• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOORDINASI STREET LEVEL BUREAUCRACY DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MAKASSAR SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOORDINASI STREET LEVEL BUREAUCRACY DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MAKASSAR SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN NIM."

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

KOORDINASI STREET LEVEL BUREAUCRACY DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN NIM. 105720542015

Moh. Aris Pasigai, SE., MM Muh. Nur Rasyid, SE., MM NIDN: 0008056301 NIDN: 0927078201

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)

KOORDINASI STREET LEVEL BUREAUCRACY DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen Pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN NIM. 105720542015

PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(3)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk :

1. Kedua orang tua saya, Ayahanda Arifin dan Ibunda Sarsina yang telah

memberikan pendidikan serta semangat dan motivasi sehigga saya

bisa menyelesaikan skripsi ini.

2. Keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam

proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu dosen, terkhusus kepada kedua dosen pembimbing

yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Teman-teman di Prodi Manajemen, terima kasih telah menjadi teman

diskusi selama dalam proses penyelesaian skripsi ini.

MOTTO HIDUP

(4)

Alamat : Jl. Sultan Alauddin No.259 Telp.(0411) 860 132 Makassar 90221

PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul Penelitian : Koordinasi Street Level Bureaucracy dalam Pelayanan Izin

Mendirikan Bangunan Kota Makassar

Nama Mahasiswa : MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN

No. Stambuk / NIM : 105720542015

Program Studi : Manajemen

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Makassar

Makassar, 11 November 2020

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Moh. Aris Pasigai, SE., MM Muh. Nur Rasyid, SE., MM

NIDN: 0008056301 NIDN: 0927078201

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua prodi Studi Manajemen

Ismail Rasulong, S.E., M.M. Muh. Nur Rasyid, SE., MM

(5)

Alamat : Jl. Sultan Alauddin No.259 Telp.(0411) 860 132 Makassar 90221

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi atas Nama MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN, NIM 105720542015, diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor : 001/1442H/2020M, tanggal 21 Rabiul Awal 1442 H / 07 November 2020 M, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Manajemen pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

25 Rabiul Awal 1442 H Makassar,

11 November 2020 M

PANITIA UJIAN

1. Pengawas Umum : Prof. Dr. H. Ambo Asse, M,Ag. (...) (Rektor Unismuh Makassar)

2. Ketua : Ismail Rasulong, S.E., M.M. (...) (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis)

3. Sekretaris : Dr. Agus Salim HR, S.E., M.M (...) (WD I Fakultas Ekonomi dan Bisnis)

4. Penguji : 1. Dr. Muhammad Rusydi, M.Si (...)

2. Samsul Rizal, S.E., M.M (...)

3. Muh. Nur Rasyid, SE., MM (...)

4. Dr. Edi Jusriadi, S.E., M.M. (...)

Disahkan Oleh,

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar

Ismail Rasulong, S.E., M.M. NBM: 903078

(6)

Alamat : Jl. Sultan Alauddin No.259 Telp.(0411) 860 132 Makassar 90221

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN

No. Stambuk / NIM : 105720542015

Program Studi : Manajemen

Dengan Judul : Koordinasi Street Level Bureaucracy dalam Pelayanan Izin

Mendirikan Bangunan Kota Makassar.

Dengan ini menyatakan bahwa :

Skripsi yang saya ajukan di depan Tim Penguji adalah ASLI hasil karya sendiri, bukan hasil jiplakan dan tidak dibuat oleh siapapun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia menerima

sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.

Makassar, 11 November 2020

Yang membuat pernyataan,

Muhammad Taufiq Arifin NIM: 105720542015 Diketahui Oleh:

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua prodi Studi Manajemen

Ismail Rasulong, S.E., M.M. Muh. Nur Rasyid, SE., MM

(7)

ABSTRAK

Muhammad Taufiq Arifin, 2020. Koordinasi Street-level bureaucracy dalam pelayanan IMB Kota Makassar. Dibimbing oleh Moh. Aris Pasigai dan Muh. Nur Rasyid. Program studi Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Koordinasi Street-level bureaucracy dalam pelayanan IMB Kota Makassar. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Data dikumpulkan dari hasil wawancara, kemudian dianalisa berdasarkan indikator proses koordinasi yaitu informasi, komunikasi, dan teknologi informasi, kesadaran pentingnya koordinasi, kompetensi partisipan, kesepakatan dan komitmen, penetapan kesepakatan, insentif koordinasi, feedback.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Koordinasi Street-level bureaucracy dalam pelayanan IMB Kota Makassar berjalan dengan baik Proses komunikasi dilakukan secara langsung apabila memerlukan persetujuan secara formal seperti surat namun untuk komunikasi yang lebih efektif dilakukan dengan menggunakan aplikasi Whatsapp atau yang populer saat ini untuk meeting menggunakan Zoom. Hal ini tentu tidak bisa menggunakan secara keseluruhan cara tersebut karena penggunaan berkas dan tanda tangan tidak sepenuhnya bisa dilakukan secara online. Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa informasi dan komunikasi memberikan cara kepada pegawai street level bureaucracy bekerja maksimal dalam memberikan pelayanan publik. Adanya koordinasi yang dilakukan didasarkan pada adanya kesadaran hal ini ditandai dengan pentingnya koordinasi saat menginventarisasi permasalahan-permasalahan pelaksanaan program. yang bekerja pada street level bureaucracy adalah orang yang mengerti manajemen dan aplikasi dengan latar belakang disiplin ilmu yang sesuai. Kekurangan struktur pada saat ini adalah jabatan fungsional tertentu misalnya perencana pertama / perencana muda. Koordinasi yang dilakukan terkait penetapan kesepakatan pada setiap proses seperti pada pengurusan administratif tidak ada persoalan hanya menghadapi masalah teknis seperti masalah jaringan karena pelayanan DPM-PTSP Makassar telah menerapkan Online Single Submission. Untuk rapat tertentu memang membutuhkan insentif agar koordinasi dapat diselenggarakan dengan baik Terdapat pujian untuk pelayanan street level bereaucracy yaitu keramahan dan respon yang baik namun masalah jaringan menjadi kendala dan perlu perbaikan.

(8)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah selain Alhamdulillah kepada Allah

SWT, karena tiada kehidupan melainkan dalam keridhaan-Nya, menjadi

sebaik-baiknya penolong yang telah memberikan berbagai nikmat dan kemudahan sehingga skripsi dengan judul “Koordinasi Street Level

Bureaucracy dalam Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar” dapat diselesaikan meskipun dalam konteks yang sangat terbatas

kesempurnaanya. Tak lupa salam dan shalawat dipanjatkan kepada

junjungan Rasulullah Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam

semesta, iman bagi orang-orang yang bertakwa.

