• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Hutan Tesso Nilo

5.1.1. Habitat Gajah Sumatera

Kawasan Hutan Tesso Nilo berada di empat wilayah administrasi pemerintahan, yaitu Kabupaten Indragiri Hulu, Kampar, Kuantan Singingi dan Pelalawan. Luas Hutan Tesso Nilo secara keseluruhan adalah 188.000 hektar. Hutan Tesso Nilo merupakan blok hutan hujan dataran rendah tersisa yang masih memenuhi syarat sebagai habitat dan wilayah jelajah (home range) bagi Gajah sumatera. Kondisi ini menjadikan Hutan Tesso Nilo sebagai solusi dalam menangani konflik manusia dan gajah di Riau selain blok Hutan Bukit Tigapuluh.

Kesesuaian Hutan Tesso Nilo sebagai habitat dan wilayah jelajah (home range) Gajah sumatera dibandingkan blok hutan lain yang menjadi habitat gajah didasarkan pada beberapa faktor habitat. Faktor habitat tersebut antara lain luasan habitat yang tersedia > 25.000 hektar, ketersediaan tanah mineral seperti Kalium (K) yang terkandung dalam jenis tanah Haplohemist dan topografi kawasan yang relatif landai (Tabel 10).

Tabel 10 Blok hutan di Provinsi Riau yang menjadi habitat Gajah sumatera berdasarkan tipe hutan dan ketersediaan faktor habitat

No. Blok Hutan Tipe Hutan

Ketersediaan Faktor Habitat Luas > 25.000 ha* Tanah Mineral Kelerengan < 45 %

1. Libo Hutan hujan

dataran rendah dan rawa gambut

- Terbatas -

2. Giam Siak Kecil Hutan rawa gambut

- Terbatas -

3. Kerumutan Hutan rawa gambut

- Terbatas -

4. Tesso Nilo Hutan hujan dataran rendah

9 9 9

5. Rimbang Baling Hutan hujan dataran rendah

9 9 Terbatas

6. Bukit Tigapuluh Hutan hujan dataran rendah

9 9 9

Sumber : WWF Indonesia-Riau Programm (2009)

Keterangan : *) Hasil analisis wilayah jelajah sub spesies Gajah asia lainnya.

Hasil analisis tutupan lahan dan tata ruang Provinsi Riau melalui Sistem Informasi Geografi oleh WWF Indonesia, menunjukkan ± 120.000 hektar dari

(2)

luas Hutan Tesso Nilo merupakan areal yang sesuai untuk habitat gajah. Kesesuaian ini meliputi luasan Hutan Tesso Nilo yang kompak dan memadai, tutupan lahan relatif baik, ketersediaan air, topografi cenderung landai, tidak terdapat rawa gambut dan status lahan bukan kawasan budidaya seperti perkebunan atau Hutan Tanaman Industri (Foead 2001).

Menindaklanjuti hasil analisis tutupan lahan dan tata ruang Provinsi Riau dan untuk menjamin perlindungan dan kelestarian kawasan Hutan Tesso Nilo, pemerintah melalui SK Menhut No.255 Tahun 2004 menetapkan kawasan yang berada dalam wilayah Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu seluas 38.576 hektar berubah status dari hutan produksi terbatas menjadi taman nasional. Kondisi Hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dijelaskan sebagai berikut :

1) Hutan alam sekunder dengan kerapatan > 70 % seluas 10.846,65 ha. 2) Hutan alam sekunder dengn kerapatan 40 % - 70 % seluas 13.391,1ha. 3) Semak belukar dengan kerapatan 20 % - 40 % seluas 4.563,22 ha. 4) Lahan terbuka seluas 2.521,61 ha (BKSDA Riau 2006a).

Sebesar 70,19 % dari kawasan TNTN berpotensi sebagai habitat gajah karena memiliki kelerengan < 45 % (Tabel 11).

Tabel 11 Luas lahan di Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan kelerengan

No. Kemiringan Lereng Luas (hektar) Proporsi (%)

1. 0 % - 8 % (datar) 19.514,43 51,04 2. 8 % - 15 % (landai) 2.467,05 6,45 3. 15 % - 25 % (bergelombang) 4.854,19 12,70 4. 25 % - 45 % (curam) 3.869,28 10,12 5. > 45 % (sangat curam) 7.526,98 19,69 Total 38.230,98 100,00

Sumber : BKSDA Riau (2006a)

Ketersediaan pakan gajah di TNTN cukup bervariasi, diantaranya Nangka (Artocarpus heterophyllus), Cempedak air (Artocarpus kemando), Bendo (Artocarpus elasticus), Artocarpus scortechinii, Artocarpus integer, Rambai/Menteng (Baccaurea spp.), Calamus spp., Apun (Durio excelsus), Ficus grossularioides, Dampingisi (Garcinia parviflora), Garcinia maingayi, Mangifera longipetiolaris, Mangifera macrophylla, Musa sp., Musa acuminata, Licuala vallida, Ketuma (Nephelium cuspidatum), Nibung (Oncosperma tigilarium) dan Tempinis (Sloetia elongata) (LIPI 2003).

(3)

5.1.2. Kondisi Habitat

Kegiatan konversi hutan di Tesso Nilo menyisakan tutupan hutan yang masih bersambungan ± 110.000 hektar. Perubahan kawasan alam sebagian besar diperuntukkan menjadi lahan pemukiman, pertanian dan HTI (Hutan Tanaman Industri). Kajian lanskap Tesso Nilo – Bukit Tigapuluh – Kampar, menunjukkan 90 % dari total deforestasi disebabkan oleh pembukaan kawasan hutan alam (96 % hutan tanaman akasia dan 85 % perkebunan sawit) (WWF Indonesia 2008).

Konversi hutan telah mengakibatkan terjadinya fragmentasi di Tesso Nilo. Fragmentasi diawali ketika adanya pembagian sejumlah konsesi HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Kegagalan pengelola dan penebangan yang berlebihan mengakibatkan terjadinya alih fungsi ijin konsesi HPH menjadi perkebunan kelapa sawit dan HTI. Pada Tahun 2003 kegiatan pembukaan lahan untuk diokupasi muncul sebagai akibat tidak beroperasinya pemegang konsesi HPH dan tidak adanya perlindungan terhadap areal konsesinya. Lahan yang diokupasi digunakan untuk pemukiman dan perkebunan kelapa sawit oleh masyarakat.

