BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah 2016
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah 2016
K E B I J A K A N P E N G A W A L A N B P K P
D A N R E G U L A S I K E U A N G A N D E S A
Dikeluarkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah - BPKP
dalam rangka Diklat Substansi – Pengelolaan Keuangan Desa bagi pegawai di lingkungan BPKP.
Edisi Pertama: Januari 2016
DEPUTI BIDANG PENGAWASAN PENYELENGGARAAN KEUANGAN DAERAH
BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN
JL. Pramuka Nomor 33, Jakarta Timur
Telepon
: (021) 8584863,
Fax.
: (021) 85910302
Surat elektronik
: [email protected]
Dilarang keras mengutip, menjiplak, atau menggandakan sebagian atau seluruh isi modul ini, serta memperjualbelikan tanpa izin tertulis dari Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah - BPKP
Modul #1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
i
KATA PENGANTAR
Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa. Begitu besar peran yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan.
Peran dan fungsi aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) khususnya BPKP dalam rangka membantu pemerintah desa diantaranya melakukan pengawalan dalam pemberian bimbingan dan konsultasi terkait pengelolaan keuangan desa. Untuk bisa melaksanakan bimbingan dimaksud, diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan para auditor mengenai pengelolaan keuangan desa.
Untuk mencapai tujuan di atas, BPKP telah menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa pada Bulan April 2015. Selanjutnya seiring perubahan regulasi yang ada dan juga untuk memenuhi materi pembelajaran pada Diklat Pengelolaan Keuangan Desa maka disusunlah Modul Pengelolaan Keuangan Desa #1: Kebijakan Pengawalan BPKP dan Regulasi Keuangan Desa sebagai salah satu dari 4 (empat) modul yaitu: 1) Modul #1: Kebijakan Pengawalan BPKP dan Regulasi Keuangan Desa; 2) Modul #2: Gambaran Umum, Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Desa; 3) Modul #3: Pelaksanaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Desa; dan 4)
Modul #4: Aplikasi Sistem Keuangan Desa (SISKEUDES). Modul ini diharapkan dapat digunakan juga dalam pemberian bimbingan maupun konsultasi kepada pemerintah desa dalam peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan desa maupun kepada pemerintah daerah yang mempunyai peran pembinaan dan pengawasan tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah desa.
11
Kami menyadari modul ini masih jauh dari sempurna dan masih terbuka peluang untuk terus mengalami penyesuaian, diantaranya karena munculnya peraturan baru ataupun revisi peraturan. Oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan ba$).i penyempumaan pada masa mendatang. Akhirnya kami mengucapkanterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikankontribusi atas terwujudnya modul ini.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
iii
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar i
Daftar Isi iii
Bab I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Kompetensi Dasar 2 C. Indikator Keberhasilan 2 D. Sistematika Modul 2 E. Metode Pembelajaran 3
Bab II KEBIJAKAN UMUM PENGAWALAN BPKP 5
A. Latar Belakang 5
B. Tujuan Pengawalan 6
C. Ruang Lingkup/Area Pengawalan 6
D. Identifikasi Stakeholders terkait Pengawalan Keuangan Desa 7
E. Kondisi Desa Saat Ini 11
F. Analisis SWOT 12
G. Tujuh Aspek Pengawalan Desa 13
H. Strategi dan Langkah-langkah Pengawalan Desa 17
Bab III REGULASI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA 30
A. Desa, Sejarah dan Kedudukannya 30
B. Pemerintah Pusat 32 C. Pemerintah Provinsi 39 D. Pemerintah Kabupaten/Kota 40 E. Pemerintah Kecamatan 44 F. Pemerintah Desa 45 Bab IV PENUTUP 52
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 11 (Sebelas) Stakeholders Desa Gambar 2.2 7 (tujuh) Aspek Pengawalan Desa
Gambar 2.3 Aspek Pengawalan Desa dan Hasil Yang Diharapkan Gambar 2.4 Grand Design Pengawalan Desa
Gambar 3.1 Struktur Dasar Kewenangan Pemerintah Gambar 3.2 Kewenangan Kementerian
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
1
Bab I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
UU Nomor 6 Tahun 2014 (UU Desa) beserta peraturan pelaksanaannya telah mengamanatkan pemerintah desa untuk lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya yang dimiliki termasuk di dalamnya Pengelolaan Keuangan Desa. Pemberian dana ke desa yang begitu besar tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula. Di Tahun 2015, telah dialokasikan Dana Desa oleh pemerintah pusat sebesar 20,7 Trilyun untuk 74.093 desa, sedangkan di tahun 2016 sebesar 46,9 Triliyun untuk 74.754 desa yang tersebar di seluruh Indonesia. Dana Desa ini akan terus bertambah bahkan akan mencapai lebih dari 1 Milyar per desa. Selain Dana Desa, terdapat pendapatan desa yang lain seperti Alokasi Dana Desa, Dana Bagi Hasil Pajak/Retribusi Daerah, dan Bantuan Keuangan dari pemerintah provinsi/ kabupaten/kota.
Pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan sehingga terwujud tata kelola pemerintahan desa yang baik (Good Village Governance). Dari hal-hal tersebut diatas, dalam implementasi UU No.6 tahun 2014 tentang Desa diharapkan APIP dapat berperan secara optimal dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa, baik dalam bentuk assurance maupun konsultansi.
Hal tersebut sejalan dengan amanat dalam PP Nomor 60 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa aparat pengawasan intern pemerintah melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara dimana desa tercakup di dalamnya. Salah satu bentuknya yaitu dengan meningkatkan kapasitas SDM baik pemerintah daerah maupun pemerintah desa, melalui penyediaan petunjuk pelaksanaan diantaranya yaitu Modul Pengelolaan Keuangan Desa.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
2
B.
KOMPETENSI DASAR
Modul ini disusun untuk memenuhi materi pembelajaran pada Diklat Substansi Pengelolaan Keuangan Desa. Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan mampu untuk menjelaskan konsepsi kebijakan umum BPKP dalam mengawal akuntabilitas pengelolaan keuangan desa serta regulasi-regulasi terkait pengelolaan keuangan desa mulai dari UU Desa, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Dalam Negeri, Peraturan Menteri Desa PDTT dan Peraturan Menteri Keuangan. Selain itu peserta juga diharapkan mampu memahi peran dari masing-masing tingkat pemerintahan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan hingga pemerintahan desa.
C.
INDIKATOR KEBERHASILAN
Berdasarkan kompetensi tersebut, maka setelah mengikuti proses pembelajaran, peserta diklat diharapkan mampu:
1. Menjelaskan mengenai kebijakan BPKP dalam melakukan pengawalan Akuntabilitas Keuangan Desa;
2. Menjelaskan mengenai regulasi-regulasi terkait Pengelolaan Keuangan desa secara utuh;
3. Menjelasan peran dari setiap tingkatan pemerintah mulai dari pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan dan pemerintah desa
4. Menjelasan struktur dan pelaksana pengelola keuangan desa.
D.
SISTEMATIKA MODUL
Modul ini dirancang untuk membekali peserta dengan pengertian, pemahaman dan konsep-konsep pengawalan BPKP serta regulasi keuangan desa yang terdiri atas empat materi bahasan yang disajikan dengan sistematika sebagai berikut:
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, sistematika modul, dan metodologi pembelajaran.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
3
Bab 2 : Kebijakan Pengawalan BPKPBab ini menguraikan kebijakan BPKP dalam melakukan pengawalan terhadap pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa meliputi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, identifikasi stakholders, analisis SWOT, tujuh aspek pengawalan desa, hingga strategi dan langkah pengawalan yang harus dilakukan BPKP.
Bab 3 : Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
Bab ini menguraikan regulasi-regulasi yang diterbitkan dalam pengaturan desa khususnya terkait pengelolaan keuangan desa serta peranan dan fungsi setiap level tingkatan pemerintahan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah kecamatan dan pemerintah desa.
