• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK TAPE BUAH SUKUN HASIL FERMENTASI PENGGUNAAN KONSENTRASI RAGI YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK TAPE BUAH SUKUN HASIL FERMENTASI PENGGUNAAN KONSENTRASI RAGI YANG BERBEDA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KONSENTRASI RAGI YANG BERBEDA

Oleh : Agus Santosa dan Cucut Prakosa

ABSTRAK

Pembuatan tape sukun merupakan salah satu alternatif pengolahan sukun. Dalam usaha untuk penganekaragaman olahan pangan di masyarakat serta untuk meningkatkan potensi daerah. Permasalannya adalah agar masyarakat dalam membuat tape sukun dihasilkan tape sukun yang berkualitas, maka penelitian berbagai hal sangat diperlukan. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan pengkajian tentang penggunaan konsentrasi ragi untuk mengidentifikasi karakteristik produk tape sukun yang dihasilkan.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi ragi yang ditambahkan yaitu : Konsentrasi Ragi 0,5 %; 1,0 %; 1,5 %; 2,0 %; dan konsentrasi ragi 2,5 %. Parameter yang diukur meliputi kadar air, pH, tektur dan uji organoleptik yaitu uji rasa, aroma dan kesukaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi, dihasilkan tape dengan karakteristik kadar air dan kadar asam tape meningkat (pH lebih rendah), tektur sangat lunak, rasanya menjadi asam dengan aroma yang sangat tajam dan alkoholik. Berdasarkan uji organoleptik tape sukun yang paling disukai panelis adalah tape sukun dengan konsentrasi ragi tape 1,0%. Tape sukun yang dihasilkan mempunyai rasa sedikit manis agak asam sampai manis sedikit asam (3,70), aroma khas tape agak tajam aromanya (2,25), kadar air 75,50%, pH 3,00 dengan tektur 258,36 mm/gram/dt.

PENDAHULUAN

Sukun atau bread fruit merupakan tanaman pangan alternatif di Indonesia sejak tahun 1920, yang pada awalnya tanaman ini tidak banyak ditanam orang namun sekarang sudah cukup populer karena dapat diolah menjadi berbagai produk makanan terbuat dari sukun misalnya: goreng sukun, getuk sukun, kolak sukun, cake sukun, mie sukun, klepon sukun, dodol sukun, bola sukun, apem sukun dan bahan baku pembuat pek empek (makanan khas Palembang), maupun tape sukun (Didiet Sudiro, 2009)

Sukun merupakan tanaman tropis sumber karbohidrat yang bersifat musiman. Komposisinya buah sukun mempunyai kandungan karbohidrat cukup

tinggi sekitar 28,2% (Setijo Pitojo, 1992), hal ini menunjukkan bahwa buah sukun cukup baik untuk diolah menjadi tape.

Tapai (sering dieja sebagai tape) atau uli (bahasa Betawi) adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan berkarbohidrat atau Sumber pati, seperti singkong atau ubi kayu dan beras ketan yang melibatkan ragi di dalam proses pembuatannya (Made Astawan Mita Wahyuni, 1991). Tapai yang dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan tapai singkong. Bila dibuat dari ketan hitam maupun ketan putih, hasilnya dinamakan

(2)

“tapai pulut” atau “tapai ketan”. Dalam proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis mikroorganisme seperti Saccharomyces Cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus, dsb sp.. Tapai hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, berasa manis keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket. Umumnya, tapai diproduksi oleh industri kecil dan menengah sebagai kudapan atau hidangan pencuci mulut (Ganjar, 2003)

Masyarat Jawa Barat lebih mengenal tapai singkong dengan sebutan peuyuem, sedangkan masyarakat Jawa Timur lebih sering menyebutnya tapai telo (Djien, 1972). Tapai juga dikenal di kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Makanan ini memiliki nama lokal yang berbeda–beda di setiap negara; yaitu tapai pulut (Malaysia), basi binubran (Filipina), chao (Kamboja), lao-chao atau chiuniang (Cina), dan khao-mak (Thailand) (Ganjar, 2003)