Konversi hutan turut memicu terjadinya perambahan, kebakaran dan illegal loging di Tesso Nilo. Pemanfaatan kawasan di TNTN dan usulan perluasannya Tahun 2007 yaitu 34.805 hektar (Tabel 12).

Tabel 12 Pemanfaatan kawasan oleh perambah di Taman Nasional Tesso Nilo dan usulan perluasannya Tahun 2007

No. Area/Konsesi

Pemanfaatan Kawasan oleh Perambah Sawit (ha) Karet (ha) Tanaman Pangan dan Lainnya (ha) Belum Ditanami/ Belukar/ Terlantar (ha) Jumlah (ha) 1. Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) SK Menhut 255/2004 3.387 201 1.712 3.127 8.427

2. Usulan perluasan TNTN (rekomendasi Gubernur Riau Tahun 2007) a. PT. Nanjak Makmur 947 369 200 5.682 7.198 b. PT. Hutani Sola Lestari 3.899 375 0 2.532 6.806 c. PT. Siak Raya Timber 5.451 1.050 20 5.853 12.374 Total 13.684 1.995 1.932 17.194 34.805 Sumber : BTNTN (2009)

Pembukaan lahan oleh perusahaan atau masyarakat menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Kebakaran yang terjadi di areal pertanian umumnya disebabkan

(4)

oleh pembakaran saat proses pembersihan lahan. Sementara itu, kebakaran yang terjadi di areal konsesi HPH/HTI disebabkan oleh perambahan kawasan HPH/HTI yang ditelantarkan. Luas lahan dan hutan terbakar akibat proses pembukaan lahan di Hutan Tesso Nilo bulan Juli - Agustus 2006 yaitu 6.890 hektar (BTNTN 2009).

Berkurangnya luasan hutan, terjadinya fragmentasi dan degradasi hutan akibat kegiatan konversi merupakan ancaman bagi kehidupan gajah dan ekosistemnya. Konversi hutan telah mengubah tutupan hutan produksi dan hutan lindung menjadi lahan pertanian, pemukiman dan HTI yang mengakibatkan terganggunya habitat gajah. Tutupan hutan alam yang kondisinya baik di TNTN dan usulan perluasannya yaitu 76.020 hektar (BTNTN 2009).

Konversi hutan telah mengakibatkan habitat gajah terfragmentasi menjadi luasan yang kecil. Satwaliar seperti gajah menggunakan habitat dan areal jelajah yang luas sehingga terjadinya fragmentasi habitat menyebabkan menyempitnya ruang gerak gajah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi habitat yang terfragmentasi kurang mampu dalam menyediakan variasi pakan baik kuantitas maupun kualitasnya. Gajah sebagai satwa megaherbivor membutuhkan jumlah pakan harian (daily intake) yang banyak. Ketersediaan pakan yang tidak mencukupi kebutuhan gajah mengakibatkan gajah bergerak mencari pakan di sekitar habitatnya. Kondisi ini berpotensi menimbulkan konflik di lokasi sekitar habitat.

Degradasi habitat akibat kebakaran hutan, pembuatan jalan koridor dan pembangunan kanal drainase untuk HTI dan perkebunan kelapa sawit mengakibatkan berkurangnya sumber air. Konversi hutan juga mengakibatkan terpotongnya jalur wilayah jelajah gajah yang mengakibatkan masuknya gajah ke lahan pemukiman, pertanian dan kawasan HTI yang telah menggantikan jalur jelajah gajah tersebut.

Pembukaan hutan untuk kepentingan pembangunan dalam meningkatkan kehidupan manusia merupakan faktor utama berkurangnya habitat gajah. Dampak dari situasi ini adalah menurunnya populasi gajah dan meningkatnya konflik antara manusia dan gajah karena terjadinya persaingan ruang dalam memanfaatkan lahan hutan yang tersisa.

(5)

5.2. Populasi Gajah Sumatera di Hutan Tesso Nilo

Gajah di Hutan Tesso Nilo tersebar di dua wilayah, yaitu di bagian utara dan selatan yang dibatasi oleh konsesi HPH PT. Nanjak Makmur dan eks konsesi PT. Inhutani IV (Lampiran 3). Populasi gajah berdasarkan jejak dan bolus (kotoran) yang ditemukan di lapangan serta informasi dari masyarakat diperkirakan ± 20 - 30 ekor di bagian utara dan ± 40 - 50 ekor di bagian selatan (WWF Indonesia-Program Riau 2003). Daerah pergerakan gajah di Hutan Tesso Nilo dapat dilihat berdasarkan pergerakan dari kelompok gajah yang berada di bagian utara usulan kawasan TNTN, tenggara Hutan Tesso Nilo dan barat daya Hutan Tesso Nilo (Tabel 13).

Tabel 13 Pergerakan kelompok gajah di Hutan Tesso Nilo

No. Kelompok Gajah Daerah Pergerakan

1. Kelompok gajah utara (bagian utara dari usulan kawasan TNTN

Kebun akasia PT. Arara Abadi di timur laut sampai ke arah barat daya kebun kelapa sawit PT. Citra Riau Sarana atau konsesi HPH PT. Siak Raya, PT. Hutani Sola Lestari dan sebagian konsesi HPH PT. Nanjak Makmur bagian utara.

2. Kelompok gajah tenggara Kebun akasia PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Sektor Baserah di barat daya sampai perbatasan kebun akasia PT. Arara Abadi dengan PT. RAPP Sektor Ukui di timur laut , kemudian ke arah tenggara atau berada di sebagian konsesi HPH PT. Nanjak Makmur bagian tenggara dan bekas konsesi HPH PT. Inhutani IV.