Bab 4 : Penutup
Bab ini merupakan kesimpulan dan himbauan kepada para auditor APIP untuk selalu meningkatkan kapasitasnya, khususnya dengan mengupdate peraturan atau regulasi terkait pengelolaan keuangan desa.
E.
METODE PEMBELAJARAN
Metodologi pembelajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran adalah menggunakan pendekatan andragogi. Pendekatan ini disebut pendekatan pemelajaran orang dewasa mengingat peserta didik adalah orang yang telah memiliki pengalaman dan pengetahuan sebelumnya (prior knowledge) terkait dengan beberapa bagian dari materi diklat.
Oleh karena itu, metode pemelajaran ini menggunakan kombinasi proses belajar mengajar dengan cara: ceramah, tanya jawab dan diskusi serta latihan dan kasus. 1. Ceramah
Widyaiswara/instruktur membantu peserta dalam memahami materi dengan ceramah dan dalam proses ini peserta diberi kesempatan untuk mengajukan tanya jawab atau memberikan pendapat dalam sesi curah pendapat. Selain itu, agar proses pendalaman materi dapat berlangsung dengan lebih baik, dilakukan pula diskusi dan latihan secara berkelompok sehingga peserta didik benar‐benar dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
4
2. Tanya jawab dan diskusiWidyaiswara dan peserta bertanya jawab untuk mendalami permasalahan/kondisi yang terkait dengan tata kelola, pengelolaan risiko dan pengendalian internal.
3. Latihan
Peserta berlatih menyelesaikan soal‐soal yang terkait dengan permasalahan tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
5
Bab II
KEBIJAKAN UMUM PENGAWALAN BPKP
A.
LATAR BELAKANG
Dengan telah disahkannya UU Desa di Tahun 2014, maka kedudukan desa saat ini menjadi lebih strategis dibandingkan sebelumnya. Dalam APBN-P 2015 telah dialokasikan Dana Desa sebesar ± Rp 20,776 triliun untuk 74.093 desa yang tersebar di Indonesia. Selain Dana Desa, sesuai UU Desa pasal 72, Desa memiliki Pendapatan Asli Desa dan Pendapatan Transfer lainnya berupa Alokasi Dana Desa (ADD); Bagian dari Hasil Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota; dan/atau Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota.
Pemberian dana ke desa yang begitu besar tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan. Namun demikan, kondisi SDM Desa yang belum memadai, menyebabkan banyak pihak khawatirkan dalam implementasi UU Desa dimaksud. Terdapat banyak yang yang harus diantisipasi oleh berbagai pihak agar apa yang dikhawatirkan tersebut tidak menjadi kenyataan.
Kendala lainnya yaitu desa belum memiliki prosedur serta dukungan sarana dan prasarana dalam pengelolaan keuangannya, serta belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa. Besarnya dana yang harus dikelola jangan sampai menjadi bencana khususnya bagi aparatur pemerintah desa. Fenomena pejabat daerah yang tersangkut kasus hukum jangan sampai terulang kembali dalam skala pemerintahan desa. Aparatur Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) harus memiliki pemahaman atas peraturan perundang-undangan dan ketentuan lainnya, serta memiliki kemampuan untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa yang transparan, akuntabel dan partisipatif. Oleh karena itu, sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa, pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota memiliki peran untuk turut membantu memberdayakan masyarakat desa dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan pembangunan desa.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
6
Di lihat dari sisi kebijakan, Implementasi UU Desa ini sangat selaras dengan Program Pembangunan Nasional yang tertuang dalam RPJM Nasional 2015-2019 yaitu “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan DESA dalam kerangka NKRI”. BPKP sebagai lembaga yang diberi amanat oleh presiden untuk mengawal kebijakan strategis tentunya harus berperan aktif khususnya terkait keuangan dan pembangunan desa. Karenanya, BPKP perlu membuat suatu kebijakan dan langkah-langkah konkret khususnya dalam mengawal keuangan desa.
B.
TUJUAN PENGAWALAN
Pengawalan Keuangan Desa yang dilakukan oleh BPKP bertujuan untuk memastikan seluruh ketentuan dan kebijakan dalam mengimplementasikan UU Desa khususnya keuangan desa dapat dilaksanakan dengan baik untuk seluruh tingkatan pemerintahan baik tingkat Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga), Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa sesuai dengan perannya masing-masing. Khusus untuk tingkat desa, pemerintah desa dapat melaksanakan siklus pengelolaan keuangan desa dengan baik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan.
Jika berhasil dilaksanakan dengan baik maka pengawalan desa akan mencapai tujuan yang diharapkan yaitu Good Village Governance dengan indikator diantaranya sebagai berikut:
- Tata kelola keuangan desa yang baik;
- Perencanaan Desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan perencanaan daerah dan nasional;
- Berkurangnya penyalahgunaan kekuasaan/kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum;
- Mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat.
C.
RUANG LINGKUP / AREA PENGAWALAN
Ruang lingkup pengawalan keuangan desa meliputi seluruh ketentuan dan kebijakan keuangan dan pembangunan desa beserta implementasi kebijakan tersebut baik tingkat pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga tingkat desa dalam mengimplementasikan UU Desa agar berjalan dengan baik. Setiap tingkat pemerintahan sebagaimana diamanatkan dalam UU Desa dan aturan pelaksanaannya memiliki peran pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
7
D.
IDENTIFIKASI
STAKEHOLDERS TERKAIT PENGAWALAN KEUANGAN
DESA
Pemerintah Desa dalam mengelola keuangan desa harus berdasarkan ketentuan dan kebijakan yang telah ditetapkan stakholders pembuat kebijakan. Begitu pun dalam pelaksanaan keuangan desa, terdapat banyak stakeholders terkait yang turut berperan penting agar pelaksanaan kebijakan strategis ini dapat berjalan dengan baik. Identifikasi stakeholders sangat penting diperhatikan agar strategi pelaksanaan pengawalan keuangan desa yang dilakukan BPKP menjadi efektif dengan mensinergikan seluruh potensi yang ada melalui koordinasi, sinergai dan kerja sama yang baik.
Berdasarkan hasil kajian dapat diidentifikasi 11 (sebelas) stakeholders desa yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
8
1. Pemerintah Pusat (Kementerian/Lembaga)Pemerintah Pusat sesuai dengan UU Desa Pasal 113 memiliki peran pembinaan dan pengawasan. Pemerintah Pusatyang terkait dengan hal ini terdiri dari:
Kementerian Koordinasi Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan; Kementerian Dalam Negeri;
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi;
Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (Kaitan Dana Desa) dan Direktorat Jenderal Pajak (kaitan kewajiaban perpajakan oleh Bendahara Desa)
Kementerian Pendidikan Nasional, khususnya terkait penyiapan sumber daya pengelolaan keuangna desa melalui kurikulum pendidikan baik di tingkat perguruan tinggi atau pun pendidikan lanjutan atas.
Kementerian PPN/Bappenas.
Di dalam lingkungan pemerintah pusat ini tentunya termasuk BPKP yang diberi amanah untuk mengawal akuntabilitas keuangan dan pembangunan desa.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI)
DPR-RI sebagai lembaga legislatif yang memiliki fungsi legislasi, budgeting dan pengawasan merupakan mitra penting bagi BPKP dalam kaitannya dengan kebijakan-kebijakan dan daya dorong yang kuat dalam pelaksanaan pengawalan keuangan desa. Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP), BPKP sering diminta laporan pengawalan keuangan desa yang telah dilakukan dan informasi terkini atas pelaksanaan implementasi desa yang ada di seluruh Indonesia.
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK-RI)
KPK-RI sebagai lembaga negara yang berperan dalam pemberantasan korupsi telah mengkaji adanya potensi-potensi korupsi yang kemungkinan terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan keuangn desa. BPKP berperan penting dalam mendukung pemberantasan korupsi tersebut khususnya melalui aspek pencegahan dengan melakukan kerjasama misalnya dalam bentuk Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) khusus Pengelolaan Keuangan Desa.