Penulis menyadari dari awal hingga akhir penyusun skripsi ini,

penulis tidak luput dari berbagai macam hambatan dan tantangan namun

semua dapat terlewati dengan baik atas bimbingan Allah SWT dan

bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, selayaknya apabila dalam

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Secara khusus, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Moh. Aris Pasigai, SE., MM dan Muh. Nur

Rasyid, SE., MM. selaku pembimbing yang senantiasa memberikan

(9)

Allah SWT memberikan kesehatan, perlindungan dan pahala atas segala

kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

Pada kesempatan ini, penghargaan dan terima kasih secara

khusus pula penulis sampaikan kepada,

1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Makassar, yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah

Makassar.

2. Ismail Rasulong, SE.,MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Makassar, atas segala kebijakannya

sebagai pimpinan fakultas tempat peneliti menimba ilmu sebagai

mahasiswa.

3. Muh. Nur Rasyid, SE., MM. selaku Ketua Prodi studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Makassar, terima kasih atas segala

arahan dan bantuan selama peneliti menimba ilmu.

4. Bapak dan ibu dosen prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah

Makassar yang kurang lebih empat tahun membimbing peneliti baik di

dalam maupun di luar kelas perkuliahan serta menjadi fasilitator,

motivator yang hebat.

5. Ayahanda Arifin dan Ibunda Sarsina, yang telah mendidik dan

membesarkan penulis, serta kepada saudara-saudaraku yang terus

(10)

6. Teman-teman di Prodi Manajemen, terima kasih telah menjadi teman

diskusi selama masa perkuliahan.

Akhir kata, Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan

kekhilafan dalam penulisan skripsi ini serta penulis senantiasa

mengharapkan saran yang membangun sehingga dapat berkarya lebih

baik lagi dimasa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi semua yang membutuhkannya. Amin Ya Rabbal Alamin

Makassar, November 2020

(11)

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO……… iii

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI……… iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI……… v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……… vi

ABSTRAK……… vii

KATA PENGANTAR……… viii

DAFTAR ISI……… ix

DAFTAR TABEL……… xi

DAFTAR GAMBAR……… xii

DAFTAR LAMPIRAN……… xiii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang……… 1

B. Rumusan Masalah……… 5

C. Tujuan Penelitian……… 5

D. Manfaat Penelitian……… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6

A. Konsep Koordinasi……… 6

B. Street Level Bureacracy……… 12

C. Konsep Pelayanan……… 15

D. Pelayanan Terpadu dan Izin Mendirikan Bangunan……… 19

E. Penelitian Terdahulu……… 21

F. Kerangka Konsep……… 25

BAB III METODE PENELITIAN……… 27

A. Waktu dan Lokasi Penelitian……… 27

B. Jenis dan Tipe Penelitian……… 27

C. Sumber Data……… 27

(12)

H. Teknik Analisis Data……… 32

I. Pengabsahan Data……… 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 35

A. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 35

B. Hasil Penelitian……… 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 72

A. Kesimpulan……… 72

B. Saran……… 73

(13)

No. Judul Hal Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu……… 21 Tabel 3.1 Daftar Informan……… 29

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

Lampiran 1 Pedoman Wawancara……… 78 Lampiran 2 Transkrip Wawancara……… 80 Lampiran 3 Dokumentasi……… 91

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik telah mengamanatkan negara wajib memenuhi

kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang

mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima

dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga

negaranya. Namun saat ini pelayanan publik masih diperhadapkan pada

kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai

bidang. Hal ini terjadi karena ketidaksiapan untuk menanggapi perubahan

zaman dan kebutuhan masyarakat.

Fenomena buruknya pelayanan publik yang terjadi di Indonesia,

tidak terkecuali di daerah. Banyak laporan masyarakat ke Ombudsman

Republik Indonesia dalam kurun waktu 2014 yang sebagian besar

merupakan keluhan atas buruknya pelayanan publik pemerintah daerah.

Dari 6.180 laporan yang masuk, 43,7% ialah keluhan terhadap pelayanan

publik Pemerintah Daerah. Menurut Ombudsman Republik Indonesia,

kondisi ini meneruskan tradisi dari tahun-tahun sebelumnya bahwa

Pemerintah daerah selalu menempati peringkat satu terbanyak sebagai

pihak terlapor atas keluhan pelayanan publik (Putri, 2015).

Street level bureaucracy merupakan aparat birokrasi yang langsung

bersentuhan dengan pelayanan public namun secara structural pejabat

(17)

tetaplah menjadi penanggung jawab penuh terhadap buruknya layanan

yang diberikan oleh karena itu street level perlu mendapatkan arahan dan

budaya organisasi yang melayani yang tentunya dipengaruhi oleh

keberadaan pimpinan yang memberikan control secara internal terhadap

pegawai dibawah strukturalnya.

Street level sebagai garda terdepan dari pelayanan dan

berhadapan langsung dengan publik, adalah pihak yang pertama kali

yang bertemu dan bertatap muka dengan publik. Sehingga, seluruh keluh

kesah, tanggapan, respon dan juga tindakan yang dilakukan publik yang

tercermin pada tindakan individu didalamnya langsung mereka hadapi.

Keadaan ini memang merupakan tugas mereka,akan tetapi terkadang

birokrasi pada tingkat ’street level’ tidak dapat menyelesaikan seluruh

tugas yang ada (Hutuely, 2013).

Masalah nyata yang masih sering terjadi pada proses pelayanan

umum/publik yaitu mengenai lambannya aparatur pemerintah dalam

memberikan pelayanan, prosedur pelayanan yang berbelit-belit, sarana

prasarana pendukung pelayanan yang masih kurang dan masih banyal

lagi. Peran pemerintah yang strategis, akan banyak ditopang oleh

kemampuan aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya. Salah satu tantangan besar yang dihadapi pemerintah adalah

kemampuan melaksanakan kegiatan secara efektif dan efisien, karena

(18)

penuh dengan KKN serta tidak ada standar yang pasti. Rusnani

(2013:367).

Salah satu perspektif dalam pelayanan melihat publik sebagai

pelanggan (customer) pelayanan publik yang diselenggarakan oleh

birokrasi publik. Lipsky mengembangkan konsep street-level bureaucracy,

untuk menunjukan interaksi yang erat antara aparat pelayanan publik

dengan masyarakat yang dilayani. Namun, iapun mensinyalir bahwa

birokrasi lebih melayani kepentingannya dari pada kepentingan

masyarakat, dan street-level bureaucracy lebih memfungsikan dirinya

sebagai kelompok kepentingan. Walaupun perspektif ini mempunyai

kelemahan, terutama aktualisasi kepentingan publik, namun didalam

pembahasan manajemen pelayanan publik, definisi publik lebih

menggunakan perspektif ini (Nurmandi, 2010:3).

Pelayanan yang dilakukan street-level bureaucracy berbeda-beda

disetiap organisasi hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk

didalamnya kepemimpinan dan budaya organisasi namun hal yang kurang

mendapat perhatian adalah motivasi pelayanan yang dilakukan oleh

pegawai street-level bureaucracy.