3. Kelompok gajah barat daya Bagian barat daerah hulu Sungai Tesso sampai hutan akasia PT. RAPP Sektor Tesso Barat.

Sumber : WWF Indonesia-Program Riau ( 2003)

Kelompok gajah yang pergerakannya melewati Desa Lubuk Kembang Bunga adalah kelompok gajah yang tersebar di wilayah Selatan Hutan Tesso Nilo. Kelompok gajah ini terdiri atas gajah tunggal dan gajah grup. Jumlah kelompok dari gajah tunggal yaitu 1 - 2 ekor umumnya satu ekor dan gajah grup yaitu 2 - 15 ekor (Lampiran 4). Gajah tunggal adalah gajah jantan muda atau dewasa atau tua. Gajah tunggal dengan jumlah kelompok dua ekor terdiri dari gajah jantan muda yang bergabung dalam waktu tidak tetap (sifatnya tidak permanen). Gajah grup adalah sekelompok gajah betina yang terdiri dari betina tua, dewasa, muda dan anak-anak. Dalam kelompok gajah grup kemungkinan terdapat gajah jantan baik gajah jantan muda maupun dewasa. Gajah jantan muda merupakan gajah jantan yang belum siap berkelana sehingga masih bergabung dengan induknya. Gajah

(6)

jantan dewasa merupakan gajah jantan yang sedang memasuki masa kawin sehingga gajah jantan tersebut akan mengikuti pergerakan gajah betina dewasa.

Kondisi alam Hutan Tesso Nilo yang sudah diubah menjadi lahan pemukiman, pertanian dan HTI mengakibatkan habitat gajah terpecah-pecah dan menciptakan isolasi-isolasi wilayah kecil yang mengakibatkan keterbatasan migrasi gajah. Akibat lainnya adalah kelompok gajah yang awalnya besar akan terpecah menjadi kelompok-kelompok kecil dan mendiami habitat sisa tersebut. Beberapa diantara individu gajah terperangkap dalam perkebunan sawit dan HTI.

Monitoring populasi gajah di Tesso Nilo perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi populasi dan daya dukung Hutan Tesso Nilo dalam memenuhi kebutuhan gajah. Hasil monitoring dapat digunakan untuk pengaturan populasi dan pengelolaan habitat gajah di Tesso Nilo sehingga dapat mengatasi konflik manusia dan gajah yang terjadi di sekitar Hutan Tesso Nilo.

5.3. Konflik Manusia dan Gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga 5.3.1. Lokasi Gangguan

Terdapat enam lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga (LKB) yang didatangi gajah pada Tahun 2007 - 2008. Lokasi-lokasi tersebut yaitu AM Tengah, Kampung Baru, Perbekalan, Simpang Jengkol, Jalan RAPP/Elang Mas dan Jalan Pemda. Keenam lokasi merupakan jalur pergerakan wilayah jelajah yang tersebar di bagian Selatan Hutan Tesso Nilo sehingga setiap tahunnya lokasi-lokasi ini akan di datangi gajah. Terdapat tujuh lokasi-lokasi kedatangan gajah pada Tahun 2005 - 2006 dan 6 lokasi di antaranya merupakan lokasi yang sama pada Tahun 2007 - 2008 (Tabel 14).

Tabel 14 Lokasi kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2005 - 2008

No. Lokasi Kedatangan Gajah

Tahun 2005 2006 2007 2008 1. AM Tengah 9 9 9 9 2. Kampung Baru 9 9 9 9 3. Perbekalan 9 9 9 9 4. Simpang Jengkol 9 9 9 - 5. Jalan RAPP/Elang Mas 9 9 9 -

6. Jalan Pemda 9 9 9 9

7. Jalan PU 9 9 - -

(7)

Kawasan di Jalan PU tidak di datangi gajah sejak Tahun 2007 hingga sekarang karena kawasan Jalan PU telah dikelilingi lahan perkebunan masyarakat dan HTI milik PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Kondisi seperti ini mengakibatkan jarak hutan dengan kawasan Jalan PU lebih jauh dan gajah akan terusir terlebih dahulu oleh masyarakat yang lahannya lebih dekat dengan hutan.

Pintu keluar gajah di LKB yaitu Sungai Tapa, AM Tengah, Sungai Perbekalan dan Elang Mas. Gajah yang keluar dari S. Tapa dan AM Tengah memasuki kawasan Perbekalan, Kampung Baru dan Simpang Jengkol. Gajah yang keluar dari S. Perbekalan memasuki kawasan Perbekalan, Kampung Baru, Jalan Pemda dan Air Hitam. Gajah yang keluar dari Elang Mas memasuki kawasan Elang Mas/Jalan RAPP dan Jalan PU.

Enam lokasi di LKB yang didatangi gajah keculi AM Tengah terdapat lahan pertanian milik masyarakat (lahan kelapa sawit dan karet). Lahan pertanian ini sering didatangi gajah karena letaknya berdekatan dengan hutan (TNTN), pintu keluar gajah dan sungai serta komoditas yang ditanam merupakan jenis tanaman yang disukai gajah. Masuknya gajah ke lahan pertanian masyarakat menimbulkan kerusakan pada komoditas pertanian dan fasilitas lahan pertanian. Hasil pengamatan lapangan didapatkan luas lahan pertanian terganggu Tahun 2007 - 2008 seluas 58,5 hektar yang terdiri dari 50 hektar kelapa sawit dan 8,5 hektar karet (Gambar 6). 6 5 4 20 2.5 0 0 0 15 6 0 5 10 15 20 25

Kampung Baru Perbekalan Simpang Jengkol Jalan RAPP/Elang Mas Jalan Pemda Lokasi L u as ( h a) Kelapa sawit Karet

Gambar 6 Luas lahan pertanian terganggu berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008.

