• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Poros Pasak Bantalan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perencanaan Poros Pasak Bantalan"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PERENCANAAN MESIN

(POROS, PASAK & BANTALAN)

NAMA KELOMPOK :

DIKI SUDARMAN

(061430201061)

REZA MAHENDRA

(061430201072)

RANDY PRATAMA

(061430201046)

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK MESIN KONSENTRASI ALAT BERAT

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

(2)

2016

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tugas Perencanaan Mesin ini merupaan Tugas yang diberikan guna melengkapi nilai tugas mahasiswa pada Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya. Selain itu tugas ini berguna untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa Teknik Mesin terutama dibidang perencanaan suatu elemen mesin.

Dalam Perencanaan Mesin kali ini, mencoba mengangkat permasalahan tentang Poros, Pasak & Bantalan. Elemen mesin tersebut merupakan bagian yang penting pada suatu konstruksi permesinan.

Konstruksi yang tidak tepat atau tanpa perencanaan dapat mengurangi efisiensi dan bahkan memyebabkan kerusakan atau kerugian pada saat penggunaannya. Oleh karenanya, diperlukan suatu perencanaan yang tepat agar komponen tersebut dapat dipergunakan secara maksimal dan aman untuk digunakan.

1.2. Maksud dan Tujuan

a. Agar mahasiswa dapat menerapkan teori yang diperoleh dari perkuliahan sehingga dapat menerapkan secara langsung dilapangan.

b. Agar mahasiswa dapat mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan pada perencanaan Poros, Pasak & Bantalan.

(3)

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Poros

Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin, hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan putaran utama dalam transmisi yang dipegang oleh poros. Menurut pembebanannya poros untuk meneruskan daya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1). Poros transmisi (line shaft)

Poros ini mendapat beban putir dan lentur. Daya ditransmisikan pada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk, rantai, dll.

2). Spindel (Spindle)

Poros yang pendek, seperti poros utama mesin perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasinya harus kecil dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

3). Gandar (axle)

Poros ini biasanya dipasang diantara roda-roda kereta api, dimana poros tidak mendapat beban puntir dan tidak berputar. Poros ini hanya mendapat beban lentur, kecuali bila digerakkan oleh penggerak mula dimana akan mengalami beban puntir juga.

(4)

2.1.1. Hal-hal penting dalam perencanaan poros

Untuk merencanakan poros hal-hal sebagai berikut perlu diperhatikan : a. Kekuatan poros

Suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau lentur atau gabungan antara puntir dan lentur seperti telah diutarakan di atas. Juaga ada poros yang mendapat beban tarik atau tekan seperti poros roling-baling kapal atau turbin dan lain sebagainya. b. Kekakuan poros

Poros mempunyai kekuatan poros yang cukup tetapi jika lenturan atau defleksi puntirnya terlalu besar akan mengakibatkan ketidak telitian (pada mesin perkakas) atau getaran dan suara (misalnya pada turbin dan gearbox)

c. Putaran kritis

Bila putaran mesin di naikan maka suatu harga putaran tertentu dapat terjadi getaran yang luarbiasa besarnya.

d. Korosi

Bahan-bahan tahan korosi (termasuk plastic) harus dipilih untuk poros propeller dan pompa bila terjadi kontak dengan benda korosif. Demikian juga untuk poros-poros yang terancam kaviatasi, dan poros-poros mesin yang berhenti lama. Sampai batas-batas tertentu dapat pula dilakukan perlindungan terhadap korosi.

e. Bahan poros

Poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi (disebut bahan S-C) yang dihasilkan dari ingot atau kill. Meski pun demikian, bahan ini kelurusannya kurang tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan sisa dalm terasnya.

Poros-poros yang dipakai untuk meneruskan putaran tinggi dan beban berat umumnya dibuat mengunakan baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel molibden, baja khrom, baja khrom molibden, dll.

Table 2.1 baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difinis dingin untuk poros.

(5)

Standar dan macam lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik (Kg/mm2) keterangan Baja karbon konstruksi mesin (JIS G 4501) S30C S35C S40C S45C S50C S55C penormalan 48 52 55 58 62 66 Bajang baja yang difinis dingin S35C-D S45C-D S55C-D 53 60 72 Ditarik dengan digerinda, dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut

Table 2.2 Baja paduan untuk poros

Standar dan macam Lambing Perlakuan panas Kekuatan tarik (Kg/mm2) Baja khrom nikel (JIS G4102) SNC 2 SNC3 SNC21 SNC22 Pengerasan kulit 95 95 80 100 Baja khrom nikel molibden (JIS G 4103) SNCM 1 SNCM 2 SNCM 7 SNCM 8 SNCM22 SNCM23 SNCM25 -Pengerasan kulit -85 95 100 105 90 100 120

(6)

-Baja khrom (JIS G4104) SCr 1 SCr 2 SCr 5 SCr 21 SCr 22 -pengerasan kulit -90 95 100 80 85 Baja khrom molibden (JIS G 4105) SCM 2 SCM 3 SCM 4 SCM 5 SCM21 SCM22 SCM23 -Pengeras kulit -85 95 100 105 85 95 100

Tabel 2.3 Tabel Penggolongan baja secara umum

Golongan Kadar C ( )

Baja lunak -0,15

Baja liat 0,2-0,3

Baja agak keras 0,3-0,5

Baja keras 0,5-0,8

Baja sangat keras 0,8-1,2

Nama-nama dan lambing-lambang dari bahan-bahan menurut standar beberapa Negara serta persamaannya dengan JIS (Standar Jepang) untuk poros diberikan dalam Tabel 2.4

Tabel 2.4 Standar baja

Nama Standar

Jepang (JIS)

Standar Amerika (AISI), Inggris (BS), dan Jerman (DIN)