4. Aparat Penegak Hukum (APH)
Aparat Penegak Hukum yaitu Kepolisian dan Kejaksaan yang berperan dalam penindakan atas pelanggaran-pelanggaran yang telah terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Diperlukan suatu koordinasi dalam penyamaan persepsi
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
9
kaitan pengelolaan keuangan desa agar APH tidak menjadi momok bagi desa dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Jangan sampai ke depannya banyak aparat pemerintah desa yang terjerat kasus hukum dalam kaitannya pengelolaan keuangan desa.
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) selaku pengawas fungsional eksternal pemerintah memiliki kewenangan memeriksa keuangan negara. Keuangan Desa sebagai bagian dari keuangan negara merupakan bagian dari objek yang akan diperiksa oleh BPK-RI. Koordinasi dan sinergi dengan BPK-RI menjadi penting ke depannya dalam langkah pengawalan keuangan desa oleh BPKP agar terjadi penyamaan persepsi dalam membangun akuntabilitas keuangan desa yang baik.
6. Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi sesuai UU Desa pasal 114 memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan (binwas). Fungsi binwas ini dilakukan terhadap kabupaten/kota dalam mengimplementasikan UU desa, juga yang bersifat langsung ke desa. BPKP dalam melakukan pengawalan keuangan desa berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi dalam melaksanaan fungsi binwas tersebut khususnya kepada kabupaten/kota dalam hal regulasi dan pemantauan pelaksanaan penyaluran Dana Desa, ADD dan Dana Bagi Hasil. Koordinasi juga bisa dilakukan dalam kaitannya dengan peran binwas pemerintah provinsi yang bersifat langsung ke desa misalnya berupa pemberian bantuan keuangan.
7. Pemerintah Kabupaten/Kota
Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan mitra utama dalam pengawalan keuangan desa, khususnya oleh Perwakilan BPKP di daerah. Pemerintah kabupaten/kota memiliki peran sentral dalam pengelolaan keuangan desa karena regulasi-regulasi yang dikeluarkan kabupaten/kota akan menjadi acuan utama bagi desa dalam melaksanakan keuangan desa. Amanat pengawasan atas keuangan desa dan aset desa juga menjadi kewenangan kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh inspektorat. Peran lannya adalah fungsi kecamatan yang merupakan bagian dari kabupaten/kota dalam melakukan fasilitasi-fasilitasi bagi desa dalam melakukan pengelolaan keuangan desa.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
10
8. Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta (PTN/PTS)
Perguruan Tinggi baik Negeri maupun Swasta merupakan mitra potensial dalam pengawalan keuangan desa. SDM yang kurang memadai di desa dapat diantisipasi misalnya melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau pengabdian masyarakat oleh mahasiswa. Selain itu juga, keuangan desa dapat dijadikan salah satu mata ajar dalam perkuliahan yang dapat menjadi bekal kelak ketika mengabdi kepada masyarakat. Selain PTN/PTS, Kementerian yang menangani perguruan tinggi juga merupakan mitra yang berperan penting .
9. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) khususnya Kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP) merupakan mitra potensial bagi BPKP dalam membuat grand design
keuangan desa ke depannya. Tentunya, regulasi keuangan desa saat ini yang masih bersifat „pembukuan‟ ke depannya akan berubah menjadi lebih baik dan akuntabel dengan penerapan mekanisme „akuntansi‟ sebagaimana yang dilaksanakan peda keuangan pemerintah daerah yang telah berbasis akrual. Selain itu, dengan adanya potensi dibukanya Kantor Jasa Akuntan (KJA) oleh individual akuntan bisa melakukan praktik konsultasi keuangan desa.
10. Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP)
Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) memiliki peran penting dalam kebijakan pengadaan barang/jasa di desa. Titik kritis yang menjadi potensi penyalahgunaan keuangan desa terbesar berada pada proses pengadaan barang dan jasa di desa. Perlu pengawalan berupa regulasi dengan pengendalian yang baik namun tetap operasional agar pengadaan barang/jasa di desa menjadi lebih akuntabel.
11. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
Lembaga Swadaya Masyarakat ataupun Organisasi Kemasyarakatan yang memiliki
concern kepada keuangan desa dapat dijadikan mitra dalam rangka peningkatan kapabilitas keuangan desa. Dengan banyaknya dana yang masuk ke desa menimbulkan banyaknya perhatian kepada desa yang dilakukan oleh LSM. Untuk mencegah adanya kontra produktif atas LSM yang tidak bertanggungjawab dan juga menunjang lancarnya pemerintahan desa diperlukan langkah-langkah pendekatan kepada LSM/ormas agar bersinergi dalam membangun desa. Selain itu Asosiasi
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
11
Pemerintah Desa (APDESI) misalnya bisa menjadi sumber bahan masukan berharga dalam rangka perbaikan regulasi keuangan desa.
Kesebelas stakeholders tersebut menjadi perhatian bagi BPKP dalam pengawalan keuangan dan pembangunan desa dengan melakukan koordinasi, sinergi dan kerjasama agar terwujud keuangan dan tata pemerintahan desa yang baik (Good Village Governance). Langkah-langkah koordinasi, sinergi dan kerjasama terhadap seluruh
stakeholeder yang sudah diidentifikasi tersebut akan diuraikan lebih lanjut dalam strategi dan langkah-langkah pengawalan desa pada bagian berikutnya.
E.
KONDISI PENGELOLAAN DESA SAAT INI
Dari hasil pelaksanaan survei desa yang telah dilakukan BPKP pada 4 (empat) lokasi survei yaitu Provinsi Jawa Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan dan Papua, kondisi pengelolaan keuangan desa saat ini dapat diuraikan sebagai berikut:
- Kondisi desa variasinya sangat tinggi, pemerintahan desa dari yang sangat kurang karena tidak ada listrik dan sarana hingga pemerintahan desa yang sudah maju karena telah berbasis teknologi (web/internet)
- SDM perangkat desa bervariasi dari SD s.d. S1, umumnya SMP
- Kualitas SDM belum memadai (blm memahami pengelolaan keuangan) - Masih terdapat desa yang belum menyusun RKP Desa
- Dana yang berasal dari bagi hasil pajak dan retribusi kabupaten tidak disajikan dalam RAPBDesa dan realisasinya
- Desa belum memiliki prosedur yang dibutuhkan untuk menjamin tertib administrasi dan pengelolaan keuangan serta kekayaan milik desa
- Masih terdapat desa yang belum menyusun laporan sesuai ketentuan - Evaluasi APB Desa belum didukung kesiapan aparat kecamatan
- Pengawasan dan pembinaan belum didukung SDM memadai di tingkat APIP Kabupaten/Kota
- Proporsi penggunaan dana (ADD) belum sesuai ketentuan (30% Operasional : 70% pembangunan/pemberdayaan masyarakat).
Kondisi pengelolaan keuangan desa yang belum memadai pada saat ini merupakan suatu tantangan bagi pengawalan BPKP ke depannya.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
12
F.
ANALISIS SWOT
Pengawalan desa yang dilakukan oelh BPKP, baik dalam keuangan maupun dalam pembangunan desa agar lebih efektif maka dilakukan analisis SWOT terlebih dahulu. Analisis SWOT diperlukan untuk mengetahui kondisi BPKP agar dalam pelaksanaan pengawalan pekerjaan lebih terarah dan terukur. Dengan analisis SWOT maka akan diketahui kekuatan (strength), Kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat) dalam pelaksanaan strategi pengawalan keuangan dan pembangunan desa.
Berdasarkan hasil kajian, dapat diidentifikasi kekuatan (strength) BPKP dalam melakukan pengawalan desa yaitu:
- SDM yang memiliki kualitas memadai;
- Adanya perwakilan di daerah yang mampu menjangkau daerah seluruh Indonesia; - Pengalaman BPKP dalam mengawal keuangan daerah yang telah diakui mitra kerja
dan pengguna (users);
- Posisi BPKP dalam 5 pilar kepresidenan memberikan akses yang kuat dalam memberi masukan kepada presiden.
