakang ... 39

8.2. Elemen Dalam VfM ... 39

8.3. Manfaat Konsep VfM ... 40

8.4. Tipikal Pengujian VfM ... 40

8.5. Parameter Pengujian Akhir VfM ... 41

8.6. PENJAJAKAN MINAT PASAR 8.7. Definisi ... 42

(3)

BUKU 1 – UMUM iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Modalitas KPBU ... 23

Tabel 2. Fitur dalam Alternatif Skema KPBU ... 26

Tabel 3. Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko ... 32

Tabel 4. Pemeringkatan Konsekuensi Risiko ... 32

Tabel 5. Matriks Dampak Risiko ... 33

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Proposal Proyek KPBU Prakarsa Pemerintah ... 5

Gambar 2. Siklus Proposal Proyek KPBU Prakarsa Badan Usaha ... 6

Gambar 3. Organisasi dalam Tahapan Pelaksanaan KPBU ... 7

Gambar 4. Tahap Perencanaan KPBU ... 9

Gambar 5. Dokumen pada Tahap Perencanaan KPBU ... 9

Gambar 6. Isi Studi Pendahuluan ... 10

Gambar 7. Skema Tahap Penyiapan KPBU ... 11

Gambar 8. Kajian dan Analisis dalam Prastudi Kelayakan ... 11

Gambar 9. Dokumen pada Tahap Penyiapan KPBU ... 12

Gambar 10. Organisasi dalam Tahapan Pelaksanaan KPBU ... 13

Gambar 11. Berbagasi Skema KPBU Berdasarkan Alokasi Investasi ... 28

Gambar 12. Alur Kajian Risiko ... 30

(4)

BUKU 1 – UMUM 1

1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai dalam pembangunan nasional 2015-2019 serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia ke depan, maka salah satu arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 adalah percepatan pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk memperkuat konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan, mempercepat penyediaan infrastruktur dasar (perumahan, air bersih, sanitasi, dan listrik), menjamin ketahanan air, pangan dan energi untuk mendukung ketahanan nasional, dan mengembangkan sistem transportasi massal perkotaan, yang kesemuanya dilaksanakan secara terintegrasi dan dengan meningkatkan peran kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha.

Keterlambatan dan rendahnya penyerapan belanja modal (APBN dan APBD) oleh pemerintah serta keterbatasan dana dan banyak prioritas lain yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Daerah, merupakan kendala pemerintah dalam pengadaan infrastruktur dasar. Oleh karenya pemerintah perlu mencari terobosan dalam hal kewajiban penyediaan sarana dan infrastruktur dasar tersebut, dimana skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) menjadi salah satu alternatif solusinya.

Dalam rangka mendukung penyediaan infrastruktur sebagaimana telah direncanakan dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, Presiden telah

mengundangkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Presiden ini menggantikan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2013. Diharapkan Peraturan Presiden ini dapat menjadi payung hukum bagi pelaksanaan penyediaan infrastruktur melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Dalam pelaksanaan KPBU, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau BUMN/BUMD selaku Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) harus menyiapkan proyek infrastruktur yang direncanakan akan dilaksanakan dengan skema KPBU. Dalam penyiapan tersebut PJPK (bila kegiatan merupakan prakarsa sendiri) ataupun Badan Usaha (bila kegiatan merupakan prakarsa Badan Usaha) perlu menyusun Prastudi Kelayakan (Pre-Feasibility Study). Studi tersebut dilaksanakan untuk memastikan bahwa rencana penyediaan infrastruktur layak untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat.

(5)

BUKU 1 – UMUM 2

1.2. TUJUAN TOOLKIT KPBU

Sebagai amanat dari Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015, Menteri Perencanaan

Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional telah

menerbitkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Peraturan Menteri ini merupakan panduan umum (guideline) bagi pelaksanaan KPBU. Dalam peraturan menteri ini telah disediakan tata cara proses perencanaan, penyiapan dan transaksi proyek kerjasama. Panduan Umum tersebut bertujuan untuk:

1. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan pemangku kepentingan mengenai tata cara pelaksanaan KPBU dalam rangka mendorong partisipasi Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; dan

2. Memberikan pedoman bagi Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah untuk mengatur tata cara pelaksanaan KPBU sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Sebagai pendukung panduan umum tersebut, diperlukan perangkat-perangkat (tools) untuk memudahkan PJPK dalam mengimplementasikan pengaturan panduan umum tersebut menjadi dokumen pra studi kelayakan. Perangkat tersebut dapat berupa toolkit atau petunjuk pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.

Tujuan penyusunan toolkit (petunjuk pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website adalah

1)

Mempermudah para pemangku kepentingan dalam memahami Peraturan Menteri No. 4 Tahun 2015 dalam bentuk yang lebih ramah bagi para pengguna (user friendly)

2)

Mempermudah akses dalam memperoleh informasi karena toolkit dibuat berbasiskan

website

3)

Toolkit yang dibuat per sektor diharapkan memperjelas pengguna dalam menentukan tingkat kedalaman kajian yang diperlukan dalam penyusunan dokumen prastudi kelayakan

1.3. PENERIMA MANFAAT

Penerima manfaat Toolkit (Petunjuk Pelaksanaan) Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Berbasis Website adalah:

1. Kementerian/lembaga/pemerintah daerah 2. Badan usaha pemrakarsa

3. Badan usaha

(6)

BUKU 1 – UMUM 3

1.4. APA ITU KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA

(KPBU)?

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah kerjasama antara Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.

1.5. MENGAPA PERLU KPBU?

• Keterbatasan anggaran Pemerintah untuk pembangunan infrastruktur

• Skema KPBU dapat menjadi alternatif sumber pendanaan dan pembiayaan dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik

• Skema KPBU memungkinkan pelibatan swasta dalam penentuan proyek yang layak untuk dikembangkan

• Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak swasta untuk melakukan pengelolaan secara efisien

• Skema KPBU memungkinkan untuk memilih dan memberi tanggung jawab kepada pihak swasta untuk melakukan pemeliharaan secara optimal, sehingga layanan publik dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama.

1.6. INFRASTRUKTUR APA SAJA YANG BISA DIKERJASAMAKAN?

Sesuai dengan Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, maka infrastruktur yang dapat dikerjasamakan merupakan infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi yang mencakup 19 infrastruktur sektor, yaitu:

1) Infrastruktur transportasi 2) Infrastruktur jalan

3) Infrastruktur sumber daya air dan irigasi 4) Infrastruktur air minum

5) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat

6) Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat

7) Infrastruktur sistem pengelolaan persampahan

8) Infrastruktur telekomunikasi dan informatika

(7)

BUKU 1 – UMUM 4

9) Infrastruktur energi dan ketenagalistrikan

10) Infrastruktur minyak dan gas bumi 11) Infrastruktur konservasi energi 12) Infrastruktur fasilitas perkotaan 13) Infrastruktur kawasan

14) Infrastruktur pariwisata

15) Infrastruktur fasilitas pendidikan 16) Infrastruktur fasilitas sarana olahraga 17) Infrastruktur kesehatan

18) Infrastruktur pemasyarakatan 19) Infrastruktur perumahan rakyat

(8)

BUKU 1 – UMUM 5

2. PROSES KPBU

2.1. SIAPA YANG MENJADI PEMRAKARSA KERJASAMA?

Proyek KPBU penyediaan infrastruktur bisa diprakarsai oleh pihak Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala Daerah/Direktur BUMN/BUMD yang kemudian disebut sebagai solicited project atau oleh pihak swasta/Badan Usaha yang disebut sebagai unsolicited project.

A. Prakarsa Pemerintah (Solicited)

Merupakan suatu proyek infrastruktur yang diinisiasi oleh Pemerintah dan ditawarkan kepada Badan Usaha untuk dikerjasamakan. Siklus proyek KPBU terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, persiapan proyek, transaksi, dan manajemen kontrak.

Gambar 1. Siklus Proposal Proyek KPBU Prakarsa Pemerintah

B. Prakarsa Badan Usaha (Unsolicited)

Merupakan sustu proyek infrastruktur yang diinisiasi oleh Badan Usaha dimana proposal yang diajukan oleh Badan Usaha harus memenuhi persyaratan kesesuaian dengan rencana induk sektor, kelayakan secara ekonomi dan finansial, serta Badan Usaha memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan proyek yang diprakarsai.

(9)

BUKU 1 – UMUM 6

Terkadang Badan Usaha dengan kemampuan finansial dan manajemen yang lebih baik dapat membaca peluang untuk berinvestasi. Perpres No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur memungkinkan adanya Proyek KPBU dengan Prakarsa Badan Usaha. Skema ini disebut dengan Unsolicited Project. Badan Usaha dan Badan Hukum Asing dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan kriteria sebagai berikut :

• Terintegrasikan secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan;

• Layak secara ekonomi dan finansial; dan

• Tidak memerlukan Dukungan Pemerintah yang berupa kontribusi fiskal dalam bentuk finansial.