Baja karbon S25C S30C AISI 1025, BS060A25 AISI 1030, BS060A30

(7)

konstruksi mesin S35C S40C S45C S50C S55C

AISI 1035, BS060A35, DIN C35 AISI 1040, BS060A40

AISI 1045, BS060A45, DIN C45, CK45 AISI 1050, BS060A50 AISI 1055, BS060A55 Baja tempa SF 40, 45, 50, 55 ASTM A105-73 Baja nikel khrom SNC SNC22 BS653M31 BS En36 Baja nikel khrom molibden SNCM 1 SNCM 2 SNCM 7 SNCM 8 SNCM 22 SNCM 23 SNCM 25 AISI 4337 BS830M31 AISI 8645, BS En100D AISI 4340, BS 817M40, 816M40 AISI 4315 AISI 4320, BS En325 BS En39B Baja khrom SCr 3 SCr 4 SCr 5 SCr21 SCr22 AISI 5135, BS530A36 AISI 5140, BS530A40 AISI 5145 AISI 5115 AISI 5120 Baja khrom molibden SCM2 SCM3 SCM4 SCM5 AISI 4130, DIN34CrMo4

AISI 4135, BS 708A37, DIN34CrMo4 AISI 4140, BS 708M40, DIN42CrMo4 AISI 4145, DIN50CrMo4

(8)

Berikut ini akan dibahas rencana sebuah poros yang mendapat pembebanan utama berupa torsi, seperti pada poros motor dengan sebuah kopling. Jika diketahui bahwa poros yang akan direncanakan tidak mendapat beban lain kecuali torsi, maka diameter poros tersebut dapat lebih kecil daripada yang dibayangkan. Meskipun demikian, jika diperkirakan akan terjadi pembebanan berupa lenturan tarikan atau tekanan, misalnya jika sebuah sabuk, rantai atau roda gigi dipasangkan pada poros motor, maka kemungkinan adanya pembebanan tambahan tersebut perlu diperhitungkan dalam factor keamanan yang diambil.

Pertama kali, ambillah suatu kasus dimana daya P (kW) harus ditransmisikan dan putaran poros n1 (rpm) diberikan. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan terhadap daya P

tersebut. Jika P adalah daya rata-rata yang diperlukan maka harus dibagi dengan efisiensi mekanis η dari system transmisi untuk mendapatkan daya penggerak mula yang diperlukan. Daya yang besar mungkin diperlukan pada saat start, atau mungkin beban yang besar terus bekerja setelah start. Dengan demikian sering kali diperlukan koreksi pada daya rata-rata yang diperlukan dengan menggunakan factor koreksi pada perencanaan. Jika P adalah daya nominal output dari motor penggerak, maka berbagai macam factor keamanan biasanya dapat diambil dalam perencanaan, sehingga koreksi pertama dapat diambil kecil.

(9)

Tabel 2.5 Faktor-faktor

(10)

koreksi daya yang akan ditransmisikan, fc

Jika faktor koreksi adalah fc (table 2.5) maka daya rencana Pd (kW) sebagai contoh patokan adalah :

Pd = fc P (kW) (Sularso, 1997:7) ... (1)

Jika daya diberikan dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk mendapatkan daya dalam kW. Jika momen puntir (disebut juga momen rencana) adalah T

(kg.mm) maka Pd( T / 1000 )( 2π n 1/60 ) (Sularso, 1997:7) ...(2) 102 Sehingga : T 9,74×10 5 P n1 (Sularso, 1997:7) ... (3)

Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros ds (mm), maka tegangan geser τ (kg/mm2) yang terjadi adalah

τ



(π dTs3/16)

=

5,1T

ds3 (Sularso, 1997:7) ... (4)

Tegangan geser yang diizinkan τa (kg.mm2) untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dengan berbagai cara. Disini τa dihitung atas dasar batas kelelahan puntir yang besarnya diambil dari 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45 % dari

Daya yang akan ditransmisikan fc

Daya rata-rata yang diperlukan Daya maksimum yang diperlukan Daya normal

1,2 – 2.0 0,8 – 1,2 1,0 – 1,5

(11)

kekuatan σB (kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik τB , sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan Sf1.

Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan jugaa harus diperhatikan. Untuk memasukkan pengaruh- pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil factor yang dinyatakan sebagai Sf2 dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0.

Dari hal-hal diatas maka besarnya τa dapat dihitung dengan :

τa = σB / (Sf1 x Sf2) (Sularso, 1997:8) ... (5)

Kemudian, keadaan momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau. Faktor koreksi yang dianjurkan oleh ASME juga dipakai disini. Faktor ini dinyatakan dengan Kt , dipilih sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus, 1,0 – 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan dan 1,5 – 3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar.

Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur di masa mendatang. Jika memang diperkirakan akan terjadi pemakaian dengan bebab lentur maka dapat dipertimbangkan pemakaian faktor Cb yang harganya antara 1,2 sampai 2,3. (jika diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil = 1,0).

Dari persamaan (1.4) diperoleh rumus untuk menghitung diameter poros ds (mm) sebagai

ds=

[

5.1

τa Kt Cb T

]

❑❑ 1/3

(Sularso,1997:8) ... (6)

Diameter poros harus dipilih dari table 1.7. Pada tempat dimana akan dipasang bantalan gelinding, pilihlah suatu diameter yang lebih besar dari harga yang cocok di dalam tabel untuk menyesuaikan dengan diameter dalam dari bantalan. Dari bantalan yang dipilih dapat ditentukan jari-jari filet yang diperlukan pada tangga poros.

(12)

Selanjutnya ukuran pasak dan alur pasak dapat ditentukan dari tabel 1.8. Harga faktor konsentrasi tegangan untuk alur pasak α dan untuk poros dan

untuk poros tangga β dapat diperoleh dengan diagram R.E. Peterson (Gambar 1.1,1.2). Bila α atau β dibandingkan dengan faktor keamanan Sf2 untuk konsentrasi

tegangan pada poros bertangga atau alur pasak dengan faktor ditaksir terdahulu, maka α atau β sering kali menghasilkan diameter poros yang lebih besar.

