• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Umur Panen dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Long Line

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Umur Panen dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut (Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Long Line"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Umur Panen dan Bobot Bibit Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan

Karaginan Rumput Laut (

Eucheuma spinosum

) Menggunakan Metode

Long Line

Effects of Harvesting Periods and Seedling Weights on Growth and Carrageenant Content of Seaweed

Eucheuma spinosum Cultivated using Long Line Method

Erpin*), Abdul Rahman**), dan Ruslaini***)

Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232

E-mail: erpin.opin@yahoo.com *), rahman_uh@yahoo.co.id **), ruslaini08@yahoo.co.id ***) Abstrak

Penelitian telah dilakukan selama 2 bulan (Juli-Setpember 2012) bertujuan untuk mengetahui umur panen dan bobot bibit terhadap pertumbuhan rumput laut Eucheumap spinosum dengan menggunakan metode Long line. Penelitian dilaksanakan secara eksperimental dengan rancangan faktorial. Faktor A umur panen yang terdiri atas taraf A1 (20 hari), A2 (25 hari), A3 (30 hari) dan A4 (35 hari). Faktor B meliputi (bobot bibit) yang terdiri atas taraf B1 (50g), B2 (60g), dan B3 (70g). Sebagai parameter uji pertumbuhan adalah laju pertumbuhan spesifik (LPS) dan kadar karaginan rumput laut (Kr). Hasil Analisis (Anova) terhadap data penelitian factor tunggal A dan factor tunggal B masing-masing memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap LPS dan KR namun interaksi keduanya faktor tersebut tidak berpengaruh secara nyata. Hasil uji lanjut (BNT) diketahui bahwa taraf faktor A1, A2, A3 dan A4 memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap LPS dengan nilai secara berturut-turut 1,74%d, 2,02%c, 3,01%a dan 2,27%b dan terhadap Kr dengan masing-masingnya 42,12%a, 41,38%ab,

47,52%a dan 47,59%a. Berdasarkan faktor B1, B2, dan B3 untuk parameter LPS masing-masing berurutan 1,99%c , 2,52%b, dan 2,27%c dan parameter Kr masing-masingnya 45,1302%, 43,8149%, dan 45,0040%.

Pengukuran parameter kualitas air yaitu kecepatan arus, suhu, kecerahan, salinitas dilakukan setiap penimbangan sedangkan pengukuran nitrat dan phosfat dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas air pada lokasi penelitian berada dalam kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh rumput laut (E. spinosum).

Kata Kunci : Umur panen, bobot bibit , pertumbuhan, karaginan, Eucheuma spinosum.

Abstract

The Research was to examine effects of harvesting periods and seedling weights on growth and carrageenan content of seaweed E. psinosumcultivated usinglong line method conducted for 35 days from July - September 2012. There were two factors used on the study. First factor was period (20 days, 25 days, 30 days and 35 days) and the second factor was weight (50g, 60g, 70g). Two variables were measured namely specific growth rate (SGR) and carrageenan content. Results showed that the highest SGR in first factor was found in 30 days reaching 3.01%followed by 35 days, 25 days and 20 days that attained 2.27%, 2.02% and 1.74% respectively while the highest carrageenan content was obtained in 35 days achieving 57.59% followed by 30 days, 20 days and 25 days that reached 47.52%, 42.12% and 41.38%. Meanwhile, the highest carrageenan content in second factor was gained in 60 g reaching 2.52% then 70 g and 50 g that achieved 2.27% and 1.99% successively whereas the highest carrageenan content was found in 50 g that attained 45.1302% followed by 70 g and 50 g namely 45.0040% and 43.8149% respectively. The measurements of water quality parameters including current velocity, temperature, transparency and salinity were done in the time of weighting while the level of nitrate and phosphate were measured at the start and final day of the study. Those parameters showed that the quality of the water was in normal ranges to support the cultivation of the seaweed.