(8)

5.3.2. Waktu Gangguan

Gajah memasuki lahan pertanian masyarakat pada waktu malam hari yaitu pada waktu aktif untuk mecari makan. Waktu aktif makan Gajah sumatera terjadi pada pagi hari (pukul 4.10 - 11.55 WIB) dan sore hari (pukul 15.00 - 2.00 WIB) (Abdullah 2008). Keberadaan gajah di lahan pertanian umumnya terjadi pada sore hari (pukul 17.00 WIB) hingga pagi hari (02.00 - 04.00 WIB). Lamanya keberadaan gajah di lahan pertanian dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya pakan (jenis dan jumlah) serta kondisi lingkungan (suhu dan gangguan). Gajah lebih menyukai umbut sawit daripada karet dan menyukai kondisi lingkungan yang sejuk dan sunyi. Gajah cenderung akan menghindar dari kondisi lingkungan yang ramai/bising.

Kedatangan gajah meningkat pada musim penghujan yaitu bulan November - April (Gambar 7). Hal ini berhubungan dengan strategi penggunaan sumberdaya dan faktor habitat oleh gajah yang meliputi strategi penggunaan ruang dan waktu (musim hujan - kemarau). Pada waktu musim hujan secara naluriah gajah akan berpindah ke hutan primer karena keadaan pakan di hutan primer saat musim hujan mencukupi keperluan gajah. Peningkatan kedatangan gajah pada musim penghujan ke Desa Lubuk Kembang Bunga diperkirakan disebabkan oleh perjalanan gajah untuk berpindah ke dalam hutan primer atau terbatasnya pakan yang tersedia di hutan pada saat musim penghujan.

0 1 2 3 4 5 6 7

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan F r e kue nsi 2007 2008

Sumber: Laporan patroli Tim Flying Squad

Gambar 7 Grafik intensitas kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008.

(9)

5.3.3. Tingkat Gangguan

Tingkat gangguan gajah dapat dilihat berdasarkan lokasi lahan pertanian masyarakat (Gambar 8). Lokasi lahan pertanian yang berdekatan dengan hutan, pintu keluar gajah dan sungai memiliki tingkat gangguan yang lebih tinggi. Kawasan Perbekalan menjadi lokasi yang sering didatangi gajah karena lokasi ini merupakan daerah yang dilalui untuk menuju wilayah lain dan terdapat akses jalan yang memudahkan pergerakan gajah serta terdapat ruang yang digunakan gajah untuk memenuhi kebutuhannya.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 AM Tengah Kampung Baru Perbekalan Simpang Jengkol RAPP Jalan Pemda Lokasi Fr ek u en si 2007 2008

Sumber: Laporan patroli Tim Flying Squad

Gambar 8 Diagram intensitas kedatangan gajah berdasarkan lokasi di Desa Lubuk Kembang Bunga tahun 2007 - 2008.

5.3.4. Jenis dan Jumlah Kerusakan 5.3.4.1. Jenis Kerusakan

Keberadaan gajah di dalam lahan pertanian menimbulkan kerusakan tanaman dan fasilitas lahan pertanian berupa pondok jaga, pancing/strom gajah dan parit. Kerusakan tanaman yang ditimbulkan oleh gajah dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu kerusakan tanaman yang terjadi karena gajah kebetulan menemukan lahan pertanian yang berada di dalam atau berdekatan dengan daerah jelajahnya (opportunistic raiding) dan kerusakan tanaman yang terjadi karena gajah keluar dari habitatnya (obligate raiding). Kerusakan pada tanaman umumnya karena dimakan oleh gajah. Jenis tanaman yang dimakan oleh gajah yaitu kelapa sawit, karet, ubi kayu dan pisang. Bagian tanaman yang dimakan yaitu pelepah, umbut, akar, kulit kayu, batang, buah dan daun. Kerusakan tanaman

(10)

juga diakibatkan oleh terinjaknya atau terenggutnya tanaman ketika gajah melakukan pergerakan dan memakan tanaman utamanya.

Banyak bagian tanaman yang direnggut oleh gajah tidak ikut dimasukkan ke mulut tetapi hanya ditebarkan ke tempat lain atau ditaburkan ke punggungnya sendiri. Oleh karena itu, daerah tempat makan cenderung mengalami kerusakan habitat (Gambar 9).

(a) (b)

(c)

Gambar 9 Kerusakan akibat dimakan (a), direnggut (b) dan diinjak (c) gajah. Kerusakan pondok jaga diakibatkan oleh gajah yang mendorong hingga rubuh atau rusak pada beberapa bagian. Faktor-faktor yang mempengaruhi gajah merusak pondok jaga antara lain pondok jaga menghalangi pergerakan gajah, atap pondok jaga berupa pelepah sawit serta tersedianya pakan kesukaan gajah seperti garam dan padi di dalam pondok jaga. Kerusakan pondok jaga dapat diklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan (Gambar 10).

(11)

(a) (b)

(c)

Gambar 10 Pondok jaga rusak berat (a), rusak sedang (b) dan rusak ringan (c).

Kerusakan pada sarana pencegahan konfilk diakibatkan karena gajah berusaha masuk ke lahan pertanian. Perusakan parit dilakukan gajah dengan menggemburkan dinding parit sehingga menjadi dangkal. Perusakan pancing/strom gajah dilakukan dengan merobohkan kayu yang menjadi tiang kawat listrik sehingga gajah dapat melewatinya.

5.3.4.2. Jumlah Kerusakan

Luas lahan pertanian (kelapa sawit dan karet) terganggu yang dimiliki 14 KK berkonflik Tahun 2007 - 2008 adalah 58,5 hektar dengan luas kerusakan 3,24 hektar. Jumlah kerusakan akibat konflik Tahun 2007 - 2008 terdii atas 1.245 batang tanaman perkebunan (858 batang kelapa sawit dan 387 karet), 18 batang tanaman pangan (8 batang pisang dan 10 batang ubi kayu) dan 9 unit pondok jaga. Fakto-faktor yang mempegaruhi jumlah kerusakan, yaitu :

1) Jumlah gajah.

2) Kondisi lahan (jarak dengan hutan, kebersihan lahan dan jumlah lahan masyarakat yang berada disekitarnya).

