KOORDINASI STREET LEVEL BUREAUCRACY DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Oleh :
MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN NIM. 105720542015
Moh. Aris Pasigai, SE., MM Muh. Nur Rasyid, SE., MM NIDN: 0008056301 NIDN: 0927078201
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KOORDINASI STREET LEVEL BUREAUCRACY DALAM PELAYANAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Manajemen Pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN NIM. 105720542015
PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
LEMBAR PERSEMBAHAN
Karya ilmiah ini saya persembahkan untuk :
1. Kedua orang tua saya, Ayahanda Arifin dan Ibunda Sarsina yang telah
memberikan pendidikan serta semangat dan motivasi sehigga saya
bisa menyelesaikan skripsi ini.
2. Keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu dosen, terkhusus kepada kedua dosen pembimbing
yang telah membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Teman-teman di Prodi Manajemen, terima kasih telah menjadi teman
diskusi selama dalam proses penyelesaian skripsi ini.
MOTTO HIDUP
Alamat : Jl. Sultan Alauddin No.259 Telp.(0411) 860 132 Makassar 90221
PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul Penelitian : Koordinasi Street Level Bureaucracy dalam Pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan Kota Makassar
Nama Mahasiswa : MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN
No. Stambuk / NIM : 105720542015
Program Studi : Manajemen
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Makassar
Makassar, 11 November 2020
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Moh. Aris Pasigai, SE., MM Muh. Nur Rasyid, SE., MM
NIDN: 0008056301 NIDN: 0927078201
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua prodi Studi Manajemen
Ismail Rasulong, S.E., M.M. Muh. Nur Rasyid, SE., MM
Alamat : Jl. Sultan Alauddin No.259 Telp.(0411) 860 132 Makassar 90221
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi atas Nama MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN, NIM 105720542015, diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor : 001/1442H/2020M, tanggal 21 Rabiul Awal 1442 H / 07 November 2020 M, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Manajemen pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.
25 Rabiul Awal 1442 H Makassar,
11 November 2020 M
PANITIA UJIAN
1. Pengawas Umum : Prof. Dr. H. Ambo Asse, M,Ag. (...) (Rektor Unismuh Makassar)
2. Ketua : Ismail Rasulong, S.E., M.M. (...) (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis)
3. Sekretaris : Dr. Agus Salim HR, S.E., M.M (...) (WD I Fakultas Ekonomi dan Bisnis)
4. Penguji : 1. Dr. Muhammad Rusydi, M.Si (...)
2. Samsul Rizal, S.E., M.M (...)
3. Muh. Nur Rasyid, SE., MM (...)
4. Dr. Edi Jusriadi, S.E., M.M. (...)
Disahkan Oleh,
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar
Ismail Rasulong, S.E., M.M. NBM: 903078
Alamat : Jl. Sultan Alauddin No.259 Telp.(0411) 860 132 Makassar 90221
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : MUHAMMAD TAUFIQ ARIFIN
No. Stambuk / NIM : 105720542015
Program Studi : Manajemen
Dengan Judul : Koordinasi Street Level Bureaucracy dalam Pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan Kota Makassar.
Dengan ini menyatakan bahwa :
Skripsi yang saya ajukan di depan Tim Penguji adalah ASLI hasil karya sendiri, bukan hasil jiplakan dan tidak dibuat oleh siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya bersedia menerima
sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, 11 November 2020
Yang membuat pernyataan,
Muhammad Taufiq Arifin NIM: 105720542015 Diketahui Oleh:
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Ketua prodi Studi Manajemen
Ismail Rasulong, S.E., M.M. Muh. Nur Rasyid, SE., MM
ABSTRAK
Muhammad Taufiq Arifin, 2020. Koordinasi Street-level bureaucracy dalam pelayanan IMB Kota Makassar. Dibimbing oleh Moh. Aris Pasigai dan Muh. Nur Rasyid. Program studi Manajemen. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Koordinasi Street-level bureaucracy dalam pelayanan IMB Kota Makassar. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif sedangkan tipe penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Data dikumpulkan dari hasil wawancara, kemudian dianalisa berdasarkan indikator proses koordinasi yaitu informasi, komunikasi, dan teknologi informasi, kesadaran pentingnya koordinasi, kompetensi partisipan, kesepakatan dan komitmen, penetapan kesepakatan, insentif koordinasi, feedback.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Koordinasi Street-level bureaucracy dalam pelayanan IMB Kota Makassar berjalan dengan baik Proses komunikasi dilakukan secara langsung apabila memerlukan persetujuan secara formal seperti surat namun untuk komunikasi yang lebih efektif dilakukan dengan menggunakan aplikasi Whatsapp atau yang populer saat ini untuk meeting menggunakan Zoom. Hal ini tentu tidak bisa menggunakan secara keseluruhan cara tersebut karena penggunaan berkas dan tanda tangan tidak sepenuhnya bisa dilakukan secara online. Dari gambaran tersebut dapat dipahami bahwa informasi dan komunikasi memberikan cara kepada pegawai street level bureaucracy bekerja maksimal dalam memberikan pelayanan publik. Adanya koordinasi yang dilakukan didasarkan pada adanya kesadaran hal ini ditandai dengan pentingnya koordinasi saat menginventarisasi permasalahan-permasalahan pelaksanaan program. yang bekerja pada street level bureaucracy adalah orang yang mengerti manajemen dan aplikasi dengan latar belakang disiplin ilmu yang sesuai. Kekurangan struktur pada saat ini adalah jabatan fungsional tertentu misalnya perencana pertama / perencana muda. Koordinasi yang dilakukan terkait penetapan kesepakatan pada setiap proses seperti pada pengurusan administratif tidak ada persoalan hanya menghadapi masalah teknis seperti masalah jaringan karena pelayanan DPM-PTSP Makassar telah menerapkan Online Single Submission. Untuk rapat tertentu memang membutuhkan insentif agar koordinasi dapat diselenggarakan dengan baik Terdapat pujian untuk pelayanan street level bereaucracy yaitu keramahan dan respon yang baik namun masalah jaringan menjadi kendala dan perlu perbaikan.
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah selain Alhamdulillah kepada Allah
SWT, karena tiada kehidupan melainkan dalam keridhaan-Nya, menjadi
sebaik-baiknya penolong yang telah memberikan berbagai nikmat dan kemudahan sehingga skripsi dengan judul “Koordinasi Street Level
Bureaucracy dalam Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar” dapat diselesaikan meskipun dalam konteks yang sangat terbatas
kesempurnaanya. Tak lupa salam dan shalawat dipanjatkan kepada
junjungan Rasulullah Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam
semesta, iman bagi orang-orang yang bertakwa.