Pandangan negatif lekat pada birokrasi pelayanan publik yang

cenderung lamban dan kurang efisien. Masyarakat banyak mengeluhkan

karena lambannya kinerja birokrasi. Masyarakat sebagai objek penerima

(19)

untuk mengkaji pelayanan publik di Kota Makassar yang secara khusus

pada bidang Izin Mendirikan Bangunan.

Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah

perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada pemilik

bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi

dan merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administrasi dan

teknis yang berlaku. Jangka waktu pelayanan perizinan dan/atau non

perizinan tertuang dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor 17/2017.

Pada pasal 17 menyebutkan jangka waktu pelayanan ditetapkan oleh

Kepala Dinas dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan

masing-masing perizinan dan/atau non perizinan dengan mengacu pada

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penulis tertarik untuk membahas Koordinasi Street Level

Bureaucracy khususnya di PTSP Mall Panakukang dengan DPM-PTSP

Kota Makassar dalam memberikan Pelayanan IMB (Izin Mendirikan

Bangunan) Kota Makassar karena berdasarkan pengalaman penulis ada

koordinasi yang kurang maksimal antara pegawai yang berada pada

Street-level bureaucracy dengan pimpinan atau kepala SKPD terkait

persyaratan dan SOP (Standar Operasional Prosedur) Izin Mendirikan

Bangunan yang dirasakan masih sangat memberatkan dalam hal

persyaratan. Hal ini bertolak belakang dari rencana pemerintah untuk

(20)

Berdasarkan uraian latar belakang ini, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian yang berjudul: “Koordinasi Street Level

Bureaucracy dalam Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar” B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu :

Bagaimana Koordinasi Street level bureaucracy dalam Pelayanan

Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Koordinasi Street level

bureaucracy dalam Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara

akademis maupun praktis.

1. Kegunaan praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

kontribusi yang positif bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi

pelayanan IMB Kota Makassar.

2. Kegunaan akademik, diharapkan penelitian ini, menjadi salah satu

rujukan akademis dalam bidang ilmu pemeritahan dan menjadi

informasi awal bagi peneliti lainnya yang mengkaji tentang Konsep

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Koordinasi

Menurut Manullang (2009) mengatakan bahwa coordinating atau

mengkoordinasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk

melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan,

kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan, dan

menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang

terarah dalam usaha mencapai tujuan itu, antara lain dengan memberi

instruksi, perintah, mengadakan pertemuan untuk memberikan

penjelasan, bimbingan atau nasihat, dan mengadakan coaching

(pelatihan) dan bila perlu memberi teguran. Koordinasi terkadang disebut

juga kerjasama, akan tetapi sebenarnya lebih dari pada sekedar

kerjasama, karena dalam koordinasi juga terkandung sinkronisasi.

Sementara kerjasama merupakan suatu kegiatan kolektif dua orang atau

lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian kerjasama dapat

terjadi tanpa koordinasi, sedangkan dalam koordinasi pasti ada upaya

kerjasama. Untuk mencapai tujuan yang kolektif perlulah dilakukan

koordinasi yang baik sehingga kerja sama yang dilakukan dapat

menghasilkan satu tujuan yang sama dan diantara yang melakukan kerja

sama bisa bisa mencapai tujuan yang diinginkan.

Dikemukakan dalam Rohman (2017:439) kebutuhan akan

koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam

(22)

pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam

satuan pelaksanaannya. Hal ini juga ditegaskan oleh Handayaningrat

bahwa koordinasi dan komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat

dipisahkan. Selain itu, Handayaningrat juga mengatakan bahwa

koordinasi dan kepemimpinan (lendership) adalah tidak bisa dipisahkan

satu sama lain, karena satu sama lain saling mempengaruhi, dari

definisi-definisi diatas dijelaskan bahwa koordinasi selalu diperlukan dalam setiap

organiasi kecil dan besar, baik organisasi yang sederhana maupun yang

kompleks. Dalam mencapai tujuan organisasi selalu ada saja hal-hal yang

saling berkaitan dan perlu dikoordinasikan.

Hasibuan (2007) mengatakan koordinasi adalah kegiatan

mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur

manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai

tujuan organisasi. Ada dua tipe dalam mengukur koordinasi yaitu :

1. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan penyatuan,

pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit,

kesatuan-kesatun kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung

jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada

di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini

secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan

sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

2. Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasi

(23)

yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi

(aparat) yang setingkat.

Selanjutnya dikemukakan dalam Ramadani (2017 : 151) koordinasi

dapat terjadi apabila ada dua atau lebih orang atau intansi yang

melakukan kerja sama, selain itu juga kordinasi tercipta karna pelaku kerja

sama satu sama lainnya saling mempengaruhi. Koordinasi adalah suatu

usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu

yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu

tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan

menurut G.R. Terry. Melihat dari pendapat G.R. Terry di atas dapat

disimpulkan koordinasi dapat tercapai apabila adanya kerja sama yang

singkron antara yang melakukan kerja sama. Sedangkan koordinasi

adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha

kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan

tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.

Dalam sebuah organisasi, untuk menjalankan kegiatan organisasi

dibutuhkan koordinasi yang baik.Agar koordinasi tersebut dapat berjalan

sesuai dengan yang diharapkan, suatu organisasi harus membuat

pembagian kerja agar tidak terjadinya tumpang tindih tugas. Dalam

mengadakan pembagian kerja, ada beberapa dasar yang dapat dijadikan

sebagai pedoman, yaitu:

1. Pembagian kerja atas dasar wilayah atau territorial.

(24)

3. Pembagian kerja atas dasar langganan yang dilayani.

4. Pembagian kerja atas dasar fungsi (rangkaian kerja).

5. Pembagian kerja atas dasar waktu.

Untuk terciptanya suatu organisasi yang baik menurut Henry Fayol

(dalam Rahmeina, 2018:4) berupa :

1. Antara unit dan sub unit dengan unit lainnya dapat bekerja sama

dengan serasi.

2. Masing-masing unit dan sub unit mengetahui bagian tugas yang mana

yang harus bekerja sama dengan unit lainnya.

3. Unit atau sub unit harus dapat menyesuaikan diri dengan jadwal waktu

kerjasama dengan unit/sub unit lainnya.

Koontz, H., & O’Donnel, C. (1985) menyatakan bahwa koordinasi

yang baik hendaklah memuat hal-hal yang sebagai berikut :

1. Adanya perencanaan yaitu menyangkut proses persiapan dan

pelaksanaan secara sistematis dari pada kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan.

2. Adanya hubungan koordinasi yang baik antara pimpinan dengan

bawahan.

3. Adanya pertemuan melalui rapat.

Menurut Hasibuan (2007: 88) mengemukakan terdapat empat

syarat koordinasi, yaitu:

1. Sense of cooperation (perasaan untuk kerjasama ), ini harus dilihat

(25)

2. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan

persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini

berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.

3. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling

menghargai. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang

diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersamangat.”

4. Espit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau

dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemanagat.

Koordinasi sangat diperlukan dalam manajemen, terutama untuk

menyatukan kesamaan pandangan antara berbagai pihak yang

berkepentingan dengan kegiatan dan tujuan organisasi. Koordinasi

diperlukan untuk menghubungkan bagian yang satu dengan bagian yang

lain sehingga tercipta suatukegiatan yang terpadu mengarah pada tujuan

umum lembaga sebagaimana jari-jari kerangka payung. Tanpa koordinasi,

spesialisasi dan lembagian kerja yang dilakukan pada setiap usaha kerja

sama akan sia-sia karena setiap bagian cenderung hanya memikirkan

pekerjaan atau tugas masing-masing dan melupakan tujuan lembaga

secara keseluruhan.

Koordinasi dapat diukur melalui proses manajemen (Ndraha,

(26)

1. Informasi, Komunikasi, dan Teknologi Informasi

Komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif, koordinasi secara

langsung tergantung pada perolehan penyebaran dan pemrosesan

informasi, semakin besar ketidakpastian tugas yang

dikoordinasikan, semakin membutuhkan informasi untuk alasan ini,

koordinasi pada dasarnya merupakan tugas pemrosesan informasi,

sedangkan teknologi informasi dapat dilakukan dengan

menggunakan alat seperti email dan sebagainya untuk

mempermudah proses koordinasi tersebut.

2. Kesadaran Pentingnya koordinasi; berkoordinasi;

Koordinasi built-in di dalam setiap job atau task. Kesadaran

merupakan sesuatu yang dimiliki oleh manusia yang sesuai dengan

yang dinyakininya. Kesadaranmerupakan hal yang sangat

berkaitan dengan manusia bahkan dengan hal ini lah manusia

dapat dibedakan dengan binatang. Kesadaran pada dasarnya

keadaan sadar bukan merupakankeadaan pasif melainkan suatu

proses yang aktif, kegiatan hakiki pada kesadaran adalah

menindak dan mengatakan tidak.

3. Kompetensi Partisipan, Kalender Pemerintahan.

Peserta forum koordinasi harus berkompeten mengambil

keputusan untuk menjamin kehadiran pejabat yang demikian, harus

ditetapkan kalender pemerintahan (koordinasi) yang diataati

(27)

4. Kesepakatan dan Komitmen

Kesepakatan dan komitmen harus diagendakan (diprogramkan)

oleh setiap pihak secara institusional (formal).

5. Penetapan Kesepakatan

Penetapatan kesepakatan yang dilakukan oleh setiap pihak yang

berkoordinasi.

6. Insentif Koordinasi

Yaitu sanksi bagi pihak yang ingkar atau tidak menaati

kesepakatan bersama. Sanksi itu datang dari pihak atasan yang

terkait.

7. Feedback

Sebagai masukan umpan-balik ke dalam proses koordinasi

selanjutnya.

B. Street Level Bureaucracy

Melihat kembali ke masa lalu terdapat teori yang muncul pada era

1980an adalah teori street-level bureaucracy oleh Michle Lipsky dan karya Frederick Mosher yang berjudul “Democracy and the Public Service: The

Collective Services”. (Lipsky, 1980) mendefinisikan street-level

bureaucracy sebagai:

“public service worker who interact directly with citizens in the course of their jobs, who have substantial discretion in the execution of

(28)

social workers, judges, health worker and many other public employees whi grant access to government programs and provide services withthem”.

Dari sudut pandang warga negara, peran street level bureaucracy

luas yaitu sebagai fungsi pemerintahan dan intensif. Sebagai rutinitas

sehari-hari mengharuskan mereka untuk berinteraksi dengan pendidikan,

penyelesaian sengketa, dan layanan kesehatan. Sebagai individu, street

level bureaucracy mewakili harapan warga untuk perlakuan yang adil dan

efektif oleh pemerintah bahkan saat mereka diposisikan untuk melihat

dengan jelas keterbatasan intervensi yang efektif dan kendala pada

respon yang telah ditimbulkan.

Dalam street-level bureaucracy membahas tentang birokrasi

pelayanan publik yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Birokrat

level bawah menghadapai tugas-tugas yang mempunyai

karakteristik-karateristik seperti pengambilan kebijakan controversial, membuat

kebijakan-kebijakan personal dan langsung (immediate), redistibutif dan

alokatif, menghadapai reaksi personal dari masyarakat, dipengaruhi oleh

karakter komunitas dan pengatur konflik dalam masyarakat (Nurmandi,

2010:13).

Lipsky (1980) berpendapat bahwa praktek street level bureaucracy

tersebut merupakan mekanisme untuk mengatasi situasi yang sulit, yaitu

sebagai upaya untuk keluar dari situasi frustatif antara besarnya

permintaan pelayanan dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki.

(29)

tidak pernah berhenti. Selanjutnya Lipsky (1980) mendeskripsikan

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh street-level bureaucracy.

Kekuatan street level bureaucracy :

a. Street-level bureaucracy sebagai pemberi pelayanan secara langsung

artinya bahwa para birokrat ini yang memberikan pelayanan langsung

kepada para customernya (publik).

b. Sebagai birokrat yang memberikan sanksi dan membatasi kehidupan

masyarakat sesuai dengan kebijakan atau prosedur-prosedur yang

telah ditetapkan. Para birokrat ini mengarahkan orang bertindak dalam

konteks kehidupan sosial.

c. Mereka menentukan kelayakan warga negara untuk tunjangan

pemerintah dan sanksi. Mereka mengawasi pelayanan (servis) warga

dalam menerima program tersebut. Jadi, secara tersirat street level

bureaucracy memediasi aspek hubungan konstitusional warga

negara. Singkatnya, mereka memegang kunci ke dimensi

kewarganegaraan.

Adapun Kelemahan street level bureaucracy :

a. Perekrutan pegawai dikalangan street level bureaucracy yang

mengedepankan perwakilan komposisi sosial masyarakat disekitar

birokrasi, membuat birokrasi mengabaikan merit sistem dan objektifitas

berdasarkan kualifikasi standar yang telah ditetapkan dalam

perekrutan pegawai. Oleh sebab itu dalam perekrutan anggota

(30)

mewakili belum tentu memiliki kapasitas yang memadai untuk

menduduki suatu jabatan dalam pelayanan publik. Hal tersebut dapat

membuat kinerja birokrasi kurang maksimal atau bisa dikatakan tidak

profesional.

b. Orientasi street level bureaucracy terhadap peraturan dan prosedur

amat tinggi dan menjadikannya sebagai barometer pelayanan yang

mengakibatkan rendahnya kemampuan street level bureaucracy dalam

merespon perubahan, tidak adanya inisiatif dan pengembangan

kreatifitas dalam mengendalikan perubahan sehingga rutinitas

dianggap sesuatu yang wajar dan benar.

c. Kinerja street level bureaucracy menjadi instrumen penguasa. Sistem

kekuasaan yang cenderung sentralistik dan paternalistik

mengakibatkan kinerja street level bureaucracy terkonsentrasi pada

pejabat atasan. Kepentingan penguasa yang cenderung sentral dan

menggusur kepentingan publik mengakibatkan krisis kepercayaan

terhadap birokrasi publik.