Dalam pembuatan tapai bahan perlu dicampurkan air dan dikukus dikukus terlebih dahulu sebelum diberikan ragi. Campuran tersebut ditutup dengan daun dan diinkubasi pada suhu 25-30 °C selama 2-4 hari hingga menghasilkan alkohol dan teksturnya lebih lembut. Selain rasanya yang manis dan aroma yang memikat, tapai juga dibuat dengan beberapa warna berbeda. Warna tersebut tidak berasal dari pewarna buatan yang berbahaya, melainkan berasal dari pewarna alami. Untuk membuat tapai ketan berwarna merah, digunakan Angkak, pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus. Sedangkan tapai ketan warna hijau dibuat menggunakan ekstrak daun pandan. Pembuatan tapai memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar tape dapat menjadi lunak karena proses fermentasi yang baik.

Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk membuat tapai. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika digunakan untuk mengolah pembuatan tapai bisa menyebabkan kegagalan fermentasi. Air juga harus bersih. Menggunakan air hujan juga bisa menyebabkan gagal fermentasi.

Tape mempunyai rasa sedikit manis dengan sedikit rasa alkohol dan aroma semerbak yang khas. Tekstur lunak dan berair serta mengasilkan cairan yang merupakan efek dari efek fermentasi. Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula dari tape itu sendiri. Tetapi kadang – kadang pada sejenis tape tertentu timbil rasa asam agak menyengat. Hal ini biasanya disebabkan oleh perlakuan selama proses pembuatan yang kurang teliti, misalnya penambahan ragi yang terlampau banyak, penutupan yang kurang sempurna selama proses fermentasi berlangsung, ataupun karena proses fermentasi yang terlalu lama (Oyon Suwaryono dan Yusti Ismaeni, 1987).

Pembuatan tape sukun merupakan salah satu alternati penganekaragaman olahan buah sukun. Permasalannya adalah agar masyarakat dalam membuat tape sukun dihasilkan tape sukun yang berkualitas, maka perlu dilakukan penelitian dengan pengkajian penggunaan konsentrasi ragi.

Fermentasi merupakan tahap terjadinya hidrolisis terhadap bahan berpati menjadi gula-sederhana melalui enzimatis serta diikuti perubahan gula menjadi alkohol (Tri Susanto dan Budi Saneto, 1994). Menurut Buckle, dkk. (1985) persiapan atau pengawetan bahan pangan dengan proses fermentasi tergantung pada produk oleh mikroorganisme tertentu, perubahan –perubahan kimia dan fisik yang mengubah rupa, bentuk(body) dan flafor dari pangan

(3)

aslinya perubahan–perubahan ini dapat memperbaiki gizi dari produk dan umumnuya menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik.

Prinsif dasar fermentasi pangan berpati adalah degradasi komponen pati menjadi dekstrin dan gula, selanjutnya diubah menjadi alkohol atau asam sehingga menghasilkan makanan fermentasi berasa manis, alkoholik dan sedikit asam atau manis sedikit asam (Kapti Rahayu dan Sudarmaji , 1989). Selanjutnya Winarno dkk.,(1985), menyatakan bahwa esterifikasi antara asam dan alkohol menghasilkan ester yang membentuk cita rasa khas tape. Produksi alkohol yang berlabihan dapat menimbulkan rasa pahit sedangkan produksi alkohol yang minimal meningkatkan rasa manis tape.

Fermentasi tapai dapat meningkatkan kandungan Vitamin B1 (tiamina) hingga tiga kali lipat. Vitamin ini diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan agar dapat berfungsi dengan baik . Karena mengandung berbagai macam bakteri “baik” yang aman dikonsumsi, tapai dapat digolongkan sebagai sumber probiotik bagi tubuh. Cairan tapai dan tapai ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu juta per mililiter atau gramnya. Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek menyehatkan tubuh, terutma sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari tapai adalah kemampuannya tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus flavus. Toksik ini banyak kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-hari, seperti kecap. Konsumsi tapai dalam batas normal diharapkan dapat mereduksi aflatoksin tersebut. Di

beberapa negara tropis yang mengkonsumsi singkong sebagai karbohidrat utama, penduduknya rentan menderita anemia. Hal ini dikarenakan singkong mengandung sianida yang bersifat toksik dalam tubuh manusia. Konsumsi tapai dapat mencegah terjadinya anemia karena mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya mampu menghasilkan vitamin B12.