Gambar 2. Siklus Proposal Proyek KPBU Prakarsa Badan Usaha

2.2. SIAPA SAJA PEMERAN DALAM KPBU?

Secara umum, struktur organisasi kerjasama pemerintah dan badan usaha adalah seperti tampak pada gambar berikut:

(10)

BUKU 1 – UMUM 7 Gambar 3. Organisasi dalam Tahapan Pelaksanaan KPBU

A. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Kepala BUMN/BUMD

Menteri/Kepala Lembaga adalah pimpinan kementerian/kepala lembaga atau pihak yang didelegasikan untuk bertindak mewakili kementerian/lembaga berdasarkan peraturan perundangundangan, yang ruang lingkup, tugas, dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur.

Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi, atau bupati/walikota bagi daerah kabupaten/kota atau pihak yang didelegasikan berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk mewakili kepala daerah bersangkutan.

B. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)

Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) atau Government Contracting Agency

(GCA) adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, atau Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan peraturan perundangundangan.

Direksi Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah dapat bertindak sebagai PJPK sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan sektor.

C. Badan Penyiapan KPBU

Badan Penyiapan KPBU adalah Badan Usaha dan lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional, yang melakukan pendampingan dan/atau pembiayaan kepada PJPK dalam tahap penyiapan atau dalam tahap penyiapan hingga tahap transaksi KPBU. Badan Penyiapan dapat memperoleh Imbalan Keberhasilan (Success Fee) dalam hal tercapainya pemenuhan pembiayaan (financial close) berdasarkan kesepakatan dengan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah. PJPK menetapkan biaya Imbalan Keberhasilan (Success Fee) maksimum sebesar 25 % dari total biaya yang dikeluarkan oleh Badan Penyiapan.

(11)

BUKU 1 – UMUM 8

D. Simpul KPBU

Simpul KPBU bertugas melakukan perumusan kebijakan dan/atau sinkronisasi dan/atau koordinasi dan/atau pengawasan, dan/atau evaluasi terhadap kegiatan KPBU. Simpul KPBU membantu PJPK untuk mengawasi dan mengendalikan jalannya pelaksanaan KPBU sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang disepakati dan tercantum dalam perjanjian KPBU selama masa kerjasama hingga selesai masa kerjasama termasuk didalamnya melakukan penilaian dan penyiapan pengalihan aset.

E. Tim KPBU

Tim KPBU mempunyai peran dan tanggung jawab:

• Melakukan kegiatan penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan dan kajian akhir Prastudi Kelayakan;

• Memastikan kegiatan tahap penyiapan dan transaksi KPBU setelah penetapan Badan Usaha Pelaksana hingga diperolehnya Pemenuhan Pembiayaan (Financial Close); dan

• Menyampaikan pelaporan kepada PJPK secara berkala melalui Simpul KPBU; dan

• Melakukan kordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanaan tugasnya. F. Panitia Pengadaan

Panita Pengadaan mempunyai peran dan tanggung jawab untuk mempersiapkan melaksanakan proses Pengadaan Badan Usaha setelah menyelesaikan Dokumen Prastudi Kelayakan, mulai dari proses prakualifikasi, pengadaan, penyiapan dan pemasukan penawaran, evaluasi dan penetapan pemenang, serta finalisasi pengadaan dengan ditandatanganinya perjanjian KPBU.

2.3. APA SAJA TAHAP PELAKSANAAN KPBU?

KPBU terdiri dari 3 (tiga) tahapan utama, yaitu tahap perencanaan, penyiapan dan transaksi. Saat pelaksanaan ketiga tahapan tersebut, PJPK dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendukung seperti: (i) perencanaan dan pelaksanaan pengadaan tanah; (ii) kajian lingkungan hidup; dan (iii) permohonan pemberian Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.

(12)

BUKU 1 – UMUM 9

2.3.1. Tahap Perencanaan KPBU

Gambar 4. Tahap Perencanaan KPBU

Dokumen yang harus tersedia pada tahap perencanaan berserta isinya, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Dokumen pada Tahap Perencanaan KPBU

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan KPBU diantaranya adalah: 1. Rencana Anggaran KPBU ditujukan untuk memenuhi kebutuhan anggaran untuk

seluruh tahapan KPBU (perencanaan, penyiapan dan transaksi).

2. Untuk melakukan identifikasi dan penetapan KPBU, perlu disusun Studi Pendahuluan yang diikuti dengan konsultasi publik. Isi dari Studi Pendahuluan adalah sebagai gambar berikut.

(13)

BUKU 1 – UMUM 10 Gambar 6. Isi Studi Pendahuluan

2.3.2. Tahap Penyiapan KPBU

Maksud dari Tahap Penyiapan KPBU adalah untuk mengkaji kelayakan KPBU untuk dikerjasamakan dengan Badan Usaha melalui beberapa kegiatan yaitu penyiapan kajian Prastudi Kelayakan, Konsultasi Publik, Penjajakan Minat Pasar dan kegiatan pendukung lainnya.

(14)

BUKU 1 – UMUM 11

Gambar 7. Skema Tahap Penyiapan KPBU

Penyiapan kajian Prastudi Kelayakan dimaksud untuk mengkaji berbagai hal terkait dengan pelaksanaan KPBU secara lebih rinci sehingga bisa didapatkan kepastian dan kelayakan proyek KPBU tersebut untuk dilaksanakan.

(15)

BUKU 1 – UMUM 12

Penyusunan Toolkit KPBU ini akan lebih fokus pada pedomen penyusunan dokumen Pra-studi Kelayakan.

Dokumen yang harus tersedia pada tahap Penyiapan KPBU ini adalah seperti tampak ada gambar di bawah ini.

Gambar 9. Dokumen pada Tahap Penyiapan KPBU

2.3.3. Tahap Transaksi KPBU

Tahap Transaksi KPBU terdiri dari beberapa beberapa kegiatan, yaitu:

1. Penjajakan Minat Pasar

Penjajakan Minat Pasar (Market Sounding) bertujuan untuk memperoleh masukan, tanggapan dan mengetahui minat terhadap KPBU. Penjajakan minat pasar ini dilaklukan oleh PJPK melalui kegiatan-kegiatan pertemuan dua pihak (one-on-one meeting) serta promosi KPBU dengan calon investor, lembaga keuangan nasional dan internasional, serta pihak lain yang memiliki potensi dalam pelaksanaan KPBU. Penjajakan Minat Pasar ini dapat dilakukan lebih dari satu kali.

Berdasarkan hasil dari Penjajakan Minat Pasar yang dilakukan oleh PJPK, Panitia Pengadaan dapat melakukan perubahan terhadap rancangan Dokumen Pengadaan.

2. Penetapan Lokasi KPBU

Pada tahap ini PJPK harus memastikan kesesuaian dokumen perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali berkaitan dengan rencana KPBU untuk mendapatkan penetapan lokasi. PJPK juga harus memastikan bahwa KPBU telah mendapatkan Izin Lingkungan.

PJPK mengajukan permohonan penetapan lokasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan lokasi untuk KPBU dilakukan sebelum tahap Prakualifikasi pengadaan Badan Usaha Pelaksana KPBU.

(16)

BUKU 1 – UMUM 13

Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dilaksanakan setelah penetapan lokasi untuk tanah yang belum tersedia. Sedangkan untuk tanah milik negara/daerah untuk pelaksanaan KPBU yang sudah tersedia mengikuti mekanisme Pengelolaan Barang Milik Negara/Barang Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana

Pengadaan Badan Usaha Pelaksana mencakup persiapan dan pelaksanaan pengadaan Badan Usaha Pelaksana. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana ini akan mengacu pada Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perka LKPP) No. 19 tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.

4. Penandatanganan Perjanjian KPBU

Penandatanganan Perjanjian KPBU dilakukan antara PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana yang didirikan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah Badan Usaha dinyatakan sebagai pemenang lelang. Dalam Perjanjian KPBU ini perlu dijelaskan juga Manajemen Pelaksanaan Perjanjian KPBU tersebut yang meliputi 4 (empat) masa, yaitu: (i) masa pra-konstruksi; (ii) masa Konstruksi; (iii) masa operasi komersial; dan (iv) masa berakhirnya perjanjian KPBU.

Dalam pelaksanaan Perjanjian KPBU ini PJPK dibantu oleh Simpul KPBU untuk mengawasi dan mengendalikan jalannya pelaksanaan KPBU dan pemenuhan pembiayaan (financial close). Simpul KPBU ini dapat dibantu tim khusus.