Keywords: Harvesting periods, seedling weights, carrageenan, growth and Eucheuma spinosum.

Pendahuluan

Salah satu sumber daya hayati yang cukup potensial dari perairan laut Indonesia adalah rumput laut dengan berbagai macam jenisnya. Rumput laut merupakan bagian dari

Rumput laut Eucheuma spinosum

merupakan jenis yang banyak dicari. Ini disebabkan karena industri makanan, kosmetik, dan farmasi untuk dijadikan sebagai bahan campuran. Eucheuma adalah jenis rumput laut yang termasuk dalam divisi

(2)

sehingga distribusinya tergantung pada tersedianya cahaya. Rumput laut dibedakan yaitu Rhodophyceae (rumput laut merah),

Phaeophyceae (rumput laut coklat),

Chlorophyceae (rumput laut hijau), dan

Chyanophyceae (rumput laut hijau-biru). Rumput laut pemanfaatannya yang demikian luas dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai sumber pangan, obat-obatan dan bahan baku industri (Anggadiredja 2006).

Disamping itu, produk ekstraksi rumput laut (seperti agar-agar, alginat, dan karaginan) banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan rumah tangga, bahan tambahan atau bahan baku dalam industri makanan farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat, dan lain-lain. Pemanfaatan rumput laut masih perlu dikembangkan lagi agar memberikan nilai tambah, baik secara ekonomi maupun lingkungan (Anonim, 2003).

Kegiatan budidaya rumput laut di Sulawesi Tenggara khususnya di Desa Bororo, masih kurang yang melakukan kegiatan budidaya rumput laut khususnya jenis

Eucheuma spinosum, hal ini disebabkan karena masyarakat masih keterbatasan pengetahuan serta informasi mengenai umur panen yang baik dan bobot bibit yang digunakan dalam kegiatan budidaya rumput laut Eucheuma spinosum sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan kandungan karaginan yang baik.

Tujuan penelitian ini yaitu dapat mengetahui umur panen dan bobot bibit yang digunakan untuk menghasilkan pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut

Eucheuma spinosum tinggi. yang berbeda dan bobot bibit rumput laut yang berbeda menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini sedangkan Kegunaan yang ingin dicapai dengan

pelaksanaan penelitian ini sebagai sumber pengetahuan dan informasi mengenai umur panen dan berat bibit untuk pertumbuhan dan kandungan karanginan rumput laut Eucheuma spinosum yang di budidayakan dan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

Bahan dan Metode

Alat-alat yang digunakan di lapangan pada penelitian ini yaitu termometer, hand-refraktometer, timbangan, sechi disk, bola pelampung, perahu, pelampung botol bekas 500 ml, tali jangkar 8 mm, tali bibit Ф 2 mm dan jangkar batu.

Bahan yang digunakan dalam penelitian di lapangan yaitu : E. Spinosum dari petani budidaya rumput laut, di Desa Ranooha.

Alat yang digunakan dalam penelitian di laboratorium yaitu: labu erlenmeyer, kertas penyaring, oven, timbangan analitik, gelas ukur, pengaduk, autoclave, tabung reaksi, rak tabung, blender, pipet volum, Talang dan spektrofotometer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian di laboratorium adalah : ammonium monovanadat, H2SO4, NaCl dan Iso-propanol.

1. Persiapan Bibit

Pada penelitian ini bibit yang digunakan yaitu E. Spinosum dari hasil budidaya petani rumput laut di Desa Ranooha Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan. Bibit rumput laut dibersihkan dari kotoran atau organisme yang menempel, setelah itu dipotong-potong dan ditimbang dengan berat masing-masing sesuai perlakuan dalam penelitian ini berat bibit yang digunakan yaitu 50 g, 60 g dan 70 g.

(3)

2. Metode Penanaman

a. Persiapan Wadah Budidaya

Secara deskripsi konstruksi metode long line dilihat pada Gambar 1 berikut :

Gambar 1. Konstruksi penanaman rumput.

b.