C. Konsep Pelayanan

Menurut Sinambela (2006) pelayanan publik diartikan sebagai

pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang

mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok

dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik berkaitan dengan

segala kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik

(31)

peraturan perundang-undangan. Adapun yang dimaksud sebagai

penyelenggaraan pelayanan publik adalah instansi pemerintah yang

meliputi, Satuan kerja/ satuan organisaasi kementerian, Departemen,

Lembaga pemerintah non departemen, Kesekretariatan lembaga tertinggi

dan tinggi Negara, Badan usaha milik Negara, Badan Hukum Milik

Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan, Instansi pemerintah lainnya, baik

pusat dan daerah termasuk dinas-dinas dan badan (Monoarfa, 2012).

Disimpulkan dalam (Pasolong, 2007), pelayanan publik adalah pemberian

pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang

mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok

dan tata cara yang telah ditetapkan. Layanan bermutu dalam pengertian

yang luas diartikan sejauh mana realitas layanan kesehatan yang

diberikan sesuai dengan kriteria dan standar profesional medis terkini dan

baik yang sekaligus telah memenuhi atau bahkan melebihi kebutuhan dan

keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal.

Menurut Suryono dalam Nurdiansyah (2013), secara ideal

persyaratan teori administrasi yang menyangkut pelayanan publik antara

lain :

1. Harus mampu menyatakan sesuatu yang berarti dan bermakna yang

dapat diterapkan pada situasi kehidupan nyata dalam masyarakat

(konteksual)

(32)

3. Harus dapat mendorong lahirnya cara-cara atau metode baru dalam

situasi dan kondisi yang berbeda

4. Teori administrasi yang sudah ada harus dapat merupakan dasar

untuk mengembangkan teori administrasi lainnya, khususnya

pelayanan publik

5. Harus dapat membantu pemakainya untuk menjelaskan dan

meramalkan fenomena yang dihadapi

6. Bersifat multi disipliner dan multi dimensional (komprehensif)

Penyelenggaaraan pelayanan publik dapat diuraikan melalui

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, yang

memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan

penyelenggara dalam pelayanan publik. Tujuan Undang-Undang Tentang

Pelayanan Publik adalah:

1. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,

tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang

terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak

sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang

baik

3. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan

peraturan perundang-undangan

4. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat

(33)

Menurut Saggaf dkk, (2014:23) pemikiran tentang layanan tersebut,

maka dapat diketahui bahwa bicara tentang layanan (service), maka ada

dua pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pelayanan (servant) dan

pelanggan (customer). Dalam hal ini servant merupakan pihak yang

menyediakan layanan bagi customer. Konsep ini lebih identik dengan

organisasi privat, karena dalam organisasi publik pengertian costumer

belum sepenuhnya digunakan sebagai pengganti istilah masyarakat

dalam hubungan dengan pelayanan. Sehubungan dengan hal tersebut,

maka diskusi tentang pelayanan kepada masyarakat peneliti akan

melibatkan empat unsur yang terkait, yaitu (1) pihak pemerintah atau

birokrasi yang melayani, (2) pihak masyarakat yang dilayani, (3) terjalin

hubungan antara yang melayani dengan yang dilayani, dan (4) pengaruh

lingkungan di luar birokrasi dan masyarakat, seperti politik, sosial, budaya,

ekonomi dan sebagainya.

Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyusun dan

menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan

penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Dalam

menyusun dan menetapkan standar pelayanan, penyelenggara wajib

mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait. Pengikutsertaan

masyarakat dan pihak terkait dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif,

terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan

(34)

penyusunan standar pelayanan dilakukan dengan pedoman tertentu yang

diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Jika pelayanan publik dikaitkan dengan Street Level bureaucracy

adalah berbicara mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh garda

terdepan dari birokrasi yang dirasakan masih kurang. Kekurangan ini

disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) Krisis kepercayaan

terhadap birokrasi publik, karena birokrasi menjadi instrumen penguasa,

kepentingan penguasa cenderung sentral dan menggusur kepentingan

publik tercermin dalam kebijakan publik; (2) Sedikitnya kesempatan dan

ruang yang dimiliki masyarakat dalam proses kebijakan publik; (3)

Pengabaian aspirasi dan kepentingan masyarakat , dalam

penyelenggaraan pelayanan publik; (4) Meluasnya praktek KKN, sebagai

sumber dari bureaucratic –cost; (5) Rendahnya kemampuan birokrasi

merespon krisis, tidak adanya inisiatif dan kreativitas dalam

mengendalikan krisis; (6) Orientasi kepada kekuasaan, distorsi pelayanan

publik, memperburuk krisis ekonomi dan politik (Cahyadi, 2013).

D. Pelayanan Terpadu dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)

Dikemukakan dalam Takumansang (2013) penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan penyelenggaraan

perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap

permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu

tempat. Sedangkan Pasal 11 angka 12 Permendagri Nomor 24 Tahun

(35)

perizinan yang diberikan kepada pelaku usaha yang dilakukan sekaligus

mencakup lebih dari satu jenis izin, yang diproses secara terpadu dan

bersamaan. Dalam Pasal 26 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa : (2) “Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang

berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian

atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki

kewenangan perizinan dan non perisizinan di tingkat pusat atau lembaga

atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di provinsi atau kabupaten/kota”. (3) “Ketentuan mengenai tata cara dan

pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden”.

Menurut Efridawati & Nasution (2013) membangun terlebih dahulu

tanpa disertai surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tetap melanggar

aturan, karena di dalam aturannya surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

harus ada terlebih dahulu dan untuk mengeluarkan IMB selain dilengkapi

gambar dan struktur bangunan, harus ada izin tetangga jangan sampai

memakan tanah sebelahnya, harus mematuhi garis sepadan dari badan

jalan, harus menyisakan ruang publik dan lainnya. Setelah surat IMB

tersebut keluar, baru bisa dilaksanakan pembangunan, dan semua itu

(36)

E. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu N o Nama Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1 Zulkarnaen , I., Hidayat, M. T., & Nursahidin, N. (2013). Pengaruh Koordinasi Terhadap Efektivitas Pelayanan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (Imb) Di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Cirebon penelitian kualitatif 1. Pelaksanaan koordinasi antara Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten

Cirebondalam hal

pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum optimal sebagaimana terlihat dari keberhasilan

pelaksanaannya yang baru mencapai 56,3 % atau berada pada tingkatan cukup baik, dengan total skor 6157.

2. Efektivitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum optimal karena tingkat keberhasilan

pelaksanaannya baru mencapai 55,17 % atau berada pada tingkatan cukup baik, dengan total skor 2458

(37)

2 Baleke. (2016) Implementasi Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Nunukan penelitian kualitatif Deskriptif Implementasi kebijakan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Nunukan dalam pelaksanaan proses pelayanan IMB mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 13 Tahun 2013 tentang perubahan aras peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2100 tentang Izin Mendirikan Bangunan 3 Triana, M. (2017). Pengaruh koordinasi vertikal dan horizonatal terhadap optimalisasi penerimaan retribusi izin mendirikan bangungan di Kecamatan Pelabuhan Ratu Sukabumi Penelitian kuantitatif metode asosiatif kausal

Hasil perhitungan deskriptif

menunjukkan bahwa

koordinasi vertikal dan horizontal adalah 3,44% dan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan bangunan izin konstruksi Retribusi sekitar 3,47%. Maka tidak ada pengaruh yang signifikan dari tindakan optimalisasi kesatuan yaitu sekitar 1,023%, selanjutnya tidak ada pengaruh yang signifikan dari optimalisasi pembagian kerja yaitu sekitar 1,459%, Ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan optimalisasi jumlah yang sama yaitu sekitar 2,226% dan

(38)

sisanya 97,774%. Perbedaan yang signifikan antara kesatuan tindakan, pembagian kerja, dan optimalisasi komunikasi 36,8% dan sisanya 63,12%. 4 Oktariyand a, T. A., Zauhar, S., & Rochmah, S. (2013). Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Mencapai Kualitas Pelayanan Publik yang Optimal kualitatif dengan pendekata n deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPPT Kabupaten Sidoarjo pada pelaksanaan pelayanan IMB dalam rangka mencapai kualitas pelayanan publik sudah berjalan dengan baik walaupun masih ada beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya optimalisasi kualitas pelayanan publik, seperti SDM dan sarana prasarana

5 Sahuri, C., & Wardhani, N. E. W. K. (2016). Koordinasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru dalam Menangani Pajak Reklame kualitatif dengan pendekata n deskriptif.

1. Dari hasil penelitian dan

pembahasan dapat

disimpulkan bahwa

koordinasi Dinas

Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota

Pekanbaru dalam

menangani Pajak Reklame di Kota Pekanbaru yang dilihat dari empat indikator yaitu komunikasi,

(39)

di Kota Pekanbaru

kerjasama, pembagian tugas, dan pertemuan masih belum optimal. Salah satu koordinasi yang belum berjalan optimal adalah

salah satu yang

menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap kejelasan informasi yang diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru terhadap Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru yang terkadang mengalami miss komunikasi.

2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya Koordinasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota

Pekanbaru dalam

menangani Pajak Reklame di Kota Pekanbaru yaitu kurang nya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan kurangnya sarana dan

prasarana yang

(40)

F. Kerangka Konsep

Untuk memudahkan dalam memahami penelitian ini maka

diperlukan alur Kerangka pikir yang mengambarkan tentang Koordinasi

Street Level Bureaucracy khususnya di PTSP Mall Panakukang dengan

DPM-PTSP Kota Makassar dalam memberikan Pelayanan IMB Kota

Makassar. Coordinating atau mengkoordinasi merupakan salah satu

fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi

kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan

menghubungkan, menyatukan, dan menyelaraskan pekerjaan bawahan

sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam usaha mencapai tujuan

itu, antara lain dengan memberi instruksi, perintah, mengadakan

pertemuan untuk memberikan penjelasan, bimbingan atau nasihat, dan

mengadakan coaching (pelatihan) dan bila perlu memberi teguran.

Aspek utama yang diamati yaitu koordinasi yang dilakukan oleh

Street Level Bureaucracy Dalam Pelayanan IMB Kota Makassar. Untuk

mengukur bagaimana proses koordinasi yang terjadi dalam menangani

permasalahan ketertiban berlalu lintas di kota Makassar maka dapat

dilihat dari 7 indikator utama menurut Ndraha (2003:279) yaitu Informasi,

Komunikasi, dan Teknologi Informasi, Kesadaran Pentingnya koordinasi,

Kompetensi Partisipan, Kesepakatan dan Komitmen, Penetapan pajak reklame.

(41)

Kesepakatan, Insentif Koordinasi, dan Feedback. Untuk uraian lebih

jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut.

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konsep

Sumber : Ndraha (2003:279)

Indikator Proses Koordinasi. :

1. Informasi, Komunikasi,

dan Teknologi Informasi

2. Kesadaran Pentingnya koordinasi 3. Kompetensi Partisipan 4. Kesepakatan dan Komitmen 5. Penetapan Kesepakatan 6. Insentif Koordinasi 7. Feedback

Street Level Bureaucracy PTSP Mall Panakukang DPM-PTSP Kota

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PTSP Mall Panakukang dan Kantor

DPM-PTSP Kota Makassar, mulai pada bulan Juni hingga September

2020.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik (utuh) dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus

yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Moleong,

2012).

Adapun tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe

penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus berusaha mengungkapkan

suatu masalah atau keadaan atau peristiwa secara mendalam sehingga

bersifat mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif

tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti.

C. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata

dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

lain-lain (Moleong, 2012). Kata-kata dan tindakan orang-orang yang

(43)

diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data

utama dicatat melalui catatan tertulis, melalui perekaman, pengambilan

foto atau film. Secara umum sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri atas dua, yaitu :

1. Data primer

Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai

merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui

catatan tertulis, melalui perekaman, pengambilan foto atau film.

2. Data sekunder

Data sekunder yaitu diperoleh melalui sumber-sumber tertulis.

Strategi ini dilakukan untuk dapat membangun sebuah abstraksi tentang

tujuan penelitian yang didukung oleh data yang dikumpulkan dan saling

berhubungan, sehingga sifat penyusunannya adalah dari kesimpulan

umum ke khusus. Data sekunder diperoleh dari buku, dokumen

pemerintah, dan literatur yang relevan dengan penelitian ini.

D. Informan Penelitian

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling, untuk mendapatkan data yang tepat maka perlu

ditentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan

kebutuhan data atau lebih dikenal dengan istilah purposive. Menurut

(44)

sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,

misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita

harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan

memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti.

Adapun daftar informan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Daftar Informan

No. Informan Penelitian

Jumlah / orang 1. 2. 3. 4. 5.