(17)

BUKU 1 – UMUM 14

3. STUDI PASAR

3.1. DEIFINISI DAN TUJUAN STUDI PASAR

Definisi studi pasar secara umum dalam pekerjaan ini adalah perkiraan permintaan dan penawaran akan proyek infrastruktur tertentu di masa mendatang untuk mengetahui tingkat ketertarikan pasar dan tingkat layanan yang akan diberikan yang terukur secara kuantitatif ataupun kualitatif.

Tujuan studi pasar ini adalah untuk menentukan apakah proyek yang akan dilaksanakan itu layak dari sisi pemasaran. Untuk itu diperlukan pengumpulan data yang lengkap dan akurat. Guna mendapatkan kelengkapan dan kecermatan data maka perlu disiapkan terlebih dahulu

data base yang berisi data pemasaran yang menyangkut data potensi pasar dari produk/jasa yang akan dihasilkan proyek KPBU, data mengenai saingan, pemasok dan lain-lain yang menyangkut pemasaran industri dimana proyek KPBU tersebut akan bergerak.

Analisis survei dan permintaan pasar dapat menunjukkan apakah masih ada peluang untuk melaksanakan proyek KPBU atau tidak. Analisis ini perlu diturunkan dari data base pasar sehingga akan didapat karakteristik yang lebih spesifik mengenai produk/jasa yang akan dihasilkan oleh proyek tersebut dan akan dapat mempertimbangkan apakah betul masih kekurangan suplai atau sebaliknya. Jika kelebihan suplai, ini menunjukkan ada permasalahan nantinya yang akan muncul sehubungan dengan pemasaran dari produk/jasa yang akan dihasilkan oleh proyek KPBU, karena semakin banyak mengetahui peluang dan kendala yang mungkin dihadapi, akan lebih mudah untuk memperkirakan apakah peluang yang tersedia lebih besar dari kemungkinan kendala yang akan dihadapi, jika masih ada berarti pilihan usaha melalui KPBU tersebut akan mungkin layak dipandang dari sudut pemasaran.

3.2. Market Base Data

Market base data adalah kumpulan data lengkap yang menyangkut berbagai aspek penting tentang pemasaran dari sektor infrastruktur yang akan dikerjasamakan. Mengetahui market base data adalah suatu yang amat penting dalam mempertimbangkan pasar dari rencana proyek. Contoh data yang dapat dimasukkan ke dalam market base data dapat dirinci sebagai berikut: data bahan baku, data supplier, data konsumen, data pangsa pasar industri, data penduduk, data mata pencaharian penduduk, data penjualan industri, peraturan pemerintah, data luas wilayah pemasaran, data perilaku konsumen, data daya beli konsumen, data inflasi, data bahan pembantu, data transportasi, data ekspor/impor, data kecenderungan/tren, geograi,budaya, sosiologi, teknologi,ekonomi dan lain-lain. Data-data ini tergantung pada jenis atau sektor infrastruktur yang akan dikerjasamakan.

(18)

BUKU 1 – UMUM 15 Market base data ini akan sangat membantu untuk memperkirakan apakah produk atau jasa yang dihasilkan oleh infrastruktur yang akan dibangun dapat melakukan penetrasi pasar dan berpeluang untuk dapat mencapai target pasar yang telah ditetapkan.

Market base data dapat dijadikan dasar untuk menentukan besarnya potensi pasar yang ada dan besarnya real market yang ada serta mengetahui besarnya peluang pasar yang tersedia bagi produk atau jasa yang akan dihasilkan dari infrastruktur yang dibangun.

3.3. Analisis Permintaan

Panduan dasar untuk menganalisis permintaan sangat tergantung pada market base data. Persoalan yang muncul dan berhubungan dengan market base data umumnya berkisar atas pertanyaan-pertanyaan berikut :

❖ Permintaan meningkat, sedangkan pasokan tetap

❖ Permintaan meningkat, sedangkan pasokan menurun

❖ Permintaan tetap, sedangkan pasokan menurun

❖ Permintaan menurun, sedangkan pasokan menurun lebih cepat

Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan permintaan antara lain adalah pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, perkembangan mode, penurunan tingkat harga dan sebagainya.

3.4. Identifikasi Kendala Pasar

Identifikasi kendala pasar yang ada ataupun yang mungkin muncul pada lingkungan pemasaran dari produk/jasa yang dihasilkan dari pilihan usaha adalah suatu proses kegiatan yang sangat penting, karena dengan menemukan kendala-kendala yang ada, dapat dilakukan penilaian apakah kendala-kendala itu masih dapat diatasi dengan kekuatan yang ada atau sebaliknya. Jika dapat diatasi, berarti rencana untuk mendirikan atau mengembangkan usaha tesebut dapat diteruskan,dan jika dirasakan bahwa kendalanya terlalu berat dan sulit diatasi dengan kekuatan yang ada, berarti seluruh kegiatan untuk mewujudkan ide atau gagasan pendirian usaha itu dapat dihentikan.

Kendala-kendala umum yang muncul dalam masalah pemasaran suatu produk/jasa antara lain sebagai berikut : keterbatasan modal, keterbatasan teknologi, kelangkaaan bahan baku dan bahan baku pengganti, keterlambatan informasi, tuntutan skala produksi, elastisitas harga terhadap penawaran rendah, kendala penyimpanan, kendala birokrasi, peraturan dan lingkungan.

(19)

BUKU 1 – UMUM 16

3.5. Studi Pasar dalam KPBU

Desain teknis serta kelayakan ekonomi dan finansial dari suatu proyek infrastruktur sangat terganting pada layanan yang perlu diberikan, besar kecilnya proyek, dan alternatif pengembalian biaya. Studi pasar dan analisa kebutuhan menjadi pondasi penting dalam menentukan ruang lingkup proyek.

Analisas pasar pendahuluan perlu dilakukan sebagai bagian dari perencanaan investasi dan/atau analisa penapisan pra-kelayakan. Pada tahap penyusunan pra-studi kelayakan (pre-feasibility study), analisa yang lebih mendetail perlu dilakukan terhadap hal-hal berikut:

❖ Analisa kebutuhan dan identifikasi target pengguna

Mengkaji tingkat dan kualitas layanan yang ada saat ini, dan mengidentifikasi kekurangan atau kelebihannya. Kajian ini dikaitkan dengan tingkat layanan yang dimandatkan kepada pemerintah. Analisa kebutuhan ini juga perlu mengidentifikasi siapa yang butuh layanan dari infrastruktur yang akan dibangun sehingga target pengguna dapat diidentifikasi.

❖ Analisa alternatif

Mengkaji berbagai alternatif atau pilihan untuk bisa memenuhi kebutuhan layanan diatas. Hal ini bisa dilakukan melalui solusi tanpa menambah aset, menggunakan aset yang ada, atau membangun aset baru.

❖ Definisi keluaran (output) proyek

Secara jelas menyatakan keluaran dari proyek infrastruktur yang akan dibangun dan juga parameter dasar lainnya. Output proyek harus dijelaskan dalam bentuk penyampaian layanan daripada pembuatan aset. Definisi output bisa termasuk juga waktu pelaksanaan proyek seperti: kapan investasi akan dilakukan, kapan proyek akan operasional, dan berapa lama umur ekonomis dari proyek.

❖ Perkiraan permintaan (demand forecast)

Hal ini terkait dengan perkiraan kebutuhan potensial untuk output yang hendak dicapai dan pertumbuahan kebutuhan yang diharapkan selama umur proyek. Hal ini biasanya memerlukan estimasi tingkat kebutuhan yang belum terpenuhi karena cakupan dan kualitas pelayanan yang tidak mencukupi. Kemampuan dan kemauan dari target pengguna untuk membayar layanan juga perlu diperkirakan.

Hasil dari analisa kebutuhan dan pasar akan berupa rentang pilihan tingkat layanan yang akan diberikan berdasarkan ukuran pasar potensial. Berdasarkan hal ini, skenario besaran proyek dapat dibangun dengan mengkaitkannya dengan parameter teknis. Analisa pasar akan menggiring pada perbaikan definisi dan ruang lingkung proyek.

(20)

BUKU 1 – UMUM 17

4. DOKUMEN PRASTUDI

KELAYAKAN

4.1. DEFINISI

Dokumen Prastudi Kelayakan adalah dokumen yang disiapkan oleh PJPK yang penyusunannya dilaksanakan pada tahap penyiapan KPBU atau oleh Calon Pemrakarsa pada tahap persetujuan usulan KPBU atas Prakarsa Badan Usaha dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh surat persetujuan untuk melakukan Studi Kelayakan dari PJPK.

Dalam penyiapan kajian KPBU, Kementerian/Lembaga/Daerah dapat menentukan isi dan tingkat kedalaman Prastudi Kelayakan sesuai dengan kebutuhan di sektor masing-masing. Secara umum, kajian yang dilakukan dalam Dokumen Pra-FS dapat dilihat pada Gambar 2.5. diatas.