Penulis menyadari dari awal hingga akhir penyusun skripsi ini,
penulis tidak luput dari berbagai macam hambatan dan tantangan namun
semua dapat terlewati dengan baik atas bimbingan Allah SWT dan
bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, selayaknya apabila dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Secara khusus, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Moh. Aris Pasigai, SE., MM dan Muh. Nur
Rasyid, SE., MM. selaku pembimbing yang senantiasa memberikan
Allah SWT memberikan kesehatan, perlindungan dan pahala atas segala
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
Pada kesempatan ini, penghargaan dan terima kasih secara
khusus pula penulis sampaikan kepada,
1. Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag, selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Ismail Rasulong, SE.,MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Makassar, atas segala kebijakannya
sebagai pimpinan fakultas tempat peneliti menimba ilmu sebagai
mahasiswa.
3. Muh. Nur Rasyid, SE., MM. selaku Ketua Prodi studi Manajemen
Universitas Muhammadiyah Makassar, terima kasih atas segala
arahan dan bantuan selama peneliti menimba ilmu.
4. Bapak dan ibu dosen prodi Manajemen Universitas Muhammadiyah
Makassar yang kurang lebih empat tahun membimbing peneliti baik di
dalam maupun di luar kelas perkuliahan serta menjadi fasilitator,
motivator yang hebat.
5. Ayahanda Arifin dan Ibunda Sarsina, yang telah mendidik dan
membesarkan penulis, serta kepada saudara-saudaraku yang terus
6. Teman-teman di Prodi Manajemen, terima kasih telah menjadi teman
diskusi selama masa perkuliahan.
Akhir kata, Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan
kekhilafan dalam penulisan skripsi ini serta penulis senantiasa
mengharapkan saran yang membangun sehingga dapat berkarya lebih
baik lagi dimasa mendatang. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi semua yang membutuhkannya. Amin Ya Rabbal Alamin
Makassar, November 2020
HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO……… iii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI……… iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI……… v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI……… vi
ABSTRAK……… vii
KATA PENGANTAR……… viii
DAFTAR ISI……… ix
DAFTAR TABEL……… xi
DAFTAR GAMBAR……… xii
DAFTAR LAMPIRAN……… xiii
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang……… 1
B. Rumusan Masalah……… 5
C. Tujuan Penelitian……… 5
D. Manfaat Penelitian……… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 6
A. Konsep Koordinasi……… 6
B. Street Level Bureacracy……… 12
C. Konsep Pelayanan……… 15
D. Pelayanan Terpadu dan Izin Mendirikan Bangunan……… 19
E. Penelitian Terdahulu……… 21
F. Kerangka Konsep……… 25
BAB III METODE PENELITIAN……… 27
A. Waktu dan Lokasi Penelitian……… 27
B. Jenis dan Tipe Penelitian……… 27
C. Sumber Data……… 27
H. Teknik Analisis Data……… 32
I. Pengabsahan Data……… 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 35
A. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 35
B. Hasil Penelitian……… 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 72
A. Kesimpulan……… 72
B. Saran……… 73
No. Judul Hal Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu……… 21 Tabel 3.1 Daftar Informan……… 29
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hal
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hal
Lampiran 1 Pedoman Wawancara……… 78 Lampiran 2 Transkrip Wawancara……… 80 Lampiran 3 Dokumentasi……… 91
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik telah mengamanatkan negara wajib memenuhi
kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang
mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima
dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga
negaranya. Namun saat ini pelayanan publik masih diperhadapkan pada
kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai
bidang. Hal ini terjadi karena ketidaksiapan untuk menanggapi perubahan
zaman dan kebutuhan masyarakat.
Fenomena buruknya pelayanan publik yang terjadi di Indonesia,
tidak terkecuali di daerah. Banyak laporan masyarakat ke Ombudsman
Republik Indonesia dalam kurun waktu 2014 yang sebagian besar
merupakan keluhan atas buruknya pelayanan publik pemerintah daerah.
Dari 6.180 laporan yang masuk, 43,7% ialah keluhan terhadap pelayanan
publik Pemerintah Daerah. Menurut Ombudsman Republik Indonesia,
kondisi ini meneruskan tradisi dari tahun-tahun sebelumnya bahwa
Pemerintah daerah selalu menempati peringkat satu terbanyak sebagai
pihak terlapor atas keluhan pelayanan publik (Putri, 2015).
Street level bureaucracy merupakan aparat birokrasi yang langsung
bersentuhan dengan pelayanan public namun secara structural pejabat
tetaplah menjadi penanggung jawab penuh terhadap buruknya layanan
yang diberikan oleh karena itu street level perlu mendapatkan arahan dan
budaya organisasi yang melayani yang tentunya dipengaruhi oleh
keberadaan pimpinan yang memberikan control secara internal terhadap
pegawai dibawah strukturalnya.
Street level sebagai garda terdepan dari pelayanan dan
berhadapan langsung dengan publik, adalah pihak yang pertama kali
yang bertemu dan bertatap muka dengan publik. Sehingga, seluruh keluh
kesah, tanggapan, respon dan juga tindakan yang dilakukan publik yang
tercermin pada tindakan individu didalamnya langsung mereka hadapi.
Keadaan ini memang merupakan tugas mereka,akan tetapi terkadang
birokrasi pada tingkat ’street level’ tidak dapat menyelesaikan seluruh
tugas yang ada (Hutuely, 2013).
Masalah nyata yang masih sering terjadi pada proses pelayanan
umum/publik yaitu mengenai lambannya aparatur pemerintah dalam
memberikan pelayanan, prosedur pelayanan yang berbelit-belit, sarana
prasarana pendukung pelayanan yang masih kurang dan masih banyal
lagi. Peran pemerintah yang strategis, akan banyak ditopang oleh
kemampuan aparat pemerintah dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya. Salah satu tantangan besar yang dihadapi pemerintah adalah
kemampuan melaksanakan kegiatan secara efektif dan efisien, karena
penuh dengan KKN serta tidak ada standar yang pasti. Rusnani
(2013:367).
Salah satu perspektif dalam pelayanan melihat publik sebagai
pelanggan (customer) pelayanan publik yang diselenggarakan oleh
birokrasi publik. Lipsky mengembangkan konsep street-level bureaucracy,
untuk menunjukan interaksi yang erat antara aparat pelayanan publik
dengan masyarakat yang dilayani. Namun, iapun mensinyalir bahwa
birokrasi lebih melayani kepentingannya dari pada kepentingan
masyarakat, dan street-level bureaucracy lebih memfungsikan dirinya
sebagai kelompok kepentingan. Walaupun perspektif ini mempunyai
kelemahan, terutama aktualisasi kepentingan publik, namun didalam
pembahasan manajemen pelayanan publik, definisi publik lebih
menggunakan perspektif ini (Nurmandi, 2010:3).
Pelayanan yang dilakukan street-level bureaucracy berbeda-beda
disetiap organisasi hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk
didalamnya kepemimpinan dan budaya organisasi namun hal yang kurang
mendapat perhatian adalah motivasi pelayanan yang dilakukan oleh
pegawai street-level bureaucracy.