Selain kekuatan, BPKP juga memiliki kelemahan (weakness) sebagai berikut: - Jumlah SDM yang belum memadai untuk melayani seluruh permintaan daerah; - Banyaknya penugasan yang harus dilakukan khususnya di perwakilan sehingga
beban kerja menjadi sangat tinggi;
- Belum adanya regulasi yang secara jelas memberi amanat kepada BPKP dalam melakukan pengawalan desa;
- Kurangnya dukungan dana yang memadai dalam melakukan pengawalan BPKP. Kesempatan (opportunity) yang harus dimanfaatkan oleh BPKP dalam hal pengawalan desa adalah:
- Amanat langsung dari Presiden (President‟s Directions) untuk mengawal implementasi UU Desa;
- Permintaan dari DPR kepada BPKP untuk melakukan langkah konkret dalam pengawalan UU Desa saat dilakukan RDP;
- Rekomendasi KPK-RI kepada BPKP berdasarkan hasil kajian yang dilakukan KPK khususnya terkait sistem dan aplikasi pengelolaan keuangan desa;
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
13
- Permintaan dari users (kabupaten/kota) kepada BPKP dalam melakukan pengawalan desa;
- Kerja sama dan koordinasi yang baik yang telah dilakukan BPKP terhadap pembuat kebijakan (Kemendagri, Kemenkeu dan Kemendes PDTT).
Ancaman (threat) yang harus diwaspadai dalam hal pengawalan desa adalah:
- Adanya peraturan terkait pengelolaan keuangan dan pembangunan desa yang belum lengkap dan jelas membuat kebijakan pengawalan yang diambil oleh BPKP belum didukung regulasi;
- Kondisi pengawalan keuangan desa yang masih relatif belum baik karena SDM, sarana dan prasaran desa yang belum memadai;
- Pihak-pihak eksternal di luar BPKP yang tidak bertanggungjawab dalam melakukan kerja sama dengan desa yang tidak seseuai ketentuan.
Analisis SWOT yang telah dilakukan oleh BPKP menunjukan peranan BPKP ke depan dalam pengawalan keuangan desa sangat besar dan diharapkan sekali oleh pimpinan dan lembaga pemerintahan lainnya juga oleh kabupaten/kota selaku pengguna (users). Kekuatan dan kesempatan yang ada akan dimanfaatkan secara maksimal dalam strategi pemgawalan desa, sedangkan kelemahan dan ancaman yang ada akan diminimalisir dengan melakukan koordinasi, sinergi dan kerjasama dengan stakeholders terkait.
G.
7 (TUJUH) ASPEK PENGAWALAN DESA
Banyak hal yang perlu dikawal dalam implementasi UU Desa. Strategi pengawalan desa pada grand design ini lebih difokuskan adalah terkait keuangan dan pembangunan desa. Pembangunan desa lebih dikhususkan pada aspek perencanaan dan kinerja pemerintahan desa. BPKP sesuai kompetensinya dalam melakukan pengawalan desa memfokuskan pada 7 (tujuh) aspek penting terkait pengelolaan keuangan dan pembangunan desa digambarkan sebagai berikut:
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
14
Gambar 2.2
7 (tujuh) Aspek Pengawalan Desa
1. Aspek Pengelolaan Keuangan Desa
Aspek Pengelolaan Keuangan Desa merupakan aspek yang paling prioritas dan aspek yang pertama kali harus dikawal dalam implementasi UU Desa. Keuangan Desa merupakan pintu masuk untuk masuk pengawalan aspek berikutnya. Pengawalan pengelolaan keuangan desa difokuskan agar desa dapat menyusun APB Desa dengan baik yang bersifat terintegrasi dan partisipatif, pelaksanaannya memiliki pengendalian yang baik hingga proses pelaporan/pertanggungjawaban yang akuntabel. Dengan pengawalan keuangan desa, kekhawatiran semua pihak atas ketidakmampuan desa mengelola keuangan desa dengan dananya yang besar dapat diminimalisir.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
15
2. Aspek Pengelolaan Aset/Kekayaan Milik DesaPengawalan aset/kekayaan milik desa menjadi salah satu aspek penting karena dengan dikelolanya dana yang besar, desa akan memiliki kekayaan desa yang semakin besar pula serta disisi lain bagaimana kewajiban laporan kekayaan milik desa sesuai regulasi dapat dipenuhi oleh pemerintah desa. Selain itu, amanat UU desa untuk melakukan inventarisasi bersama antara pemerintah daerah dengan desa perlu dikawal agar tidak muncul potensi konflik perebutan aset. Ke depan, pengelolaan kekayaan milik desa termasuk di dalamnya pemanfaatan aset-aset desa untuk dikerjasamakan dengan pihak ketiga dapat dilaksanakan oleh desa sesuai ketentuan yang berlaku. Satu hal yang tak kalah penting dan perlu menjadi prioritas adalah menjaga aset-aset desa yang berasal dari program sebelumnya seperti PNPM dan program pemerintah lainnya agar tidak terjadi kerugian ataupun kehilangan. 3. Aspek Pengadaan Barang dan Jasa
Aspek pengadaan Barang/jasa di desa perlu dikawal dengan baik agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kegamangan ataupun penyalahgunaan kewenangan yang menimbulkan permasalahan hukum. Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu titik kritis yang perlu diwaspadai dan menjadi perhatian bersama melalui regulasi dan pengendalian yang memadai agar pelaksanan barang/jasa berjalan secara transparansi, efesien dan efektif serta partisipatif. Pengadaan di desa secara umum dilakukan secara swakelola dan/atau melalui penyedia jika tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat desa.
4. Aspek BUM Desa
Pembangunan ekonomi di desa diantaranya melalui BUM Desa merupakan salah satu perhatian utama dari Kementerian Desa PDTT dalam menggerakan perekonomian di desa dengan mengoptimalkan potensi ekonomi yang dimiliki desa. Ke depan, BUM Desa akan sangat banyak jumlahnya dan akan menjadi perhatian semua pihak. BUM Desa ini tentu perlu pengelolaan yang baik yang mana dengan kondisi SDM desa yang belum memadai dikhawatirkan belum dapat dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah desa. Karenanya, diperlukan pengawalan yang baik dengan penerapan prinsip tata kelola BUM Desa yang akuntabel.
5. Aspek Pengawasan Keuangan Desa
Jumlah desa yang sangat banyak serta semakin besarnya alokasi dana yang dikelola desa menimbulkan potensi penyelewengan dan penyalahgunaan akan semakin besar pula. Untuk itu, peranan pengawasan atas keuangan yang dilakukan oleh inspektorat kabupaten/kota memegang peranan penting. Saat ini, jumlah SDM yang
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
16
ada di inspektorat serta mekanisme pengawasan yang ada dipandang belum memadai sehingga perlu dilakukan pengawalan atas pengawasan keuangan desa agar dalam proses audit atas pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yang dilakukan oleh Inspektorat kabupaten/kota dapat berjalan efektif dan dilaksanakan oleh SDM yang memiliki kompetensi dan kemampuan yang memadai. Dengan efektifnya pengawasan keuangan desa maka pelaksanaan pengelolaan keuangan desa ke depannya akan semakin baik.
6. Aspek Perpajakan
Dengan jumlah pengelolaan dana di desa yang sangat besar maka transaksi keuangan di desa pun relatif akan semakin banyak dan jenisnya bervariasi. Dalam transaksi keuangan tersebut tidak terlepas dari aspek perpajakan. Bendahara Desa memiliki kewajiban perpajakan untuk melakukan pemotongan dan pemungutan atas transaksi tertentu serta menyetorkannya sesuai ketentuan perpajakan. Dengan kondisi SDM khususnya bendahara desa yang belum memadai, kewajiban perpajakan yang diemban oleh bendahara desa ini tentuanya perlu dikawal agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sesuai ketentuan yang berlaku.