4.2. TUJUAN PRASTUDI KELAYAKAN

Penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan KPBU bertujuan untuk: a. menentukan sasaran dan kendala KPBU;

b. memastikan kesesuaian dengan peraturan perundangundangan;

c. mengkaji peran dan tanggung jawab masing-masing pemangku kepentingan;

d. mengkaji pilihan teknis serta ketersediaan teknologi dan barang/jasa yang dibutuhkan; e. mengidentifikasi pilihan bentuk KPBU terbaik;

f. mengkaji manfaat ekonomi dan sosial dari rencana KPBU;

g. menyusun rencana komersial yang mencakup kajian permintaan (demand), industri (market), struktur pendapatan, dan keuangan;

h. memetakan risiko dan upaya mitigasi yang diperlukan; i. mengidentifikasi awal atas dampak lingkungan dan sosial;

j. menetapkan persyaratan pelaksanaan KPBU, termasuk landasan hukum, dan tindak lanjut yang diperlukan berkaitan dengan pengadaan tanah dan pemukiman kembali; dan k. mengidentifikasi kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah.

(21)

BUKU 1 – UMUM 18

l. menentukan berbagai permasalahan pokok dan hambatannya serta usulan untuk mengatasi permasalahan.

4.3. ISI PRASTUDI KELAYAKAN

Kajian yang dilakukan dalam dan isi dari Prastudi Kelayakan proyek KPBU sesuai dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur adalah sebagai berikut:

1.

Kajian Hukum:

a. Apakah KPBU dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

b. Bagaimana alokasi risiko hukum dan strategi mitigasinya?

c. Apakah perlu dilakukan penyempurnaan peraturan perundang-undangan, atau penerbitan peraturan perundangundangan yang baru?

d. Apakah perlu dipersiapkan perizinan/persetujuan?

e. Bagaimana rencana dan jadwal untuk memenuhi persyaratan peraturan dan hukumnya?

2.

Kajian Kelembagaan:

a. Apa peran dan kewenangan PJPK dalam melaksanakan KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi infrastuktur?

b. Bagaimana pemetaan peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholders mapping) dalam pelaksanaan KPBU?

c. Apakah Tim KPBU sudah terbentuk dan bagaimana peran dan tanggung jawabnya?

d. Apakah perangkat regulasi kelembagaan sudah siap? Apa yang perlu dipersiapkan?

e. Bagaimana kerangka acuan pengambilan keputusan pelaksanaan KPBU?

3.

Kajian teknis:

a. Bagaimana standar kinerja teknis operasional yang diperlukan? b. Bagaimana kesiapan lokasi tapak?

c. Teknologi apa yang akan diterapkan?

(22)

BUKU 1 – UMUM 19

e. Apakah standar spesifikasi keluaran telah memenuhi minimal Standar Pelayanan Minimal sektor bersangkutan?

f. Apakah sudah tersedia rancangan awal yang layak secara teknis dan sesuai dengan kebutuhan?

g. Barang Milik Negara dan/atau Daerah apa saja yang akan dibutuhkan dan menyiapkan daftar Barang Milik Negara dan/atau Daerah yang akan digunakan untuk pelaksanaan KPBU?

h. Bagaimana syarat pengalihan aset setelah berakhirnya KPBU?

i. Bagaimana kehandalan pasokan sumber daya untuk keberlangsungan KPBU, apabila diperlukan;

j. Bagaimana kapasitas sumber daya yang tersedia? Termasuk sumber daya manusia, bahan baku, pelayanan jasa, akses menuju tapak;

k. Berapakah nilai investasi fisik yang diperlukan?

l. Apakah sudah mempertimbangkan kepatuhan lingkungan, sosial dan keselamatan?

4.

Kajian ekonomi dan komersial;

a. Apakah sudah ada analisa kebutuhan layanan infrastruktur yang akan dibangun? b. Apakah sudah dilakukan Survai Kebutuhan Nyata/Real Demand Survey?

• Bagaimana ketertarikan, kemauan dan kemampuan pengguna untuk membayar?

• Tingkat pelayanan seperti apa yang diharapkan oleh pengguna? c. Apakah sudah dilakukan analisis pasar?

• Apakah sudah ada kajian terhadap persaingan usaha di sektor tersebut?

• Bagaimana ketertarikan dunia swasta terhadap proyek KPBU yang ditawarkan?

• Bagaimana tanggapan dan penilaian dunia swasta terhadap kelayakan, risiko serta kebutuhan dukungan dan/atau jaminan Pemerintah?

• Adakah potensi sumber pembiayaan lainnya yang dapat dilibatkan dalam proyek KPBU?

• Apakah sudah ada kajian risiko pasar dan strategi penanganannya? d. Apakah sudah dilakukan kajian finansial?

(23)

BUKU 1 – UMUM 20

• Apakah sudah jelas pembagian pembiayaan antara PJPK dan Badan Usaha?

• Apakah sudah memperkirakan dan menentukan pendapatan (revenue), biaya modal, biaya operasional dan biaya pemeliharaan dengan berbagai pilihan;

• menyiapkan rencana pembiayaan yang sesuai dengan jadwal konstruksi, perkiraan biaya operasional, perkiraan biaya pemeliharaan, dan estimasi biaya siklus kesinambungan KPBU; dan

• Apakah sudah dilakukan pembahasan proyeksi finansial (Finpro)?

• Apakah Finpro termasuk dengan biaya operasional serta proyeksi arus kas dan laporan laba rugi BU?

• Apakah asumsi-asumsi yang digunakan telah sesuai?

• Apakah sudah ada perhitungan biaya lainnya, seperti biaya permukiman kembali, pemeliharaan lingkungan, perijinan, biaya mitigasi risiko?

• Apakah proyek KPBU layak secara finansial? (ROE, IRR, NPV, DSCR)

• Apakah tarif yang akan dikenakan pada masyarakat sudah memadai?

• Apakah perlu pemberian insentif atau subsidi tarif dari PJPK?

• Bagaimanakah struktur transaksi keuangan yang akan dilakukan? e. Apakah sudah dilakukan Analisa Biaya dan Manfaat Sosial (ABMS)?

• Apakah ada perbandingan biaya dan manfaat dengan ada atau tanpa adanya KPBU?

• Berapa banyak penghematan yang terjadi di masyarakat dan APBN/APBD dengan adanya KPBU?

• Bagaimana kelayakan ekonominya dilihat dari EIRR dan ENPV.

• Apakah dilakukan juga analisis sensitivitas?

5.

Kajian Lingkungan dan Sosial;

a. Apakah sudah dilakukan kajian lingkungan (AMDAL dan/atau UKL-UPL), termasuk didalamnya:

• Penapisan

• Penyeleksian untuk KA-ANDAL

• Prosedur kajian dampak lingkungan b. Apakah ada analisis sosialnya?

(24)

BUKU 1 – UMUM 21

• Bagaimana dampak sosial KPBU bagi masyarakat dan rencana mitigasinya?

• Sudah adakah lembaga yang bertanggungjawab untuk pengadaan lahan dan permukiman kembali/

• Bagaimana kapasitas finansial lembaga untuk keperluan diatas/

c. Bagaimanakah kesiapan pengadaan lahannya? Termasuk rencana dan pembiayaannya.

6.

Kajian skema KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur; a. Apakah skema KPBU telah dipilih yang tepat? b. Apakah perlu dibentuk lembaga baru?

c. Bagaimana peran dan tanggung jawab masing-masing lembaga yang terlibat dalam skema KPBU tersebut?

7.

Kajian risiko;

a. Apakah sudah dilakukan identifikasi risiko dan besaran risiko tersebut? b. Bagaimana alokasi risiko dan upaya mitigasi risiko-risiko tersebut?

8.

Kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah:

a. Apakah proyek KPBU memerlukan Dukungan dan/atau jaminan Pemerintah? b. Dukungan seperti apa yang perlu diberikan oleh Pemerintah?

c. Apakah sudah ada rencana upaya permohonan Jaminan Pemerintah bila diperlukan?

9.

Kajian mengenai masalah yang perlu ditindaklanjuti (out standing issues): a. Apakah sudah teridentifikasi isu-isu kritis yang harus ditindaklanjuti? b. Bagaimana rencana dan jangka waktu penyelesaian isu-isu kritis tersebut?

Kedalaman, isi, kriteria, dan asumsi-asumsi dalam Kajian Pra-studi Kelayakan ini dapat berbeda antara satu sektor dengan sektor lainnya. Oleh karenanya, laporan-laporan berikutnya akan lebih berupa toolkit untuk masing-masing sektor.