3) Upaya pengendalian yang dilakukan oleh pemilik lahan. Foto: Roji (2003)

(12)

5.3.5. Pola Usahatani Terhadap Gangguan Gajah

Berdirinya perkebunan kelapa sawit PT. Inti Indosawit Subur dan PT. Musi Mas Tahun 1987 - 1998 mengakibatkan berubahnyan mata pencaharian masyarakat dari petani karet dan pencari ikan menjadi petani kelapa sawit. Sistem KKPA (Koperasi Kredit Primer Anggota) yang berinduk pada PT. Inti Indosawit Subur meningkatkan perluasan lahan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaan. Kondisi ini memicu terjadinya gangguan gajah pada areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan.

Tahun 1993 HPHTI PT. RAPP Sektor Ukui dibangun dan mengakibatkan berpindahnya pemukiman masyarakat LKB ke kanan dan kiri jalan poros RAPP. Pada masa ini masyarakat mulai membudidayakan kelapa sawit dan membuka kawasan hutan untuk dijadikan lahan kelapa sawit. Masyarakat juga mengganti jenis komoditas tanaman pertanian menjadi kelapa sawit yang pada awalnya berupa tanaman pangan dan karet. Kondisi ini menyebabkan gangguan gajah semakin terbuka dan memasuki areal pertanian dan pemukiman masyarakat.

Pada Tahun 2003 ketika pemegang konsesi HPH menelantarkan areal konsesinya, aktivitas perambahan meningkat dan masyarakat melakukan kegiatan perladangan berpindah. Perladangan berpindah dilakukan masyarakat untuk menanam tanaman pangan yang mereka butuhkan seperti padi dan ubi kayu. Penetapan sebagian dari kawasan Hutan Tesso Nilo sebagai taman nasional menghentikan aktivitas perladangan berpindah dan masyarakat mulai bertani secara menetap dengan komoditas utamanya kelapa sawit.

Perubahan pola usahatani masyarakat merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik manusia dan gajah di Lubuk Kembang Bunga. Masyarakat yang memiliki lahan pertanian dekat dengan hutan dan menempati jalur pergerakan wilayah jelajah gajah menderita kerugian akibat keberadaan gajah di lahan pertaniannya (Tabel 15).

Tabel 15 Kerugian masyarakat Desa Lubuk Kembang Bunga akibat konflik dengan gajah Tahun 1997 - 2006

Periode (Tahun) Kerugian Masyarakat (Rp)

1997 - 2000 95.730.000

2000 - Juli 2003 657.400.000

Januari 2005 - Juli 2005 32.770.000

Juli 2005 - Juli 2006 80.000.000

(13)

5.3.6. Respon Masyarakat Terhadap Gangguan Gajah

Terdapat dua respon yang terjadi di masyarakat dalam menghadapi konflik manusia dan gajah (KMG). Pertama, masyarakat yang menganggap gangguan gajah merupakan persoalan yang biasa mereka hadapi dari tahun ke tahun. Sebagian besar masyarakat yang seperti ini merupakan masyarakat asli yang sudah lama hidup berdampingan dengan gajah. Masyarakat melakukan penanggulangan secara berkelompok, melakukan patroli malam, membuat api unggun dan apabila gajah datang mereka melakukan pengusiran secara bersama dengan membuat bunyi-bunyian dan membawa obor. Kedua, masyarakat yang reaktif terhadap gangguan gajah. Respon masyarakat pada kelompok ini yaitu gajah harus disingkirkan dengan cara apapun sehingga menyebabkan terjadinya kematian gajah baik disengaja atau tidak. Masyarakat memagari tanaman dengan kawat berduri dan melapisinya dengan racun sehingga dapat mengancam kehidupan gajah (Gambar 11).

(a) (b) Gambar 11 Tanaman kelapa sawit dipagari kawat berduri (a) dan diolesi racun (b).

Konflik manusia dan gajah di Provinsi Riau telah mengakibatkan penurunan populasi gajah di habitatnya. Gajah yang tidak dapat ditangani akan di tangkap dan dipindahkan ke lokasi lain seperti PLG (Pusat Latihan Gajah).

Tabel 16 Jumlah kematian manusia dan gajah akibat konflik manusia dan gajah di Provinsi Riau Tahun 2000 - 2009

Tahun Kematian Manusia Kematian Gajah Gajah Ditangkap

2000 - 2001 2 1 27 2002 4 19 49 2003 4 2 38 2004 2 15 23 2005 4 6 49 2006 6 24 28 2007 3 4 7 2008 4 7 10 2009 8 1 - Jumlah 30 86 231

Sumber : WWF Indoensia-Program Riau (2009).

Foto : Syamsuardi Foto : Syamsuardi

(14)

5.4. Nilai Ekonomi Kerusakan Pertanian dan Bangunan

Nilai ekonomi kerusakan pertanian dan bangunan akibat konflik manusia dan gajah Tahun 2007 - 2008 diperoleh nilai masing-masing yaitu Rp.47.407.197.64 dan Rp.4.675.000 (Gambar 12). Nilai ekonomi kerusakan pertanian merupakan nilai hasil produksi yang hilang ditambah biaya produksi yang dikeluarkan masyarakat sampai umur tanaman terjadi kerusakan. Nilai ekonomi kerusakan banguan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kerusakan bangunan.

Gambar 12 Diagram nilai ekonomi kerusakan pertanian dan bangunan di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008.

5.5. Upaya Pegendalian Konflik 5.5.1 Pencegahan Konflik

Upaya pencegahan konflik dilakukan untuk mencegah masuknya gajah ke lahan pertanian dan mengantisipasi kedatangan gajah sehingga upaya penanggulangan dapat segera dilakukan. Bentuk dari upaya pencegahan konflik yang dilakukan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad berupa penjagaan lahan, pengontrolan lahan, pemasangan penghalang disekitar lahan dan patroli kawasan .

1) Penjagaan dan pengontrolan lahan

Penjagaan lahan dilaksanakan pukul 17.00 - 06.00 WIB. Beberapa diantara masyarakat menjaga dengan bermukim di lahan pertaniannya. Pengontrolan kebun umumnya dilaksanakan pada sore hari (pukul 18.00 WIB) atau malam hari (pukul 20.00 WIB). Tujuan pengontrolan kebun yaitu untuk memeriksa keberadaan gajah di sekitar atau di lahan pertanian. Masyarakat akan

47407197.6 4675000

Pertanian Bangunan

(15)

melakukan penjagaan dan pengontrolan lahan secara intensif apabila mendapatkan informasi adanya keberadaan gajah di sekitar lahan miliknya. Informasi ini berasal dari Tim Flying Squad dan atau masyarakat yang bermukim di lahan pertanian serta masyarakat lainnya.