Periksalah perhitungan tegangan, mengingat diameter yang dipilih dari tabel 1.7 lebih besar dari ds yang diperoleh dari perhitungan.

Bandingkan α dan β, dan pilihlah yang lebih besar.

Lakukan koreksi pada Sf2 yang ditaksir sebelumnya untuk konsentrasi tegangan dengan mengambil τa . Sf2 / (α atau β) sebagai tegangan yang diizinkan yang dikoreksi. Bandingkan harga ini dengan τ . Cb . Kt dari tegangan geser τ yang dihiutng atas dasar poros tanpa alur pasak, faktor lenturan Cb’ dan faktor koreksi tumbukan Kt’ dan tentukan masing-masing harganya jika hasil yang terdahulu lebih besar, serta lakukan penyesuaian jika lebih kecil.

Tabel 2.6 Diameter poros

4 4,5 5 *5,6 10 11 *11,2 12 *12,5 14 (15) *22,4 24 25 28 30 *31,5 32 35 *35,5 40 42 45 48 50 55 56 100 (105) 110 *112 120 125 130 140 150 *224 240 250 260 280 300 *315 320 340 *355 360 400 420 440 450 460 480 500 530 560

(13)

6 *6,3 7 *7,1 8 9 16 (17) 18 19 20 22 38 60 63 65 70 71 75 80 85 90 95 160 170 180 190 200 220 380 600 630

Keterangan : 1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bilangan standar.

2. Bilangan di dalam kurung hanya dipakai untuk bagian dimana

akan dipasang bantalan gelinding.

(14)

Fektor komentresi tegangan α suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yeng diberi filet.

(15)

Gambar 2.2 Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet.

2.1.3. Poros Dengan Beban Lentur Murni

Gandar dari kereta tambang dan kereta rel tidak dibebani dengan puntiran melainkan mendapat pembebanan lentur saja.

Jika beban pada satu gandar didapatkan sebagai ½ dari berat kendaraan dengan muatan maksimum dikurangi berat gandar dan roda, maka besarnya momen lentur M1 (kg.mm) yang terjadi pada dudukan roda dapat dihitung.

Dari bahan yang dipilih dapat ditentukan tegangan lentur yang diizinkan σa (kg/mm2). Momen tahanan lentur dari poros dengan diameter ds (mm) adalah Z = (π/32) ds3mm3 ,

sehingga diameter ds

yang diperlukan dapat diperoleh dari

σa ≥M1 Z1 = M1

(

π 32

)

ds 3 =10,2M1 ds3 (Sularso,1997:12)... (7) ds ¿

[

10,2 σa M1

]

❑❑ 1 3 (Sularso,1997:12)... (8)

Dalam kenyataan, gandar tidak hanya mendapat beban statis saja melainkan juga beban dinamis. Jika perhitunga ds dilakukan sekedar untuk mencakup beban dinamis secara sederhana saja, maka persamaan (8) dapat diambil faktor keamanan yang lebih besar untuk menentukan σa. Tetapi dalam perhitungan yang lebih teliti, beban dinamis dalam arah tegak dan mendatar harus ditambahkan pada beban statis. Bagian gandar dimana dipasangkan naf roda disebut dudukan roda. Beban tambahan dalam arah vertikal dan horizontal menimbulkan momen pada dudukan roda ini.

(16)

demikian gandar ini diperlakukan sebagai poros pengikut dengan jalan mengalikan ketiga momen tersebut di atas (yang ditimbulkan oleh gaya-gaya statis, vertikal dan horizontal) dengan faktor tambahan (faktor m) dalam tabel 2.7

Tabel 2.7 Faktor tambahan tegangan pada gambar

Lambang dari masing-masing bagian perangkar roda diberikan dalam gambar 2.3.

Gambar 2.3 Gandar

Rumus-rumus dari JIS E4501 diberikan di bawah ini, sedangkan arti dari lambang-lambangnya dapat dilihat diagram aliran.

M1 = (j – g) W/4 (Sularso,1997:13)... (9)

M2 = αVM1 (Sularso,1997:13)... (10)

P = αLW (Sularso,1997:13)... (11)

Q0 = P(h/j) (Sularso,1997:13)... (12)

R0 = P(h + r)/g (Sularso,1997:13)... (13) 2. Diagram aliran untuk merencanakan poros dengan beban lentur murni

Pemakaian gandar Faktor

tambahan Gandar pengikut (tidak termasuk gandar dengan rem

cakera) 1,2

Gandar yang digerakkan ; ditumpu pada ujungnya 1,1 – 1,2

Gandar yang digerakkan ; lenturan silang 1,1 – 1,2

(17)

M3 = Pr + Q0 (a + 1) – R0[(a + l) – (j – g)/2]

Harga αV dan αL diberikan dalam Tabel 1.10.

Harga tegangan yang diizinkan σWb (kg/mm2) dari suatu dudukan roda terhadap kelelahan diberikan dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8 αV , αV

Kecepatan kerja max. (km/jam) αV αL

120 atau kurang 120 – 160 160 – 190 190 – 210 0,4 0,5 0,6 0,7 0,3 0,4 0,4 0,5

(18)

Tabel 2.9 Tegangan yang diperbolehkan pada bahan gandar

Dari hal-hal di atas dapat disimpulkan bahwa

ds

[

10,2

σWbm(m1+m2+m3)

]

❑❑ 1/3

(Sularso,1997:15)... (14)

Setelah ds ditentukan maka tegangan lentur σb (kg/mm2) yang terjadi pada dudukan roda dapat dihitung. Selanjutnya jika σWb/σb sama dengan 1 atau lebih, maka

σb

=

[

10,2m(m1+m2+m3)

ds

3

]

(Sularso,1997:15)... (15)

n =

σ wbσb (Sularso,1997:15)... (16)

2.1.4. Poros Dengan Beban Puntir dan Lentur

Bahan gandar Tegangan yang diperbolehkan

2 σWb (kg/mm ) Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 10,0 10,5 11,0 15,0

(19)

Poros pada umumnya meneruskan daya melalui sabuk, roda gigi dan rantai. Dengan demikian poros tersebut mendapat beban punter dan lentur sehingga pada permukaan poros akan terjadi tegangan geser τ (= T/Zp) karena momen puntir T dan tegangan σ (= M/Z) karena momen lentur.