Pandangan negatif lekat pada birokrasi pelayanan publik yang
cenderung lamban dan kurang efisien. Masyarakat banyak mengeluhkan
karena lambannya kinerja birokrasi. Masyarakat sebagai objek penerima
untuk mengkaji pelayanan publik di Kota Makassar yang secara khusus
pada bidang Izin Mendirikan Bangunan.
Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut IMB adalah
perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten kepada pemilik
bangunan untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi
dan merawat bangunan sesuai dengan persyaratan administrasi dan
teknis yang berlaku. Jangka waktu pelayanan perizinan dan/atau non
perizinan tertuang dalam Peraturan Walikota Makassar Nomor 17/2017.
Pada pasal 17 menyebutkan jangka waktu pelayanan ditetapkan oleh
Kepala Dinas dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayanan
masing-masing perizinan dan/atau non perizinan dengan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penulis tertarik untuk membahas Koordinasi Street Level
Bureaucracy khususnya di PTSP Mall Panakukang dengan DPM-PTSP
Kota Makassar dalam memberikan Pelayanan IMB (Izin Mendirikan
Bangunan) Kota Makassar karena berdasarkan pengalaman penulis ada
koordinasi yang kurang maksimal antara pegawai yang berada pada
Street-level bureaucracy dengan pimpinan atau kepala SKPD terkait
persyaratan dan SOP (Standar Operasional Prosedur) Izin Mendirikan
Bangunan yang dirasakan masih sangat memberatkan dalam hal
persyaratan. Hal ini bertolak belakang dari rencana pemerintah untuk
Berdasarkan uraian latar belakang ini, maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian yang berjudul: “Koordinasi Street Level
Bureaucracy dalam Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar” B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu :
Bagaimana Koordinasi Street level bureaucracy dalam Pelayanan
Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Koordinasi Street level
bureaucracy dalam Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara
akademis maupun praktis.
1. Kegunaan praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi
pelayanan IMB Kota Makassar.
2. Kegunaan akademik, diharapkan penelitian ini, menjadi salah satu
rujukan akademis dalam bidang ilmu pemeritahan dan menjadi
informasi awal bagi peneliti lainnya yang mengkaji tentang Konsep
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Koordinasi
Menurut Manullang (2009) mengatakan bahwa coordinating atau
mengkoordinasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk
melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi kekacauan, percekcokan,
kekosongan kegiatan, dengan jalan menghubungkan, menyatukan, dan
menyelaraskan pekerjaan bawahan sehingga terdapat kerja sama yang
terarah dalam usaha mencapai tujuan itu, antara lain dengan memberi
instruksi, perintah, mengadakan pertemuan untuk memberikan
penjelasan, bimbingan atau nasihat, dan mengadakan coaching
(pelatihan) dan bila perlu memberi teguran. Koordinasi terkadang disebut
juga kerjasama, akan tetapi sebenarnya lebih dari pada sekedar
kerjasama, karena dalam koordinasi juga terkandung sinkronisasi.
Sementara kerjasama merupakan suatu kegiatan kolektif dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian kerjasama dapat
terjadi tanpa koordinasi, sedangkan dalam koordinasi pasti ada upaya
kerjasama. Untuk mencapai tujuan yang kolektif perlulah dilakukan
koordinasi yang baik sehingga kerja sama yang dilakukan dapat
menghasilkan satu tujuan yang sama dan diantara yang melakukan kerja
sama bisa bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
Dikemukakan dalam Rohman (2017:439) kebutuhan akan
koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam
pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam
satuan pelaksanaannya. Hal ini juga ditegaskan oleh Handayaningrat
bahwa koordinasi dan komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan. Selain itu, Handayaningrat juga mengatakan bahwa
koordinasi dan kepemimpinan (lendership) adalah tidak bisa dipisahkan
satu sama lain, karena satu sama lain saling mempengaruhi, dari
definisi-definisi diatas dijelaskan bahwa koordinasi selalu diperlukan dalam setiap
organiasi kecil dan besar, baik organisasi yang sederhana maupun yang
kompleks. Dalam mencapai tujuan organisasi selalu ada saja hal-hal yang
saling berkaitan dan perlu dikoordinasikan.
Hasibuan (2007) mengatakan koordinasi adalah kegiatan
mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur
manajemen dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai
tujuan organisasi. Ada dua tipe dalam mengukur koordinasi yaitu :
1. Koordinasi vertikal (vertical coordination) adalah kegiatan penyatuan,
pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit,
kesatuan-kesatun kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung
jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada
di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini
secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan
sanksi kepada aparat yang sulit diatur.
2. Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasi
yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi
(aparat) yang setingkat.
Selanjutnya dikemukakan dalam Ramadani (2017 : 151) koordinasi
dapat terjadi apabila ada dua atau lebih orang atau intansi yang
melakukan kerja sama, selain itu juga kordinasi tercipta karna pelaku kerja
sama satu sama lainnya saling mempengaruhi. Koordinasi adalah suatu
usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu
yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu
tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan
menurut G.R. Terry. Melihat dari pendapat G.R. Terry di atas dapat
disimpulkan koordinasi dapat tercapai apabila adanya kerja sama yang
singkron antara yang melakukan kerja sama. Sedangkan koordinasi
adalah suatu proses di mana pimpinan mengembangkan pola usaha
kelompok secara teratur di antara bawahannya dan menjamin kesatuan
tindakan di dalam mencapai tujuan bersama.
Dalam sebuah organisasi, untuk menjalankan kegiatan organisasi
dibutuhkan koordinasi yang baik.Agar koordinasi tersebut dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan, suatu organisasi harus membuat
pembagian kerja agar tidak terjadinya tumpang tindih tugas. Dalam
mengadakan pembagian kerja, ada beberapa dasar yang dapat dijadikan
sebagai pedoman, yaitu:
1. Pembagian kerja atas dasar wilayah atau territorial.
3. Pembagian kerja atas dasar langganan yang dilayani.
4. Pembagian kerja atas dasar fungsi (rangkaian kerja).
5. Pembagian kerja atas dasar waktu.
Untuk terciptanya suatu organisasi yang baik menurut Henry Fayol
(dalam Rahmeina, 2018:4) berupa :
1. Antara unit dan sub unit dengan unit lainnya dapat bekerja sama
dengan serasi.
2. Masing-masing unit dan sub unit mengetahui bagian tugas yang mana
yang harus bekerja sama dengan unit lainnya.
3. Unit atau sub unit harus dapat menyesuaikan diri dengan jadwal waktu
kerjasama dengan unit/sub unit lainnya.
Koontz, H., & O’Donnel, C. (1985) menyatakan bahwa koordinasi
yang baik hendaklah memuat hal-hal yang sebagai berikut :
1. Adanya perencanaan yaitu menyangkut proses persiapan dan
pelaksanaan secara sistematis dari pada kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan.