Pemasangan Tali Long Line

Tali long line yang panjangnya masing-masing 50 m setiap bentangan dipasangkan tali bibit, bibit yang sudah ditimbang langsung dipasang pada tali long line yang sudah diikatkan tali bibit, dengan berat bibit pada yaitu 50 g, 60 g dan 70 g/ rumpun. Setelah tali long line yang sudah dipasangkan bibit rumput laut langsung dibawah pada lokasi penelitian dan diikatkan pada tali ris utama berasal dari tali nilon dan pada ujung tali diberikan pelampung dan dibawah tali diberikan pemberat berupa jangkar.

3. Pemeliharaan Rumput Laut

Rumput laut yang sudah ditanam secara long line, selanjutnya dilakukan pemeliharaan selama 35 hari, dilakukan pula pengontrolan setiap 2 hari sekali dan dilakukan penimbangan setiap minggu. Dimana setiap 20 hari, 25 hari, 30 hari dan 35 hari dilakukan pemanenan. Setiap rumpun rumput laut dipisahkan dan ditimbang guna mengetahui bobot masing-masing rumpun.

4. Pemanenan Rumput Laut

Panen dilakukan 4 kali secara bertahap

a. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan b. Melakukan panen rumput laut pada umur

20, 25, 30 dan hari ke 35.

c. Memasukkan rumput laut kedalam perahu yang dipanen dalam keadaan utuh.

Selanjutnya dilakukan proses penjemuran dengan cara gantung sebagai berikut:

a. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan b. Menjemur dengan cara mengikat tali long

line rumput laut pada tiang jemuran.

c. Mengatur jarak tali long line rumput laut pada tiang jemuran agar tingkat kekeringan dapat merata.

5. Parameter Penelitian a. Laju Pertumbuhan Spesifik

Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) diperoleh dengan mengukur bibit basah rumput laut setiap 7 hari. Untuk menghitung Laju Pertumbuhan Spesifik digunakan rumus Dawes, et all., (1994).

Rumus:

LPS = Ln Wt –Ln Wo X 100 %) t

Dimana :

LPS = Laju Pertumbuhan Spesifik (%); Wt = Bobot bibit akhir (g);

(4)

d

c

a

b

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 20 25 30 35 L P S ( %)

Umur Panen (Hari)

c

a

b

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 50 60 70 L P S ( %) Bobot Bibit b. Kadar Karaginan

Untuk menentukan kadar karaginan digunakan rumus Munoz, et al., (2004) sebagai berikut: Rumus : Wc Kr = X100% Wm Dimana: Kr = Kadar Karaginan; Wc = Berat Karaginan Ekstrak (g); Wm = Berat Rumput Laut Kering (g). Hasil

A.Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Pengaruh faktor A (umur panen) dan faktor B (bobot bibit), data LPS rumput laut (E. spinosum) dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2. Histogram laju pertumbuhan spesifik umur panen.

Hasil analisis ragam (ANOVA) terrhadap LPS diperoleh bukti bahwa ada perbedaan secara signifikan diantara perlakuan umur panen yang dicobakan (Lampiran 2). Berdasarkan analisis lanjut (BNT) menunjukkan bahwa keempat perlakuan umur panen yang diuji memberikan LPS yang berbeda-beda (Lampiran 3). Perlakuan umur panen 30 hari menghasilkan LPS yang

tertinggi (3,01%), kemudian diikuti secara berturut-turut perlakuan umur panen 35 hari (2,27%), perlakuan umur panen 25 hari (2,02%), dan terakhir perlakuan umur panen 20 hari dengan LPS (1,74%).