Untuk bahan yang liat seperti pada poros, dapat dipakai teori tegangan geser maksimum

τMaks=

σ

2

+4τ2

2 (Sularso,1997:17)... (17)

Pada poros yang pejal dengan penampang bulat, σ = 32 Mds 3 dan τ = 16 Tds 3 sehingga τMaks=

(

5,1 d3s

)

M 2 +T2 (Sularso,1997:17)... (18)

Beban puntir yang bekerja pada poros pada umumnya adalah beban berulang. Jika poros tersebut mempunyai roda gigi untuk meneruskan daya besar maka kejutan berat akan terjadi pada saat mulai atau sedang berputar.

Dengan mengingat macam beban, sifat beban, dll, ASME menganjurkan rumus untuk menghitung diameter poros secara sederhana dimana sudah dimasukkan pengaruh kelelahan karena beban berulang. Disini faktor koreksi Kt untuk momen puntir seperti terdapat dalam persamaan (6) akan terpakai lagi. Faktor lenturan Cb dalam perhitungan ini tidak akan dipakai dan sebagai gantinya dipergunakan faktor koreksi Km untuk momen lentur yang dihitung. Pada poros yang berputar dengan

pembebanan momen lentur yang tetap, besarnya faktor Km adalah 1,5. Untuk beban dengan tumbukan ringan Km terletak antara 1,5 dan 2,0 dan untuk beban dengan tumbukan berat terletak antara 2 dan 3.

(20)

τMaks=

(

5,1 d3s

)

(KmM) 2 +(KtT) 2 (Sularso,1997:18)... (19)

Besarnya τmaks yang dihasilkan harus lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan

τa.Harga-harga Kt telah diperiksa dalam pasal 3.

Ada suatu cara perhitungan yang popular dimana dicari lebih dahulu momen punter ekivalen yang dihitung menurut teori tegangan geser maksimum, dan momen lentur ekivalen yang di peroleh dengan teori tegangan normal maksimum. Selanjutnya diameter poros ditentukan dengan menganggap bahwa kedua momen di atas soelah-olah dibebankan pada poros secara terpisah. Dari kedua hasil perhitungan ini kemudian dipilih harga diameter yang terbesar. Namun demikian pemakaian rumus ASME lebih dianjurkan daripada metoda ini.

Dari persamaan (19)

ds

[

(5,1/τa)

(KmM)2+(KtT)2

]

1/3❑ (Sularso,1997:18)... (20)

Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen punter pada poros harus dibatasi juga. Untuk poros yang dipasang pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi puntiran dibatasi sampai 1,25 atau 0,3 derajat. Untuk poros panjang atau poros yang mendapat beban kejutan atau berulang, harga tersebut harus dikurangi menjadi ½ dari harga di atas. Sebaliknya dapat terjadi, pada poros transmisi di dalam suatu pabrik, beberapa kali harga di atas tidak menimbulkan kesukaran apa-apa.

Jika ds adalah diameter poros (mm), θ defleksi puntiran (o), l panjang poros (mm), T

momen puntir (kg.mm) dan G modulus geser (kg/mm2), maka

Θ = 584

Tl

G ds4

(Sularso,1997:18)... (21)

Dalam hal baja G = 8,3 x 103 (kg/mm2). Perhitungan θ menurut rumus di atas dilakukan untuk memeriksa apakah harga yang diperoleh masih batas harga yang diperbolehkan untuk pemakaian yang bersangkutan. Bila θ dibatasi 0,250 untuk setiap meter panjang poros, maka

(21)

dapat diperoleh persamaan

ds4,1

4T

Kekakuan poros terhadap lenturan juga perlu diperiksa. Bila suatu poros baja ditumpu oleh bantalan yang tipis atau bantalan yang mapan sendiri, maka lenturan poros y (mm) dapat ditentukan dengan rumus

y = 3,23 × 10−4

Fl12l22

ds4l

(Sularso,1997:18)... (22)

Diamana ds = diameter poros (mm), l = jarak antara bantalan penumpu (mm), F = beban (kg), l1 dan l2 = jarak antara bantalan yang bersangkutan ke titik pembebanan (mm).

Perlu dicatat bahwa termasuk beban F dalam rumus di atas adalah gaya-gaya luar seperti gaya dari roda gigi, tegangan dari sabuk dan berat puli beserta sabuk, bearat poros sendiri, dll. Jika dari gaya-gaya tersebut bekerja di antara bantalan atau di luarnya, maka perhitungan didasarkan pada gaya resultantenya. Bila gaya bekerja dalam berbagai arah, perlu ditentukan komponen vertical dan horizontal dari resultantenya dan selanjutnya dihitung lenturan yang akan terjadi dalam arah vertical dan horizontal. Jika berat poros sendiri tidak dapat diabaikan, maka penambahan gaya vertical dengan ½ berat poros tersebut dapat dianggap cukup.