(25)

BUKU 1 – UMUM 22

5. MODALITAS KPBU

5.1. DEFINISI

Skema dan karakteristik modalitas KPBU sangat bervariasi yang mana harus ditentukan melalui dipertimbangkan pada tahap perencanaan KPBU. Variasi model-model atau bentuk skema KPBU terjadi karena pesatnya perkembangan suatu jenis pembiayaan “gaya baru” yang disebut dengan “Pembiayaan Proyek” untuk proyek-proyek raksasa, yang pada akhirnya membawa konsekuensi langsung terhadap perkembangan sektor hukum di bidang yang bersangkutan, termasuk berkembangnya model-model atau bentuk-bentuk pola kerjasama. Alternatif-alternatif modalitas KPBU yang ada perlu dilihat terlebih dahulu sebelum menetapkan skema KPBU.

5.2. PERTIMBANGAN PENETAPAN SKEMA KPBU

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan skema KPBU meliputi: 1. Lingkup Kerjasama KPBU

2. Jangka waktu dan pentahapan KPBU 3. Keterlibatan pihak ketiga

4. Penggunaan Aset Daerah 5. Alur Finansial Operasional

6. Status kepemilikan aset dan pengalihan aset

5.3. TIPE KPBU

Secara umum ada 5 (lima) tipe kerjasama yang bisa dikembangkan menjadi 11 variasi atau lebih sesuai dengan lingkup atau bentuk yang diperlukan. Variasi skema KPBU tersebut berbeda menurut “kepemilikan” atas aset atau “kewenangan dalam manajemen dari proyek”. Keempat tipe tersebut adalah:

1. Kontrak Manajemen (Management Contract) 2. Kontrak Sewa (Lease Contract)

3. Konsesi (Concession); dan

4. Kontrak Bangun - Kelola - Alih (Build-Operate-Transfer Contract)

(26)

BUKU 1 – UMUM 23 Tabel 1. Karakteristik Modalitas KPBU

TIPE Kepemilikan Aset Selama Kontrak Periode KPBU Fokus Investasi Kapital & Penggungjawab Risiko Pendapatan Badan Usaha &

Kompensasi

Peran Badan

Usaha Keterangan

Kontrak Kelola Pengaturan kontraktual untuk pengelolaan sebagian atau seluruh fasilitas atau layanan publik oleh Badan Usaha. Investasi modal biasanya bukan menjadi fokus utama dalam pengaturannya.

Kontrak Kelola Publik Pendek – Menengah (3 – 5 tahun)

Bukan Fokus. Publik.

Rendah.

Fee yang ditetapkan sebelumnya,

mungkin saja dengan insentif berbasis kinera Mengelola seluruh aspek operasional dan pemeliharaan

Mengkontrakkan pengoperasian dan

pemeliharaan sebagian besar atau seluruh bagian dari suatu fasilitas atau layanan publik. Walaupun kewajiban utama penyediaan layanan ada di tangan Pemerintah, namun pengendalian operasi sehari-hari dilakukan oleh Badan Usaha.

Kontrak Kelola (dengan perbaikan/ ekspansi) Publik Menengah – Panjang

Fokus terbatas pada proyek brownfield (rehabilitasi atau ekspansi). Badan Usaha.

Medium.

Tarif atau pembagian pendapatan.

Capex minimum, Pengelolaan, dan Pemeliharaan

Kontrak ini sama dengan kontrak manajemen namun dilakukan juga investasi terbatas untuk rehabilitasi atau pengembangan fasilitas.

Kontrak Sewa Aset yang ada disewakan dari entitas publik kepada Badan Usaha atau sebaliknya.

Sewa Publik Menengah

(10 – 15 tahun) Bukan Fokus. Publik Tinggi. Pendapatan dari kegiatan operasi Pengelolaan dan Pemeliharaan

Contoh: menyewakan outlet retail di stasiun kereta api. Bangun – Sewa – Alih (BLT) atau Bangun – Miliki – Sewa – Alih (BOLT) Badan Usaha (disewakan kepada Pemerintah) Menengah (10 – 15 tahun) Greenfield. Badan Usaha. Rendah – Menengah. Harga sewa dari Pemerintah

Penyediaan Capex Dilakukan pembangunan sebuah infrastruktur, disewakan kepada Pemerintah dan mengalihkan fasilitas tersebut setelah masa kerjasama.

Bangun – Alih – Sewa (BTL) Publik Menengah (10 – 15 tahun) Greenfield. Badan Usaha. Tinggi.

Pendapatan dari Tarif

Penyediaan Capex dan operasi.

Dilakukan pembangunan aset, mengalihkan aet tersebut kepada Pemerintah, dan menyewanya kembali.

(27)

BUKU 1 – UMUM 24 TIPE Kepemilikan Aset Selama Kontrak Periode KPBU Fokus Investasi Kapital & Penggungjawab Risiko Pendapatan Badan Usaha &

Kompensasi

Peran Badan

Usaha Keterangan

Kontrak Konsesi Tanggung jawab untuk konstruksi (biasanya untuk proyek brownfield/pengembangan) dan pengoperasian ada pada pihak Badan Usaha sementara kepemilikan aset tetap ada pada sektor publik

Konsesi Badan Usaha Panjang. (20 – 30 tahun) Brownfield / Pengembangan. Badan Usaha. Tinggi.

Pendapatan dari Tarif

Desain, pembiayaan, konstruksi, mengelola, dan memelihara.

Badan Usaha bertanggung terhadap pemenuhan layanan di wilayah tertentu, termasuk operasi, pemeliharaan, pengumpulan, pengelolaan serta konstruksi dan rehabilitasi sistem.

Yang terpenting, Badan Usaha bertanggungjawab untuk semua investasi kapital sementara aset tetap dimiliki publik. Peran pemerintah berganti dari sebelumnya penyedia layanan menjadi pengatur tarif dan kualitas layanan. Kontrak Bangun

– Operasi – Alih

Tanggung jawab untuk konstruksi (biasanya untuk proyek greenfield) dan pengoperasian ada pada pihak Badan Usaha sementara kepemilikan aset tetap ada pada sektor publik

Desain – Bangun – Kelola (DBO) Publik Pendek – Menengah. (3 – 5 tahun) Greenfield. Publik Menengah – Tinggi. Pendapatan dari Tarif

Desain, bangun, kelola dan memelihara. Bangun – Kelola – Alih (BOT)/ Desain – Bangun – Biaya - Kelola – Alih (DBFOT) Publik Panjang. (20 – 30 tahun) Greenfield. Badan Usaha. Tinggi.

Pendapatan dari Tarif

Desain, pembiayaan, bangun, mengelola dan memelihara Bangun – Kelola – Alih (BOT) Anuitas Publik Panjang. (20 – 30 tahun) Greenfield. Badan Usaha. Rendah. Pendapatan anuitas / Pembayaran Unitary Desain, pembiayaan, bangun, mengelola dan memelihara

(28)

BUKU 1 – UMUM 25 TIPE Kepemilikan Aset Selama Kontrak Periode KPBU Fokus Investasi Kapital & Penggungjawab Risiko Pendapatan Badan Usaha &

Kompensasi Peran Badan Usaha Keterangan Kotrak Bangun – Milik – Kelola – Alih (BOOT)

Badan Usaha memiliki tanggung jawab untuk membangun dan mengoperasikan fasilitas. Kepemilikan aset ada pada Badan Usaha selama masa kerjasama berlangsung.

(Desain) – Bangun – Milik – Kelola – Alih (BOOT/DBOOT)

Badan Usaha Panjang. (20 – 30 tahun)

Greenfield. Badan Usaha.

Tinggi.

Pendapatan dari Tarif

Desain, bangun, milik, kelola, memelihara, dan mengalihkan aset. Bangun – Milik – Kelola (BOO)

Badan Usaha Selamanya (Perpetual)

Greenfield. Badan Usaha.

Tinggi.

Pendapatan dari Tarif

Desain, pembiayaan, bangun, milik, kelola, dan memelihara.

Untuk skema ini, aset dimiliki oleh Badan Usaha dan tanggung jawab penyediaan layanan/ fasilitas juga menjadi tanggungjawabnya.