Data pengaruh faktor B (bobot bibit) LPS rumput laut yang dibudidayakan, disajikan dalam Gambar 3 sebagai berikut:

(5)

UmurPanen Umur Panen 35 Hari Umur Panen 30 Hari Umur Panen 25 Hari Umur Panen 20 Hari Es ti m at ed Marg in al Mean s 3.5 3 2.5 2 1.5 1 Berat Bibit 70 g Berat Bibit 60 g Berat Bibit 50 g BeratBibit Estimated Marginal Means of LPS

Gambar 4. A. Grafik Pengaruh Interaksi Laju Pertumbuhan Spesifik Rumput Laut E. spinosum Faktor A Terhadap Faktor B.

B. Pengaruh Interaksi Laju Pertumbuhan Spesifik Rumput Laut E. spinosum Faktor B Terhadap Faktor A.

Grafik LPS rumput laut tidak terjadi interaksi kedua faktor perlakuan, pada Gambar 4, namun dari hasil ANOVA tidak menunjukkan adanya perbedaan secara siginifikan.

B. Kadar Karaginan

Pengaruh faktor A (umur panen) dan faktor B (bobot bibit) terhadap kadar karaginan rumput laut (E. spinosum) selama penelitian yang tertera dalam Gambar 5,

Keterangan: Notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berpengaruh terhadap perlakuan.

Gambar 5. Histogram Kadar Karaginan berdasarkanUmur Panen. Hasil yang didapatkan rata-rata

kandungan karaginan yang tertinggi pada masing-masing perlakuan ditemukan pada umur panen 35 hari yaitu 47,59%, kemudian umur panen 30 hari yaitu 47,52%, selanjutnya

terendah pada umur panen 25 hari yaitu berkisar 41,38%.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa umur panen terhadap karaginan rumput laut menunjukkan pengaruh yang nyata. Dimana perlakuan umur panen 20 hari, 25 hari,

ab

a

b

b

0 10 20 30 40 50 60 20 25 30 35 K ara gina n (%)

Umur Panen (Hari) UMURPANEN UMUR PANEN 35 HARI UMUR PANEN 30 HARI UMUR PANEN 25 HARI UMUR PANEN 20 HARI Esti mate d Marginal Means 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 BERAT BIBIT 70 g BERAT BIBIT 60 g BERAT BIBIT 50 g BERATBIBIT Estimated Marginal Means of LPS

BobotBibit Bobot Bibit 70 g Bobot Bibit 60 g Bobot Bibit 50 g Es ti m at ed Marg in al Mean s 3.5 3 2.5 2 1.5 1

Umur Panen 35 Hari Umur Panen 30 Hari Umur Panen 25 Hari Umur Panen 20 Hari UmurPanen Estimated Marginal Means of LPS

BERATBIBIT BERAT BIBIT 70 g BERAT BIBIT 60 g BERAT BIBIT 50 g Esti mate d Marginal Means 51.00 48.00 45.00 42.00 39.00

UMUR PANEN 35 HARI UMUR PANEN 30 HARI UMUR PANEN 25 HARI UMUR PANEN 20 HARI UMURPANEN

(6)

UmurPanen Umur Panen 35 Hari Umur Panen 30 Hari Umur Panen 25 Hari Umur Panen 20 Hari Es ti m at ed Marg in al Mean s 51 48 45 42 39 Berat Bibit 70 g Berat Bibit 60 g Berat Bibit 50 g BeratBibit

Estimated Marginal Means of Karaginan

BobotBibit Bobot Bibit 70 g Bobot Bibit 60 g Bobot Bibit 50 g Es ti m at ed Marg in al Mean s 51 48 45 42 39

Umur Panen 35 Hari Umur Panen 30 Hari Umur Panen 25 Hari Umur Panen 20 Hari

UmurPanen

Estimated Marginal Means of Karaginan Gambar 6 .Histogram kadar karaginan berdasarkan bobot bibit rumput laut.