Bila suatu poros panjang ditumpu secara kaku dengan bantalan atau dengan cara lain, maka lenturan dapat dinyatakan dengan rumus berikut

y = 3,23 × 10−4

Fl13l23

ds4l3

(Sularso,1997:19)... (23)

(22)

Dalam persamaan (1.22) lenturan yang terjadi perlu dibatasi sampai 0,3 – 0,35 (mm) atau kurang untuk setiap 1 (m) jarak bantalan, untuk poros transmisi umum dengan beban terpusat. Syarat ini bila dipenuhi tidak akan memperburuk kaitan antara pasangan roda gigi yang teliti. Bila celah antara rotor dan rumah merupakan masalah, seperti pada turbin maka batas tersebut tidak boleh lebih dari 0,03 – 0,15 (mm/m).\

Untuk poros putaran tinggi, putaran kritis sangat penting untuk diperhitungkan.

Pada mesin-mesin yang dibuat secara baik, putaran kerja di dekat atau di atas putaran kritis tidak terlalu berbahaya. Tetapi demi keamanan dapat diambil pedoman secara umum bahwa putaran kerja poros maksimum tidak boleh melebihi 80% putaran kritisnya.

Misalkan ada suatu beban terpusat yang berasal dari berat rotor, dll. Yang bekerja di suatu titik pada sebuah poros. Jika berat tersebut dinyatakan dengan W (kg), jarak antara bantalan l (mm) dan diameter poros yang seragam ds (mm) serta penumpukan nya terdiri atas bantalan tipis atau mapan sendiri, maka putaran kritis poros tersebut Nc (rpm) adalah

Nc=52700ds 2 l l1l2

l W

(Sularso,1997:19)... (24)

Perlu diperhatikan bahwa dalam penentuan putaran kritis, gaya yang diperhitungkan hanyalah gaya berat dari masa berputar yang dibebani poros saja, sedangkan gaya luar seperti yang terdapat dalam persamaan (22) tidak ada sangkut-pautnya. Berat poros sendiri dapat diabaikan jika cukup kecil. Tetapi jika dirasa cukup besar dibandingkan dengan berat masa yang membebaninya, maka ½ dari berat poros tersebut dapat ditambahkan pada berat beban yang ada.

Jika bantalan cukup panjang dan poros ditumpu secara kaku, maka putaran kritisnya adalah

Nc=52700ds2l l1l2

l

(23)

Bila terdapat beberapa benda berputar pada satu poros, maka dihitung lebih dahulu putaran-putaran kritis Nc1, Nc2, Nc3, ….., dari masing-masing benda tersebut yang seolah-olah berada sendiri pada poros. Maka putaran kritis keseluruhan dari sistem Nc0 adalah

1 Nc20 = 1 Nc21 + 1 Nc22 + 1 Nc23 +… …

(Sularso,1997:19)... (26)

Harga Nc0 dari rumus ini kemudian dibandingkan dengan putaran maksimum sesungguhnya yang akan dialami oleh poros.

(24)
(25)

2.2. Pasak Pasak adalah suatu elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling, dan yang lainnya. Bahan pasak yang digunakan lebih lemah dari bahan poros, sehingga pasak akan lebih dulu rusak dari pada poros atau nafnya. Lebar pasak

(26)

sebaiknya antara 25%-30% dari diameter poros, dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros antara 0,75-1,5 diameter poros.

Pasak menurut letak pada porosnya dapat dibedakan antara pasak pelana, pasak rata, pasak benam, dan pasak singgung, yang umumnya berpenampang segiempat. Disamping beberapa macam pasak diatas ada pula pasak tembereng dan pasak jarum. 2.2.1 Klasifikasi Pasak

1. Pasak Benam (sunk keys)

Pasak benam adalah pasak yang sebagian tertanam pada poros dan sebagian lagi tertanam pada lubang dari elemen mesin seperti, puli atau roda gigi. Ada beberapa tipe dari pasak benam, yaitu :

a. Pasak empat persegi panjang (rectangular sunk keys).

Pasak ini bentuknya segi empat, adapun penampang dari pasak ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Pasak segi empat

Dimana :

w = lebar pasak (d/4) t = tebal pasak (2w/3= d/6)

d = diameter poros atau diameter lobang

Pasak benam ini juga ada yang berbentuk tirus di sisi atasnya dengan perbandingan tirusnya 1 : 100.

(27)

Pasak ini mempunyai panjang sisi yang sama, yaitu : w= t = d/4

c. Gib head key.

Pasak benam yang berbentuk empat persegi panjang, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.5 Gib head key

Dimana :

w = lebar pasak (d/4) t = tebal pasak (2w/3= d/6)

d = diameter poros atau diameter lobang

d. Feather key

Pasak jenis ini biasanya khusus untuk poros transmisi yang meneruskan momen puntir. Dimana antara pasak dengan alur pasak pada poros adalah pasangan sliding fit,

(28)

Gambar 2.6 Feather key

e. Pasak setengah bundar/tembereng (woodruff key).

Pasak tembereng adalah jenis pasak yang mudah disetel. Dimana bentuknya terbuat dari sebuah lempengan yang berbentuk silindris, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.6 berikut ini.

Gambar 2.7 Pasak tembereng 2. Pasak Pelana (sddle keys)

Pasak pelana ada 2 jenis, yaitu pasak pelana rata (flat) terhadap dan pasak pelana berongga (hollow), seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.

(29)

Pasak pelana rata biasanya digunakan untuk beban-beban ringan, karena pada pasak ini pencekamannya tergantung dari gesekan. Pasak berongga pada dasarnya sama dengan pasak rata, bedanya pada pasak berongga sisi bagian bawahnya mengikuti kontur dari poros. Pasak ini juga tidak dapat digunakan untuk beban-beban berat karena pencekamannya tergantung dari gesekan.

3. Pasak Singgung (tangent keys)

Letak pasak singgung dapat dilihat, pada gambar 3.8. Dimana tiap-tiap pasak hanya mampu menahan beban puntir satu arah, sehingga pasak ini dapat digunakan untuk poros-poros yang menerima beban berat.