2. Adanya hubungan koordinasi yang baik antara pimpinan dengan
bawahan.
3. Adanya pertemuan melalui rapat.
Menurut Hasibuan (2007: 88) mengemukakan terdapat empat
syarat koordinasi, yaitu:
1. Sense of cooperation (perasaan untuk kerjasama ), ini harus dilihat
2. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan
persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini
berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.
3. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling
menghargai. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang
diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersamangat.”
4. Espit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau
dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemanagat.
Koordinasi sangat diperlukan dalam manajemen, terutama untuk
menyatukan kesamaan pandangan antara berbagai pihak yang
berkepentingan dengan kegiatan dan tujuan organisasi. Koordinasi
diperlukan untuk menghubungkan bagian yang satu dengan bagian yang
lain sehingga tercipta suatukegiatan yang terpadu mengarah pada tujuan
umum lembaga sebagaimana jari-jari kerangka payung. Tanpa koordinasi,
spesialisasi dan lembagian kerja yang dilakukan pada setiap usaha kerja
sama akan sia-sia karena setiap bagian cenderung hanya memikirkan
pekerjaan atau tugas masing-masing dan melupakan tujuan lembaga
secara keseluruhan.
Koordinasi dapat diukur melalui proses manajemen (Ndraha,
1. Informasi, Komunikasi, dan Teknologi Informasi
Komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif, koordinasi secara
langsung tergantung pada perolehan penyebaran dan pemrosesan
informasi, semakin besar ketidakpastian tugas yang
dikoordinasikan, semakin membutuhkan informasi untuk alasan ini,
koordinasi pada dasarnya merupakan tugas pemrosesan informasi,
sedangkan teknologi informasi dapat dilakukan dengan
menggunakan alat seperti email dan sebagainya untuk
mempermudah proses koordinasi tersebut.
2. Kesadaran Pentingnya koordinasi; berkoordinasi;
Koordinasi built-in di dalam setiap job atau task. Kesadaran
merupakan sesuatu yang dimiliki oleh manusia yang sesuai dengan
yang dinyakininya. Kesadaranmerupakan hal yang sangat
berkaitan dengan manusia bahkan dengan hal ini lah manusia
dapat dibedakan dengan binatang. Kesadaran pada dasarnya
keadaan sadar bukan merupakankeadaan pasif melainkan suatu
proses yang aktif, kegiatan hakiki pada kesadaran adalah
menindak dan mengatakan tidak.
3. Kompetensi Partisipan, Kalender Pemerintahan.
Peserta forum koordinasi harus berkompeten mengambil
keputusan untuk menjamin kehadiran pejabat yang demikian, harus
ditetapkan kalender pemerintahan (koordinasi) yang diataati
4. Kesepakatan dan Komitmen
Kesepakatan dan komitmen harus diagendakan (diprogramkan)
oleh setiap pihak secara institusional (formal).
5. Penetapan Kesepakatan
Penetapatan kesepakatan yang dilakukan oleh setiap pihak yang
berkoordinasi.
6. Insentif Koordinasi
Yaitu sanksi bagi pihak yang ingkar atau tidak menaati
kesepakatan bersama. Sanksi itu datang dari pihak atasan yang
terkait.
7. Feedback
Sebagai masukan umpan-balik ke dalam proses koordinasi
selanjutnya.
B. Street Level Bureaucracy
Melihat kembali ke masa lalu terdapat teori yang muncul pada era
1980an adalah teori street-level bureaucracy oleh Michle Lipsky dan karya Frederick Mosher yang berjudul “Democracy and the Public Service: The
Collective Services”. (Lipsky, 1980) mendefinisikan street-level
bureaucracy sebagai:
“public service worker who interact directly with citizens in the course of their jobs, who have substantial discretion in the execution of
social workers, judges, health worker and many other public employees whi grant access to government programs and provide services withthem”.
Dari sudut pandang warga negara, peran street level bureaucracy
luas yaitu sebagai fungsi pemerintahan dan intensif. Sebagai rutinitas
sehari-hari mengharuskan mereka untuk berinteraksi dengan pendidikan,
penyelesaian sengketa, dan layanan kesehatan. Sebagai individu, street
level bureaucracy mewakili harapan warga untuk perlakuan yang adil dan
efektif oleh pemerintah bahkan saat mereka diposisikan untuk melihat
dengan jelas keterbatasan intervensi yang efektif dan kendala pada
respon yang telah ditimbulkan.
Dalam street-level bureaucracy membahas tentang birokrasi
pelayanan publik yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Birokrat
level bawah menghadapai tugas-tugas yang mempunyai
karakteristik-karateristik seperti pengambilan kebijakan controversial, membuat
kebijakan-kebijakan personal dan langsung (immediate), redistibutif dan
alokatif, menghadapai reaksi personal dari masyarakat, dipengaruhi oleh
karakter komunitas dan pengatur konflik dalam masyarakat (Nurmandi,
2010:13).
Lipsky (1980) berpendapat bahwa praktek street level bureaucracy
tersebut merupakan mekanisme untuk mengatasi situasi yang sulit, yaitu
sebagai upaya untuk keluar dari situasi frustatif antara besarnya
permintaan pelayanan dan keterbatasan sumber daya yang dimiliki.
tidak pernah berhenti. Selanjutnya Lipsky (1980) mendeskripsikan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh street-level bureaucracy.
Kekuatan street level bureaucracy :
a. Street-level bureaucracy sebagai pemberi pelayanan secara langsung
artinya bahwa para birokrat ini yang memberikan pelayanan langsung
kepada para customernya (publik).
b. Sebagai birokrat yang memberikan sanksi dan membatasi kehidupan
masyarakat sesuai dengan kebijakan atau prosedur-prosedur yang
telah ditetapkan. Para birokrat ini mengarahkan orang bertindak dalam
konteks kehidupan sosial.
c. Mereka menentukan kelayakan warga negara untuk tunjangan
pemerintah dan sanksi. Mereka mengawasi pelayanan (servis) warga
dalam menerima program tersebut. Jadi, secara tersirat street level
bureaucracy memediasi aspek hubungan konstitusional warga
negara. Singkatnya, mereka memegang kunci ke dimensi
kewarganegaraan.