7. Aspek Perencanaan Pembangunan Desa
Desa selama ini telah memiliki kewajiban untuk menyusun rencana pembangunan menengah dalam kurun waktu 6 tahuan berupa RPJM Desa dan rencana tahunan berupa RKP Desa. RKP desa ini merupakan dokumen sumber yang sangat penting dalam penyusunan APB Desa. Namun, berdasarkan hasil survei desa yang dilakukan, dokumen perencanaan tersebut hanya sebatas dokumen, dimana penyusunannya belum sesuai yang diamanatkan ketentuan yang ada. Pengawalan perencanaan pembangunan memiliki peran penting agar RPJM Desa dan RKP Desa yang disusun partisiapatif sesuai aspirasi masyarakat, bermanfaat dan selaras dengan dokumen perencanaan kabupaten/kota.
Terhadap ketujuh aspek tersebut, BPKP yang didukung SDM yang memiliki keahlian dan kompetensi, bisa memberikan peran besar sebagai langkah konkrit pengawalan keuangan dan desa.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
17
Gambar 2.3Aspek Pengawalan Desa dan Hasil yang Diharapkan
Area/Aspek Pengawalan Hasil yang Diharapkan
Pengelolaan Keuangan Desa Desa melaksanan pengelolaan keuangan desa yang sederhana namun akuntabel yang dapat menghasilkan laporan sesuai ketentuan
Pengelolaan Aset/Kekayaan Milik Desa Desa memiliki database aset desa (melalui inventarisasi bersama pemerintah kabupaten/kota) dan dapat mengelola serta menyusun Laporan Kekayaan Milik Desa sesuai ketentuan
Pengadaan Barang dan Jasa Desa mampu melaksanakan pengadaan barang/jasa dengan mekanisme yang sederhana namun akuntabel
BUM Desa Desa mampu mengelola BUM Desa dengan akuntabel
Pengawasan Keuangan Desa SDM Inspektorat Kabupaten/Kota selaku pelaksana pengawasan memiliki kompetensi dan metode memadai
Perpajakan Bendahara Desa dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan Perencanaan Pembangunan Desa Desa mampu menyusun dokumen
perencanaan pembangunan desa yang bersifat partisipatif dan selaras
Implementasi atas pengawalan ketujuh aspek pengelolaan keuangan dan pembangunan desa tersebut selanjutnya dijabarkan dengan langkah-langkah operasional yang dilakukan secara berkesinambungan. Langkah-langkah operasional tersebut sebagian sudah dilaksanakan oleh BPKP, sebagian masih dalam proses ataupun tahap perencanaan.
H.
STRATEGI DAN LANGKAH-LANGKAH PENGAWALAN DESA
Strategi Pengawalan DesaStrategi pengawalan desa yang dilakukan oleh BPKP secara garis besar dikelompokan ke dalam 4 kelompok besar. Kelompok dan strategi pengawalan yang dilakukan BPKP adalah sebagai berikut:
1. Tingkat Pemerintah Pusat
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tingkat pusat ini terdiri dari Kementerian/Lembaga yang terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
18
Desa PDTT, Kementerian Keuangan, Kemenko PMK, Bappenas termasuk di dalamnya adalah KPK-RI, BPK-RI, DPR-RI dan LKPP. Pengawalan yang dilakukan untuk tingkat pusat ini berupa koordinasi dan sinergi agar pelaksanaan pengawalan berjalan efektif. Pelaksana koordinasi dan sinergi di tingkat pusat adalah BPKP Pusat dengan memperhatikan usalan serta masukan dari perwakilan BPKP di daerah. Contoh konkret koordinasi dan sinergi berupa memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan. BPKP akan memberikan masukan serta saran perbaikan apabilla ditemukan kebijakan yang tidak implementatif di lapangan ataupun belum selaras dengan kebijakan dari lembaga lainnya.
2. Tingkat Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah kabupaten/kota. Bentuk pengawalan yang dilakukan adalah berupa pemberian bimbingan dan konsultasi kepada pemerintah provinsi agar peran serta fungsi dalam Implementasi UU Desa berjalan efektif. Sebagai contoh, pemerintah provinsi memiliki kewenangan pengawasan terhadap pengalokasian dan penyaluran Dana Desa, ADD dan Bagian Dana Bagi Hasil Pajak/Retribusi Daerah. Mekanisme dan tatacara pengalokasian dan penyaluran dana inilah yang dijadikan fokus pengawalan tingkat provinsi. Pelaksana dari pengawalan ini adalah Perwakilan BPKP di daerah, sedangkan peran BPKP Pusat adalah sebagai quality assurance atas pelaksanaan pengawalan yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP.
3. Tingkat Pemerintah Kabupaten/Kota
Pengawalan di tingkat pemerintah kabupaten/kota adalah pengawalan yang paling utama dilakukan oleh BPKP karena pemerintah kabupaten/kota merupakan tingkat pemerintahan yang diberikan kewenangan paling besar dalam melakukan pembinaan dan pengawasan atas implementasi UU Desa. Melihat jumlah SDM BPKP yang terbatas maka pengawalan desa dipusatkan dan selalu dikoordinasikan dengan pemerintah kabupaten/kota. Bentuk pengawalan yang dilakukan adalah berupa pemberian bimbingan, konsultasi serta asistensi penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan desa. Terdapat beberapa SKPD di tingkat pemerintah kabupaten/kota yang menjadi mitra kerja, diantaranya yaitu DPKAD, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Inspektorat, Kecamatan dan SKPD lainnya yang terkait.
Pelaksana kegiatan ini adalah Perwakilan BPKP di daerah sedangkan peran BPKP Pusat adalah sebagai quality assurance atas pelaksanaan pengawalan yang dilakukan
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
19
oleh Perwakilan BPKP. Contoh pengawalan yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota adalah asistensi penyusunan peraturan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan keuangan desa, pemberian sosialisasi peraturan, pendampingan dalam penerapan aplikasi keuangan desa serta pemberian jasa konsultasi atas permasalahan yang dihadapi oleh kabupaten/kota dalam hal keuangan dan pembangunan desa. Permintaan asistensi keuangan dari desa tidak boleh dilakukan secara langsung ke desa, namun harus melalui koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota melalui SKPD terkait. Transfer knowledge kepada aparat di tingkat pemerintah kabupeten/kota harus menjadi perhatian BPKP dalam pengawalan keuangan desa dengan menyarankan setiap pemda untuk membentuk satgas pengawalan desa. 4. Tingkat Pemerintah Desa
Pengawalan untuk tingkat desa juga dilakukan oleh BPKP, namun karena jumlah desa yang sangat banyak (74.754 desa), maka hanya desa tertentu saja yang dilakukan pengawalan secara intensif melalui kegiatan „PILOTING‟. Desa yang menjadi target/objek piloting akan dikawal sejak awal (tahap perencanaan) hingga akhir (tahap pelaporan) agar bisa dijadikan „best practice‟ bagi desa yang lain serta menjadi bahan masukan/feedback bagi BPKP dalam memberi masukan/rekomendasi untuk perbaikan kebijakan terkait pengelolaan keuangan desa. Dalam Satu perwakilan BPKP, terdapat ± 3 desa yang dijadikan target pelaksanaan kegiatan „piloting‟ pengelolaan keuangan desanya. Peran BPKP Pusat adalah memberikan arahan pelaksanaan melalui penyediaan juklak piloting serta melakukan quality assurance atas piloting yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP.
5. Kerjasama Lainnya
BPKP juga berupaya melakukan pengawalan dengan menjalin kerjasama antara instansi/lembaga/organisasi lainnya agar terwujud pelaksanaan pengelolaan keuagnan desa yang lebih baik dan efektif. Misalnya kerja sama dengan LKPP, Direktorat Jenderal Pajak, DJPK-Kementerian Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Aparat Penegak Hukum (APH) serta lembaga lainnya seperti perguruan tinggi, asosiasi pemerintah desa dan sebagainya. Kerjasama dengan organisasi tingkat pusat dilakukan oleh BPKP Pusat sedangkan kerja sama dengan organisasi tingkat daerah dilakukan oleh Perwakilan BPKP di daerah.