Gambar 2.9 Pasak singgung

4. Pasak Bulat (round keys)

Pasak bulat diperlihatkan pada gambar 3.9. Pada gambar tampak bahwa pasak bulat mempunyai bentuk penampang melingkar. Pasak ini biasanya digunakan untuk daya putaran rendah.

(30)

Gambar 2.10 Pasak bulat

3. Splines

Pasak yang terintegrasi dengan poros, seperti yang ditunjukkan pada gambar di samping . Poros-poros seperti ini biasanya mempunyai 4, 10, atau 16 splines. Poros dengan pasak seperti ini biasanya lebih kuat dibandingkan poros yang hanya mempunyai pasak tunggal. Pasak ini digunakan apabila besar gaya yang diteruskan sebanding dengan ukuran poros, seperti pada transmisi mobil dan transmisi roda gigi sliding.

(31)

2.2.2 Hal-hal Penting dan Tata Cara Perencanaan Pasak

Pasak benam mempunyai bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk prismatis dan tirus yang kadang-kadang diberi kepala untuk memudahkan pencabutannya. Kemiringan pada pasak tirus umumnya sebesar 1/100, dan pengerjaannya harus hati-hati agar naf tidak menjadi eksentrik. Pada pasak yang rata, sisi sampingnya harus pas dengan alur pasak agar pasak tidak menjadi goyah dan rusak. Untuk pasak, umumnya dipilih bahan yang mempunyai kekuatan tarik lebih dari 60 kg/mm2, lebih kuat daripada porosnya. Kadang-kadang sengaja dipilih bahan yang lemah untuk pasak sehingga pasak akan lebih dahulu rusak daripada poros atau nafnya. Ini disebabkan harga pasak yang murah serta mudah menggantinya.

Sebagai contoh ambillah suatu poros yang dibebani dengan puntiran murni atau gabungan antara puntiran dan lenturan, dimana diameter poros dan pasak serta alurnya akan ditentukan.

Jika momen rencana dari poros adalah T (kg.mm) dan diameter poros adalah ds (mm), maka gaya tangensial F (kg) pada permukaan poros adalah

F = d (¿¿s/2) T ¿

(Sularso,1997:25)... (27)

Menurut lambang pasak yang diperlihatkan dalam gambar 2.4, gaya geser bekerja pada penampang mendatar b x l (mm2) oleh gaya F (kg). Dengan demikian tegangan geser τk (kg/mm2) yang ditimbulkan adalah

(32)

τk= F

bl

Dari tegangan geser yang diizinkan τk (kg/mm2) panjang pasak l1 (mm) yang diperlukan dapat diperoleh

τka F

b l1

(Sularso,1997:25)... (28)

Gbr. 2.11 Gaya geser pada pasak

Harga τka adalah harga yang diperoleh dengan membagi kekuatan tarik τb dengan faktor keamanan Sfk1, Sfk2. Harga Sfk1 umumnya diambil 6, dan Sfk2 dipilihantara 1 - 1,5 jika beban dikenakan secara perlahan-lahan, antara 1,5 – 3 jika dikenakan dengan tumbukan ringan, dan antara 2 – 5 jika dikenakan secara tiba-tibadan dengan tumbukan berat.

Selanjutnya, perhitungan untuk menghindari kerusakan permukaan samping pasak karena tekanan bidang juga diperlukan.

(33)
(34)

Gaya keliling F (kg) yang sama seperti tersebut di atas dikenakan pada luas permukaan samping

(35)

pasak. Kedalaman alur pasak pada poros dinyatakan dengan t1, dan kedalaman alur pasak pada naf dengan t2. abaikan pengurangan luas permukaan oleh sudut suatu pasak. Dalam hal ini tekanan permukaan p (kg/mm2) adalah

P= F

(t1ataut2)

(Sularso,1997:27)... (29)

Dari harga tekanan permukaan yang diizinkan pa (kg), panjang pasak yang diperlukan dapat dihitung dari

Pa≥

F

l ×(t1ataut2) (Sularso,1997:27)... (30)

Harga pa adalah sebesar 8 (kg/mm2) untuk poros dengan diameter kecil, 10 (kg/mm2) untuk poros dengan diameter besar, dan setengah dari harga-harga di atas untuk poros berputaran tinggi.

Perlu duperhatikan bahwa lebar pasak sebaiknya antara 25 – 35 % dari diameter poros, dan panjang pasak jangan terlalu panjang dibandingkan dengan diameter poros (antara 0,75 sampai 1,5 ds). Karena lebar dan tinggi pasak sudah distandarkan, maka beban yang ditimbulkan oleh gaya F yang besar hendaknya diatasi dengan menyesuaikan panjang pasak. Namun demikian, pasak yang terlalu panjang tidak dapat menahan tekanan yang merata pada permukaannya. Jika terdapat pembatasan pada ukuran naf atau poros, dapat dipakai ukuran yang tidak standar atau diameter poros perlu dikoreksi.

(36)
(37)

Tabel 2.10 Ukuran pasak dan alur pasak

(38)

2.3. Bantalan (bearing)

Bantalan dalah elemn mesin yang berfungsi untuk menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak-baliknya dapat berlangsung dengan halus, aman dan berumur panjang.

Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkinkan poros serta elemen mesin yang lainnya bekerja dengan baik. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka kerja seluruh sistem akan menurun atau tidak bisa bekerja secara semestinya.

2.3.1 Klasifikasi Bantalan

A. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros, yaitu 1. Bantalan luncur

Yaitu bantalan yang terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara lapisan pelumas

2. Bantalan gelinding

Yaitu bantalan yang terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau rol jarum, dan rol bulat

(39)

1. Bantalan radial, dimana arah beban yang ditumpu bantalan ini tegak lurus terhadap s umbu poros

2. Bantalan aksial, dimana beban yang ditumpu ini sejajar terhadap sumbu poros. 3. Bantalan gelinding khusus, dimana bantalan ini dapat menumpu beban yang

arahnya sejajar dan juga tegak lurus terhadap sumbu.