. Keberadaan gajah di lahan pertanian atau di daerah sekitarnya dapat terdeteksi dengan adanya jejak, bolus (kotoran), suara, sisa makanan dan kerusakan di dalam lahan maupun di sekitar lahan (Gambar 13). Kerusakan ini meliputi kerusakan penghalang (pagar atau parit) dan tanaman. Apabila terdapat ciri-ciri keberadaan gajah maka pemilik lahan segera melakukan penyusuran untuk mengetahui lokasi keberadaan gajah.

(a) (b)

(c)

Gambar 13 Ciri-ciri keberadaan gajah: jejak (a), bolus/kotoran (b) dan kerusakan tanaman (c).

2) Penghalang a. Pagar kayu

Pagar kayu digunakan disekeliling lahan dengan tinggi 1 - 2 meter (Gambar 14). Tujuannya yaitu untuk mencegah masuknya gajah dan satwa lain seperti babi dan monyet. Penggunaan pagar kayu ini kurang efektif dalam menghalangi gajah karena bahan kayu mudah lapuk, terserang rayap dan mudah dirusak oleh gajah. Pagar kayu ini lebih tepat untuk mencegah masuknya satwa lain seperti babi.

(16)

Gambar 14 Pagar kayu pada lahan kelapa sawit. b. Pagar pisang

Pemagaran lahan dengan pisang digunakan di bagian tempat masuknya gajah ke lahan pertanian. Tujuannya yaitu untuk mendetekasi keberadaan gajah secara cepat berdasarkan suaranya. Gajah yang memakan batang pisang akan mengeluarkan suara dari kunyahannya ataupun dari patahannya. Pemilik lahan mengharapkan gajah hanya akan memakan pisangnya saja tanpa memakan kelapa sawitnya. Penggunaan pagar pisang ini tidaf efesien dalam upaya pencegahan konflik.

c. Pagar kaleng

Pemagaran lahan dengan kaleng cukup membantu dalam mendeteksi kedatangan gajah. Tujuan dari pemasangan pagar kaleng ini bukan untuk mencegah masuknya gajah tetapi untuk mengetahui secara cepat masuknya gajah kedalam lahan pertanian. Kedatangan gajah dapat terdeteksi dengan bunyi-bunyi kaleng yang bergerak akibat ditabrak gajah. Penggunaan pagar kaleng dilakukan dengan memanfaatkan kaleng bekas yang dikaitkan pada tali yang memagari lahan. Kaleng-kaleng tersebut diisi batu/kerikil agar menghasilkan bunyi.

d. Pagar listrik (Pancing/Strom gajah)

Pagar listrik memiliki daya listrik yang menimbulkan daya kejut apabila tersentuh oleh gajah. Pemilik lahan mengharapkan ketika gajah terkejut gajah akan jera untuk memasuki lahan pertanian miliknya. Alat-alat yang digunakan untuk pagar listrik/strom gajah terdiri dari kawat, kayu untuk tiang, calcium battery untuk menyimpan energi matahari, Accu kering 150 Watt (mabruk tenaga surya) untuk mengkonversi energi matahari menjadi arus listrik dan batttery fencer 12 V - 680 mA untuk menghasilkan tegangan listrik (Gambar 15). Pemakaian pagar listik/strom gajah ini memerlukan biaya yang sangat mahal

(17)

sehingga penggunanya adalah pihak perkebunan skala besar dan masyarakat yang bermodal besar.

(a) (b)

(c)

Gambar 15 Perangkat pagar listrik/strom gajah : battery fencer (a), accu kering 150 watt (b) dan calcium battery (c).

c. Parit

Pembuatan parit bertujuan untuk merintangi gajah ke lahan pertanian (Gambar 16). Parit dibuat di sekeliling tepi lahan atau bagian dimana gajah biasanya memasuki lahan pertanian. Parit memiliki kedalaman 2 meter dan lebar 1 meter. Keawetan parit dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, jenis tanah, bentuk parit, kontruksi parit dan pemeliharaanya. Pengerukan tanah untuk parit membutuhkan biaya yang mahal karena menggunakan alat berat yang disewa. Pembuatan parit ini umumnya digunakan oleh pihak perkebunan dan masyarakat yang bermodal besar.

(18)

Gambar 16 Parit gajah. 3) Patroli kawasan

a. Patroli kendaraan

Pelaksanaan patroli kawasan dilakukan oleh Tim Flying Squad dengan menggunakan kendaraan bermotor atau mobil. Patroli bertujuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda keberadaan gajah. Patroli kendaraan dilakukan 5 hari dalam 1 minggu. Patroli dilakukan pada sore hari (pukul 17.00 WIB, malam hari (pukul 00.00 WIB) dan pagi hari ( pukul 06.00 WIB) oleh 2 orang mahot (pelatih gajah). Kegiatan patroli kendaraan meliputi pemeriksaan di pintu keluar gajah dan lahan masyarakat. Apabila hasil patroli mengindikasikan adanya gajah yang keluar dari hutan maka akan dilakukan penelusuran jejak (kaki dan bolus/kotoran) dan dilanjutkan dengan pengusiran serta pemberian informasi kepada masyarakat.

b. Patroli gajah

Pelaksanaan patroli dilakukan dengan menggunakan gajah. Patroli gajah bertujuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda keberadaan gajah sehingga upaya pengusiran dapat dilakukan lebih awal. Kegiatan patroli gajah meliputi pemeriksaan di pintu keluarnya gajah. Patroli gajah dilakukan 2 hari dalam 1 minggu dimulai pada pukul 08.00 WIB. Patroli gajah dilaksanakan oleh 8 orang mahot (pelatih gajah)beserta 4 gajah terlatih.