Adapun Kelemahan street level bureaucracy :
a. Perekrutan pegawai dikalangan street level bureaucracy yang
mengedepankan perwakilan komposisi sosial masyarakat disekitar
birokrasi, membuat birokrasi mengabaikan merit sistem dan objektifitas
berdasarkan kualifikasi standar yang telah ditetapkan dalam
perekrutan pegawai. Oleh sebab itu dalam perekrutan anggota
mewakili belum tentu memiliki kapasitas yang memadai untuk
menduduki suatu jabatan dalam pelayanan publik. Hal tersebut dapat
membuat kinerja birokrasi kurang maksimal atau bisa dikatakan tidak
profesional.
b. Orientasi street level bureaucracy terhadap peraturan dan prosedur
amat tinggi dan menjadikannya sebagai barometer pelayanan yang
mengakibatkan rendahnya kemampuan street level bureaucracy dalam
merespon perubahan, tidak adanya inisiatif dan pengembangan
kreatifitas dalam mengendalikan perubahan sehingga rutinitas
dianggap sesuatu yang wajar dan benar.
c. Kinerja street level bureaucracy menjadi instrumen penguasa. Sistem
kekuasaan yang cenderung sentralistik dan paternalistik
mengakibatkan kinerja street level bureaucracy terkonsentrasi pada
pejabat atasan. Kepentingan penguasa yang cenderung sentral dan
menggusur kepentingan publik mengakibatkan krisis kepercayaan
terhadap birokrasi publik.
C. Konsep Pelayanan
Menurut Sinambela (2006) pelayanan publik diartikan sebagai
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik berkaitan dengan
segala kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
peraturan perundang-undangan. Adapun yang dimaksud sebagai
penyelenggaraan pelayanan publik adalah instansi pemerintah yang
meliputi, Satuan kerja/ satuan organisaasi kementerian, Departemen,
Lembaga pemerintah non departemen, Kesekretariatan lembaga tertinggi
dan tinggi Negara, Badan usaha milik Negara, Badan Hukum Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan, Instansi pemerintah lainnya, baik
pusat dan daerah termasuk dinas-dinas dan badan (Monoarfa, 2012).
Disimpulkan dalam (Pasolong, 2007), pelayanan publik adalah pemberian
pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang
mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan. Layanan bermutu dalam pengertian
yang luas diartikan sejauh mana realitas layanan kesehatan yang
diberikan sesuai dengan kriteria dan standar profesional medis terkini dan
baik yang sekaligus telah memenuhi atau bahkan melebihi kebutuhan dan
keinginan pelanggan dengan tingkat efisiensi yang optimal.
Menurut Suryono dalam Nurdiansyah (2013), secara ideal
persyaratan teori administrasi yang menyangkut pelayanan publik antara
lain :
1. Harus mampu menyatakan sesuatu yang berarti dan bermakna yang
dapat diterapkan pada situasi kehidupan nyata dalam masyarakat
(konteksual)
3. Harus dapat mendorong lahirnya cara-cara atau metode baru dalam
situasi dan kondisi yang berbeda
4. Teori administrasi yang sudah ada harus dapat merupakan dasar
untuk mengembangkan teori administrasi lainnya, khususnya
pelayanan publik
5. Harus dapat membantu pemakainya untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena yang dihadapi
6. Bersifat multi disipliner dan multi dimensional (komprehensif)
Penyelenggaaraan pelayanan publik dapat diuraikan melalui
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, yang
memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan
penyelenggara dalam pelayanan publik. Tujuan Undang-Undang Tentang
Pelayanan Publik adalah:
1. Terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak,
tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
2. Terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak
sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang
baik
3. Terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
4. Terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat
Menurut Saggaf dkk, (2014:23) pemikiran tentang layanan tersebut,
maka dapat diketahui bahwa bicara tentang layanan (service), maka ada
dua pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu pelayanan (servant) dan
pelanggan (customer). Dalam hal ini servant merupakan pihak yang
menyediakan layanan bagi customer. Konsep ini lebih identik dengan
organisasi privat, karena dalam organisasi publik pengertian costumer
belum sepenuhnya digunakan sebagai pengganti istilah masyarakat
dalam hubungan dengan pelayanan. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka diskusi tentang pelayanan kepada masyarakat peneliti akan
melibatkan empat unsur yang terkait, yaitu (1) pihak pemerintah atau
birokrasi yang melayani, (2) pihak masyarakat yang dilayani, (3) terjalin
hubungan antara yang melayani dengan yang dilayani, dan (4) pengaruh
lingkungan di luar birokrasi dan masyarakat, seperti politik, sosial, budaya,
ekonomi dan sebagainya.
Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban menyusun dan
menetapkan standar pelayanan dengan memperhatikan kemampuan
penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan. Dalam
menyusun dan menetapkan standar pelayanan, penyelenggara wajib
mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait. Pengikutsertaan
masyarakat dan pihak terkait dilakukan dengan prinsip tidak diskriminatif,
terkait langsung dengan jenis pelayanan, memiliki kompetensi dan
penyusunan standar pelayanan dilakukan dengan pedoman tertentu yang
diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Jika pelayanan publik dikaitkan dengan Street Level bureaucracy
adalah berbicara mengenai kualitas pelayanan yang diberikan oleh garda
terdepan dari birokrasi yang dirasakan masih kurang. Kekurangan ini
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) Krisis kepercayaan
terhadap birokrasi publik, karena birokrasi menjadi instrumen penguasa,
kepentingan penguasa cenderung sentral dan menggusur kepentingan
publik tercermin dalam kebijakan publik; (2) Sedikitnya kesempatan dan
ruang yang dimiliki masyarakat dalam proses kebijakan publik; (3)
Pengabaian aspirasi dan kepentingan masyarakat , dalam
penyelenggaraan pelayanan publik; (4) Meluasnya praktek KKN, sebagai
sumber dari bureaucratic –cost; (5) Rendahnya kemampuan birokrasi
merespon krisis, tidak adanya inisiatif dan kreativitas dalam
mengendalikan krisis; (6) Orientasi kepada kekuasaan, distorsi pelayanan
publik, memperburuk krisis ekonomi dan politik (Cahyadi, 2013).
D. Pelayanan Terpadu dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
Dikemukakan dalam Takumansang (2013) penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan penyelenggaraan
perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap
permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu
tempat. Sedangkan Pasal 11 angka 12 Permendagri Nomor 24 Tahun
perizinan yang diberikan kepada pelaku usaha yang dilakukan sekaligus
mencakup lebih dari satu jenis izin, yang diproses secara terpadu dan
bersamaan. Dalam Pasal 26 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa : (2) “Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang
berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian
atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki
kewenangan perizinan dan non perisizinan di tingkat pusat atau lembaga
atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di provinsi atau kabupaten/kota”. (3) “Ketentuan mengenai tata cara dan
pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden”.