(29)

BUKU 1 – UMUM 26

Secara lebih ringkas, ditur-fitur tersebut di atas dapat disarikan sebagai berikut:

Tabel 2. Fitur dalam Alternatif Skema KPBU FITUR

ALTERNATIF SKEMA KPBU KONTRAK

LAYANAN

KONTRAK

MANAJEMEN KONTRAK SEWA B O T KONSESI Kepemilikan

asset

Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah & Swasta Pemerintah Tujuan Kerjasama Peningkatan efisiensi operasional Peningkatan efisiensi operasional Peningkatan efisiensi operasional Mobilisasi modal swasta & transfer keahlian Mobilisasi modal swasta & transfer keahlian Kewenangan manajemen Dominan Pemerintah

Swasta Swasta Swasta Swasta

Resiko Komersial Pemerintah Pemerintah Swasta Swasta Swasta Durasi Kerjasama (tahun) 1 – 2 3 – 5 8 – 15 25 – 30 25 – 30 Kegiatan pelayanan Produksi Distribusi Pemeliharaan Penagihan Produksi Distribusi Pemeliharaan Penagihan Produksi Distribusi Produksi Distribusi Produksi Distribusi Pemeliharaan Penagihan Investasi Swasta Rendah Rendah Rendah-sedang Tinggi Tinggi

Keuntungan Kecil Kecil Kecil Menguntungkan Menguntungkan

Efisiensi Terbatas Terbatas Terbatas Tinggi Tinggi

Cakupan kegiatan • Kontrak perawatan peralatan & fasilitas • Pencatatan alat ukur/ meter • Pengajuan rekening dan penagihan • Perbaikan darurat • Penyewaan pearalatan • Pengoperasian & perawatan • Pengelolaan fasilitas • Pengelolaan sistem • Pengelolaan administrasi • Pengelolaan seluruh atau sebagian sistem • Pengelolaan fasilitas • Pengoperasia n peralatan • Pembangunan prasarana dan sarana • Pengelolaan prasarana dan sarana • Pengelolaan sistem Pembiayaan modal kerja

Pemerintah Pemerintah Swasta Swasta Swasta

Pengaturan Tarif Pemerintah Pemerintah Sesuai kontrak & regulasi

Swasta Sesuai kontrak dan regulasi Pengumpulan

tariff

Pemerintah Swasta Swasta Swasta Swasta

Dari berbagai alternatif skema KPBU diatas, tidak semuanya bisa atau pernah diterapkan di Indonesia. Setiap alternatif skema KPBU memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

(30)

BUKU 1 – UMUM 27

5.4. SKEMA KPBU YANG LAZIM DI INDONESIA

Uraian dari skema KPBU yang lazim dilakukan di Indonesia adalah sebagai berikut:1

1) Kontrak Kelola atau lazimnya disebut Management Contract adalah bentuk KPBU dimana pihak swasta menjalankan fungsi pengelolaan penyediaan barang/jasa yang menggunakan aset infrastruktur dan/atau sarana yang telah dibangun oleh Pemerintah. Tidak ada pemindahan kepemilikan oleh swasta.

2) Kontrak Jasa atau Service Contract adalah bentuk KPBU dimana pihak swasta tidak mendapatkan porsi manajemen namun hanya terbatas kepada penyediaan jasa pelayanan. Karena pelayanan jasa, umumnya swasta tidak diwajibkan menambah dan/atau merevitalisasi aset yang sudah terbangun oleh Pemerintah. Tidak ada pemindahan kepemilikan dari Pemerintah. Pemasukan untuk pihak swasta adalah imbal jasa tetap sesuai kontrak dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat.

3) Kontrak Sewa atau Leasing Contract adalah bentuk KPBU dimana Pemerintah sebagai pemilik aset baik infrastruktur maupun sarana menyewakan kepada pihak swasta untuk diusahakan. Tergantung dari peraturan dan kontrak yang disepakati, pihak swasta dapat diwajibkan untuk hanya menjaga hingga menambah nilai dan/atau jumlah aset Pemerintah. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, Pemerintah hanya mengeluarkan izin usaha pemakaian aset yang disewakan oleh Pemerintah untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Atas ini, pihak swasta tidak mendapat imbalan dalam bentuk yang tetap. 4) Kontrak Bangun-Guna-Serah atau Build-Operate-Transfer (BOT) adalah bentuk KPBU

yang menyaratkan swasta membangun aset, mengoperasikannya dalam periode tertentu, dan memberikan pelayanan dengan level yang disepakati kepada masyarakat. Ketika habis masa kelola, kepemilikan diserahkan kepada Pemerintah dimana Pemerintah dapat melanjutkan kerjasama dengan pihak yang sama, mengelola aset ini sendiri, atau memberikan kontrak konsesi kepada pihak lain. Swasta dapat memperoleh penjaminan penghasilan minimum dan/atau pemasukan tambahan apabila kinerja pelayanan melampaui kesepakatan. Investasi Pemerintah dapat berupa penyediaan lahan, penyertaan modal, pemberian subsidi, insentif, dan/atau penjaminan.

5) Kontrak Konsesi atau Concession adalah bentuk KPBU yang mirip dengan BOT namun Badan Usaha atau pihak swasta dapat menarik tarif langsung dari pelanggan. Sedangkan pada BOT, sektor publik yang menarik retribusi.

6) Kontrak Bangun-Guna-Milik atau Build-Operate-Own (BOO) adalah bentuk KPBU yang mirip dengan BOT namun tidak memiliki unsur pemindahan kepemilikan di akhir masa konsesinya kecuali bila dibeli, baik oleh Pemerintah maupun pihak swasta lain yang berminat. Di dalam kontrak juga mengatur mengenai mutu layanan yang disyaratkan, peran/porsi Pemerintah, dan lainnya.

(31)

BUKU 1 – UMUM 28

7) Divestasi atau Divestiture adalah pelepasan kepemilikan sebagian dan/atau keseluruhan aset Pemerintah kepada swasta untuk diusahakan. Kontrol Pemerintah atas swasta hanya pada perizinan jenis usaha atau pelayanan.

Gambar 11. Berbagai Skema KPBU Berdasarkan Alokasi Investasi

Suatu proyek KPBU harus dapat mengkaji skema atau modalitas KPBU apa yang paling sesuai dengan proyek infrastruktur yang akan dilaksanakan. Untuk sektor infrastruktur yang sama bisa saja modalitas KPBU-nya berbeda. Beberapa aspek utama yang menjadi bahan pertimbangan penetapan skema KPBU diantaranya adalah:

• Apakah proyek KPBU melibatkan pembangunan aset baru (proyek kapital), atau hanya memerlukan layanan untuk operasi dan pengelolaan saja? Pengembangan greenfield

yang memerlukan pengeluaran kapital yang besar untuk membangun infrastruktur baru akan berbeda dengan kebutuhan untuk rehabilitasi atau mengelola aset yang telah ada. Lingkup Badan Usaha akan lebih luas pada proyek greenfield sehingga tanggungjawabnya harus jelas.

• Peran apa saja yang harus diemban oleh Badan Usaha? Misalnya, siapa yang harus menyediakan pembiayaan? Siapa yang akan mendesain dan membangun fasilitas?

• Siapa yang akan memiliki aset pada saat dan setelah masa kerjasama? Mungkin saja ada hambatan hukum dalam kepemilikan aset. Hal lain yang harus dipertimbangkan adalah seperti isue politis misalnya terhadap aset-aset vital atau strategis.

• Berapa lama durasi kontrak KPBU? Untuk infrastruktur yang memerlukan investasi sangat tinggi (misalnya jalan) akan memerlukan durasi kontrak yang panjang. Keinginan dan kemampuan sektor publik untuk membayar layanan yang diberikan juga menjadi satu pertimbangan penting dalam menetapkan durasi kontrak.

(32)

BUKU 1 – UMUM 29

• Apa saja pendapatan utama dari proyek ini? Misalnya, apakah akan langsung dari pengguna atau pembayaran dari pemerintah (contoh anuitas)?

• Apakah pasar atau kebutuhan terhadap layanan infrastruktur akan stabil selama masa kerjasama?

(33)

BUKU 1 – UMUM 30

6. RISIKO

6.1. KONSEP DASAR

Konsep dasar proyek KPBU adalah suatu skema kerjasama dimana pemerintah mentransfer risiko yang biasanya diemban oleh pemerintah kepada pihak swasta (Badan Usaha) dengan janji kompensasi finansial atas risiko yang ditrasnferkan tersebut.

Risiko adalah kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan selama kelangsungan suatu proyek. Risiko tersebut dapat dinilai secara kualitatif ataupun kuantitatif. Proses analisa risiko terdiri atas identifikasi risiko, alokasi risiko, penilaian risiko, dan mitigasi risiko. Tujuan analisa risiko adalah agar stakeholder dapat memperoleh manfaat finansial sebesar-besarnya melalui proses pengelolaan risiko yang meliputi menghilangkan, meminimalkan, mengalihkan, dan menyerap/menerima risiko tersebut.

Gambar 12. Alur Kajian Risiko

Dalam PerPres No. 38 Tahun 2015 Pasal 1 dijelaskan bahwa Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.

KPBU dilakukan berdasarkan prinsip pengendalian dan pengelolaan risiko, dimana kerjasama penyediaan infrastruktur dilakukan dengan penilaian risiko, pengembangan strategi pengelolaan dan mitigasi terhadap risiko. Identifikasi risiko dan rekomendasi mitigasi serta pengalokasian risiko menjadi salah satu poin penting dalam penyusunan Pra-studi Kelayakan (Pre-FS).