Tingkat keberhasilan atas langkah-langkah pengawalan baik yang dilakukan oleh BPKP Pusat maupun Perwakilan BPKP di daerah akan dinilai secara mandiri, memadai dan berkesinambungan sesuai dengan indikator dan target yang direncanakan.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
20
LANGKAH PENGAWALAN KEUANGAN DESA
Berdasarkan uraian di atas, maka pengawalan yang dilakukan oleh BPKP secara umum digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.4
Grand Design Pengawalan Desa
Pengawalan keuangan desa sebagaimana diuraikan di atas, sebagian diantaranya telah dilakukan oleh BPKP. Langkah-langkah pengawalan berikutnya pun telah direncanakan, baik yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang.
Pengawalan Desa yang Sudah Dilakukan BPKP
Sampai dengan posisi per Desember 2015, pengawalan keuangan desa yang sudah dilakukan oleh BPKP adalah sebagai berikut:
1. Mengkaji dan menganalisis peraturan terkait pengelolaan keuangan desa
Peraturan yang dikaji dan dianalis yaitu berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Permendagri, Permendes PDTT, Peraturan Menteri Keuangan, serta peraturan lainnya yang terkait, misalnya Peraturan Kepala LKPP tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Desa. Hasil kajian berupa identifikasi risiko dan titik-titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
21
2. Melakukan Survei DesaSurvei desa dilakukan untuk: a) memperoleh gambaran mengenai praktik pengelolaan keuangan desa yang selama ini telah berjalan; b) mengidentifikasi permasalahan yang mungkin menghambat pengelolaan keuangan desa mulai dari tahapan perencanaan sampai dengan pelaporan/pertanggungjawaban; dan c) memotret kesiapan desa dalam rangka implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Survei desa dilakukan oleh BPKP pada bulan November dan Desember Tahun 2014 di 13 desa pada 4 Provinsi yaitu (Sumatera Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua). Selain itu dilakukan juga analisis dokumen/laporan atas pelaksanaan keuangan desa yang selama ini dilakukan oleh pemerintah desa, diantaranya yaitu peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota tentang Alokasi Dana Desa dan lain sebagainya.
3. Menyusun Juklak Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan kajian serta analisis yang telah dilakukan maka BPKP Pusat telah menyusun Juklak Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa (Juklak Bimkon). Juklak Bimkon ini menjadi panduan khususnya bagi Perwakilan BPKP dalam melakukan bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan terhadap pemerintah daerah/desa di daerah dalam wilayah kerja masing-masing perwakilan BPKP. Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa berisi flowchart pengelolaan keuangan desa; sistem dan prosedur pengelolaan keuangan desa; desain format dokumen dan formulir yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa; serta bagan akun/kode rekening yang digunakan desa. Juklak ini disusun lebih dahulu dibandingkan dengan juklak yang lain karena kepentingan dan kebutuhan yang sangat mendesak seiring pencairan Dana Desa yang sudah mulai dilakukan pada Bulan April 2015.
Dengan adanya juklak ini maka diharapkan Perwakilan BPKP dan Pemerintah Daerah dapat memberikan bimbingan dan konsultasi dalam hal:
a. Pemberian dan atau peningkatan pemahaman mengenai keuangan desa, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan penatausahaan, hingga pelaporan dan pertanggungjawaban bagi aparat Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa;
b. Pemberian bimbingan teknis bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan-kebijakan terkait pengelolaan keuangan desa;
c. Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun perencanaan keuangan desa;
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
22
d. Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam melakukan penatausahaan keuangan desa;
e. Pemberian bimbingan teknis bagi Perangkat Desa dalam menyusun pelaporan keuangan desa;
f. Pemberian bimbingan teknis bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam kaitannya dengan proses penyusunan perencanaan dan pelaporan keuangan desa.
4. Menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD)
Tim Penyusun Juklak Bimkon telah melakukan FGD pada 2 (dua) perwakilan BPKP dalam rangka meminta masukan atas Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa, yaitu di Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah dan Perwakilan BPKP Provinsi DI Yogyakarta. FGD dilakukan dengan metode diskusi secara intensif terkait pengelolaan keuangan desa, khususnya Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
5. Melakukan Koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri
Kementerian Dalam Negeri selaku regulator pengelolaan keuangan desa telah mengeluarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Berdasarkan analisis dan kajian ditemukan beberapa ketentuan yang belum lengkap atau belum implementatif dalam pelaksanaannya mulai dari tahap perencanaan hingga pelaporan dan pertanggungjawaban. Atas permasalahan tersebut telah dilakukan pembahasan serta atensi untuk perbaikan regulasi berikutnya. Puncak koordinas adalah dengan penandatangan Nota Kesepahaman tentang Peningkatan Pengelolaan Keuangan Desa antara Kemendagri dan BPKP pada tanggal 6 November 2015.
6. Melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan selaku regulator pengelolaan keuangan desa telah mengeluarkan PMK 93/PMK.07/2015 jo PMK 247/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa. Peraturan tersebut diantaranya mengatur tentang laporan semester Dana Desa. Selain itu kebijakan pengalokasian dan penyaluran Dana Desa juga diatur oleh Kementerian Keuangan c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan. Dalam kaitan kewajiban perpajakan bagi bendahara desa, juga telah dilakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak. Koordinasi selanjutnya yaitu pengembangan aplikasi keuangan desa
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
23
(dilakukan BPKP) yang nantinya akan menghasilkan informasi laporan konsolidasi Dana Desa tingkat kabupaten serta penyeempurnaan menu fasilitas perpajakan.
7. Pengembangan Aplikasi Tata Kelola Keuangan Desa
Kondisi desa sangat bervariasi mulai dari desa yang sudah menggunakan internet sampai desa terpencil yang belum dialiri listrik. Hal ini menjadi perhatian dalam penerapan pengelolaan keuangan desa yang lebih baik, sederhana dan mudah. Penerapan pengelolaan keuangan secara manual dipersiapkan khususnya untuk kondisi desa yang belum „maju‟. Namun untuk desa yang kondisinya „maju‟ dimungkinkan penerapannya menggunakan aplikasi. Atas hal inilah maka dilakukan pengembangan aplikasi sederhana dalam pengelolaan keuangan desa yaitu aplikasi Sistem Informasi Manajemen Desa (SIMDA-DESA). Aplikasi ini telah dilaunching pada tanggal 13 Juli 2015 yang dihadiri oleh KPK-RI, Komisi XI DPR-RI, BPK-RI, Kemendagri, Kemendes PDTT, LKPP, Gubernur Sulawesi Barat, Gubernur Jawa Barat dan Bupati Mamasa. Bahkan dengan adanya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 143/8350/BPD tanggal 21 November 2015, Aplikasi SIMDA Desa yang selanjutnya diberi nama SISKEUDES diterapkan secara nasional secara bertahap mulai tahun 2016.
8. Internalisasi Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa di Lingkungan BPKP
Langkah berikutnya sebelum dilakukan bimbingan dan konsultasi ke pemerintah daerah, dilakukan internalisasi kebijakan pengelolaan keuangan desa baik di lingkungan BPKP pusat maupun perwakilan BPKP. Internalisasi di tingkat pusat dilakukan melalui PPM, sedangkan kepada perwakilan BPKP dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan diseminasi pengelolaan keuangan desa dan aplikasinya. Selain itu telah dibuka sebuah forum dalam situs BPKP yang dinamakan Forum Pengawalan Akuntabilitas Keuangan Desa sebagai media diskusi dan berbagi informasi seputar keuangan desa. Diseminasi Pengelolaan Keuangan Desa telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 sebagai internalisasi dan koordinasi Perwakilan BPKP dalam melakukan pendampingan pengelolaan keuangan desa.