Hasil yang diperoleh rata-rata kandungan karaginan yang tertinggi pada masing-masing ditemukan pada bobot bibit 50 g yaitu 45,1302%, bobot bibit 70 g yaitu 45,0040% dan yang terendah pada bobot bibit 60 g yaitu 43,8149%.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada berat bibit karaginan rumput laut tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Dimana perlakuan bobot bibit 50 g, 60 g, dan 70 g tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Gambar 7. A. Grafik Pengaruh Interaksi Karaginan Rumput Laut E. spinosum Faktor A Terhadap Faktor B.

A. Pengaruh Interaksi Karaginan Rumput Laut E. spinosum Faktor B Terhadap Faktor A. Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa

dengan meningkatnya umur panen dan menurunnya bobot bibit, grafik hasil karaginan rumput laut cenderung meningkat, demikian sebaliknya. Dengan demikian hasil analisis ragam dari interaksi kedua faktor tersebut umur panen dan bobot bibit menunjukan adanya perbedaan secara nyata.

Pembahasan

A. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Rumput laut merupakan tumbuhan makro alga yang dalam pertumbuhannya sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Sebagai organisme tumbuhan, rumput laut dalam pertumbuhannya di perairan umumnya dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dan energy cahaya yang cukup.

Lama pemeliharaan rumput laut

Eucheuma spinosum memberikan respon terhadap laju pertumbuhan spesifiknya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemeliharaan rumput laut Eucheuma spinosum selama 30

UMURPANEN UMUR PANEN 35 HARI UMUR PANEN 30 HARI UMUR PANEN 25 HARI UMUR PANEN 20 HARI Esti mate d Marginal Means 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 BERAT BIBIT 70 g BERAT BIBIT 60 g BERAT BIBIT 50 g BERATBIBIT Estimated Marginal Means of LPS

BERATBIBIT BERAT BIBIT 70 g BERAT BIBIT 60 g BERAT BIBIT 50 g Esti mate d Marginal Means 51.00 48.00 45.00 42.00 39.00

UMUR PANEN 35 HARI UMUR PANEN 30 HARI UMUR PANEN 25 HARI UMUR PANEN 20 HARI

UMURPANEN Estimated Marginal Means of KARAGINAN

43 43.5 44 44.5 45 45.5 50 60 70 K ara gina n (%) Bobot Bibit (g)

(7)

hari dapat menghasilkan LPS yang maksimum, sedangkan dibawah atau diatas waktu pemeliharaan tersebut LPS rumput laut

Eucheuma spinosum rendah atau menurun. Hasil penelitian yang diperoleh sejalan dengan pernyataan (Rasyid, 2003) bahwa pertambahan pembesaran sel sudah sampai batas tertinggi pada kondisi optimumnya. Selanjutnya Supratno (2007) dalam Syahlun (2012) bahwa suatu kegiatan budidaya rumput laut dikategorikan baik jika laju pertumbuhan spesifik minimal 3 %

Penanaman rumput laut panjang tali

long line akan cepat tumbuh dimana pada tali

long line rumput laut dapat memanfaatkan sinar matahari lebih optimal sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis dan dapat membantu rumput laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrien, karena peningkatan kempuan rumput laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrien Serdiati dan Widiastuti (2010). Selanjutnya Yusnaini dkk. (2000) juga menambahkan bahwa batang thallus rumput laut memiliki kemampuan untuk beregenerasi seiring dengan pertambahan waktu pemeliharaan.

LPS rata-rata faktor B yang tertinggi bobot bibit 60 g (2,52%) terendah bobot bibit 50 g (1,99%), dimana tingginya bobot bibit 60 g, karenan penyerapan unsur hara/nutrien terjadi secara maksimal sehingga mempercepat tumbuhnya percabangan baru. Sesuai pernyataan Indriani dan Sumiarsi (2003) menyatakan bahwa pemenuhan unsur hara sangat mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Peningkatan laju pertumbuhan juga diduga masih memungkinkannya ruang antara bibit untuk memperoleh suplai unsur hara secara merata pada seluruh bagian thallus.

Pengaruh interaksi kedua faktor tersebut umur panen dan bobot bibit berbeda nyata dikarenakan peningkatan umur panen dan bobot bibit LPS semakin tinggi, tidak lepas dari kondisi di lapangan selama masa pemeliharaan dan peningkatan kempuan rumput laut untuk memperoleh unsur hara atau nutrien.

B. Kadar Karaginan

Lama umur panen rumput laut

Eucheuma spinosum meberikan respon terhadap karaginan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur panen rumput laut

rumput laut Eucheuma spinosum karaginan semakin rendah. Sesuai penelitian Rima (2011), umur panen 42 hari (47,71%) tertinggi, diikuti umur panen 35 hari (39, 95%).

Syahputra (2005) bahwa karaginan menurut standar sebesar 40% sedangkan rumput laut yang kualitasnya rendah hanya memiliki kadar karaginan sebesar 30%. Data yang diperoleh dari hasil penelitian karaginan

Eucheuma spinosum masih dalam kategori baik.

Pertumbuhan rumput laut berkorelasi dengan kandungan karaginannya yang mempengaruhi tinggi dan rendahnya kadar karaginan pada umur panen dan bobot bibit. Disisi lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya kadar karaginan tidak lepas dari cara penanganan saat panen, penjemuran pula dapat mengurangi kadar karaginan dalam rumput laut, pengolahan, metode maupun kualitas perairan. Hal tersebut di dukung Hurtado et al. (2001); Paula and Pereira (2003); Selanjutnya Mendoza et al. (2006) bahwa jumlah dan kualitas karaginan yang berasal dari budidaya laut bervariasi, tidak hanya berdasarkan strain, tetapi juga umur tanaman, sinar, nutrien, suhu dan salinitas.

Kadar karaginan yang tertinggi pada faktor B yaitu bobot bibit 50 g (45,13 %) selanjutnya bobot bibit 70 g yaitu 45,0040% terendah 60 g (45,00 %).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada bobot bibit karaginan rumput laut tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Dimana perlakuan bobot bibit 50 g, 60 g, dan 70 g tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Hayashi et al. (2007) yang menyatakan bahwa, perbedaan kadar karaginan dapat disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik berbanding terbalik dengan kandungan karaginan, dimana laju pertumbuhan spesifik setiap minggunya semakin meningkat sedangkan kandungan karaginan semakin menurun. Hal ini diduga bahwa pada saat thallus masih muda, energi yang ada hanya dipakai untuk pertumbuhan. Setelah pertumbuhan mencapai titik maksimum, maka energi yang ada digunakan untuk pembentukan karaginan. Hal ini dikemukakkan oleh Supit (1989) dalam

Kasmah (2002) bahwa dalam tunas-tunas yang muda persentase karaginan lebih kecil

(8)

Pengaruh interaksi kedua faktor umur panen dan bobot bibit karaginan tidak berbeda nyata dimana lamanya umur panen maka karaginan semakin tinggi namun demikian bobot bibit menurun karaginan semakin tinggi. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Laju pertumbuhan spesifik tertinggi pada umur panen 30 hari (3,01%) sedangkan faktor bobot bibit tertinggi pada bobot bibit 60 g (2,52%).

2. Kadar karaginan tertinggi pada umur panen 35 hari yaitu 47,52%, sedangkan pada faktor bobot bibit tertinggi pada bobot bibit 50 g yaitu 45,1302%.

Daftar Pustaka

Anggadiredja . 2006. Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta. 147 Hal.

Costa, M.,2003.Potential Hazard Of Hexavalent Chromate In Our Drinking Water Toxicol. Appl. Pharmacol., 188: 1-5.

Dawes, C.J., Lluis, A.O. Trono, G.C., 1994. Laboratory and Field growth studies of commercial stains of Eucheuma denticulatus and Kappaphycus alvarezii in the Philippines. Applied Phycology. 6: 21-24.