Penggunaan teknologi seperti pagar listrik/strom dan parit gajah cukup efektif dalam mencegah masuknya gajah ke lahan pertanian. Namun, material dan konstruksi yang kurang memadai dari kedua alat tersebut mengakibatkan gajah bisa memasuki lahan perkebunan dalam kedatangan berikutnya. Bahan yang digunakan masyarakat untuk tiang pengikat kawat berupa kayu. Penggunaan kayu

(19)

ini kurang cocok karena kayu mudah lapuk, terserang rayap dan mudah dirobohkan gajah. Sebaiknya tiang menggunakan bahan besi atau bahan yang tidak mudah dirobohkan gajah.

Konstruksi parit yang dibuat masyarakat sangat sederhana, parit dibuat dengan kedalaman dan lebar yang jaraknya dipertimbangkan berdasarkan perkiraan terhadap kemampuan jangkauan kaki gajah untuk menyembrang. Namun dengan lebar 1 m dan kedalaman 2 m parit masih bisa dilewati oleh gajah. Selain faktor kedalaman dan lebar parit, jenis tanah liat berpasir sangat mudah untuk digemburkan gajah dan runtuh apabila musim hujan. Belum terdapat angka yang pasti untuk penggunaan ukuran lebar dan kedalaman parit yang efesien untuk merintangi gajah. Namun, di Malaya Barat dan Afrika parit untuk merintangi gajah memiliki lebar 3 m dan kedalaman 2 m. Berikut adalah contoh bentuk parit yang disesuaikan dengan daerah rawa, dataran rendah dan daerah yang bertopografi tinggi (Gambar 17)

Sumber : West dan Soekarno diacu dalam Alikodra (1990)

Gambar 17 Parit yang sesuai dengan daerah rawa, daerah dataran rendah dan daerah bertopografi tinggi.

(20)

Penggunaan teknologi dalam upaya mencegah masuknya gajah ke lahan pertanian perlu mempertimbangkan banyak hal. Tidak hanya mempertimbangkan efesiensi waktu dan biaya saja namun keselamatan dari gajah juga perlu dipertimbangkan. Upaya-upaya pencegahan ini akan lebih efektif dan efesien apabila upaya-upaya yang telah dilakukan diselaraskan dengan pengetahuan-pengetahuan mengenai perilaku gajah. Selain itu, masyarakat harus tetap menjaga dan mengontrol lahan pertaniannya serta menjalin koordinasi yang baik dengan Tim Flying Squad sehingga saat gajah memasuki lahan pertanian dapat dilakukan penanggulangan secara cepat.

5.5.2. Penanggulangan Konflik

Upaya penanggulangan konflik dilakukan untuk mengusir gajah yang keluar dari habitatnya dan memasuki lahan pertanian masyarakat serta untuk meminimalisir kerusakan yang terjadi akibat kedatangan gajah. Upaya penanggulangan konflik berupa pengusiran gajah dari kawasan sekitar dan yang berada dalam lahan pertanian masyarakat agar kembali ke habitatnya (TNTN). Pengusiran dilakukan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad. Kegiatan pengusiran dilakukan setelah terdeteksinya keberadaan gajah saat patroli atau berdasarkan informasi masyarakat.

Pengusiran yang dilakukan oleh masyarakat masih bersifat tradisional. Sementara itu, pengusiran yang dilakukan oleh Tim Flying Squad bersifat tradisional dan modern. Pengusiran secara tradisional dilakukan dengan media obor, kentongan, meriam karbit dan suara teriakan (Gambar 18). Penggunaan media ini bertujuan untuk membuat kondisi tidak nyaman bagi gajah yang berada di sekitar atau di dalam lahan pertanian.

(a) (b)

(21)

Penggiringan merupakan proses pengusiran gajah liar secara modern, yaitu dengan bantuan gajah-gajah terlatih untuk menggiring gajah liar keluar dari lahan pertanian masyarakat dan kembali ke habitatnya. Penggiringan dilakukan apabila gajah tetap berada di lahan tersebut dalam waktu yang cukup lama

Gambar 19 Tim Flying Squad (pengusir gajah).

Kegiatan pengusiran dilakukan siang atau malam hari sesuai dengan waktu keberadaan gajah. Lamanya pengusiran tergantung dari jumlah gajah yang memasuki lahan pertanian. Gajah kelompok lebih mudah diusir dibandingkan pengusiran terhadap gajah tunggal. Penggiringan dengan gajah terlatih dilakukan pada siang hari hal ini dilakukan untuk memudahkan penggiringan dan keselamatan bagi Tim Flying Squad.

Keterlibatan Tim Flying Squad dalam penanggulangan konflik di Desa Lubuk Kembang Bunga sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari persentase pengusiran gajah baik dilakukan disekitar lahan pertanian masyarakat ataupun setelah kedatangan gajah ke lahan pertanian masyarakat diperoleh persentase sebesar 90 % pada Tahun 2007 dan 95 % pada Tahun 2008.

5.5.3. Nilai Ekonomi Upaya Pengendalian Konflik

Nilai ekonomi upaya pengendalian konflik merupakan biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad dalam pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan konflik (Tabel 17 dan Tabel 18).

(22)

Tabel 17 Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh masyarakat

No. Upaya Pengendalian Komponen Biaya

Pencegahan

1. Penjagaan kebun Biaya transportasi

Upah tenaga kerja

2. Pengontrolan kebun Biaya transportasi

3. Pembuatan pagar kayu, pagar listrik dan parit

Biaya alat Upah tenaga kerja Penanggulangan

4. Pengusiran Biaya alat : minyak dan karbit

Tabel 18 Komponen biaya upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad

No. Upaya Pengendalian Komponen Biaya

Pencegahan

1. Patroli kendaraan Biaya transportasi

Biaya alat : karbit

2. Patroli gajah Biaya tenaga kerja

Biaya alat: karbit Penanggulangan

3. Pengusiran Biaya transportasi

Biaya alat: karbit

Hasil perhitungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat dan Tim Flying Squad dalam upaya pengendalian konflik masing-masing diperoleh nilai sebesar Rp. 297.778.500 dan Rp. 466.421.500 (Tabel 19 dan Tabel 20). Tabel 19 Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh masyarakat Tahun