2.3.2 Beban yang terjadi pada bantalan

a) Beban aksial :

Fa = μ . Fb (Kg) Dimana :

μ = koefisien gesekan

Fb = gaya tekna sepanjang permukaan poros (Kg/mm)

Diketahui bahwa :

Fb =

2T

ds (Kg/mm) (Sularso,1997:25)... (31) Dimana :

Fb = gaya tekan sepanjang permukaan poros (Kg/mm) T = Tegangan puntir (Kg/mm) Ds = diameter poros (mm) b) Beban radial : Fr = Fa μ (Kg/mm) (Sularso,1997:149)... (32) Dimana : Fr = Beban radial (Kg/mm) μ = koefisien gesekan c) Beban ekivalen : Pr = X .V. Fr × Y. Fa (Sularso,1997:135) ... (33)

(40)

Dimana : Pr =beban eqivalen (kg) X = faktor radial Y = faktor aksial V = faktor putaran Fr = beban radial (kg) Fa = beban aksial (kg) d) Faktor kecepatan : fn=

(

33,3 n

)

❑❑ 1/3 (Sularso,1997:136) ... (34) Dimana : fn=Faktor kecepatan

n=Kecepatan putaran penggerak(rpm)

e) Faktor umur

fh=fnC

P (Sularso,1997:136) ... (35) Dimana :

fh=faktor umur bantalan C=beban nominal dinamis(kg)

P = beban ekivalen (kg) f) Umur nominal, Lh adalah :

lh=500fh3 (Sularso,1997:136) ... (36)

Dimana :

Lh perhitungan ≥ Lha yang direncanakan L = umur nominal (rpm)

(41)

BAB III

PEMBAHASAN

Sebuah poros digunakan untuk memindahkan daya 10 HP pada putaran 900 rpm. Daya masuk melalui puli P dengan kejutan kecil, dan keluar lewat roda gigi G. Rencanakan ukuran poros, pasak dan bantalannya, jika diketahui data-data sebagai berikut :

- Poros terbuat dari baja AISI 1045

- Puli mempunyai diameter 250 mm dan berat 15 kgf, dengan perbandingan gaya tegang sabuk T1/T2=2,5

- Roda gigi mempunyai diameter pitch 250 mm dan sudut tekan 20°, dengan berat 15 kgf

- Jarak A = B = C = 180 mm

- Bantalan yang digunakan adalah jenis Single row deep groove ball bearing

(42)

- Lenturan (defleksi) maksimum pada poros 0.01 mm

- Putaran kerja poros maksimum 60 % dari putaran kritisnya.

PENYELESAIAN :

1. Gaya tegang pada Puli

P =(F1-F2) x V atau, P=(T1-T2) x V Sehingga didapat :  10 x 745 = (2.5T2-T2) π D n /60 T2 = 421.583 T1 = 421.583 x 2.5 T1 = 1053.959

2. Gaya yang bekerja pada roda gigi

Fr = Gaya Radial Ft = Gaya tangensial P = Ft x (πxDxn /60)  10 x 745 = Ft x (π 0.25 x 900 /60) Ft = 7450 x 60 / (π 0.25 900) Ft = 632.375 N  Fr = Ft tan 20 ° Fr = 230.16 N  Berat Puli :

(43)

Wp = 15 kgf x 9.81 Wp = 147.15 N

 Berat Roda gigi : Wg = 15 kgf x 9.81 Wg = 147.15 N

3. Anlisa momen yang terjadi

a. Beban vertikal  ∑Fy = 0 Rav+Rbv= Vc + Vd Rav+Rbv=(Fr+Wg) + Wp Rav+Rbv=230.16+147.15+147.15 Rav+Rbv=524.16N  ∑Ma = 0 (Fr+Wg)x180-Rbv360+Wp540 = 0 (230.16+147.15)180+147.15x540 = 360Rbv

(44)

Rbv = 409.38 N

 Rav = 524.46-409.38 Rav = 115.08 N

 Momen di titik A(vertikal)= D = 0

 Momen di titik C(vertikal)= Rav x 180 = 115.08 x 180 = 20714.4 Nmm

 Momen di titik B(vertikal)= Rav x 360 – (Fr+Wp) 180

= (11508 x 360) – (230.16 + 147.15) 180 = 26462.700 nmm B. Beban Horizontal  ∑Fx = 0 Rah + Rbh = Ft + (T1 +T2) Rah + Rbh = 632.37 + (1053.959 + 421.58) Rah + Rbh = 2107.34  ∑Ma = 0 Ft x 180 – Rbh360 - (T1+T2)540 = 0 632.37 x 180 - (1053.39+421.58) x 540 = 360Rbh Rbh = 2528.64 N Rah = 2107.34 - 2528.64 Rah = - 421.3 N

 Momen di titik A(horizontal)= D = 0

 Momen di titik C(horizontal)= Rah x 180 = -421.3 x 180 = 75834 Nmm

 Momen di titik B(horizontal)= (Rah x 360) – (Ft x 180) = (-421.3 x360) + (632.37 x 180) = -265494.6 Nmm

(45)

C. Gaya reaksi total pada tiap tumpuan (bantalan) :

 RA = √Rav² + Rah² = √(115.08) ² + (-421.3)² = 436.73 Nmm

 Rb = √Rbv² + Rbh² = √(409.38) ² + (2528.4)² = 2561.32 Nm D. Momen Total Pada Tiap Pembebanan :