Menurut Efridawati & Nasution (2013) membangun terlebih dahulu
tanpa disertai surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tetap melanggar
aturan, karena di dalam aturannya surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
harus ada terlebih dahulu dan untuk mengeluarkan IMB selain dilengkapi
gambar dan struktur bangunan, harus ada izin tetangga jangan sampai
memakan tanah sebelahnya, harus mematuhi garis sepadan dari badan
jalan, harus menyisakan ruang publik dan lainnya. Setelah surat IMB
tersebut keluar, baru bisa dilaksanakan pembangunan, dan semua itu
E. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu N o Nama Peneliti dan Tahun Judul Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian 1 Zulkarnaen , I., Hidayat, M. T., & Nursahidin, N. (2013). Pengaruh Koordinasi Terhadap Efektivitas Pelayanan Pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (Imb) Di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Cirebon penelitian kualitatif 1. Pelaksanaan koordinasi antara Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) dengan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten
Cirebondalam hal
pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum optimal sebagaimana terlihat dari keberhasilan
pelaksanaannya yang baru mencapai 56,3 % atau berada pada tingkatan cukup baik, dengan total skor 6157.
2. Efektivitas pelayanan pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) belum optimal karena tingkat keberhasilan
pelaksanaannya baru mencapai 55,17 % atau berada pada tingkatan cukup baik, dengan total skor 2458
2 Baleke. (2016) Implementasi Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Nunukan penelitian kualitatif Deskriptif Implementasi kebijakan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Nunukan dalam pelaksanaan proses pelayanan IMB mengacu pada Peraturan Daerah Kabupaten Nunukan Nomor 13 Tahun 2013 tentang perubahan aras peraturan daerah Nomor 6 Tahun 2100 tentang Izin Mendirikan Bangunan 3 Triana, M. (2017). Pengaruh koordinasi vertikal dan horizonatal terhadap optimalisasi penerimaan retribusi izin mendirikan bangungan di Kecamatan Pelabuhan Ratu Sukabumi Penelitian kuantitatif metode asosiatif kausal
Hasil perhitungan deskriptif
menunjukkan bahwa
koordinasi vertikal dan horizontal adalah 3,44% dan termasuk dalam kategori tinggi, sedangkan bangunan izin konstruksi Retribusi sekitar 3,47%. Maka tidak ada pengaruh yang signifikan dari tindakan optimalisasi kesatuan yaitu sekitar 1,023%, selanjutnya tidak ada pengaruh yang signifikan dari optimalisasi pembagian kerja yaitu sekitar 1,459%, Ada hubungan yang signifikan antara komunikasi dengan optimalisasi jumlah yang sama yaitu sekitar 2,226% dan
sisanya 97,774%. Perbedaan yang signifikan antara kesatuan tindakan, pembagian kerja, dan optimalisasi komunikasi 36,8% dan sisanya 63,12%. 4 Oktariyand a, T. A., Zauhar, S., & Rochmah, S. (2013). Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Dalam Mencapai Kualitas Pelayanan Publik yang Optimal kualitatif dengan pendekata n deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPPT Kabupaten Sidoarjo pada pelaksanaan pelayanan IMB dalam rangka mencapai kualitas pelayanan publik sudah berjalan dengan baik walaupun masih ada beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya optimalisasi kualitas pelayanan publik, seperti SDM dan sarana prasarana
5 Sahuri, C., & Wardhani, N. E. W. K. (2016). Koordinasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru dalam Menangani Pajak Reklame kualitatif dengan pendekata n deskriptif.
1. Dari hasil penelitian dan
pembahasan dapat
disimpulkan bahwa
koordinasi Dinas
Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota
Pekanbaru dalam
menangani Pajak Reklame di Kota Pekanbaru yang dilihat dari empat indikator yaitu komunikasi,
di Kota Pekanbaru
kerjasama, pembagian tugas, dan pertemuan masih belum optimal. Salah satu koordinasi yang belum berjalan optimal adalah
salah satu yang
menyebabkan kurangnya pengawasan terhadap kejelasan informasi yang diberikan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru terhadap Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Pekanbaru yang terkadang mengalami miss komunikasi.
2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya Koordinasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota
Pekanbaru dalam
menangani Pajak Reklame di Kota Pekanbaru yaitu kurang nya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan kurangnya sarana dan
prasarana yang
F. Kerangka Konsep
Untuk memudahkan dalam memahami penelitian ini maka
diperlukan alur Kerangka pikir yang mengambarkan tentang Koordinasi
Street Level Bureaucracy khususnya di PTSP Mall Panakukang dengan
DPM-PTSP Kota Makassar dalam memberikan Pelayanan IMB Kota
Makassar. Coordinating atau mengkoordinasi merupakan salah satu
fungsi manajemen untuk melakukan berbagai kegiatan agar tidak terjadi
kekacauan, percekcokan, kekosongan kegiatan, dengan jalan
menghubungkan, menyatukan, dan menyelaraskan pekerjaan bawahan
sehingga terdapat kerja sama yang terarah dalam usaha mencapai tujuan
itu, antara lain dengan memberi instruksi, perintah, mengadakan
pertemuan untuk memberikan penjelasan, bimbingan atau nasihat, dan
mengadakan coaching (pelatihan) dan bila perlu memberi teguran.
Aspek utama yang diamati yaitu koordinasi yang dilakukan oleh
Street Level Bureaucracy Dalam Pelayanan IMB Kota Makassar. Untuk
mengukur bagaimana proses koordinasi yang terjadi dalam menangani
permasalahan ketertiban berlalu lintas di kota Makassar maka dapat
dilihat dari 7 indikator utama menurut Ndraha (2003:279) yaitu Informasi,
Komunikasi, dan Teknologi Informasi, Kesadaran Pentingnya koordinasi,
Kompetensi Partisipan, Kesepakatan dan Komitmen, Penetapan pajak reklame.
Kesepakatan, Insentif Koordinasi, dan Feedback. Untuk uraian lebih
jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut.
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Konsep
Sumber : Ndraha (2003:279)
Indikator Proses Koordinasi. :
1. Informasi, Komunikasi,
dan Teknologi Informasi
2. Kesadaran Pentingnya koordinasi 3. Kompetensi Partisipan 4. Kesepakatan dan Komitmen 5. Penetapan Kesepakatan 6. Insentif Koordinasi 7. Feedback
Street Level Bureaucracy PTSP Mall Panakukang DPM-PTSP Kota
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PTSP Mall Panakukang dan Kantor
DPM-PTSP Kota Makassar, mulai pada bulan Juni hingga September
2020.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik (utuh) dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus
yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. (Moleong,
2012).
Adapun tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe
penelitian studi kasus. Penelitian studi kasus berusaha mengungkapkan
suatu masalah atau keadaan atau peristiwa secara mendalam sehingga
bersifat mengungkapkan fakta dan memberikan gambaran secara obyektif
tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti.
C. Sumber Data
Adapun sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata
dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain (Moleong, 2012). Kata-kata dan tindakan orang-orang yang
diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data
utama dicatat melalui catatan tertulis, melalui perekaman, pengambilan
foto atau film. Secara umum sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri atas dua, yaitu :
1. Data primer
Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai
merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui
catatan tertulis, melalui perekaman, pengambilan foto atau film.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu diperoleh melalui sumber-sumber tertulis.