Konsumsi tapai yang berlebihan juga dapat menimbulkan infeksi pada darah dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu, beberapa jenis bakteri yang digunakan dalam pembuatan tapai berpotensi menyebabkan penyakit pada orang-orang dengan sistem imun yang terlalu lemah seperti anak-anak balita, kaum lanjut usia, atau penderita HIV. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, konsumsi tapai perlu dilakukan secara terkendali dan pembuatannya serta penyimpanannya pun dilakukan dengan higienis (Cronk, et al, 1977)

Penelitian ini bertujuan melakukan pengkajian tentang penggunaan konsentrasi ragi untuk mengidentifikasi karakteristik produk tape sukun yang dihasilkan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorim Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Widya Dharma Klaten pada bulan Juni sampai dengan bulan September 2010. Bahan yang digunakan sukun varietas lokal, ragi tape merk NKL, bahan kimia untuk analisa serta alat-alat untuk pengolahan dan analisa laboratorium.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan penggunaan ragi yang berbeda , yaitu : Konsentrasi Ragi 0,5%; Konsentrasi Ragi 1,0%; Konsentrasi Ragi 1,5 %; Konsentrasi Ragi 2,0 % dan Konsentrasi Ragi 2,5 %.

(4)

Masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 3 x 5 = 15 satuan percobaan. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis. Pelaksanaan penelitian selengkapnya terdapat pada Gambar 1.

Parameter yang diukur yaitu kadar air metode pemanasasn (AOAC) dalam Slamet Sudarmadji, dkk, 1996), pH, pengukuran tekstur menggunakan alat pnetrometer serta uji organoleptik meliputi uji rasa, an aroma dengan metode Scoring test serta uji kesukaan dengan metode Hedonik test (Bambang Kartika, dkk, 1988).

Analisis Kimia : Kadar Air Uji Fisik : pH, Tektur

Uji Organoleptik : Rasa, Aroma dan Kesukaan

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Tape Sukun

PENGUKUSAN SUHU 100 C, 20 MENIT

INKUBASI DALAM BESEK

SUHU 30C, 36 JAM DIKUPAS dan DICUCI

PENDINGINAN

PEMBERIAN RAGI TAPE SESUAI PERLAKUAN : PEMOTONGAN PANJANG 5 CM 2,5 % 1,5 % 1,0 % 0,5 % 2,0 % SUKUN TAPE SUKUN

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisa Kadar Air, pH, dan Tektur Tape Sukun

Hasil analisis kadar air, pH, dan tektur tape sukun penelitian seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Air, pH, dan tektur Tape Sukun

Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi tape yang digunakan, semakin meningkatkan kadar air tape sukun yang dihasilkan. Hal ini karena kemampuan ragi untuk menguraikan pati lebih besar dan lebih cepat sehingga diperoleh kadar air tape sukun lebih banyak. Kadar air tape sukun penelitian 75,18 – 76,20 %. Kadar kair tape penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan penelitian Darsono (2005), yaitu sekitar 73,32 – 75,24%, hal ini dimungkinkan adanya perbedaan varietas sukun, tingkat ketuaan (umur) panen sukun serta lama pengukusan sukun, dan lama fermentasi. Anonim (1992), melaporkan bahwa kadar air tape singkong 56,1%, tape ketan hitam 58,9% dan tape ketan putih 58,9%. Sedang menurut Nio (1992), kadar air tape sebesar 56,1%. Anonim (2007), kadar air tape singkong 56 – 69 %. Menurut Tri Susanto dan Budi Saneto (1994), sebagai hasil samping hidrolisa pati adalah air yang menyebabkan sifat fisik bahan menjadi berair.