9. Sosialisasi dan Pendampingan Pengelolaan Keuangan Desa ke Pemda
Setelah melakukan internalisasi kebijakan di tingkat BPKP Pusat dan Perwakilan, maka dilakukan kegiatan bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan desa di tingkat pemerintah daerah yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP. Langkah awal bimbingan dan konsultasi Pengelolaan Keuangan di daerah dilakukan dalam bentuk
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
24
sosialisasi dan pendampingan atas tata kelola pengelolaan keuangan desa kepada pemerintah kabupaten/kota, kecamatan hingga desa. Tim pusat (Direktorat PKD Wilayah III) selaku rendal melakukan quality assurance atas pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan perwakilan BPKP di daerah. Materi sosialisasi/workshop akan disesuaikan menurut target peserta, khusus kepala desa/perangkat desa dan kecamatan materinya terkait kebijakan pengelolaan keuangan dan aset desa, sedangkan untuk bendahara desa berupa teknik pembukuan/keuangan desa.
Di tingkat perwakilan BPKP, langkah-langkah pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa yang telah dilakukan antara lain adalah:
- Sosialisasi/seminar pengelolaan keuangan desa baik tingkat provinsi ataupun kabupaten/kota melalui kerjasama dengan AAIPI ataupun IAI wilayah
- Pelaksanaan pendampingan/bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan desa di beberapa perwakilan yang melibatkan aparat pemerintah kabupaten/kota, camat, kepala desa dan perangkat desa
- Pelaksanaan piloting pengelolaan keuangan desa, di antaranya yaitu pada 168 desa di Kabupaten Mamasa Sulawesi Barat
- Pembekalan pengelolaan keuangan desa kepada mahasiswa KKN dari universitas/perguruan tinggi yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Selatan dan Sumatera Barat
- Monitoring penyaluran dana desa dari kabupaten/kota ke desa-desa;
- Pendataan peraturan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa (Perbup/perwal) sebagai instrumen pelaksanaan pengelelolaan keuangan desa
- Pemberian masukan/atensi sebagai bahan perbaikan/penyempurnaan peraturan pelaksanaan (perbup/perwal) pengelolaan keuangan desa.
Rencana Pengawalan Desa Berikutnya
Rencana pengawalan pengelolaan keuangan dan pembangunan desa ke depan yang dilakukan BPKP Pusat adalah sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasi lebih lanjut dengan stakeholder terkait
Koordinasi dan sinergi dengan para pemangku kepetingan khususnya di tingkat pusat dari sisi pembuat kebijakan pengelolaan keuangan desa terus dilakukan diantaranya derngan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi; serta Kementerian Keuangan. BPKP dalam melakukan pengawalan harus melakukan koordinasi agar tercipta sinkronisasi kebijakan dan pemahaman
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
25
yang utuh dalam pengawalan keuangan desa. Koordinasi dilakukan juga sebagai media koordinasi dalam rangka penyampaian rekomendasi perbaikan atas kebijakan yang ada. Koordinasi selanjutnya adalah dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Koordinasi stakeholders di tingkat pusat di lakukan oleh BPKP Pusat, sedangkan di tingkat daerah dilakukan oleh Perwakilan BPKP.
2. Melakukan Pemetaan Desa
Sesuai PP 60 Tahun 2014 jo PP 22 Tahun 2015 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, Penyalurannya dilakukan dalam 3 tahap melalui transfer dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah untuk selanjutnya diteruskan ke Rekening Kas Desa bagi yang telah memenuhi persyaratan. Untuk dapat memotret kondisi penyaluran dana desa serta dana lainnya yang masuk ke desa maka dilakukan pemetaan penyalurannya. Selain itu pemetaan juga dilakukan untuk mengetahui kesiapan kabupaten/kota dan desa dalam mengimplementasikan UU Desa melalui permintaan data oleh Perwakilan BPKP di daerah ke kabupaten/kota. Informasi pemetaan yang dilakukan secara berkala ini sebagai bahan untuk rekomendasi strategis dan informasi yang harus disampaikan kepada presiden.
3. Sosialisasi dan Pendampingan Pengelolaan Keuangan Desa lebih lanjut ke seluruh Pemda
Kegiatan bimbingan dan konsultasi pengelolaan keuangan desa perlu ditingkatkan dan dilanjutkan di tingkat pemerintah daerah yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP ke seluruh pemerintah daerah. Tim pusat (Direktorat PKD Wilayah III) selaku rendal melakukan quality assurance atas pelaksanaan yang dilakukan oleh Perwakilan BPKP di daerah.
4. Pengembangan aplikasi pengelolaan keuangan desa lebih lanjut
Aplikasi sistem keuangan desa (SISKEUDES) akan terus dikembangkan sesuai tuntuan regulasi yang ada serta masukan dari pihak stakholder termasuk pengembangan beberapa fitur tambahan di antaranya fitur perencanaan desa, fitur pengadaan barang dan jasa serta fitur perpajakan sehingga lebih memudahkan pengelolaan keuangan desa oleh aparat pemerintah desa. Selain itu telah disepakati dengan Kemendagri untuk melakukan pengembangan Aplikasi Kompilasi Nasional Database Keuangan Desa yang dilakukan bersama melalui Satuan Tugas Bersama Kemendagri - BPKP.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
26
5. Piloting Penerapan Pengelolaan Keuangan Desa
Penerapan pengelolaan keuangan desa merupakan langkah nyata yang dilakukan oleh pemerintah desa. Terhadap juklak dan apliaksi keuangan desa yang sudah dibuat selanjutnya akan diujicobakan pelaksanaannya. Piloting merupakan implementasi pengelolaan keuangan desa yang disertai pengawalan secara intensif sejak tahap perencanaan hingga pelaporan dan pertanggungjawaban. Kondisi dan permasalahan yang dihadapi akan dipetakan dan dicarikan solusinya untuk dijadikan acuan bagi desa lain. Piloting untuk BPKP Pusat bisa dilakukan bersama dengan perwakilan BPKP dengan pengkhususan pada pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintah desa. Hal ini akan menjadi aspek yang penting dalam penerapan pengelolaan keuangan desa di awal implementasi UU Desa.
6. Penyusunan Juklak Pendukung Lainnya
Selain Juklak Bimkon Pengelolaan Keuangan Desa, masih terdapat juklak-juklak lain yang diperlukan dalam pengawalan keuangan desa sebagaimana diuraikan dalam 7 aspek pengawalan desa. Juklak tersebut diperlukan sebagai panduan bagi perwakilan BPKP dalam melakukan pengawalan di daerah, antara lain Juklak Pengadaan Barang/Jasa, Juklak Pengelolaan Aset/Kekayaan Milik Desa, Juklak BUM Desa, Juklak Perencanaan Desa, Juklak Penyusunan APB Desa, Juklak Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa dan buku pegangan bagi Bendahara Desa dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
7. Membuat Kajian-Kajian yang Diperlukan untuk Memperkuat Peran BPKP
Langkah strategis lainnya yang diperlukan adalah melakukan kajian komprehensif terkait pengawalan keuangan dan pembangunan desa. Kajian ini selain dilakukan oleh Puslitbang BPKP, juga dilakukan oleh Direktorat PKD Wilayah III, diantaranya kajian pendapatan desa, pengawasan keuangan desa, aset/kekayaan milik desa, utang desa dan lain sebagainya. Kajian ini menjadi masukan dalam pembuatan kebijakan pengawalan desa yang lebih baik.
Rencana pengawalan pengelolaan keuangan dan pembangunan desa yang akan dilakukan oleh Perwakilan BPKP adalah sebagai berikut:
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
27
1. Penerapan SISKEUDES secara NasionalPerwakilan BPKP menginformasikan kepada seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayahnya mengenai penerapan SISKEUDES (d/h SIMDA Desa) secara nasional diikuti dengan terbitnya Permendagri Sistem Keuangan Desa (saat ini dalam proses penyusunan).
2. Sosialisasi Pengelolaan Keuangan Desa.
Pemberian pemahaman keuangan desa tetap diperlukan sebagai landasan untuk penerapan SIMDA Desa. Target sosialisasi ini ke Pemerintah Kabupaten/Kota yang melibatkan fasilitator kabupaten, fasilitator kecamatan, kepala desa, BPD, perangkat desa dan pendamping desa.