 Ma =Md=0

 Mc = √Mcv² + Mch² = √(20714.4) ² + (-75834)² = 78612.22 Nmm

 Mb = √Mbv² + Mbh² = √(26462.7) ² + (-265494.6)² = 266810.15 Nmm

4. Momen Puntir Pada Poros (Torsi)

T = 9.55 p / n

T = 9.55 x 10 x 745 / 900 T = 79.05277 Nm

T = 79052.77 Nmm = 8058,386 Kgmm

5. Tegangan geser ijin poros bahan AISI 1045

Dari tabel 2.4 dapat di ketahui bahwa Baja AISI 1045 setara dengan baja JIS S45C, maka dapat diketahui kekuatan tarikannya dari tabel 2.1 yaitu 58 kg/mm²

Tegangan Geser ijin (τa) :

= σb / ( Sf1 x Sf2 ) Sf1 : 6

= 58 / ( 6 x 2 ) Sf2 : 2

= 58 / 12

= 4.833 kg/mm²

(46)

6. Mencari Diameter Poros d ≥ [ (5.1 / τa ) √ (Km M) ² + ( Kt T)² ] ❑❑ 1/3 d ≥ [ (5.1 / 47,415) √( 2 x 266810.15) ² + ( 1.5 x 79052.77 ) ² ] ❑❑ 1/3 d ≥ [ (0.107) x √ (533620,3) ² + (118579,155) ² ] ❑❑ 1/3 d ≥ [ (0.107) x √ (284750624572,09 + 14061016000,514025 ) ] ❑❑ 1/3 d ≥ [ (0.107) x √ 298811640572,604025 ] ❑❑ 1/3 d ≥ [ 0.107 x 546636,662 ] ❑❑ 1/3 d ≥ [ 58490,122 ] ❑❑ 1/3 d ≥ 38,817 mm 40 mm

7. Mencari ukuran Pasak

 Gaya tangensial pada permukaan poros F = T (ds 2) F = 8058,386 / (40/2) F = 8058,386 / 20 F = 402,9193 kg  Penampang pasak 12 × 8,

Kedalaman alur pasak pada poros t1 = 4,5 mm

Kedalaman alur pasak pada naf t2 = 3,5 mm

(47)

Σb = 70 (kg/mm2), Sf k1 =6, Sf k2 =3, Sfk1× Sf k2 = 6 x 3 = 18

 Tegangan geser yang diijinkan τka = 70

18 = 3,9 (kg/m m2 )

 Tekanan permukaan yang diizinkan po : 8 (kg/mm2) (karena poros termasuk kategori kecil )

Panjang Pasak, dari tegangan geser yang diizinkan

τk= F bl1 ≤ τka 402,9193 10× l1 3,9 10×l1103,312 l110,33(mm)

 Panjang Pasak, dari tekanan Permukaan Yang diizinkan

P = 402,9193l2×3,5 8

3,5×l250,364

l2 13.99 mm 8. Bantalan

 Beban ekivalen bantalan : P = X.V.Fr + Y.Fa

(48)

X = faktor beban radial

V = faktor putaran (1,0 untuk bantalan dengan inner ring yang berputar, dan 1,2 untuk bantalan dengan outer ring yang berputar)  untuk kasus ini : V = 1,0

Fr = beban radial (diambil gaya reaksi yang terbesar, yaitu 2528,64 N) Y = faktor beban aksial

Fa = beban aksial  dalam kasus ini beban aksial dianggap tidak ada (Fa = 0) Untuk menentukan nilai X dan Y, maka caranya sbb. :

Bila

Fa

V . Fr ≤ e, maka X = 1 dan Y = 0, tetapi bila Fa

V . Fr > e, maka X = 0,56 dan Y

lihat tabel di bawah ini

Fa/Co 0,025 0,04 0,07 0,13 0,25 0,50

E 0,22 0,24 0,27 0,31 0,37 0,44

Y 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0

Oleh karena nilai

Fa

V . Fr = 0, maka kesimpulannya nilai X = 1 dan V = 1

Jadi P = 1 . 1 . 2528,64 = 2528,64 N

 Bantalan yang di pilih jenis Single row deep groove ball bearing dengan nomor bantalan 634 (SKF)

Dengan nilai C = 1,1 KN, maka perkiraan umur bantalan L =

(

cp

)

×106

k

k = 3 ( bantalan ballbearing) L =

(

2528,641100

)

×106

3

(49)

Gambar

Tabel 2.4  Standar  baja
Tabel   2.5     Faktor- Faktor-faktor
Tabel 2.6 Diameter poros 4 4,5 5 *5,6 1011 *11,212*12,514 (15) *22,424252830*31,53235*35,5 40424548505556 100 (105)110*112120125130140150 *224240250260280300*315320340*355360 400420440450460480500530560
Gambar 2.2  Faktor konsentrasi tegangan β untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat  dengan pengecilan diameter yang diberi filet.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengurangi besarnya konsentrasi tegangan pada daerah perubahan geometri tersebut, maka dilakukan penambahan geometri baru pada poros berupa alur bantu.Untuk

Tugas Akhir berjudul “Perencanaan Heat Exchangers pada Sistem Pendinginan Minyak Bantalan Poros Turbin Generator

Dalam laporan dibahas alat penukar kalor atau heat exchanger jenis Shell and Tube untuk mendinginkan minyak pelumas bantalan poros turbin generator dari temperatur 60 0 C

Dapat menganalisis perhitungan kecepatan dan debit sungai, diameter, tebal, tegangan, jarak tumpuan, dan head bersih pipa pesat, dan perencanaan turbin meliputi perhitungan daya,

Pada perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 2,5, dari data-data diatas dapat ditentukan tegangan geser yang diizinkan (?a ) untuk poros yaitu: kg/mm2 Pembebanan yang akan

Hasil dari penelitian, telah berhasil dikembangkan modul pembelajaran Teknik Merancang dengan pembahasan perhitungan diameter poros dan pemilihan bantalan berdasarkan

Gambar 28.Analisa kerusakan Frame Pulley Pada perhitungan frame pulley, dihitung besar diameter lubang poros ( ) yang diizinkan agar frame pulley tidak rusak