0,5% 75,18 4,00 255,21 1,0% 75,50 3,00 258,36 1,5% 75,82 3,00 285,27 2,0% 75,64 3,00 263,83 2,5% 76,20 3,00 300,56 Penggunaan Ragi Tape Kadar Air (%) pH Tekstur mm/gram/dt

(5)

Tingginya kadar air tape sukun penelitian, maka tape sukun dapat dikembangkan sebagai bahan pengolahan brem maupun brem cair, sebagai alternatif pengolahan sukun menjadi produk olahan pangan.

pH merupakan salah satu parameter untuk menunjukkan tingkat keasaman dari produk olahan tape. pH dapat ditunjukkan dengan alat pH meter atau dengan indikator universal atau kertas lakmus. Selain itu juga dapat ditunjukkan dengan mengukur kadar asam dengan metode titrasi menggunakan larutan alkali. Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi yang digunakan, semakin meningkatkan kadar asam tape sukun yang dihasilkan. Hal ini karena kemampuan ragi untuk menguraikan gula menjadi alkohol lebih besar dan lebih cepat sehingga reaksi pemecahan alkohol menjadi asam oleh bakteri pembentuk asam lebih besar pula. Oleh karena itu diperoleh kadar asam tape sukun lebih banyak (pH lebih rendah) dengan semakin meningkatnya konsentrasi ragi yang digunakan. Menurut Oyon Suwaryono dan Yusti Ismaeni, (1987) alkohol yang berasal dari fermentasi ragi dengan adanya O2 akan mengalami fermentasi lebih lanjut oleh bakteri Acetobacter aceti menjadi asam asetat. pH tape sukun penelitian yaitu 3,00 – 4,00, penelitian lain pada pembuatan tape ubi jalar tape yang dihasilkan mempunyai pH antara 4,62 – 5,55 (Karlina Simbolon, 2008). Anonim (2007), menyebutkan bahwa pH tape singkong 4,38 – 4,75

Dalam penerimaan produk olahan pangan penampilan tekstur produk merupakan sifat penting yang dapat diamati mata, kulit dan alat perasa (Amarine, dkk, 1965). Hasil Tabel 1., menunjukkan bahwa semakin meningkat ragi digunakan tekstur tape sukun yang dihasilkan kecenderungannya semakin lunak. Menurut Muljoharjo dan Sukmadji (1990), tekstur suatu bahan dipengaruhi oleh banyaknya air dalam bahan olahan, dengan semakin tinggi kadar air bahan maka tekstur bahan semakin lunak dan semakin sedikit airnya bahan makin padat. Bila dibandingkan dengan tekstur tape singkong (ketela pohon), tekstur tape sukun lebih lunak hal ini disebabkan sukun kandungan seratnya lebih rendah, menurut Sutrisno Koswara (2006) kandungan seratnya 2,2 %. Sedangkan singkong kandungan seratnya 2,56 % (Irfan Pasaribu, 2010). Hasil pengamatan tape singkong dengan lama fermentasi 36 jam sudah jadi tape sedang untuk tape singkong membutuhkan lama fermentasi sampai 48 jam. Hal ini sesuai penelitian Ida Bagus Putu Gunadnya dan Nyoman Semadi Antara (1997), yang melaporkan bahwa kematangan tape sukun dilihat dari tingkat kesukaan tertinggi terhadap aroma, rasa dan tekstur tape sukun terjadi pada fermentasi 36 jam lebih cepat jika dibandingkan dengan proses fermentasi tape singkong, tape ketan maupun tape pisang yang memerlukan waktu 48 – 72 jam.

(6)

2. Uji organoleptik Tape sukun

Uji organoleptik tape sukun yang dilakukan meliputi uji rasa, aroma dan kesukaan. Hasil uji organoleptik tape sukun seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Tape Sukun

Keterangan :

Nilai Rasa,1 : kurang manis dan asam, 2 : agak manis dan agak asam, 3 : sedikit manis sedikit asam, 4 : manis sedikit asam serta 5 : sangat manis dan sedikit asam. Nilai Aroma, 1 : beraroma khas tape tidak terlalu tajam aromanya, 5 : beraroma khas tape sangat tajam sekali aromanya. Tingkat Kesukaan, 1 : sangat tidak suka sama sekali, 9 : amat sangat suka sekali.

Rasa pada produk tape ditentukan oleh bahan, formula yang digunakan dan perlakuan atau cara pembuatannya. Nilai rasa tape sukun penelitian pada Tabel 2, menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan ragi, rasa tape sukun cenderung semakin dominan rasa asam dari rasa manis. Rasa tape merupakan kontribusi dari rasa asam organik, manis dari gula dan alkoholik sebagai hasil proses fermentasi sukun (karbohidrat pada umumnya) dari mikrobia ragi

yang ditambahkan. Secara normal rasa tape sedikit manis, asam dan beraroma khas tape yaitu alkoholik. Menurut Kapti Rahayu dan Slamet Sudarmadji (1989), prinsip dasar fermentasi pangan berpati adalah degradasi komponen pati menjadi dekstrin dan gula, selanjutnya diubah menjadi alkohol atau asam sehingga menghasilkan makanan fermentasi berasa manis, alkoholik dan sedikit asam atau manis sedikit asam. Anonim (2007), menyebutkan bahwa perubahan biokimia yang penting pada fermentasi tape adalah hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltose yang akan memberikan rasa manis serta perubahan gula menjadi alkohol dan asam organik yang menyebabkan rasa asam. Faktor lain yang menyebabkan rasa tape yang dihasilkan juga ditentukan dari kombinasi atau campuran kultur dari ragi tape yang digunakan. Menurut Dwijoseputro (1970) ragi yang digunakan untuk pembuatan tape mengandung berbagai jenis mikroba yaitu Aspergillus, Saccharomuces, Candida, Hansenula dan bakteri Acetobacter.

Aroma merupakan hasil dari uap proses pengolahan makanan,uap ini tercipta dari bahan-bahan makanan yang diolah. Untuk aroma tape sesungguhnya adalah berasal dari bahan volatile yang menguap dan dapat diterima indera sebagai hasil dari proses fermentasi tape. Hasil Uji tingkat nilai aroma tape sukun penelitian seperti terlihat pada Tabel 2., menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ragi yang digunakan, tape sukun yang dihasilkan aromanya semakin tajam sekali (aromanya semakin menyengat). Hal ini diduga karena adanya asam dan alkohol yang tinggi membuat senyawa volatil mudah menguap lebih banyak. Menurut Winarno, dkk., (1985),

0,5% 3,30 2,10 5,80 1,0% 3,70 2,25 6,75 1,5% 3,00 2,75 5,65 2,0% 2,85 3,70 4,80 2,5% 2,30 4,45 4,65 Penggunaan Ragi Tape

(7)

esterifikasi antara asam dan alkohol menghasilkan ester yang membentuk cita rasa atau aroma khas tape.

Dalam uji kesukaan panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan dan sebaliknya. Penilaian kesukaan terhadap produk tape tidak lepas dari penerimaan dari parameter-parameter rasa, aroma, warna, tekstur serta kenampakan dari produk tape yang diamati. Dilihat dari nilai kesukaan panelis pada Tabel 2. yang paling tinggi tingkat penerimaan nilai kesukaan dari panelis adalah tape sukun yang difermentasi dengan konsentrasi ragi 1,0% skor 6,75 (suka sampai sangat suka). Tape sukun yang difermentasi dengan penggunaan ragi 1,0% dengan lama fermentasi 36 jam paling disukai karena mempunyai rasa sedikit manis agak asam sampai manis sedikit asam (3,70), aroma khas tape agak tajam aromanya (2,25), kadar air 75,50%, pH 3,00 dengan tektur 258,36 mm/N/ dt.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : a. Semakin tinggi konsentrasi ragi tape dalam fermentasi pengolahan tape sukun akan meningkatkan kadar air, kadar asam (pH lebih rendah), dan tekstur (tektur tape sangat lunak), serta rasanya menjadi asam dengan aroma yang sangat tajam dan alkoholik. b. Berdasarkan uji organoleptik tape sukun

yang paling disukai panelis adalah tape sukun dengan konsentrasi ragi tape 1,0%.

Tape sukun yang dihasilkan mempunyai rasa sedikit manis agak asam sampai manis sedikit asam (3,70), aroma khas tape agak tajam aromanya (2,25), kadar air 75,50%, pH 3,00 dengan tektur 258,36 mm/gram/dt.

2. Saran

Pengolahan tape sukun dapat digunakan sebagai alternatif penganekaragaman olahan sukun akan tetapi karena kadar serat sukun rendah untuk menghasilkan tape sukun yang baik perlu disarankan sebagai berikut :

a. Konsentrasi ragi yang digunakan dibawah 1 %

b. Lama fermentasi tidak melebihi 36 jam pada suhu kamar

c. Proses pengukusan dilakukan dengan waktu yang terukur jangan sampai sukun terlalu lunak sehingga tekstur tape yang dihasilkan lebih baik teksturnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Mikrobiologi dan Biokimia Tape. http://permimalang.wordpress.com/tag/tape/ Bambang Kartika, Puji Astuti, dan Wahyu Supartono.