Hak dan kewajiban PJPK maupun Badan Usaha, termasuk didalamnya alokasi risiko, harus secara jelas tertuang dalam Perjanjian KPBU. Studi terdahulu menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama kegagalan pelaksanaan proyek KPBU adalah alokasi risiko yang kurang tepat dimana terjadi pembebanan risiko secara berlebihan kepada pihak tertentu atau pembebanan risiko kepada pihak yang sebenarnya tidak dapat mengendalikan atau mengelolanya dengan baik.

(34)

BUKU 1 – UMUM 31

6.2. PROSES ANALISIS RISIKO

Penjelasan terhadap proses analisa risiko adalah seperti di bawah ini: 1) Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko dilakukan untuk mengetahui jenis risiko yang mungkin timbul di dalam proyek. Secara umum, risiko dalam penyediaan umum terdiri dari namun tidak terbatas pada: • Risiko Lokasi • Risiko Desain • Risiko Sponsor • Risiko Finansial • Risiko Operasional • Risiko Pendapatan • Risiko Politik • Risiko Kahar

• Risiko Kepemilikan Aset 2) Alokasi Risiko

Dalam pelaksanaan proyek KPBU, pendistribusian atau alokasi risiko harus dapat dilakukan secara optimal dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak yang memang dapat mengelola risiko-risiko tersebut secara lebih efisien dan efektif.

Prinsip alokasi risiko lazimnya adalah risiko sebaiknya dialokasikan kepada pihak yang relatif lebih mampu mengelolanya atau dikarenakan memiliki biaya terendah untuk menyerap risiko tersebut. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik, diharapkan dapat menghasilkan premi risiko yang rendah dan biaya proyek yang lebih rendah sehingga berdampak positif bagi pemangku kepentingan proyek tersebut.

Dalam transaksi proyek KPBU, penentuan kewajiban PJPK dalam Perjanjian KPBU perlu memenuhi prinsip Alokasi Risiko. Upaya menghasilkan suatu skema alokasi risiko yang optimal penting demi memaksimalkan nilai manfaat uang (value for money).

3) Penilaian Risiko

Untuk mengetahui risiko yang paling besar kemungkinannya terjadi serta pengaruhnya yang paling signifikan terhadap kelangsungan proyek KPBU ini, maka disusun suatu kriteria penilaian risiko yang dilihat dari peringkat kemungkinannya untuk terjadi dan peringkat konsekuensi risiko tersebut.

Untuk mengetahui peringkat kemungkinan terjadi, dapat digunakan kriteria seperti pada tabel berikut.

(35)

BUKU 1 – UMUM 32 Tabel 3. Peringkat Kemungkinan Terjadi Risiko

Peringkat Keterangan

Hampir Pasti Terjadi Ada kemungkinan kuat risiko ini akan terjadi sewaktu-waktu seperti yang telah terjadi di proyek lainnya.

Mungkin Sekali Terjadi Risiko mungkin terjadi sewaktu-waktu karena adanya riwayat kejadian kasual

Mungkin Terjadi Tidak diharapkan, tapi ada sedikit kemungkinan terjadi sewaktu-waktu Jarang Terjadi Sangat tidak mungkin, tetapi dapat terjadi dalam keadaan luar biasa. Bisa

terjadi, tapi mungkin tidak akan pernah terjadi

Hampir Tidak Mungkin Terjadi Risiko ini secara teoritis dimungkin terjadi, namun belum pernah didapati terjadi di proyek lainnya.

Untuk pemeringkatan konsekuensi risiko, dapat digunakan kriteria atau pendekatan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Pemeringkatan Konsekuensi Risiko

Peringkat Dampak

Keuangan Keselamatan Penundaan Kinerja Hukum Politik

Tidak Penting

Varian <5% terhadap anggaran

Tidak ada atau hanya cidera pribadi, Pertolongan Pertama dibutuhkan tetapi tidak ada penundaan hari

< 3 bulan Sesuai tujuan, tetapi ada dampak kecil terhadap unsur-unsur non-inti Pelanggaran Kecil Perubahan dan dampak kecil terhadap proyek Ringan Varian 5%-10% terhadap anggaran Cidera ringan, perawatan medis dan penundaan beberapa hari

3 – 6 bulan Sesuai tujuan, tetapi ada kerugian sementara dari sisi layanan, atau kinerja unsur-unsur non-inti yang berada dibawah standar Pelanggaran prosedur/ pedoman internal Perubahan memberikan dampak yang signifikan terhadap proyek Sedang Varian 10%-20% terhadap anggaran Cidera: Kemungkinan rawat inap dan banyak penundaan hari

6 – 12 bulan Kerugian sementara unsur proyek inti, atau standar kinerja unsur inti yang menjadi berada di bawah standar Pelanggaran kebijakan/ peraturan pemerintah Ketidakstabilan situasi berdampak pada keuangan dan kinerja. Besar Varian 20%_30% terhadap anggaran Cacat sebagian atau penyakit jangka panjang atau beberapa cidera serius

1 – 2 tahun Ketidakmampuan untuk memenuhi unsur inti, dan secara signifikan menjadikan proyek dibatalkan Pelanggan lisensi atau hukum, pengenaan penalti Ketidakstabilan berdampak pada keuangan dan kinerja Serius Varian 30%-50% terhadap anggaran Kematian atau cacat permanen

>2 tahun Kegagalan total proyek Intervensi

peraturan atau tuntutan, pengenaan penalti Ketidakstabilan menyebabkan penghentian layanan

Dari kedua kriteria pemeringkatan diatas, maka dibuat sebuah matriks, seperti tampak pada tabel di bawah ini, yang berfungsi untuk melihat risiko yang paling berdampak pada proyek KPBU.

(36)

BUKU 1 – UMUM 33 Tabel 5. Matriks Dampak Risiko

Kemungkinan Konsekuensi

Tidak Penting Ringan Sedang Besar Serius Hampir Pasti Menengah Menengah Tinggi Tinggi Tertinggi Mungkin Sekali Rendah Menengah Menengah Tinggi Tertinggi

Mungkin Rendah Menengah Menengah Tinggi Tinggi

Jarang Rendah Rendah Menengah Menengah Tinggi

Hampir Tidak

Mungkin Rendah Rendah Rendah Menengah Menengah

4) Mitigasi Risiko

Mitigasi risiko bertujuan untuk memberikan cara atau strategi mengelola risiko terbaik dengan mempertimbangkan kemampuan pihak yang mengelola risiko dan juga dampak risiko. Mitigasi risiko ini berisi rencana-rencana yang harus dilakukan pemerintah dalam kondisi preventif, saat risiko terjadi, ataupun paska terjadinya risiko. Mitigasi risiko ini dapat berupa penghapusan risiko, meminimalkan risiko, mengalihkan risiko melalui asuransi atau pihak ketiga lainnya, atau menerima/menyerap risiko tersebut.

(37)

BUKU 1 – UMUM 34

7. REAL DEMAND SURVEY

7.1. DEFINISI

Real Demand Survey (Survai Kebutuhan Nyata) adalah survai terhadap kebutuhan yang benar-benar memang mencerminkan apa yang sebenar-benarnya dibutuhkan. Istilah kebutuhan nyata muncul karena adanya pandangan yang berbeda dalam menggambarkan kondisi nyata dari adanya kebutuhan di tingkat masyarakat, dimana umumnya terjadi perbedaan pandangan antara pihak pengambil kebijakan (pemerintah) dan pihak penerima kebijakan (masyarakat). Kebutuhan nyata biasanya menggambarkan kondisi nyata dari kebutuhan masyarakat, dalam artian memfokuskan diri pada pandangan menurut masyarakat, bukan pandangan pihak pengambil kebijakan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas Pra-Studi Kelayakan untuk pelaksanaan proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), maka diperlukan dukungan studi kebutuhan nyata (Real Demand Survey) untuk melihat potensi pasar dari infrastruktur yang akan dibangun melalui skema KPBU ini.

Dalam pra-studi kelayakan terdapat beberapa komponen atau aspek, dimana salah satu aspek terpenting adalah aspek adanya permintaan atau pasar terhadap infrastruktur yang akan dibangun. Studi RDS ini tidak hanya akan melihat pada jumlah calon pengguna infrastruktur yang potensial, tapi juga akan melihat pada kemauan masyarakat untuk menggunakan infrastruktur yang akan dibangun dan juga kemauan dan kemampuan membayar masyarakat untuk menggunakan infrastruktur tersebut.

7.2. ANALISIS PERMINTAAN DAN PASAR

Aspek permintaan dan pasar, menjadi salah satu aspek yang paling penting didalam laporan pra-studi kelayakan, dimana hasil dari analisa aspek ini akan menjadi bahan atau basis analisa aspek lainnya di laporan pra-studi kelayakan, seperti misalnya penetapan tarif.

Pengkajian terhadap potensi permintaan dan pasar ini juga sangat penting untuk memastikan bahwa infrastruktur dan layanan yang akan diberikan oleh proyek kerjasama ini akan terserap oleh masyarakat sehingga akan memberikan keuntungan dan kemanfaatan bagi semua pihak, baik Pemerintah, Badan Usaha pelaksana KPBU dan juga tentunya masyarakat.

Analisis permintaan (demand), yang bertujuan untuk memahami kondisi pengguna layanan. Analisis permintaan ini dilakukan dengan paling kurang memuat:

1)

survei kebutuhan nyata (real demand survey) untuk mendapatkan gambaran yang akurat seperti mengenai perkiraan kebutuhan, ketertarikan, kemauan dan kemampuan

(38)

BUKU 1 – UMUM 35

pengguna untuk membayar, kinerja pembayaran, serta tingkat pelayanan yang diharapkan; dan

2)

penentuan sumber dan tingkat pertumbuhan permintaan dengan berbagai skenario (uji elastisitas permintaan).

7.3. Metodologi Penyusunan RDS

Secara garis besar metode RDS yang akan dilaksanakan seperti diagram alir dibawah ini :

Gambar 13. Diagram Alir Metodologi RDS

1. Identifikasi Permasalahan

Mencermati perkembangan akan infrastruktur terkait maka RDS dimaksudkan untuk meneliti seberapa besar peluang proyek KPBU sektor terkait sebagai alternatif selain infrastruktur yang sudah ada dalam melayani pelanggan.

2. Survai Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan di lokasi studi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi lapangan. Pada kegiatan ini hal-hal yang dilaksanakan adalah mengamati secara visual terhadap situasi yang akan dikaji sambil juga melakukan studi pustaka untuk mendukung kajian ini.

3. Rancangan Kuesioner

Dalam merancang kuesioner, penentuan variabel-variabel karakteristik pengguna jasa didapatkan dari studi pustaka sebagai data kualitatif. Agar tujuan dan manfaat RDS terpenuhi, pada kuesioner dapat ditambahkan pula saran-saran untuk pengembangan infrastruktur.

(39)

BUKU 1 – UMUM 36

4. Pengumpulan Data dan Metode Sampling

Pada tahap pengumpulan data ini ada dua macam data yang dibutuhkan yaitu: i. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah ada, diperoleh dari instansi-instansi yang berkepentingan ataupun sumber-sumber lainnya. Pada dasarnya sifatnya merupakan penunjang ataupun background information bagi observasi lapangan. ii. Data Primer

Data primer merupakan data yang diambil secara langsung melalui survey pada lokasi yang bersangkutan. Data primer yang dibutuhkan yaitu karakteristik sosio- ekonomi secara langsung melalui kuesioner. Kuesioner ini diajukan pada responden. Data primer yang terkumpul melalui survey primer dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk angka. Sedang data kualitatif data yang dinyatakan dalam bentuk bukan angka, sehingga data tersebut perlu diubah menjadi angka untuk selanjutnya dapat diproses.

Untuk tujuan tercapainya proses analisis suatu data kualitatif, data kualitatif dapat dibagi menjadi :

❖ Data Nominal atau jenis data yang dikategorikan atau dikualifikasikan, misalnya: “Jenis Pekerjaan”, diklasifikasikan sebagai :

(a) PNS diberi kode 1 (b) TNI/POLRI diberi kode 2

(c) Pengusaha/Wiraswasta diberi kode 3 (d) Karyawan swasta diberi kode 4 (e) dst

❖ Data Binary, adalah jenis data yang berdasarkan 2 kemungkinan, ya/tidak, 1 atau 2

❖ Data Ordinal, adalah jenis data yang dikategorikan atau dikualifikasikan, tetapi terdapat hubungan antara data, atau biasa juga disebut juga sebagai rangking, misalnya : “Tingkat Kenyamanan” diklasifikasikan sebagai :

(a) Nyaman diberi kode 1 (b) Cukup nyaman diberi kode 2 (c) Kurang nyaman diberi kode 3 (d) Tidak nyaman diberi kode 4

Penentuan jumlah sampel dinamakan metode sampling. Jumlah sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah sampel ditentukan berdasarkan jumlah populasi dalam artian semakin besar jumlah sampel atau semakin mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya.

(40)

BUKU 1 – UMUM 37

Metode sampling yang biasa digunakan adalah Stratified Random Sampling dengan tabel Krecjie. Metode pengambilan sampel ini dengan cara populasi disusun berdasarkan semua kelompok dilihat pada tabel Krecjie, kemudian sampel dipilih dari masing-masing secara proposional.

Tabel Krecjie melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh tersebut mempunyai tingkat kepercayaan 95% terhadap populasi.

5. Penyajian dan Analisa Data

Data primer yang akan dikumpulkan dari hasil wawancara langsung/kuesioner merupakan data mentah. Agar data tersebut dapat lebih berguna bagi kajian diperlukan suatu penyajian dan analisa data.

Tahapan yang dilakukan dalam penyajian data sebagai berikut :

1. Editing merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap data yang masuk apa terdapat kekeliruan dalam pengisian/kurang lengkap, tidak sesuai dan sebagainya. Editing

dilakukan dengan harapan akan diperoleh data yang benar-benar valid, reliable, serta dapat dipertanggungjawabkan.

2. Coding merupakan proses pemberian tanda, simbol, ataupun kode setiap data yang termasuk dalam kelompok yang sama tanda tersebut dapat berupa angka atau huruf 3. Tabulating merupakan tahap memasukan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur

angka-angka serta memperhitungkannya.

Penyajian data dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk tabel, gambar dan grafik. Sedangkan untuk data sekunder tidak diperlukan lagi pengolahan lebih lanjut, karena data tersebut telah disajikan secara sistematis dan untuk penyajiannya disesuaikan dengan analisis yang dilakukan.

Dalam menguraikan analisa berdasarkan data yang telah diolah. Untuk mendapatkan keluaran yang optimal maka digunakan program Microsoft Excel 2003 dan SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 11. Metode yang digunakan pada Microsoft Excel 2003

adalah Chart Wizart. Pada SPSS versi 11 digunakan Distribution frequencies, Cross tab.

6. Identifikasi Karakteristik

Tahap selanjutnya setelah analisa data adalah mengidentifikasi karakteristik calon pelanggan, mencakup sosio ekonomi calon pelanggan dan jenis kegiatan.

7. Perencanaan Infrastruktur

Tahapan ini meliputi perencanaan infrastruktur KPBU berdasarkan tingkat pelayanan yang akan diberikan berdasarkan hasil RDS.

(41)

BUKU 1 – UMUM 38

8. Kesimpulan dan Saran

Menuliskan kesimpulan dari pengamatan dan analisa yang telah dilakukan termasuk juga memberikan saran-saran yang diperlukan.

Gambar

Gambar 1.  Siklus Proposal Proyek KPBU Prakarsa Pemerintah
Gambar 2.  Siklus Proposal Proyek KPBU Prakarsa Badan Usaha
Gambar 5.  Dokumen pada Tahap Perencanaan KPBU
Gambar 8.  Kajian dan Analisis dalam Prastudi Kelayakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kami yakin dengan teknologi microcontroller yang semakin anyar dan bersahabat dengan pengguna, kami dapat dengan mudah membuat sebuah alat yang dapat membantu navigasi

Menurut Ryder (2005) dan DAR (2006), usaha untuk mengurangi vektor penyakit (seperti hewan pengerat, burung liar dan insekta) secara signifikan dapat mengurangi transmisi

Dalam bentuk ini, perusahan penerbit Reksa Dana menghimpun dana dengan menjual saham, dan selanjutnya dana dari hasil penjualan tersebut diinvestasikan pada

Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara parsial maupun simultan ternyata reward dan punishment memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

Pedoman Pemilihan Kepala Sekolah Berprestasi Tahun 2018 ini merupakan acuan dalam pelaksanaan pemilihan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan

gunaan tanah semacam ini juga terjadi di daerah tebu di Kabupaten Kendal. Karena luas tanah milik per- seorangan tidak terlalu luas, hal ini dianggap tidak se- suai

11 Dari tabel nilai Rata-rata IKM Perjenis Layanan di atas menunjukkan bahwa Nilai IKM per Jenis layanan di Dinas Kesehatan pada tahun 2020 pada umumnya baik,

Yang dimaksud dengan “cover hedging” adalah apabila Bank melakukan hedging kepada Pihak Asing berupa bank di luar negeri atas hedging yang telah dilakukan