Kepala Kantor DPM-PTSP Kota Makassar (JN)

Sekretaris Kantor DPM-PTSP Kota Makassar (AA)

Kepala PTSP Mall Panakukang (AM)

Pegawai PTSP Mall Panakukang (ML, BA)

Masyararakat Penerima Layanan (AS, B, MH)

1 1 1 2 3 Total Informan 8

E. Teknik Pengumpulan Data

Tujuan utama dari penelitian yang dilakukan ini yaitu mendapatkan

data melalui pengumpulan data dengan cara sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk

memperoleh data langsung dari sumbernya. Teknik ini digunakan untuk

(45)

2. Observasi

Observasi ialah teknik pengumpulan data dengan cara

menggunakan data yang diperoleh secara langsung yang disesuaikan

dengan objek yang diteliti. Jenis filed research yang digunakan dalam

penelitian ini adalah observasi dimana penulis terjun langsung mendatangi

informan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi dalam pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara

mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian

yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di

lokasi penelitian.

F. Defenisi Operasional

Definisi operasional merupakan informasi ilmiah yang sangat

membantu peneliti yang ingin melakukan penelitian, dengan

menggunakan variabel penelitian defenisi operasional mencakup:

1. Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan

mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan

para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.

2. Street-level bureaucracy terkait birokrasi pelayanan publik yang

berhadapan langsung dengan masyarakat.

3. IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada

(46)

mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan

administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

G. Fokus Penelitian

Fokus penelitian menyoroti koordinasi maka dapat dilihat dari

indikator berikut:

1. Informasi dan komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif,

koordinasi secara langsung tergantung pada perolehan penyebaran

dan pemrosesan informasi yang berhubungan dengan Street Level

Bureaucracy dalam memberikan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan

Kota Makassar.

2. Kesadaran Pentingnya koordinasi; Kesadaran pada dasarnya keadaan

sadar bukan merupakan keadaan pasif melainkan suatu proses yang

aktif, kegiatan hakiki pada kesadaran kaan pentingnya pemberian

pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar pegawai.

3. Kompetensi Partisipan, peserta forum koordinasi harus berkompeten

mengambil keputusan hal ini berarti bahwa kompetensi yang

diperlukan untuk pekerjaan teknis mesti sesuai dengan kebuhan

pelayanan perizinan.

4. Kesepakatan dan Komitmen, Kesepakatan dan komitmen harus

diagendakan (diprogramkan) oleh setiap pihak secara institusional

(47)

5. Penetapan Kesepakatan, Penetapatan kesepakatan yang dilakukan

oleh setiap pihak yang berkoordinasi dalam pelayanan perizinan

terutama pegawai street level bureaucracy.

6. Insentif Koordinasi yaitu mencakup sasaran dan tindakan bersama

berupa penghargaan umum kepada pegawai street level bureaucracy

dalam memberikan pelayanan perizinan.

7. Feedback yaitu Sebagai masukan umpan-balik ke dalam proses

koordinasi yang berkaitan dengan pemberian pelayanan pegawai

street level bureaucracy.

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles

dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus dan sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas

dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion

drawing/verification.(Sugiyono, 2012).

1. Data Reduction (Reduksi Data).

Reduksi data yaitu proses pemilihan, permusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan dilapangan. Dalam reduksi data peneliti menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga

(48)

2. Data Display (Penyajian Data).

Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi tersusun

yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

Penyajian ini kemudian untuk menggabungkan informasi yang tersusun

dalam suatu bentuk yang terpadu sehingga mudah diamati apa yang

sedang terjadi kemudian menentukan penarikan kesimpulan secara

benar.

3. Conclusion Drawing / Verification (Menarik Kesimpulan / Verifikasi).

Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan dari konfigurasi yang

utuh. Kesimpulan juga diverifikasi oleh peneliti selama penelitian

berlangsung. Verifikasi ini mungkin sesingkat pemikiran kembali yang

melintas dalam pemikiran peneliti pada suatu tinjauan ulang pada catatan

lapangan atau melihat salinan suatu temuan yang disimpan dalam

perangkat data yang lain.

I. Pengabsahan Data

Menurut (Moleong, 2012) uji keabsahan data dalam penelitian

kualitatif meliputi beberapa pengujian. Peneliti menggunakan uji credibility

atau uji kepercayaan terhadap hasil penelitian. Uji keabsahan data

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

(49)

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik tringulasi

yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber

lainnya. Pada penelitian ini triangulasi data dilakukan dengan cara

membandingkan jawaban yang disampaikan oleh informan utama dengan

informan pendukung untuk mendapatkan data yang cocok dan sesuai.

2. Member Check

Pengecekan dengan anggota atau member check yang terlibat

dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan

derajat kepercayaan, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi

data, kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan. Para anggota yang

terlibat yang mewakili rekan-rekan mereka dimanfaatkan untuk

memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri

terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.

3. Diskusi Dengan Teman Sejawat

Teknik ini dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau

hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan

sejawat. Pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan

dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan sebaya, yang memiliki

pengetahuan umum yang sama tentang apa sedang diteliti, sehingga

bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kota Makassar berada pada posisi yang strategis karena posisi

persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di

Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur

Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara

goegrafis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur

timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi

antara 1-25 meter dari permukaan laut. Dengan batas wilayah :

Utara : Kabupaten Kepulauan Pangkajenne

Selatan : Kabupaten Bone

Barat : Selat Makassar

Timur : Kabupaten Maros

Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dari

aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku

bangsa yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di kota

Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa,

dan Tionghoa.

Adapun Lokasi penelitian ini dilakukan pada Kecamatan Rappocini,

yang terdiri dari 10 Kelurahan yaitu Balla Parang, Banta Bantaeng, Bonto

Makkio, Buakana, Gunung Sari, Karunrung, Kassi-Kassi, Mappala,

Rappocini, Tidung. Kelurahan Buakana merupakan lokasi penelitian ini

(51)

dilakukan karena terdapat BULO (Badan Usaha Lorong) yang mudah

diakses peneliti.

1. Visi Misi Kota Makassar.

Visi Pemerintah Kota Makassar 2014- 2019 memiliki konsistensi

dengan visi Kota Makassar 2005-2025, khususnya pada penekanan “orientasi global”, dalam RPJMD dirumuskan sebagai “kota dunia”.

Penekanan “berwawasan lingkungan” dan “paling bersahabat” pada visi

dalam RPJPD dirumuskan sebagai “yang nyaman untuk semua” pada visi

dalam RPJMD 2014-2019. Pokok visi “kota maritim, niaga, pendidikan,

budaya dan jasa” pada visi dalam RPJPD, pada visi dalam RPJMD

2014-2019 ditempatkan sebagai bagian dari substansi “kota dunia”.

Jika dihubungkan dengan visi Pemerintah Provinsi Sulawesi

Selatan 2018, relevansi visi Pemerintah Kota Makassar 2014-2019 terletak pada posisi “Makassar kota dunia yang nyaman untuk semua”

yang merupakan bagian penting dari terwujudnya “Sulawesi Selatan

sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan pada Tahun 2018”.