1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G. H. dan Wooton, M., 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan : Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

(8)

Cronk T.C., Sreinkraus K.H., Hackler L. R., Mattick L. R, 1977. Indonesian Tape Ketan Fermentation. Appl. Microbiol 33 (5): 1067- 1073

Didiet Sudiro, 2009. Pemanfaatan Buah Sukun sebagai Makanan Alternatif Pengganti Beras. Puslitbang Indhan Balitbang Dephan, Jakarta. Djien K. S., 1972. Tapai Fermentation. Appl

Microbiol 23 (5) : 976- 978 FAO, 1972. Harian Terbit 1993.

Ganjar I., 2003. Tapai from Cassava and Sereals. Di dalam : First International Symposium and Workshop on Insight into the World of Indigenous Fermented Foods for Technology Development and Food Safety; Bangkok, 13-17 Apr 2003 hlm 1 – 10

Ida Bagus Putu Gunadnya dan Nyoman Semadi Antara, 1997. Perubahan Karakteristik Kimia dan Organoleptik Tape Sukun Selama Fermentasi. Gitayana Vol 3, No. 1, 1997-14. Universitas Udayana, Denpasar

Irfan Pasaribu, 2010. Dampak Singkong (Manihot utillisima) Pada Metabolisme Tubuh. http:// bhimashraf.blogspot.com/2010

Karlina Simbolon, 2008. Pengaruh Konsentrasi Ragi Tape dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Tape Ubi Jalan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara, Medan

Setijo Pitojo, 1992. Budidaya Sukun. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sutrisno Koswara, 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif. Ebookpangan.com 2006.

Tri Susanto dan Budi Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Penerbit. Bina Ilmu, Surabaya.

Oyon Suwaryono dan Yusti Ismaeni., 1987. Fermentasi Bahan Makanan Tradisional. PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Made Astawan Mita Wahyuni, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademi Pressindo, Jakarta.

Made Suladra, 2001. Interaksi Jamur dan Yeast Amilolitik dalam Inokulum Kering Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Brem Padat. Jurnal Ilmiah Padma Kresna. Universitas Widya Mataram, Yogyakarta.

Winarno, F.G., 1980. Bahan Pangan Terfermentasi. Fateta, IPB, Bogor.

Gambar

Tabel  1.  menunjukkan  bahwa  semakin tinggi  konsentrasi  ragi  tape  yang  digunakan, semakin meningkatkan kadar air tape sukun  yang dihasilkan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase ragi tape memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap kadar alkohol, kadar gula reduksi, pH, organoleptik (rasa, aroma

Dengan melihat latar belakang tersebut diatas peneliti mencoba memberikan berbagai macam konsentrasi ragi dan lama waktu fermentasi pada proses fermentasi kulit

Bagaimanakah pengaruh lama pemeraman dan konsentrasi ragi terhadap kadar alkohol tape biji nangka (Artocarpus integra) pada masing-masing perlakuanE. Bagaimanakah tekstur, warna,

Penelitian ini bertujuan untuk menguji kadar protein dan organoleptik tape ubi ungu melalui fermentasi dengan dosis ragi yang berbeda dan penambahan sari kulit buah

Dalam skripsi ini penulis mengambil judul “PENGARUH KONSENTRASI RAGI DAN MEDIA PEMBUNGKUS YANG BERBEDA TERHADAP KUALITAS TAPE BEKATUL DILIHAT DARI KADAR ETANOL” ,

konsentrasi ragi dan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap hasil minyak kelapa, hasil tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan W2R3 atau lama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi biji kakao dengan penambahan ragi tape menghasilkan jumlah yeast, bakteri asam laktat (BAL), dan bakteri asam asetat (BAA)

Penelitian bertujuan mengetahui karakteristik fisik dan sensoris tepung tape beras hitam yang dibuat dengan metode pengolahan dan konsentrasi ragi yang berbeda serta menentukan