Strategi ini dilakukan untuk dapat membangun sebuah abstraksi tentang
tujuan penelitian yang didukung oleh data yang dikumpulkan dan saling
berhubungan, sehingga sifat penyusunannya adalah dari kesimpulan
umum ke khusus. Data sekunder diperoleh dari buku, dokumen
pemerintah, dan literatur yang relevan dengan penelitian ini.
D. Informan Penelitian
Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, untuk mendapatkan data yang tepat maka perlu
ditentukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan
kebutuhan data atau lebih dikenal dengan istilah purposive. Menurut
sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,
misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita
harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan
memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti.
Adapun daftar informan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Daftar Informan
No. Informan Penelitian
Jumlah / orang 1. 2. 3. 4. 5.
Kepala Kantor DPM-PTSP Kota Makassar (JN)
Sekretaris Kantor DPM-PTSP Kota Makassar (AA)
Kepala PTSP Mall Panakukang (AM)
Pegawai PTSP Mall Panakukang (ML, BA)
Masyararakat Penerima Layanan (AS, B, MH)
1 1 1 2 3 Total Informan 8
E. Teknik Pengumpulan Data
Tujuan utama dari penelitian yang dilakukan ini yaitu mendapatkan
data melalui pengumpulan data dengan cara sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh data langsung dari sumbernya. Teknik ini digunakan untuk
2. Observasi
Observasi ialah teknik pengumpulan data dengan cara
menggunakan data yang diperoleh secara langsung yang disesuaikan
dengan objek yang diteliti. Jenis filed research yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi dimana penulis terjun langsung mendatangi
informan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dalam pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara
mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian
yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang terdapat baik di
lokasi penelitian.
F. Defenisi Operasional
Definisi operasional merupakan informasi ilmiah yang sangat
membantu peneliti yang ingin melakukan penelitian, dengan
menggunakan variabel penelitian defenisi operasional mencakup:
1. Koordinasi adalah kegiatan mengarahkan, mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan pekerjaan-pekerjaan
para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Street-level bureaucracy terkait birokrasi pelayanan publik yang
berhadapan langsung dengan masyarakat.
3. IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Kepala Daerah kepada
mengurangi, dan/atau merawat bangunan sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
G. Fokus Penelitian
Fokus penelitian menyoroti koordinasi maka dapat dilihat dari
indikator berikut:
1. Informasi dan komunikasi adalah kunci koordinasi yang efektif,
koordinasi secara langsung tergantung pada perolehan penyebaran
dan pemrosesan informasi yang berhubungan dengan Street Level
Bureaucracy dalam memberikan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan
Kota Makassar.
2. Kesadaran Pentingnya koordinasi; Kesadaran pada dasarnya keadaan
sadar bukan merupakan keadaan pasif melainkan suatu proses yang
aktif, kegiatan hakiki pada kesadaran kaan pentingnya pemberian
pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Kota Makassar pegawai.
3. Kompetensi Partisipan, peserta forum koordinasi harus berkompeten
mengambil keputusan hal ini berarti bahwa kompetensi yang
diperlukan untuk pekerjaan teknis mesti sesuai dengan kebuhan
pelayanan perizinan.
4. Kesepakatan dan Komitmen, Kesepakatan dan komitmen harus
diagendakan (diprogramkan) oleh setiap pihak secara institusional
5. Penetapan Kesepakatan, Penetapatan kesepakatan yang dilakukan
oleh setiap pihak yang berkoordinasi dalam pelayanan perizinan
terutama pegawai street level bureaucracy.
6. Insentif Koordinasi yaitu mencakup sasaran dan tindakan bersama
berupa penghargaan umum kepada pegawai street level bureaucracy
dalam memberikan pelayanan perizinan.
7. Feedback yaitu Sebagai masukan umpan-balik ke dalam proses
koordinasi yang berkaitan dengan pemberian pelayanan pegawai
street level bureaucracy.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles
dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus dan sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas
dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification.(Sugiyono, 2012).
1. Data Reduction (Reduksi Data).
Reduksi data yaitu proses pemilihan, permusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan dilapangan. Dalam reduksi data peneliti menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga
2. Data Display (Penyajian Data).
Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Penyajian ini kemudian untuk menggabungkan informasi yang tersusun
dalam suatu bentuk yang terpadu sehingga mudah diamati apa yang
sedang terjadi kemudian menentukan penarikan kesimpulan secara
benar.
3. Conclusion Drawing / Verification (Menarik Kesimpulan / Verifikasi).
Penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan dari konfigurasi yang
utuh. Kesimpulan juga diverifikasi oleh peneliti selama penelitian
berlangsung. Verifikasi ini mungkin sesingkat pemikiran kembali yang
melintas dalam pemikiran peneliti pada suatu tinjauan ulang pada catatan
lapangan atau melihat salinan suatu temuan yang disimpan dalam
perangkat data yang lain.
I. Pengabsahan Data
Menurut (Moleong, 2012) uji keabsahan data dalam penelitian
kualitatif meliputi beberapa pengujian. Peneliti menggunakan uji credibility
atau uji kepercayaan terhadap hasil penelitian. Uji keabsahan data
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik tringulasi
yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber
lainnya. Pada penelitian ini triangulasi data dilakukan dengan cara
membandingkan jawaban yang disampaikan oleh informan utama dengan
informan pendukung untuk mendapatkan data yang cocok dan sesuai.
2. Member Check
Pengecekan dengan anggota atau member check yang terlibat
dalam proses pengumpulan data sangat penting dalam pemeriksaan
derajat kepercayaan, yang dicek dengan anggota yang terlibat meliputi
data, kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan. Para anggota yang
terlibat yang mewakili rekan-rekan mereka dimanfaatkan untuk
memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri
terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.
3. Diskusi Dengan Teman Sejawat
Teknik ini dilakukan dengan mengekspos hasil sementara atau
hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan
sejawat. Pemeriksaan sejawat berarti pemeriksaan yang dilakukan
dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan sebaya, yang memiliki
pengetahuan umum yang sama tentang apa sedang diteliti, sehingga
bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Kota Makassar berada pada posisi yang strategis karena posisi
persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di
Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur
Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara
goegrafis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur
timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi
antara 1-25 meter dari permukaan laut. Dengan batas wilayah :
Utara : Kabupaten Kepulauan Pangkajenne
Selatan : Kabupaten Bone
Barat : Selat Makassar
Timur : Kabupaten Maros
Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dari
aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku
bangsa yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di kota
Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa,
dan Tionghoa.
Adapun Lokasi penelitian ini dilakukan pada Kecamatan Rappocini,
yang terdiri dari 10 Kelurahan yaitu Balla Parang, Banta Bantaeng, Bonto
Makkio, Buakana, Gunung Sari, Karunrung, Kassi-Kassi, Mappala,
Rappocini, Tidung. Kelurahan Buakana merupakan lokasi penelitian ini
dilakukan karena terdapat BULO (Badan Usaha Lorong) yang mudah
diakses peneliti.