Pernyataan visi Pemerintah Kota Makassar 2019 memiliki tiga

pokok visi yang merupakan gambaran kondisi yang ingin dicapai Kota

Makassar pada akhir periode 2014-2019. Penjelasan masing-masing

pokok visi tersebut, adalah sebagai berikut. Kota Dunia, dimaksudkan

(52)

aksesibel dan inklusifitas yang berdaya tarik tinggi atau memukau dalam

banyak hal.

Diantaranya potensi sumberdaya alam dan infrastruktur sosial

ekonomi yang menjanjikan terwujudnya kesejahteraan masyarakat

dengan standar dunia. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “masyarakat sejahtera standar dunia”. Nyaman, dimaksudkan

adalah terwujudnya proses pembangunan yang semakin menyempitkan

kesenjangan dan melahirkan kemandirian secara stabil, dalam struktur

dan pola ruang kota yang menjamin kenyamanan dan keamanan bagi

berkembangnya masyarakat yang mengedepankankan prinsip inklusifitas

serta pola hubungan yang setara antara stakeholder dan stakeholder

dalam pembangunan. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “kota nyaman kelas dunia”.

Untuk Semua, dimaksudkan adalah proses perencanaan,

pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan yang dapat dinikmati dan

dirasakaan seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi berdasarkan

jenjang umur, jenis kelamin, status sosial dan kemampuan diri (termasuk

kelompok disabilitas). Pokok visi ini dapat diristalkan sebagai terwujudnya “pelayanan publik standar dunia dan bebas korupsi”.

2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Makassar

Susunan Organisasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

(53)

a. Kepala Dinas;

b. Sekretariat, terdiri atas :

1) Subbagian Perencanaan dan Pelaporan;

2) Subbagian Keuangan;

3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Penanaman Modal, terdiri atas:

1) Seksi Perencanaan dan Pengawasan Penanaman Modal;

2) Seksi Pemberdayaan Usaha Daerah;

3) Seksi Promosi Penanaman Modal.

d. Bidang Pelayanan Depan Perizinan, terdiri atas :

1) Seksi Layanan Informasi dan Pengaduan;

2) Seksi Pendaftaran dan Verifikasi Berkas Perizinan;

3) Seksi Sistem Informasi, Dokumentasi, Evaluasi dan Pelaporan

Perizinan.

e. Bidang Pelayanan Belakang Perizinan Teknis, terdiri atas :

1) Seksi Pengkajian dan Verifikasi Perizinan Teknis;

2) Seksi Peninjauan Perizinan Teknis;

3) Seksi Penetapan Perizinan Teknis.

f. Bidang Pelayanan Belakang Perizinan Non Teknis, terdiri atas :

1) Seksi Pengkajian dan Verifikasi Perizinan Non Teknis;

2) Seksi Peninjauan Perizinan Non Teknis;

3) Seksi Penetapan Perizinan Non Teknis.

(54)

h. Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

mempunyai tugas membantu walikota melaksanakan Urusan

Pemerintahan bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan

Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah. Dinas

Penanaman Modal dan PTSP dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud pada menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang

penanaman modal;

b. Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang penanaman

modal;

c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan bidang

penanaman modal;

d. Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidang

penanaman modal;

e. Pembinaan, pengoordinasian, pengelolaan, pengendalian, dan

pengawasan program dan kegiatan bidang penanaman modal;

f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan

tugas dan fungsinya.

Berdasarkan tugas dan fungsi, Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempunyai uraian tugas :

a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanaman

(55)

b. Merumuskan dan melaksanakan visi dan misi dinas;

c. Merumuskan dan mengendalikan pelaksanaan program dan kegiatan

Sekretariat dan Bidang Penanaman Modal, Bidang Pelayanan Depan

Perizinan, Bidang Pelayanan Belakang Perizinan Teknis, Dan Bidang

Pelayanan Belakang Perizinan Non Teknis ;

d. Merumuskan Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Kerja

(RENJA), Indikator Kinerja Utama (IKU), Rencana Kerja dan

Anggaran (RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran

(DPA)/DPPA dan Perjanjian Kinerja (PK) dinas;

e. Mengoordinasikan dan merumuskan bahan penyiapan penyusunan

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), Laporan

Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dan Laporan Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)/Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (SAKIP) Kota dan segala bentuk pelaporan

lainnya sesuai bidang tugasnya;

f. Merumuskan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKIP)/Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

dinas;

g. Mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan kapasitas

organisasi dan tata laksana;

h. Menyelenggarakan pelayanan di bidang penanaman modal dan

(56)

i. Melaksanakan pembinaan, pengendalian, dan pelayanan perizinan

dan non perizinan;

j. Membina dan melaksanakan pelayanan, informasi, pemrosesan/

pengolahan dan pelaporan penyelenggaraan perizinan dan non

perizinan;

k. Melaksanakan pelayanan pengaduan dan penyelesaian atas

pengaduan;

l. Melakukan penandatanganan perizinan dan non perizinan yang

menjadi kewenangan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu;

m. Mengoordinasikan penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non

perizinan,;

n. Merumuskan, mengembangkan dan mengendalikan penyelenggaraan

pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangannya;

o. Melaksanakan perencanaan dan pengendalian teknis operasional

pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik

Daerah yang berada dalam penguasaannya;

p. Melaksanaan tugas pembantuan dari pemerintah Provinsi ke

pemerintah Kota sesuai dengan bidang tugasnya;

q. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan menginventarisasi

permasalahan di lingkup tugasnya serta mencari alternatif

Gambar

Gambar 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu………………………………  26
Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu  N o  Nama  Peneliti  dan Tahun  Judul  Penelitian  Metode
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Daftar Informan

Referensi

Dokumen terkait

Alternative agar data yang diperoleh mampu mewakili data yang ada pada populasi, maka dalam penelitian sering dilakukan pemilihan responden atau sumber data yang

 Penurunan produksi kacang tanah tahun 2015 sebanyak 73 ton terjadi pada setiap subround yaitu subround Januari-April turun sebesar 31 ton (31,63 persen), subround Mei-Agustus

Asam Asetat Beracun, sangat korosif,

[r]

PREFEITURA MUNICIPAL DE PORTEIRINHA/MG – Alteração da data de abertura da Licitação - Pregão Presencial nº.. Advá Mendes Silva

a) Authoritatif (Memandirikan): orang tua yang authoritatif memberikan arahan yang kuat pada seluruh aktivitas anak, namun tetap memberikan wilayah yang bebas

Peminjaman unsur asing tersebut terjadi disebabkan oleh hal-hal: (1) Peperangan dan penjajahan politik – membawa masuk bahasa Portugis dan Inggeris; (2) Perniagaan dan

Kerajaan telah mengumumkan beberapa langkah bagi memastikan keadaan ekonomi mampu berada dalam kelompok Negara kuat dan mampu bertahan walaupun dalam keadaan ekonomi