2007 - 2008

No. Upaya Penanggulangan Biaya (Rp)

Tahun 2007 Tahun 2008 1. Pencegahan

Penjagaan kebun 115.665.000 110.942.500

Pengontrolan kebun 15.330.000 17.885.000

2. Pemebuatan dan pemeliharaan

Pagar kayu 100.000 100.000

Parit 18.600.000 18.600.000

3. Pengusiran 227.500 328.500

Jumlah (Rp) 149.922.500 147.856.000

Biaya total tahun 2007-2008 297.778.500 Tabel 20 Biaya operasional upaya pengendalian konflik oleh Tim Flying Squad

Tahun 2007 - 2008

No. Upaya Pengendalian Biaya (Rp)

Tahun 2007 Tahun 2008

1. Biaya tetap 225.400.000 225.400.000

2. Patroli Kendaraan

2.a Patroli kendaraan tanpa pengusiran 4.233.000 5.353.500 2.b Patroli kendaraan dengan pengusiran 1.640.000 1.980.000

(23)

Tabel 20 (Lanjutan)

No. Upaya Pengendalian Biaya (Rp)

Tahun 2007 Tahun 2008

3. Patroli gajah

3.a Patroli gajah tanpa pengusiran 960.000 1.440.000

3.b Patroli gajah dengan pengusiran - 15.000

Jumlah (Rp) 232.233.000 234.188.500

Biaya total Tahun 2007 - 2008 466.421.500 Upaya pengendalian konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga kurang efektif dalam mengurangi kerugian pada masyarakat. Apabila tidak dilakukan upaya pengendalian kerugian masyarakat diperkirakan sebesar Rp. 66.730.315,73 (asumsi rata-rata satu kali kedatangan gajah menimbulkan kerugian sebesar Rp. 1.627.568,66) dan apabila dilakukan pengendalian kerugian masyarakat sebesar Rp. 52.082.197,64. Upaya pengendalian konflik hanya mampu mengurangi kerugian sebesar Rp. 14.648.118,09. Nilai ini tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengendalikan konflik yaitu sebesar Rp. 764.200.000. Kondisi seperti ini perlu dituntaskan dengan menyelesaikan konflik berdasarkan sumber penyebab konflik, yaitu dengan mengelola habitat dan populasi gajah di Hutan Tesso Nilo.

5.6. Nilai Ekonomi Konflik Manusia dan Gajah

Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah merupakan nilai kerugian langsung dan tidak langsung pada manusia akibat konflik dalam satuan rupiah. Hasil perhitungan komponen-komponen kerugian pada masyarakat Tahun 2007-2008 diperoleh nilai sebesar Rp. 816.282.197,64 (Tabel 21).

Tabel 21 Nilai ekonomi konflik manusia dan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2007 - 2008

No. Komponen Kerugian Jumlah (Rp)

Tahun 2007 Tahun 2008

1. Pendapatan yang hilang (cost of time) 0 0

2. Kerusakan fisik tubuh 0 0

3. Kerusakan bangunan 2.150.000 2.525.000 4. Biaya mengungsi 0 0 5. Kerusakan tanaman 24.237.295 23.169.902,64 6. Biaya pengendalian 382.155.500 382.044.500 Jumlah (Rp) 408.542.795 407.739.402,64 Total Tahun 2007 - 2008 816.282.197,64

Konflik di Desa Lubuk Kembang Bunga tidak mengakibatkan kehilangan pendapatan masyarakat karena gangguan gajah terjadi pada waktu masyarakat

(24)

tidak bekerja. Konflik juga tidak menimbulkan keresahan yang mengakibatkan masyarakat mengungsi karena gajah tidak memasuki pemukiman masyarakat. Terjadinya konflik manusia dan gajah pada Tahun 2007 - 2008 tidak menimbulkan kecelakaan dan kematian pada manusia karena upaya pengendalian konflik sebagai reaksi masyarakat terhadap gangguan gajah tidak menyebabkan penyerangan gajah pada manusia.

Gambar

Tabel 10  Blok hutan di Provinsi Riau yang menjadi habitat Gajah sumatera    berdasarkan tipe hutan dan ketersediaan faktor habitat
Tabel 11  Luas lahan di Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan kelerengan  No.  Kemiringan Lereng  Luas (hektar)  Proporsi (%)
Tabel 12  Pemanfaatan kawasan oleh perambah di Taman Nasional Tesso Nilo  dan usulan perluasannya Tahun 2007
Tabel 14    Lokasi kedatangan gajah di Desa Lubuk Kembang Bunga Tahun 2005  -  2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan berbagai pengertian budaya atau kultur yang dikemukakan dalam uraian sebelumnya maka dapat dipahami bahwa konsep kultur sebagai suatu pendekatan

Selain itu, penting juga dilakukan pemeriksaan kadar TSH ( Thyroid Stimulating Hormone ) setelah 3 – 4 bulan terdiagnosis dengan sindrom dapson karena dapat terjadi

Berdasarkan analisis yang dilakukan tentang penerapan peak clipping dan strategic conservation televisi, maka didapatkan penerapan gabungan strategic conservation dan

• Pemilih SBY lebih banyak yang kompeten, dan karena itu pilihan terhadapnya, dibanding pada tokoh yang lain, bukan karena “ditipu.” Mereka cukup mampu membuat pertimbangan

Apa Antibiotik Buat Sipilis Yang Paling Manjur Di Apotik Online ~ Pengobatan memang hal wang wajib dilakukan untuk memutus rantai penularan dari penyakit sipilis ini apalagi

3 Wahlen (1999) menyatakan bahwa menajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam pelaporan keuangan dan pengaturan transaksi

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dapat dilihat pada tabel model summary diperoleh hasil nilai R square sebesar 0,720 yang artinya 72% perubahan pada

Karakteristik yang diamati: densitas, porositas, kekerasan (Hv), kuat patah, koesien ekspansi termal dan analisa struktur mikro dengan menggunakan XRD dan