3. Piloting Penerapan Pengelolaan Keuangan Desa sebagai desa percontohan
Perwakilan BPKP diberi kewajiban untuk melakukan piloting minimal 1 desa berupa pengawalan secara intensif untuk seluruh proses pengelolaan keuangan desa. Piloting Desa ini dilakukan untuk mengetahui secara langsung proses pengelolaan keuangan desa sehingga diketahui permasalahan dan diantisapisi sedini mungkin. Desa yang dijadikan piloting selanjutnya menjadi desa percontohan bagi desa yang lain di wilayah masing-maisng. Untuk piloting tingkat pemerintah daerah bisa dilakukan berkoordinasi dengan BPKP Pusat.
4. Perbaikan Regulasi Daerah
Dalam penerapan keuangan desa terkadang ditemukan regulasi daerah yang belum sesuai dengan ketentuan sehingga diperlukan perbaikan dan penyempurnaan agar pengelolaan keuaagan desa menjadi lebih baik. Perwakilan BPKP berperan untuk memberikan atensi atas hal itu khususnya terkait regulasi sistem dan prosedur keuangan desa, aset desa serta pengadaan barang/jasa di desa.
5. Monitoring Penyaluran Dana Desa
Dana Desa disalurkan dari APBN ke desa melalui kabupaten/kota. Perwakilan melalukan monitoring apakah penyaluran dari Kab/kota ke setiap desa telah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai bahan rekomendasi strategis kepada presiden melalui BPKP Pusat.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
28
6. Inventarisasi Aset/kekayaan Milik DesaSalah satu amanat UU Desa adalah inventarisasi aset desa yang dilakukan bersama antara pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah desa. Sampai saat ini inventarisasi tersebut belum dilakukan, Oleh karena itu Perwakilan BPKP harus mendorong pemda agar amanat UU Desa tersebut dapat dilaksanakan, sehingga dapat dijadikan data awal dalam penyusunan Laporan Kekayaan Milik Desa.
7. Pemberian masukan atau rekomendasi kepada BPKP Pusat terhadap pengawalan pengelolaan keuangan desa yang telah dilakukan sebagai bahan pengambilan kebijakan pengawalan keuangan desa dan rekomendasi strategis presiden.
Pengawalan Desa Dalam Jangka Panjang
Selain pengawalan yang telah diuraikan di atas, strategi jangka panjang yang dilakukan BPKP dalam melakukan pengawalan keuangan desa adalah:
- Membuat grand design akuntansi keuangan desa
Saat ini, penatausahaan keuangan desa masih bersifat „pembukuan‟ yaitu pencatatan dengan menggunakan Buku Kas Umum sederhana oleh bendahara desa. Seiring dengan peningkatan SDM desa yang makin memadai maka diperlukan peralihan ke sistem akuntansi yang lebih akuntabel. Tahap awal misalnya menggunakan sistem akuntansi kas menuju akrual (cash toward akrual), berikutnya menggunakan basis akrual (accrual basis) agar sesuai dengan sistem akuntansi yang digunakan pemda saat ini. Perubahan ini dilakukan dengan perencanaan yang matang serta memperhatikan kondisi dan kebutuhan yang ada. BPKP memiliki kompetensi untuk membuat usulan grand design akuntansi keuangan desa sebagai wujud pengawalan keuangan desa dalam jangka panjang. Hal ini dilakukan bekoordinasi dengan pihak terkait seperti IAI-KASP dan Kementerian Dalam Negeri.
- Membuat grand design aplikasi keuangan desa yang komprehensif
Saat ini BPKP telah mengembangkan aplikasi keuangan desa. Dengan adanya aplikasi, diharapkan proses pengelolaan keuangan desa akan semakin mudah dan akuntabel. Proses pengelolaan keuangan desa diharapkan bisa dilakukan melalui aplikasi ini, misalnya terkait dokumen pengadaan barang/jasa, perpajakan, atau hal lain yang dibutuhkan pemerintah desa. Selain keuangan, masih terdapat kebutuhan pemerintahan desa yang perlu difasilitasi dengan aplikasi misalnya pengelolaan kekayaan milik desa, BUM Desa dan kinerja. Oleh karena itu diperlukan grand strategi aplikasi keuangan desa yang mampu memfasilitasi kebutuhan pemerintah daerah sesuai regulasi dan perkembangan yang ada.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan
29
- Membuat kajian-kajian strategis terkait keuangan dan pembangunan desa
Kajian terkait keuangan dan pembangunan desa strategis sangat diperlukan untuk pengembangan tata kelola desa serta sebagai bahan masukan strategis khususnya bagi stakeholders pembuat keputusan. Kajian-kajian tersebut misalnya konsep pengawasan keuangan desa yang efektif, BUM Desa, pemanfaatan aset desa dan lain-lain.
- Peninjauan best practise pengelolaan keuangan desa di luar negeri
Peninjauan berupa studi banding ke luar negeri yang pengelolaan keuangan desanya sudah baik bisa menjadi masukan untuk perbaikan regulasi misalnya terkait pengadaan barang/jasa, pengelolaan aset, BUM Desa dan lain sebagainya.
- Pengklasifikasian desa berdasarkan mapping akuntabilitas keuangan desa
Untuk melihat perkembangan desa dalam melakukan pengelolaan keuangan desa serta menilai keberhasilan pengawalan desa yang telah dilakukan maka diperlukan suatu klasifikasi penggolongan/pengelompokan desa. Klasifikasi desa ini dilihat dari sisi akuntabilitas keuangan desa dengan menggunakan indikator-indikator yang telah ditentukan. Klasifikasi ini misalnya membagi desa dalam 3 (tiga) katagori yaitu Baik, Memadai dan Kurang Memadai dalam mengimlementasikan keuangan desa. Indikator yang bisa dikembangkan dalam klasifikasi tersebut misalnya terkait jumlah dan kuantitas SDM, ketepatan waktu penyusunan APB Desa dan penyampaian laporan, kelengkapan SPJ, dan lain sebagainya. Kesepakatan pengkategorian desa ini harus disepakati secara nasional oleh karenanya melibatkan stakeholders terkait misalnya BPK-RI dan Kemendagri.
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
30
Bab III
REGULASI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
Sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya ditulis UU Desa), dinyatakan bahwa tugas penataan desa serta pemantauan dan pengawasan pembangunan desa diemban secara bersama-sama oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam konteks keuangan desa, instansi pemerintah pusat dan daerah memiliki tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan tingkatannya. Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri sesuai perundangan.
A.
Desa, Sejarah dan Kedudukannya
Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai Daerah-daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah-daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu:
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
31
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah Republik Indonesia;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Undang-Undang Desa disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, berupa pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana tertuang dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” dan ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam undang-undang”.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan desa adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan desa, pembangunan desa, serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah kabupaten/kota. Dalam posisi seperti ini, Desa dan Desa Adat mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kedudukan pemerintahan desa dapat dilihat pada struktur dasar kewenangan pemerintah sebagaimana digambarkan Sudarno Sumarto, 2004 (Smeru) yang masih relevan sebagai berikut:
Modul 1 : Kebijakan Pengawalan BPKP & Regulasi Pengelolaan Keuangan Desa
32
Gambar 3.1Struktur Dasar Kewenangan Pemerintah
Diharapkan konsep pemerintahan desa ini dapat menumbuhkan prakarsa dan kreativitas masyarakat serta dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia yang pada gilirannya menghasilkan.
Sebagaimana penggambaran tersebut di atas, untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pembangunan desa dan pengelolaan keuangan yang memadai, diperlukan pengaturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah bahkan di tingkat desa.
B.
Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat memiliki peran yang sangat strategis dalam penentuan kebijakan terhadap desa. Selain amanat untuk mengalokasian Dana Desa dalam APBN, terdapat peran strategis lainnya berupa pembinaan dan pengawasan. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat diatur dalam UU Desa pasal 113, meliputi: