MODEL-MODEL PEMBELAJARAN YANG SUKSES MELATIHKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
LEARNING MODELS SUCCESFULLY TO TRAIN CRITICAL THINKING SKILL
MuchlisJurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231), Telp. 031-8298761
Email : muchlis_kimia@yahoo.co.id
Abstrak. Telah dilakukan penelitian penerapan model-model pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir
kritis. Subyek penelitian terdiri dari siswa SMA di beberapa kabupaten di Jawa Timur. Bertindak sebagai guru adalah para mahasiswa semester akhir Jurusan Kimia Prodi Pendidikan Kimia FMIPA Unesa. Kesuksesan model pembelajaran untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis didasarkan atas ketuntasan hasil belajar siswa dalam satu kelas. Ketuntasan tercapai jika jumlah siswa yang mencapai KKM lebih atau sama dengan 80%. Ketuntasan hasil belajar siswa didasarkan atas kemampuan siswa menyelesaikan soal post test. Soal post test merupakan soal dengan level berpikir kritis yang sudah tervalidasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran yang sukses untuk melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah pembelajaran dengan strategi POGIL, inkuiri, dan CTL.
Kata kunci: Keterampilan berpikir kritis, POGIL, inkuiri dan CTL
Abstract. It has been conducted a research of applying learning models successfully to train critical
thinking skill. Research subyek consist of high school student in some regency of East Java. Teacher Is
roled by final semester student on Chemistry department of Chemistry Education program on
Mathematics and Science faculty of Surabaya State University. Successfulness of learning model to train
critical thinking skill based on learning result mastery of student in one class. Mastery is reached if
number student reached Minimum Mastery Criterion is equal to or more 80%. Learning result mastery
based on ability of student finish post test. Problem of Post test is problem with critical thinking level
which have been validated. Result of research show learning models successfully to train critical thinking
skill are learning with POGIL strategy, inquiry, and CTL.
Keywords: critical thinking skill, POGIL, inquiry and CTL.
PENDAHULUAN
Tujuan
Standar
Kompetensi
Lulusan
Satuan Pendidikan (SKL-SP) untuk SMA yaitu
harus menunjukkan kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan
keputusan[1]. Keterampilan berpikir kritis
menjadi salah satu kemampuan urgen yang
harus dimiliki peserta didik. Berpikir kritis,
membuat keputusan dan memecahkan masalah
yang kompleks secara lintas bidang keilmuwan
merupakan kebutuhan kompetensi masa depan
yang diperlukan oleh siswa [2]. Masa depan
adalah misteri. Kemajuan teknologi dan
informasi, meningkatnya populasi penduduk,
makin kompleks-nya kebutuhan hidup dan
ketidakseimbangan dalam mengolah alam
menjadi faktor makin sulitnya memprediksi
masa depan. Oleh karena itu keterampilan
berpikir kritis menjadi urgen dimiliki siswa.
Besarnya harapan agar siswa memiliki
keterampilan berpikir kritis tidak sejalan dengan
fakta di lapangan. Berdasarkan penelitian awal
tahun pelajaran 2013-2014, tidak lebih dari 40%
siswa kelas XI-MIA 1, 2 dan 4 SMAN 1 Tuban
yang dapat menyelesaikan soal kategori C4
(menganalisis), C5 (mengevaluasi) dan C6
(mengkreasi),
yakni
soal
yang
merepresentasikan keterampilan berpikir kritis
[3]. Fakta senada dari hasil penelitian awal
untuk tahun pelajaran 2013-2014 bahwa jumlah
siswa kelas XI-MIA 1-5 SMAN 2 Magetan
yang dapat menyelesaikan soal jenis analisis,
eksplanasi, dan inferensi hanya berkisar 10-35%
[4]. Demikian pula hasil penelitian awal dari 3
kelas XI-MIA 1, 2, dan 3 SMAN 1 Puri
Mojokerto
tahun
pelajaran
2014-2015
menunjukkan jumlah siswa yang mampu
menyelesaikan soal analisis, eksplanasi dan
inferensi berkisar antara 17-50% [5]. Hasil
penelitian awal pada siswa SMAN 18 Surabaya
tahun pelajaran 2014-2015 menunjukkan bahwa
rata-rata nilai keterampilan berpikir kritis siswa
untuk kelas XI-MIA 1 hingga 5 berkisar 1,48 –
2,08 dengan menggunakan skala 4 [6].
Siswa
dapat
memiliki
keterampilan
berpikir
kritis
jika
dilatih.
Latihan
ini
memerlukan strategi, pendekatan atau model
pembelajaran
yang
sesuai
hakekat
dari
pengertian
keterampilan
berpikir
kritis.
Beberapa ahli memberikan pengertian berpikir
kritis berdasarkan penekanan aspek tertentu.
Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan
dan reflektif dengan menekankan pembuatan
keputusan tentang apa yang harus dipercayai
atau dilakukan [7]. Senada dengan pengertian
ini, ahli lain berpendapat keterampilan berpikir
kritis adalah proses menggunakan pemikiran
untuk melihat mana yang benar dan mana yang
salah dari informasi dan berita yang kita dengar
sehari-hari [8]. Secara lebih rinci keterampilan
berpikir kritis meliputi interpretasi, analisis,
evaluasi, inferensi, penjelasan dan regulasi diri
[9] sedangkan menurut Bloom keterampilan
berpikir
kritis
mencakup
kemampuan
menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi
[10].
Berdasarkan
pengertian
keterampilan
berpikir kritis di atas, ada beberapa pilihan
strategi, pendekatan atau model pembelajaran
yang dapat diterapkan pada siswa untuk
melatihkan
keterampilan
berpikir
kritis.
Pertama, pembelajaran dengan strategi POGIL
(
Process Oriented Guided Inqury Learning).
Penerapan strategi
POGIL
akan terjadi proses
pemerolehan informasi, analisis situasi terhadap
informasi,
dan
pengetahuan
awal
untuk
memperoleh konsep yang tepat secara keilmuan
[11]. Kedua, Inkuiri. Model pembelajaran ini
merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran
yang menekankan pada proses berpikir secara
kritis
dan
analitis
untuk
mencari
dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah
yang dipertanyakan sehingga menempatkan
siswa sebagai subjek belajar [12]. Ketiga,
pendekatan CTL (
Contextual Teaching and
Learning
). Pendekatan CTL menekankan pada
keterlibata siswa dalam proses pembelajaran
secara penuh sehingga mampu menguasai
materi pelajaran dan dapat menghubungkannya
dengan situasai nyata dalam kehidupan, yang
pada akhirnya kelak dapat membekali siswa
untuk diterapkan dalam kehidupan nyata
mereka [13]. Tentu saja ada beberapa strategi
atau pendekatan atau model pembelajaran lain
yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir
kritis siswa, namun di sini dibatasi sebagaimana
tersebut di atas.
METODE PENELITIAN
Subyek penelitian terdiri dari siswa
SMA di beberapa kabupaten di Jawa Timur.
Bertindak sebagai guru adalah para mahasiswa
semester akhir Jurusan Kimia Prodi Pendidikan
Kimia FMIPA Unesa. Kesuksesan model
pembelajaran untuk melatihkan keterampilan
berpikir kritis didasarkan atas ketuntasan
klasikal hasil belajar siswa dalam satu kelas.
Ketuntasan klasikal tercapai jika jumlah siswa
yang mencapai KKM lebih atau sama dengan
80%.
Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa
didasarkan
atas
kemampuan
siswa
menyelesaikan soal
posttest
. Soal
posttest
merupakan soal dengan level berpikir kritis
yang sudah tervalidasi. Kesuksesan model
pembelajaran untuk melatihkan keterampilan
berpikir kritis dapat juga didasarkan atas
peningkatan nilai
posttest
terhadap
pretest
yang
dinyatakan dengan
gain score
(g). Perhitungan
gain score
yang dinormalisasi digunakan
persamaan sebagai berikut [14]:
Keterangan:
⟨g⟩ = peningkatan kemampuan berpikir kritis ⟨Sf⟩ = rata-rata skor tes akhir
Hasil
gain
score
yang
didapatkan
diinterpretasikan
dengan
kriteria
sebagai
berikut:
Tabel 1 Interpretasi Gain Score yang
dinormalisasi
Nilai
⟨
g
⟩
Interpretasi
⟨
g
⟩≥ 0,7
Tinggi
0,7 >
⟨
g
⟩
≥ 0,3
Sedang
⟨
g
⟩
<0,3
Rendah
[14]
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subyek penerapan pembelajaran strategi POGIL adalah 28 siswa kelas XI IPA SMAN 1 Sooko Mojokerto dengan rancangan penelitian one group pretest-posttest. Siswa diberikan suatu pemodelan berkaitan dengan materi yang kemudian diberi pertanyaan level berpikir kritis. Selanjutnya siswa berlatih menyelesaikan soal-soal latihan level berpikir kritis.
Pertanyaan level berpikir kritis digunakan dalam aktivitas POGIL untuk mengeksplorasi model oleh siswa [15]. Ekplorasi sangat berguna untuk menuntun siswa mencapai jawaban hipotesis atau kesimpulan yang terintegrasi dengan konsep kimia.
Keterampilan berpikir kritis siswa terbukti meningkat dengan gain score sebesar 0,7155 dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 89,28% melalui penerapan pembelajaran dengan strategi POGIL ini [16]. Angka ini diinterpretasikan tinggi menurut Hake [14]. Tingginya gain score ini tidak lepas dari keaktivan siswa dalam pembelajaran dengan strategi POGIL. Pengetahuan itu bersifat personal, siswa lebih menikmati dirinya sendiri dan berkembang lebih bagus dalam penguasaan materi pelajaran jika diberi kesempatan membangun pengetahuan mereka sendiri [17]. Mengeksplorasi model, menjawab pertanyaan level berpikir kritis, dan segala upaya hingga mencapai kesimpulan yang dilakukan siswa merupakan kesempatan yang disediakan oleh guru dalam penerapan pembelajaran dengan strategi POGIL. Pemberian kesempatan ini dengan sendirinya akan menuntut siswa aktif belajar dan mendorong terbentuknya keterampilan berpikir kritisnya. Dengan demikian pembelajaran dengan Strategi POGIL sukses melatihkan keterampilan berpikir kritis.
Selain POGIL, alternatif melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah model
pembelajaran inkuiri. Jika POGIL pelaksanaannya bisa diintegrasikan ke dalam model pembelajaran tertentu, maka model pembelajaran inkuiri memiliki langkah-langkah tersendiri.
Penerapan model pembelajaran inkuiri dilakukan di 1) SMAN 9 Surabaya, kelas XI IPA 3 pada tahun pelajaran 2011-2012, 2) SMAN 1 Tuban, kelas XI-MIA 4 tahun pelajaran 2014-2015, dan 3) SMAN 2 Magetan, kelas XI MIA tahun pelajaran 2014-2015. Rancangan penelitian adalah one group pretest-posttest.
Berdasarkan hasil penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 9 Surabaya, menunjukkan rata-rata hasil tes berpikir kritis meningkat dari 10,94 (pretest) menjadi 78,05 (posttest) [18]. Hasil penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 1 Tuban, menunjukkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan gain score 0,73 (artinya tinggi) dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 100% [3]. Adapun hasil penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 2 Magetan, menunjukkan peningkatan keterampilan berpikir kritis dengan gain score 0,66 (artinya sedang) [4].
Model pembelajaran inkuiri dimulai dari
observasi menemukan masalah, merumuskan
masalah, mengajukan hipotesis, merencanakan
pemecahan masalah (melalui eksperimen atau
cara
lain),
melaksanakan
eksperimen,
melakukan pengamatan dan pengumpulan data,
analisis data dan penarikan kesimpulan atau
penemuan
[19].
Aktivitas
dalam
model
pembelajaran
inkuiri akan menumbuhkan
kemampuan interpretasi, analisis, eksplanasi
dan inferensi yang merupakan bagian dari
keterampilan berpikir kritis [4]. Interpretasi
dapat dilakukan dalam langkah observasi
sampai
pengumpulan
data.
Eksplanasi
dilakukan siswa pada langkah orientasi,
merumuskan
hipotesis,
dan
merumuskan
kesimpulan. Analisis digunakan saat langkah
merumuskan
masalah,
menguji
hipotesis
menganalisis data. Keterampilan inferensi
digunakan pada saat merumuskan kesimpulan.
Keterampilan
berpikir
kritis
juga
mencakup kemampuan siswa menyelesaikan
soal-soal kategori C4 (analisis), C5 (evaluasi)
dan C6 (kreasi). Siswa dilatih menganalisis
ketika merumuskan masalah, menguji hipotesis,
dan menganalisis data hasil eksperimen. Siswa
dilatih
mengevaluasi
saat
merancang
eksperimen, dan menafsirkan data. Siswa
dilatih mengkreasi saat merumuskan masalah,
mengajukan hipotesis maupun menyimpulkan
hasil eksperimen.
Melibatkan siswa secara aktif dan
pemberian kesempatan dalam pembelajaran
inkuiri sekali lagi menjadi kesuksesan model
pembelajaran ini melatihkan keterampilan
berpikir kritis. Namun perlu ada pengontrolan
waktu saat menerapkan model pembelajaran
inkuiri. Siswa sering terlalu asyik saat
bereksperimen dan diskusi.
Keterampilan berpikir kritis juga dapat dilatihkan melalui pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dengan peningkatan gain score sebesar 0,86 (artinya tinggi) [6]. Subyek penelitian adalah siswa kelas XI MIA SMAN 18 Surabaya tahun pelajaran 2014-2015. Rancangan penelitian adalah one group pretest-posttest.
CTL adalah pendekatan pembelajaran yang terdiri dari tujuh komponen yaitu konstruktivisme, bertanya, inkuiri, masyarakat belajar, pemodelan, asesmen autentik dan refleksi [13]. Aktivitas konstruktivisme dalam penerapan CTL akan melatih siswa dalam melakukan interpretasi dan eksplanasi. Aktivitas bertanya akan melatihkan kemampuan analisis. Aktivitas inkuiri akan melatihkan interpretasi, eksplanasi, dan analisis. Aktivitas masyarakat belajar akan melatihkan analisis. Pemodelan akan melatihkan siswa melakukan interpretasi. Refleksi akan melatihkan siswa melakukan analisis dan eksplanasi.
CTL menuntut pembelajaran yang terkait
dengan masalah kehidupan nyata. Hal ini
menambah motivasi siswa dalam pembelajaran.
Kemampuan berpikir kritis akan sangat
membantu
siswa
dalam
menghadapi
permasalahan sehari-hari. Sekali lagi CTL
merupakan pendekatan pembelajaran suskses
melatihkan ketermpilan berpikir kritis.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penerapan strategi, model dan pendekatan pembelajaran dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi, model dan pendekatan pembelajaran yang sukses melatihkan keterampilan berpikir kritis adalah:
1. pembelajaran dengan strategi POGIL dengan peningkatan gain score 0,7155 (tinggi) dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 82,89%.
2. model pembelajaran inkuiri di SMAN 9 Surabaya, dengan rata-rata hasil tes berpikir kritis meningkat dari 10,94 (pretest) menjadi 78,05 (posttest). Penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 1 Tuban, dengan peningkatan keterampilan berpikir kritis gain score 0,73 (tinggi) dan ketuntasan klasikal hasil belajar sebesar 100%. Penerapan model pembelajaran inkuiri di SMAN 2 Magetan, dengan peningkatan gain score 0,66 (sedang). 3. CTL dengan peningkatan gain score 0,86
(tinggi).
DAFTAR PUSTAKA
1. Depdikbud. 2006. Permendikbud no 23 tahun 2013 tentang SKL. Jakarta: Depdikbud.
2.
Depdikbud. 2014.
Permendikbud no 61
tahun 2014 tentang Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasa
.
Depdikbud.
3.
Agustin, Uswatun Hasanah dan Muchlis.
2015. Penerapan Model Pembelajaran
Inkuiri untuk Melatihkan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa pada Materi Laju
Reaksi Kelas XI SMA Negeri Tuban.
Surabaya:
UNESA Journal of Chemical
Education, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
.
4.
Herjinda, Windha dan Muchlis. 2015.
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir
Kritis Siswa pada Materi Pokok Asam
Basa Kelas XI SMAN 2 Magetan.
Surabaya:
UNESA Journal of Chemical
Education, Vol. 4, No. 2, May 2015
5.
Hardinita, Ewing dan Muchlis. 2015.
Penerapan Model Pembelajaran
Learning
Cycle
7-E
untuk
Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada
Materi Pokok Larutan Penyangga Kelas
XI-MIA SMA Negeri 1 Puri Mojokerto.
Surabaya:
UNESA Journal of Chemical
Education, Vol. 4, No. 3, September 2015
.
6.
Suwiton
dan
Muchlis.
2015.
And Learning Approach To Improve
Student Critical Thinking Skills On Salt
Hydrolysis Materials In Class XI MIA
SMAN 18 Surabaya. Surabaya:
UNESA
Journal of Chemical Education, Vol. 4, No.
2, May 2015
.
7.
Ennis, R.H. 1991.
Goals for a Critical
Thinking
. Illinois Critical Thinking Project:
University Illinois.
8.
Wood, Robin. 2002.
Critical Thinking
.
Document for personal use.
9.
Filsaime, Dennis K. 2008.
Menguak
Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif.
Jakarta:
Prestasi Pustaka.
10.
Duron, R., dkk. (2006). Critical Thinking
Framework
for
Any
Discipline.
International Journal of Teaching and
Learning in Higher Education Vol. 17
:
11.Zawadzki, Rainer. 2010.
Is
Process-Oriented
Guided-Inquiry
Learning
(POGIL) Suitable As A TeachingMethod In
Thailand’s Higher Education?
.
Asian
Journal On Education and Learning
. 1(2).
12.Nur,
Mohamad
dan
Prima
Retno
Wikandari. 2000.
Pengajaran Berpusat
Kepada
Siswa
dan
Pendekatan
Konstruktivis
dalam
Pengajaran
.
Surabaya: Unesa.
13. Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
14.
Hake, R.R.. 1998.
Interactive Engagement
Versus Traditional
Methods:
A
Six
Thousand Student Survey of Mechanics
Test Data for Introductory Physics
Courses
. American Journal Physics
.
Vol.
66, No. 1, Hal. 64-74.
15. Hanson, David M. 2006. Instructor’s Guide to Process-Oriented Guided-Inquiry Learning. Lisle: Pacific Crest .
16.
Rohmah, Yanuarin N dan Muchlis. 2013. Penerapan Pembelajaran dengan Strategi POGIL pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMAN 1 Sooko Mojokerto.Surabaya:
UNESA Journal of
Chemical Education, Vol. 2, No. 3,
September 2013.
17. Moog, Rick, et. al. 2015. Why Use
Process-Oriented
Guided-Inquiry
Learning?.
http://serc.carleton.edu/sp/pkal/pogil/index
.html
. Diakses tanggal 1 Oktober 2015.
18. Hanifah, Nurika dan Agustini, Rudiana. 2012. Peningkatan Self Efficacy dan Berpikir Kritis
melalui Penerapan Model Pembelajaran
Inkuiri Materi Pokok Asam Basa Kelas XI
SMAN 9 Surabaya. Surabaya:
UNESA
Journal of Chemical Education, Vol. 1, No.
1, May 2012.
19.