1. Visi Misi Kota Makassar.
Visi Pemerintah Kota Makassar 2014- 2019 memiliki konsistensi
dengan visi Kota Makassar 2005-2025, khususnya pada penekanan “orientasi global”, dalam RPJMD dirumuskan sebagai “kota dunia”.
Penekanan “berwawasan lingkungan” dan “paling bersahabat” pada visi
dalam RPJPD dirumuskan sebagai “yang nyaman untuk semua” pada visi
dalam RPJMD 2014-2019. Pokok visi “kota maritim, niaga, pendidikan,
budaya dan jasa” pada visi dalam RPJPD, pada visi dalam RPJMD
2014-2019 ditempatkan sebagai bagian dari substansi “kota dunia”.
Jika dihubungkan dengan visi Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan 2018, relevansi visi Pemerintah Kota Makassar 2014-2019 terletak pada posisi “Makassar kota dunia yang nyaman untuk semua”
yang merupakan bagian penting dari terwujudnya “Sulawesi Selatan
sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan pada Tahun 2018”.
Pernyataan visi Pemerintah Kota Makassar 2019 memiliki tiga
pokok visi yang merupakan gambaran kondisi yang ingin dicapai Kota
Makassar pada akhir periode 2014-2019. Penjelasan masing-masing
pokok visi tersebut, adalah sebagai berikut. Kota Dunia, dimaksudkan
aksesibel dan inklusifitas yang berdaya tarik tinggi atau memukau dalam
banyak hal.
Diantaranya potensi sumberdaya alam dan infrastruktur sosial
ekonomi yang menjanjikan terwujudnya kesejahteraan masyarakat
dengan standar dunia. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “masyarakat sejahtera standar dunia”. Nyaman, dimaksudkan
adalah terwujudnya proses pembangunan yang semakin menyempitkan
kesenjangan dan melahirkan kemandirian secara stabil, dalam struktur
dan pola ruang kota yang menjamin kenyamanan dan keamanan bagi
berkembangnya masyarakat yang mengedepankankan prinsip inklusifitas
serta pola hubungan yang setara antara stakeholder dan stakeholder
dalam pembangunan. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “kota nyaman kelas dunia”.
Untuk Semua, dimaksudkan adalah proses perencanaan,
pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan yang dapat dinikmati dan
dirasakaan seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi berdasarkan
jenjang umur, jenis kelamin, status sosial dan kemampuan diri (termasuk
kelompok disabilitas). Pokok visi ini dapat diristalkan sebagai terwujudnya “pelayanan publik standar dunia dan bebas korupsi”.
2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Makassar
Susunan Organisasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
a. Kepala Dinas;
b. Sekretariat, terdiri atas :
1) Subbagian Perencanaan dan Pelaporan;
2) Subbagian Keuangan;
3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.
c. Bidang Penanaman Modal, terdiri atas:
1) Seksi Perencanaan dan Pengawasan Penanaman Modal;
2) Seksi Pemberdayaan Usaha Daerah;
3) Seksi Promosi Penanaman Modal.
d. Bidang Pelayanan Depan Perizinan, terdiri atas :
1) Seksi Layanan Informasi dan Pengaduan;
2) Seksi Pendaftaran dan Verifikasi Berkas Perizinan;
3) Seksi Sistem Informasi, Dokumentasi, Evaluasi dan Pelaporan
Perizinan.
e. Bidang Pelayanan Belakang Perizinan Teknis, terdiri atas :
1) Seksi Pengkajian dan Verifikasi Perizinan Teknis;
2) Seksi Peninjauan Perizinan Teknis;
3) Seksi Penetapan Perizinan Teknis.
f. Bidang Pelayanan Belakang Perizinan Non Teknis, terdiri atas :
1) Seksi Pengkajian dan Verifikasi Perizinan Non Teknis;
2) Seksi Peninjauan Perizinan Non Teknis;
3) Seksi Penetapan Perizinan Non Teknis.
h. Unit Pelaksana Teknis (UPT).
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
mempunyai tugas membantu walikota melaksanakan Urusan
Pemerintahan bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan
Daerah dan Tugas Pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah. Dinas
Penanaman Modal dan PTSP dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang
penanaman modal;
b. Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang penanaman
modal;
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan bidang
penanaman modal;
d. Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidang
penanaman modal;
e. Pembinaan, pengoordinasian, pengelolaan, pengendalian, dan
pengawasan program dan kegiatan bidang penanaman modal;
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan
tugas dan fungsinya.
Berdasarkan tugas dan fungsi, Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu mempunyai uraian tugas :
a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penanaman
b. Merumuskan dan melaksanakan visi dan misi dinas;
c. Merumuskan dan mengendalikan pelaksanaan program dan kegiatan
Sekretariat dan Bidang Penanaman Modal, Bidang Pelayanan Depan
Perizinan, Bidang Pelayanan Belakang Perizinan Teknis, Dan Bidang
Pelayanan Belakang Perizinan Non Teknis ;
d. Merumuskan Rencana Strategis (RENSTRA) dan Rencana Kerja
(RENJA), Indikator Kinerja Utama (IKU), Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA)/RKPA, Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA)/DPPA dan Perjanjian Kinerja (PK) dinas;
e. Mengoordinasikan dan merumuskan bahan penyiapan penyusunan
Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD), Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) dan Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)/Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (SAKIP) Kota dan segala bentuk pelaporan
lainnya sesuai bidang tugasnya;
f. Merumuskan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP)/Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)
dinas;
g. Mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan kapasitas
organisasi dan tata laksana;
h. Menyelenggarakan pelayanan di bidang penanaman modal dan
i. Melaksanakan pembinaan, pengendalian, dan pelayanan perizinan
dan non perizinan;
j. Membina dan melaksanakan pelayanan, informasi, pemrosesan/
pengolahan dan pelaporan penyelenggaraan perizinan dan non
perizinan;
k. Melaksanakan pelayanan pengaduan dan penyelesaian atas
pengaduan;
l. Melakukan penandatanganan perizinan dan non perizinan yang
menjadi kewenangan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu;
m. Mengoordinasikan penyelenggaraan pelayanan perizinan dan non
perizinan,;
n. Merumuskan, mengembangkan dan mengendalikan penyelenggaraan
pelayanan perizinan sesuai dengan kewenangannya;
o. Melaksanakan perencanaan dan pengendalian teknis operasional
pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik
Daerah yang berada dalam penguasaannya;
p. Melaksanaan tugas pembantuan dari pemerintah Provinsi ke
pemerintah Kota sesuai dengan bidang tugasnya;
q. Mengevaluasi pelaksanaan tugas dan menginventarisasi
permasalahan di lingkup tugasnya serta mencari alternatif