Hayashi, L., Paula, E.J.D., Chow, F. 2007. Growth rate and carrageenan analyses in four strains of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales) farmed in the subtropical waters of Sao Paulo State Brazil. Applied Phycology. 19:8.

Hurtodo A.Q 2001. Carrageenan properties and proximate composition of three

morphotypes of

Kappaphycus alvarezi Doty (Gigartinalis Rhodophyta) grown at two depths. Bot Mar. 38 : 215- 219 Munoz J., Freile-Pelegrin, Y., Robledo, D.,

2004. Mariculture of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieriaceae) Color Strains In Tropical Waters of Yucatan, Mėxico. Aquaculture 239: 161-171.

Neish.,I.C. 2005. The Eucheuma Seaplant Handbook Vol I. Agronomi, Biology

and culture System.

SeaplantnetTechnical Monograph. 36pp

Rasyid, A. 2003. Alga Coklat (Phaeophyta) sebagai Sumber Alginat. Oseana 28:33-38

Rima., 2011. Pengaruh Umur Panen Terhadap Pertumbuhan Dan Kadar Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

Varietas Hijau Dengan Metode Vertikultur. Kelurahan Lalowaru Kecamatan Moramo Utara Kabupaten Konawe. Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. 50 Hal.

Serdiati, N., dan I.M., Widiastuti, 2010. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Eucheuma cottonii pada Kedalaman Penanaman yang Berbeda. Media Litbang Sulteng III. 21-26. Supit. D.S. 1989. Karakteristik Pertumbuhan

dan Kandungan Rumput Laut

Eucheuma cotonii (Doty) yang Berwarna Abu-abu, Coklat dan Hijau yang Ditanam di Coba Lambangan Pasir Pulau Pari. (Skripsi) Institut Pertanian Bogor. Bogor. 15-18. Syahputra, Y. 2005. Pertumbuhan dan

kandungan karaginan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cattonii pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda dan Perlauan Jarak Tanam di Teluk Lhok Seudu. Tesis (tidak di publikasikan). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 102 Yulianto. K., Mira. S. 2009. Budidaya

Makroalga Kappapycus alvarezii

(Doty) Secara Vertikal Dengan Gejala Penyakit Ice-Ice Diperairan Pulau Pari. UPT. Loka Pengembangan Kompetensi SDM Oseanografi Pulau Pari-LIPI. UNHAS ke I:281-288. Yusnaini, Ramli, Pangerang. U.K., 2000.

Budidaya Intensif Teripang Pasir

Holothuria scabra dengan Menggunakan Alga Eucheuma cottoni Sebagai Shelter. Laporan HasilPenelitian Lembaga Penelitian. Universitas Haluoleo. Kendari 50 hal.

Gambar

Gambar 1. Konstruksi penanaman rumput.
Gambar 3. Histogram Laju Pertumbuhan Spesifik terhadap Bobot Bibit.
Gambar 4.  A. Grafik Pengaruh Interaksi Laju Pertumbuhan Spesifik Rumput Laut E. spinosum Faktor  A Terhadap Faktor B
Gambar 7.  A. Grafik Pengaruh Interaksi Karaginan Rumput Laut E. spinosum Faktor A Terhadap  Faktor B

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk interaksi antara asal thallus dan bobot bibit terhadap waktu hidup tidak ada pengaruh yang cukup signifikan artinya dengan perlakuan asal thallus dan bobot

lingkungan yang baik, selain itu faktor lain yang mempengaruhinya yakni seperti bobot yang tepat yang akan digunakan dalam budidaya rumput laut. Tujuan dari

Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Tiar, (2012) bahwa perbedaan jarak tanam rumput laut pada metode long line memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan

Pada Tabel 3 dan 4 dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi karagenan dari rumput laut yang diperoleh dari semua umur panen memberikan peningkatan viskositas dan stabilitas