5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 5.1.1. Faktor Kekuatan
a. Ketersediaan bahan baku yang banyak.
Kelancaran proses produksi dalam mengembangkan suatu usaha dibidang agroindustri, diperlukan ketersediaan bahan baku yang cukup. Karena bahan baku merupakan salah satu bagian dari sumber daya fisik yang penting dalam upaya untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan. Ketersediaan bahan baku tersebut selain didukung oleh sumber daya alam yang dimiliki masyarakat, juga dimiliki oleh masyarakat disekitarnya seperti kabupaten dan kota yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sambas seperti kabupaten Bengkayang dan kota Singkawang. Komoditas karet di kabupaten Sambas sendiri terdapat 53.578 Ha, sedangkan komoditas kelapa (kelapa dalam dan kelapa hybrida) berjumlah 22.612,6 Ha. Perkebunan karet maupun kelapa tersebar hampir diseluruh kecamatan yang ada di kabupaten Sambas. Berdasarkan pada Tabel 19 terlihat bahwa, dari 19 kecamatan yang ada di kabupaten Sambas, terdapat 17 kecamatan yang memiliki perkebunan karet dan hanya 2 kecamatan saja yang tidak memiliki perkebunan karet yaitu kecamatan Jawai Selatan dan kecamatan Pemangkat. Sedangkan dari 19 kecamatan yang tidak memiliki lahan perkebunan kelapa hanya 4 kecamatan saja yaitu kecamatan Galing, kecamatan Sajad, kecamatan Sambas dan kecamatan Teluk Keramat dan 15 kecamatan lainnya mempunyai perkebunan kelapa.
Menurut Van-Dam (1997) dalam Pujiastuti (2007) Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang
(bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut. Jika di Kabupaten Sambas menghasilkan 14.888 ton/tahun (14.888.000 kg/tahun), maka idealnya akan menghasilkan serat sabut pertahunnya (serat panjang dan serat pendek) sebanyak 1.509.463,2 kg/tahun atau sekitar 1.509,643
ton/tahun, dengan asumsi bahwa semua sabut kelapa yang ada diolah menjadi serat sabut. Persebaran perkebunan kelapa dan perkiraan produksi sabut di Kabupaten Sambas seperti pada Tabel 20.
Tabel 19. Persebaran komoditas karet di Kabupaten Sambas No Kecamatan Luas lahan (Ha) Produksi (ton/tahun)
1 Galing 4.336 700,50 2 Jawai 83 0,00 3 Jawai Selatan 0 0,00 4 P aloh 1.533 277,19 5 Pemangkat 0 0,00 6 Sajad 3.019 890,50 7 Salatiga 50 0,00 8 Sambas 5.016 1.702,00 9 Sebawi 2.239 705,40 10 Subah 7.109 1.675,00 11 Sajingan Besar 5.142 1.862,00 12 Sejangkung 7.983 2.279,69 13 Selakau 594 26,30 14 Selakau Timur 995 132,80 15 Semparuk 29 5,60 16 Tangaran 1.667 520,00 17 Tebas 807 130,50 18 Tekarang 846 254,20 19 Teluk Keramat 12.130 5.730,90 Jumlah 53.578 20.192
Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010
Tabel 20. Persebaran komoditas kelapa dan sabut kelapa di Kabupaten Sambas No Kecamatan Luas lahan (Ha) Produksi kelapa (ton/tahun) Kelapa (ton/tahun)Produksi Sabut
1 Galing 0,0 0 0 2 Jawai 5.485,0 3.805,60 385,888 3 Jawai Selatan 4.343,0 3.291,10 333,718 4 Paloh 923,0 269,13 27,290 5 Pemangkat 2.184,0 1,84 0,187 6 Sajad 0 0 0 7 Salatiga 2.759,0 2,30 0,233 8 Sambas 0 0 0 9 Sebawi 22,0 10,89 1,104 10 Subah 146,5 15,10 1,531 11 Sajingan Besar 33,1 3,96 0,402 12 Sejangkung 9,0 3,10 0,314 13 Selakau 2.220,0 859,00 87,103 14 Selakau Timur 310,0 98,40 9,978 15 Semparuk 817,0 57,80 5,861 16 Tangaran 2.146,0 875,00 88,725 17 Tebas 399,0 187,70 19,033 18 Tekarang 858,0 536,90 54,442 19 Teluk Keramat 0 0 0 Jumlah 22.162,6 14.888 1.509,643
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian di lapangan menyatakan bahwa, semua responden, baik itu responden petani kelapa (20 responden) maupun responden petani karet (20 responden) berkeinginan untuk menambah luas lahan perkebunannya, namun keinginan tersebut memiliki kendala, karena sebagian besar mereka sudah tidak lagi mempunyai lahan yang belum dikelola. Sekitar 65% responden menyatakan sudah tidak memiliki lahan yang belum dikelola, sedangkan 35% masih memiliki lahan yang belum dikelola. Jika keinginan tersebut dapat diakomodir oleh Pemda setempat, maka ketersediaan bahan baku karet dan kelapa akan bertambah banyak.
b. Tenaga kerja lokal cukup tersedia.
Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu input dalam suatu proses produksi maupun pada proses pascapanen olahan dalam bentuk yang lain. Tenaga kerja atau sumber daya manusia yang bisa diartikan sebagai karyawan ini merupakan salah satu sumber daya internal yang penting bagi perusahaan untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Pengolahan industri sebutret diperlukan tenaga kerja yang apabila ditinjau dari segi kuantitasnya cukup tersedia. Jumlah tingkat lulusan di kabupaten Sambas setiap tahunnya mengalami peningkatan, yaitu berjumlah 260.767 orang pada tahun 2008 menjadi 264.568 orang pada tahun 2009. Dengan tingkat pendidikan Sarjana berjumlah 8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA berjumlah 40.967 orang, SMP berjumlah 69.392 orang, SD sebanyak 96.825 orang, tidak sekolah/tidak tamat sekolah sebanyak 20.767 orang. Menurut Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sambas pada tahun 2011, jumlah ketenagakerjaan pada tahun 2010 seperti yang tercantum dalam Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21, penduduk di Kabupaten Sambas yang berjumlah 546.088 jiwa mempunyai 258.908 jiwa penduduk yang termasuk golongan angkatan kerja atau sekitar 47,4%.
Tabel 21. Ketenagakerjaan
No Ketenagakerjaan 2010
1 Penduduk 15 tahun ke atas 330.305
2 Angkatan kerja 258.908
3 Jumlah pengangguran 11.736
c. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yang mengusahakannya di Kabupaten Sambas. Jumlah kepala keluarga atau petani karet adalah 39.706 KK yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Sambas. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan-kecamatan Galing, Jawai, Paloh, Sajad, Salatiga, Sambas, Sebawi, Subah, Sajingan Besar, Sejangkung, Selakau, Selakau Timur, Semparuk, Tangaran, Tebas, Tekarang dan Teluk Keramat. Jumlah petani kelapa adalah 12.593 KK, yang tersebar di 15 kecamatan antara lain kecamatan Jawai, Jawai Selatan, Paloh, Pemangkat, Salatiga, Sebawi, Sajingan Besar, Sejangkung, Selakau, Selakau Timur, Semparuk, Subah, Tangaran, Tebas dan Tekarang (Tabel 22). Banyaknya jumlah kepala keluarga yang menjadikan karet dan kelapa sebagai komoditas andalan dalam menghasilkan pendapatan sehari-hari merupakan suatu keuntungan bagi suatu usaha yang akan dijalankan karena ketersediaan bahan baku akan bisa dijamin kekontinyuitasannya karena masyarakat petani pasti akan mencari pembeli dari produk yang mereka hasilkan agar petani tetap bisa mendapatkan uang untuk memberi nafkah pada keluarganya.
Tabel 22. Jumlah kepala keluarga petani karet dan kelapa No Kecamatan Petani karet (KK) Petani kelapa (KK)
1 Galing 3.992 0 2 Jawai 99 3.704 3 Jawai Selatan 0 1.357 4 Paloh 660 450 5 Pemangkat 0 1.092 6 Sajad 1.956 0 7 Salatiga 50 1.021 8 Sambas 3.102 0 9 Sebawi 1.707 49 10 Subah 4.865 204 11 Sajingan Besar 1.213 77 12 Sejangkung 4.646 22 13 Selakau 395 1.728 14 Selakau Timur 756 266 15 Semparuk 30 97 16 Tangaran 2.095 1.350 17 Tebas 742 647 18 Tekarang 701 529 19 Teluk Keramat 12.697 0 Jumlah 39.706 12.593
d. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa.
Tanah atau lahan yang ada di kabupaten Sambas (Darwis et al, 1985) termasuk pada golongan sangat sesuai dan cukup sesuai untuk tanaman kelapa, terutama di daerah pesisir pantai, yang terdiri dari tanah Podsolit Merah Kuning dengan luas 157.320 Ha khususnya berada di daerah dataran rendah atau pantai. Tanah jenis Aluvial yang merupakan jenis tanah yang cocok atau sesuai untuk tanaman karet berjumlah 230.630 Ha yang terletak didataran rendah dan daerah dataran tinggi atau pegunungan. Dengan kondisi lahan atau tanah yang seperti ini akan sangat memberikan manfaat pada petani yang mengusahakannya.
e. Tersedianya pasar produk sebutret.
Peluang pemasaran produk sebutret masih terbuka lebar. Permintaan akan produk sebutret di dunia internasional sangat tinggi terutama negara-negara di Eropa dan Amerika terutama untuk pembuatan jok mobil dan pesawat terbang. Selain itu, minat dari masyarakat di kabupaten sambas juga cukup tinggi. Berdasarkan dari data dilapangan 100% responden menyatakan berminat untuk menggunakan produk sebutret ini karena adanya keunggulan-keunggulan yang dimiliki, jika harga dari produk tersebut terjangkau harganya. Selain itu, produksi sebutret yang ada saat ini belum bisa memenuhi permintaan dari Negara Amerika, Jepang dan Australia karena produksinya masih relatif kecil. Sampai saat ini sebutret yang bisa di produksi baru baru sekitar 20 hingga 30 meter kubik per bulan. Sementara permintaan dari Amerika, Jepang dan Australia sekitar 150 meter kubik per bulan atau 50 meter kubik tiap negara. http://info-cilacap-barat.blogspot.com/2010/07/ sabutret-wanareja-berpeluang-jadi.html. Oleh sebab itu, pemasaran produk yang akan dilakukan nantinya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari konsumen (dilakukan segmentasi pasar), karena setiap daerah atau wilayah pasti memiliki selera dan kebutuhan yang berbeda-beda.
5.1.2. Faktor Kelemahan
a. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil.
Sebagian besar lahan usahatani merupakan lahan yang diusahakan secara turun temurun. Berdasarkan dari hasil penelitian dilapangan, digambarkan bahwa
luas lahan yang diusahakan oleh para petani, baik petani karet maupun petani kelapa sebagian besar di bawah 1 Ha. Persetase luas lahan yang dimiliki oleh responden petani karet (20 orang) dan responden petani kelapa (20 orang) dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Persentase lahan petani karet
Gambar 9. Persentase lahan petani kela b. Tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah.
Masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat ini bisa menjadi kendala dalam proses alih teknologi. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat kabupaten Samba
penduduk dengan tingkat pendidikan yang setara dengan SD. Adapun rincian dari tingkat pendidikan yang ada di kabupaten Sambas adalah sebagai berikut, yaitu: Sarjana berjumlah 8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA
15%
15%
20%
luas lahan yang diusahakan oleh para petani, baik petani karet maupun petani di bawah 1 Ha. Persetase luas lahan yang dimiliki oleh responden petani karet (20 orang) dan responden petani kelapa (20 orang) dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 8. Persentase lahan petani karet
Gambar 9. Persentase lahan petani kelapa Tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah.
Masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat ini bisa menjadi kendala dalam proses alih teknologi. Pada tahun 2009 tingkat
yang dimiliki oleh masyarakat kabupaten Sambas didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan yang setara dengan SD. Adapun rincian dari tingkat pendidikan yang ada di kabupaten Sambas adalah sebagai berikut, yaitu: Sarjana berjumlah 8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA
10% 65% 10% 0 – 0,5 Ha 0,6 – 1 Ha 1,1 – 1,5 Ha >1,6 Ha 5% 60% 20% 0 – 0,5 Ha 0,6 – 1 Ha 1,1 – 1,5 Ha >1,6 Ha
luas lahan yang diusahakan oleh para petani, baik petani karet maupun petani di bawah 1 Ha. Persetase luas lahan yang dimiliki oleh responden petani karet (20 orang) dan responden petani kelapa (20 orang) dapat
Masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat ini bisa menjadi kendala dalam proses alih teknologi. Pada tahun 2009 tingkat
s didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan yang setara dengan SD. Adapun rincian dari tingkat pendidikan yang ada di kabupaten Sambas adalah sebagai berikut, yaitu: Sarjana berjumlah 8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA
0,5 Ha 1 Ha 1,5 Ha >1,6 Ha 0,5 Ha 1 Ha 1,5 Ha >1,6 Ha
berjumlah 40.967 orang, SMP berjumlah 69.392 orang, SD sebanyak 96.825 orang, tidak sekolah/tidak tamat sekolah sebanyak 20.767 orang.
c. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi yang kurang mendukung.
Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi sangat penting dan merupakan sarana pendukung bagi perkembangan investasi. Jalan merupakan prasarana yang penting untuk menunjang mobilitas orang, barang dan jasa. Panjang jalan yang ada di kabupaten Sambas pada tahun 2009 (Sambas Dalam Angka, 2010) baru mencapai 842,15 kilometer, dari panjang jalan tersebut yang sudah beraspal baru mencapai 37,48 %; 11,58 % jalan berkerikil; dan 50,94 % jalan tanah. Dengan kondisi jalan seperti ini akan mempengaruhi proses produksi, karena mobilitas barang baik untuk pengadaan bahan baku maupun pemasaran hasil akan menjadi terganggu dan dapat memberikan dampak yang besar karena bisa menambah biaya produksi. Selain itu, tenaga listrik yang yang ada masih terjadi pemadaman bergilir disemua wilayah Kabupaten Sambas dan jaringan telekomunikasi yang masih belum terjangkau dan masih belum dapat dinikmati oleh semua masyarakat Kabupaten Sambas.
d. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah.
Proses pengolahan yang dilakukan karet ditingkat petani masih bersifat trdisional, karena masih belum melakukan proses pengolahan lebih lanjut sehingga jenis produk yang dihasilkan hanya pada produk yang biasa dan telah lama dilakukan oleh masyarakat. Jenis olahan yang dilakukan oleh petani karet adalah hanya dalam bentuk bahan olahan karet (bokar) dan dalam bentuk sheet-sheet tipis. Jenis olahan tersebut ada yang dijual dalam bentuk kering (sheettipis) dan basah atau dijual langsung kepada pedagang pengumpul yang ada di desa masing-masing. Selain itu untuk komoditas kelapa hanya dapat dilakukan secara trdisonal yaitu berupa pembuatan kopra. Dengan demikian sangat diperlukan penguasaan teknologi pengolahan lebih lanjut agar produksi yang dihasilkan lebih beragam dan diharapkan dapat menciptakan nilai tambah pada produk yang ada. Oleh karena itu, keterampilan sumber daya manusia dalam melakukan pengolahan lebih lanjut perlu untuk ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.
e. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga profesional tentang proses produksi pembuatan sebutret.
Dalam proses penerapan suatu teknologi diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya yang bisa memberikan pengarahan dan bimbingan agar teknologi yang telah disampaikan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Olehkarena itu sangat diperlukan tenaga ahli yang sesuai dengan produk yang akan dikembangkan.
f. Produk masih belum banyak dikenal oleh masyarakat.
Sebagian besar masyarakat di kabupaten Sambas masih belum mengenal produk olahan sebutret yang merupakan kombinasi dari serat sabut kelapa dengan karet. Masih asingnya produk sebutret di kalangan masyarakat umum sehingga perlu kerja keras dalam melakukan promosi dan proses pemasaran di kabupaten Sambas. Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di lapangan diketahui bahwa sebagian besar belum mengenal produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Data yang didapat dari total responden (70 responden) dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Jumlah masyarakat yang mengenal produk sebutret Jenis Responden Mengenal produk
Tidak mengenal produk Jumlah responden (orang)
Pedagang pengumpul karet 0 5 5
Pedagang pengumpul kelapa 0 5 5
Petani karet 0 20 20
Petani kelapa 0 20 20
Masyarakat umum 4 16 20
Total Responden 4 66 70
Persentase (%) 5,71 94,29 100
g. Kurangnya akses terhadap informasi pasar.
Pasar yang ada di kabupaten Sambas adalah pasar yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan sebagai penampung produk yang dihasilkan oleh para petani, sehingga harga bahan baku yang berlaku adalah harga yang telah ditetapkan oleh para pengusaha tersebut. ketetapan harga tersebut menjadi harga mati dan petani tidak mendapatkan alternatif yang lain atas barang yang dijual, karena tidak ada informasi lain yang mereka dapatkan selain harga yang berlaku di pasaran.
h. Keterbatasan modal.
Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri adalah dalam hal permodalan. Sehingga perlu adanya investor yang mau menanamkan modalnya dalam pembangunan industri pengolahan sebutret ini, karena jika dilimpahkan langsung kepada masyarakat petani, mereka tidak mempunyai modal untuk menyediakan bahan-bahan yang akan diperlukan dalam proses pengolahan tersebut, demikian halnya dengan pemerintah daerah. Karena terbatasnya dana atau anggaran yang dimiliki oleh pemda sangat sulit untuk proses pengembangan tersebut.
i. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan.
Artinya bahwa produk yang telah dihasilkan masih belum dapat diandalkan. Hal ini diakibatkan oleh masih minimnya kegiatan pengolahan, keterbatasan sarana distribusi dan jangkauan pemasaran, keterbatasan infrastruktur dan sarana dan prasarana, harga yang tidak stabil akibat dari tidak adanya mekanisme penentuan harga serta terbatasnya akses terhadap informasi pasar. Sehingga mau tidak mau petani menjual hasil produksinya hanya ditingkat lokal.
5.2. Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) 5.2.1. Faktor Peluang
a. Melalui pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani (kelapa dan karet), menambah peluang usaha dan lapangan pekerjaan.
Tersedianya lapangan pekerjaan pada saat ini sangat penting bagi masyarakat. Minimnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada menjadi pemicu banyak masyarakat Kabupaten Sambas yang mencapai ribuan orang bekerja ke luar daerah terutama bekerja ke negara tetangga Malaysia Timur yaitu Sarawak dan Brunei Darusalam menjadi TKI. Berdirinya berbagai usaha terutama dibidang pengembangan agroindustri sebutret ini diharapkan akan dapat membantu masyarakat yang memerlukan pekerjaan karena akan banyak memerlukan tenaga kerja, sehingga masyarakat khususnya di Kabupaten Sambas tidak perlu lagi pergi jauh-jauh ke negara tetangga untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu, peluang
yang sangat besar ini harus benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Sambas sebagai pengambil kebijakan untuk menyusun langkah-langkah agar pengembangan agroindustri sebutret ini agar bisa terlaksana.
b. Masih belum adanya industri pengolahan dan pemanfaatan sabut kelapa. Jenis industri yang ada sebagian besar dalam lingkup industri kecil atau industri rumah tangga. Industri pengolahan tersebut meliputi industri pengolahan bahan pangan seperti industri minyak kelapa, kecap, gula kelapa dan lain-lain. Selain itu ada juga industri non-pangan seperti industri pengolahan karet, pembuatan peti jeruk dan lain-lain. Oleh karena itu pengembangan agroindustri sebutret yang bahan bakunya sudah tersedia sangat penting sekali untuk dikembangkan, supaya sabut kelapa yang merupakan produk samping dari kelapa dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena selama ini sabut kelapa dianggap sebagai limbah dan dibuang atau dibiarkan begitu saja di samping rumah mereka. Padahal apabila ada teknologi pengolahan sabut kelapa yang penerapannya sederhana dan dapat diadopsi oleh masyarakat akan sangat membantu petani untuk menambah atau meningkatkan pendapatannya.
Adapun mengenai bentuk usaha yang akan dijalankan bisa dalam bentuk usaha industri rumah tangga seperti yang telah dilakukan di India, yang mana di India itu sendiri menurut Kamath (2009) hampir 98% dari industri sabut di Kerala India terdiri unit usaha yang bergerak di sektor rumah tangga. Oleh karena itu, seandainya usaha pengembangan sebutret ini dijalankan, dan dengan didukung oleh ketersediaan bahan baku yang ada akan menghasilkan banyak industri pengolahan tersebut dan akan banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, peluang yang sangat besar ini harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. c. Adanya dukungan yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas dalam
pengembangan agroindustri.
Bentuk dukungan yang telah diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas saat ini adalah menempatkan komoditas kelapa dan karet sebagai komoditas unggulan. Selain itu, adanya program yang digulirkan oleh pemerintah daerah untuk menjadikan kabupaten Sambas sebagai kawasan industri seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Kabupaten Sambas nomor 6 tahun 2007 tentang Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sambas.
Dengan adanya dukungan dalam bentuk program pengembangan kawasan tersebut akan sangat membantu dalam proses percepatan pembangunan tersebut. d. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat.
Secara umum pendapatan setiap penduduk kabupaten Sambas dicerminkan dalam Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) kabupaten Sambas pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp 5.287.291.210,- . PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009 ini mengalami peningkatan sebesar 13,13 % dari tahun 2008 yang berjumlah Rp 4.673.550.470,-. Berdasarkan harga konstan yaitu sebesar Rp 2.771.482.120,- yang mengalami peningkatan sebesar 5,43 % dari tahun 2008 yang sebesar Rp 2.628.632.190,-. PDRB perkapita penduduk atas dasar harga berlaku sebesar Rp 10.649.297,18. Sedangkan apabila dilihat berdasarkan harga konstan adalah berjumlah Rp 5.582.218,40. PDRB perkapita berdasarkan harga konstan ini mengalami peningkatan sebesar 4,27 %.
e. Jumlah penduduk yang semakin meningkat
Penduduk Kabupaten Sambas berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemda Kabupaten Sambas tahun 2010 (pemutakhiran data penduduk), jumlah penduduk Kabupaten Sambas berjumlah 546.088 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 278.748 jiwa dan penduduk perempuan 267.340 jiwa dengan kepadatan rata-rata 77 jiwa/km2, dengan Kepala Keluarga sebanyak
146.904 KK. Dengan pertambahan penduduk tersebut harus disertai dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Salah satu usaha yang dapat dijadikan penyerap lapangan pekerjaan adalah dengan mendirikan usaha agroindustri yang berbahan baku dari kelapa dan karet yang lebih dikenal dengan nama sebutret.
5.2.2. Faktor Ancaman
a. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani.
Fluktuasinya harga ditingkat petani dapat merupakan ancaman dalam usaha pengembangan agroindustri sebutret. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani akan sangat berpengaruh terhadap harga dari produk akhir itu sendiri. Karena apabila harga bahan baku berupa karet menjadi mahal, maka dapat dipastikan harga produk sebutretnya juga akan mengalami kenaikan. Hal ini merupakan kosekuensi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Hal tersebut
akan terjadi pada musim hujan. Karena pada musim tersebut para petani tidak akan melakukan panen karet.
b. Pasar masih dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa untuk saat ini, peralatan-peralatan rumah tangga seperti kasur, kursi dan lain-lain masih didominasi oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. Bahkan hasil dari produk sintetis tersebut dapat mengalahkan produk yang berasal dari kapuk, dan dapat mengubah pandangan masyarakat bahwa produk tersebut lebih baik dari yang lainnya. Selain harganya yang relatif masih dapat dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah, juga untuk saat ini produk tersebut lebih mudah didapatkan di pasaran, dibandingkan dengan produk yang lainnya.
c. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit.
Maraknya pembukaan lahan untuk perluasan perkebunan sawit yang dilakukan oleh investor maupun masyarakat sangat berpengaruh pada ketersediaan lahan hutan yang ada. Sampai saat ini jumlah luas lahan perkebunan sawit lebih besar dibandingkan jumlah luas lahan tanaman karet. Adapun luas lahan kelapa sawit yaitu berjumlah 54.401,30 Ha, sedangkan luas lahan perkebunan karet hanya mencapai 53.578 Ha. Apabila luas perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan luas perkebunan kelapa akan terasa lebih jauh lagi. Hal ini dikarenakan luas perkebunan kelapa hanya mencapai 22.612,6 Ha. Besarnya animo masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang ingin menanamkan modalnya dibidang perkebunan kelapa sawit, bukan suatu hal yang mustahil jika lama-kelamaan akan semakin menggeser atau mengurangi jumlah luas perkebunan karet dan kelapa yang ada di Kabupaten Sambas.
d. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan tentang pengembangan komoditas unggulan.
Kabupaten Sambas memiliki beberapa komoditas pertanian yang menjadi unggulan daerah seperti karet, kelapa, rambutan dan jeruk. Tapi sampai saat ini masih belum ada satupun dari komoditas tersebut yang menjadi prioritas untuk dibina dan dikembangkan, sehingga usaha peningkatan pendapatan petani masih belum terlaksana. Selain itu, Program yang digulirkan beberapa tahun yang lalu seperti program Kawasan Industri Semparuk sampai saat ini belum ada
perkembangan yang berarti, malah seakan-akan masih berjalan ditempat. Dengan demikian program yang ingin menjadikan kabupaten Sambas yang berwawasan industri masih sangat jauh dari harapan.
e. Politik dan keamanan.
Stabilitas politik dan keamanan di daerah merupakan salah satu ancaman yang dapat mengganggu dalam pengembangan suatu agroindustri. Kondisi iklim politik dan keamanan sangat berpengaruh terhadap suatu usaha investasi. Hal ini dikarenakan oleh jika kondisi politik dan keamanan disuatu daerah dalam kondisi baik, maka minat para investor akan lebih besar ketimbang jika kondisi tersebut tidak baik.
f. Perubahan cuaca.
Perubahan cuaca sangat bepengaruh terhadap ketersediaan bahan baku pembuatan sebutret, terutama dalam penyediaan latek karet. Hal ini dikarenakan oleh semakin tidak menentunya cuaca yang tidak lagi didasarkan pada musim kemarau maupun musim penghujan, sehingga ketersediaan lateks juga tidak menentu. Karena karet hanya akan bisa dipanen pada waktu hari tidak hujan. Kabupaten Sambas termasuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan bulanan rata-rata 187.348 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 11 hari /bulan. Curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dan curah hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan bulan Agustus.
g. Hama tanaman.
Hama tanaman juga sangat berpengaruh terhadap jumlah hasil produksi. Karena apabila tidak secepatnya ditanggulangi dan diantisipasi akan berdampak lebih besar lagi dan bisa berakibat pada berkurangnya luas lahan yang dimiliki oleh petani. Adapun hama tanaman yang pernah menyerang pada tanaman kelapa di kabupaten Sambas pada tahun 2010 adalah hama dari spesies Plesispa reichei Chapuis.Adapun serangan hama ini ditandai dengan adanya kerusakan pada anak daun sehingga daun menjadi keriting dan kering.
h. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat.
Hal ini sangat berpengaruh pada kontinuitas bahan baku. Petani akan bersemangat untuk berproduksi jika harga di pasaran tinggi dan akan kembali lesu apabila harganya turun. Oleh karena itu, perlunya kemitraan antara industri hulu
(pertanian) dengan industri hilirnya agar konsistensi harga yang ada di pasaran tetap terjaga dan relatif lebih stabil.
i. Kurangnya koordinasi dari instansi yang terkait
Berbagai usaha pembinaan sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sambas terhadap produk yang telah menjadi unggulan daerah, namun usaha tersebut masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya koordinasi antar instansi-instansi yang terkait, sehingga sampai saat ini masih belum adanya produk-produk unggulan daerah yang mendapatkan prioritas untuk dibina. Selain itu, diakibatkan oleh kurangnya koordinasi di lingkungan pemda banyak lahan tumpang tindih dalam penggunaannya sehingga ada lahan yang sudah diperuntukan untuk suatu kegiatan diberikan izin lagi untuk kegiatan yang lainnya.
4.6. Implikasi Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret di Kabupaten Sambas.
Faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi akan berimplikasi terhadap pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas. Implikasi tersebut akan ditinjau dalam dua aspek, yaitu aspek teknis dan aspek non-teknis: 1. Aspek teknis
Adapun implikasinya adalah dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang salah satunya diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap manajemen organsisasi nantinya seperti dalam hal perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan, pemasaran dan pada proses produksi seperti rendahnya kreatifitas yang dimiliki dalam upaya mengembangkan produk. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan pengetahuan baik secara formal maupun non-formal (melalui pelatihan maupun pendampingan) sangat penting untuk dilakukan untuk meningkatkan mutu SDM dalam rangka merencanakan dan mengatur proses produksi dan operasi menjadi lebih baik dan teratur, serta dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi, mengurangi tingkat kerusakan pada produk dan dapat meningkatkan mutu produk sebutret melalui inovasi teknologi yang dilakukan, sehingga daya saing produk menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, keahlain SDM
dalam memanajemen suatu organisasi sangat penting untuk keberlanjutan usaha yang akan dijalankan. Menurut David (2009) fungsi dasar manajemen yang harus dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha adalah seperti dalam Tabel 24.
Tabel 24. Fungsi dasar manajemen
Fungsi Penjelasan
Perencanaan Perencanaan terdiri atas semua aktifitas manajerial yang terkait dengan persiapan di masa depan. Tugas-tugas khususnya mencakup peramalan, penetapan tujuan, pengunaan strategi, pengembangan kebijakan dan penentuan sasaran.
Pengorganisasian Pengrganisasian mencakup semua aktifitas manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan otoritas. Tugas-tugas khususnya mencakup rancangan organisasional, spesialisasi pekerjaan, deskripsi kerja, spesifikasi kerja, rentang kendali, kesatuan komando, koordinasi, rancangan pekerjaan dan analisis kerja.
Pemotivasian Pemotivasian mencakup upaya-upaya menuju pembentukan perilaku manusia. Topik-topik spesifiknya mencakup kepemimpinan, komunikasi, kelompok kerja, modifikasi perilaku, delegasi otoritas, pengayaan pekerjaan, kepuasan kerja, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasional, semangat kerja karyawan dan semabngat kerja manajerial.
Penempatan Staf Aktifitas penempatan staf berpusat pada manajemen personalia atau sumber daya manusia. Termasuk di dalamnya adalah administrasi gaji dan upah, tunjangan karyawan, wawancara, rekruitmen, pemecatan, pelatihan, pengembangan manajemen, keamanan karyawan, tindakan afirmatif, peluang kerja yang setara, hubungan dengan serikat pekerja, pengembangan karier, riset personalia, kebijakan pendisiplinan, prosedur keluhan dan kehumasan.
Pengendalian Pengendalian mengacu pada semua aktifitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan bahwa hasil-hasil aktualnya sejalan dengan yang direncanakan. Area pentingnya mencakup pengendalian kualitas, pengendalian keuangan, pengendalian penjualan, pengendalian persediaan, pengendalian pengeluaran, analisis varians, imbalan dan sanksi.
Sumber: David, 2009
Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) fungsi manajemen terdiri dari lima fungsi dasar, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, penunjukan staf dan pengendalian. Perencanaan terdiri dari semua aktivitas manajerial yang berkaitan dengan persiapan mengenai masa depan.
Pengorganisasian berkaitan dengan semua mutu manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan wewenang. Fungsi pengorganisasian berkaitan dengan desain organisasi, spesialisasi pekerjaan dan analisis pekerjaan. Fungsi Pemotivasian berkaitan erat dengan kepemimpinan, komunikasi, kerjasama, delegasi wewenang, kepuasan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasi, moral karyawan dan moral manajerial. Penunjukan staf berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yaitu administrasi gaji dan upah, tunjangan karyawan, wawancara penerimaan, pelatihan dan pengembangan manajemen. pengendalian terdiri dari semua aktifitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan hasil konsisten dengan yang direncanakan.
Tabel 25. Fungsi dasar manajemen produksi
Fungsi Penjelasan
Proses Keputusan proses berkaitan dengan rancangan sistem produksi fisik. Berbagai keputusan spesifiknya mencakup pilihan teknologi, tata letak fasilitas, analisa alur proses, lokasi fasilitas, perimbangan lini, pengendalian proses dan analisa transportasi.
Kapasitas Keputusan kapasitas berkaitan dengan penentuan tingkat output optimal bagi organisasi. Keputusan-keputusan spesifiknya meliputi peramalan, pernecanaan fasilitas, perencanaan agregat, penjadwalan, pernecanaan kapasitas dan analisa antrean.
Persediaan Keputusan persediaan menyangkut pengelolaan tigkat bahan mentah, proses pengerjaan dan barang jadi.keputusan-keputusan spesifiknya mencakup apa yang perlu dipesan, kapan dipesan, seberapa banyak pesanannya dan penanganan bahan-bahan.
Angkatan Kerja Keputusan angkatan kerja berkaitan dengan pengelolaan tenaga kerja terampil, tidak terampil dan manajerial. Keputusan spesifiknya meliputi rancangan kerja, pengukursn kerja dan teknik-teknik motivasi.
Kualitas Keputusan kualitas bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan jasa yang berkualitas tinggilah yang diproduksi. Keputusan-keputusan spesifiknya meliputi pengendalian (kontrol) kualitas, penentuan sampel, pengujian, penjaminan kualitas dan pengendalian biaya. Sumber: David, 2009
Faktor lain yang juga harus dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha maupun karyawan yaitu tentang produksi/operasi. Karena dengan rendahnya kualitas SDM akan berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, fungsi ini
harus ada dalam suatu organisasi usaha yang dijalankan. Menurut David (2009) fungsi dasar dalam produksi atau operasi seperti tercantum dalam Tabel 25.
Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) manajemen produksi terdiri dari lima fungsi keputusan, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan mutu. Proses menyangkut desain dari sistem produksi fisik. Kapasitas menyangkut penetapan tingkat luaran maksimal untuk organisasi. Persediaan mencakup mengelola banyaknya bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. Tenaga kerja berkenaan dengan mengelola tenaga kerja terampil, tidak terampil dan manajerial. Mutu bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan jasa bermutu tinggi yang dihasilkan.
Selain itu, diharapkan dengan peningkatan SDM yang dimiliki dapat mengakses informasi-informasi yang berkaitan dengan pemasaran produk sebutret. Pemasaran menurut Hubeis (2011) merupakan proses menetapkan, mengantisipasi, menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk dan jasa, dimana keputusan mendasar yang harus dibuat untuk menetukan pemasaran yang tepat adalah keputusan dalam bauran pemasaran (seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaannya). Menurut David (2009) ada tujuh fungsi pemasaran (functions of market) pokok yaitu :
a. Analisis konsumen (costumer analysis).
Analisis konsumen merupakan pengamatan dan evaluasi kebutuhan, hasrat dan keinginan konsumen. Hal ini dilakukan dengan melibatkan pengadaan survei konsumen, penganalisaan informasi konsumen, pengevaluasian strategi pemosisian pasar, pengembangan profil konsumen (memaparkan karakteristik demografis dari konsumen) dan penentuan strategi segmentasi pasar.
b. Penjualan produk/jasa.
Penjualan (selling) meliputi banyak aktivitas pemasaran seperti iklan, promosi penjualan, publisitas, penjualan perorangan, manajemen tenaga penjualan, hubungan konsumen dan hubungan diller.
c. Perencanaan produk dan jasa (produk and service planning).
Perencanaan produk dan jasa meliputi berbagai aktifitas seperti uji pemasaran, pemomosian produk dan merek, pemanfataan garansi, pengemasan, penentuan
pilihan produk, fitur produk, gaya produk, kualitas produk, penghapusan produk lama dan penyediaan layanan konsumen.
d. Penetapan harga (pricing).
Tindakan dalam penetapan harga sangat penting untuk dilakukan dalam rangka mempertahankan keberadaan produk dipasaran. Karena penetapan harga yang terlalu tinggi justru akan merugikan perusahaan di waktu yang akan datang.
e. Distribusi.
Distribusi mencakup pergudangan, saluran-saluran distribusi, cakupan distribusi, lokasi atau wilayah penjualan, tingkat dan lokasi persediaan, kurir transportasi dan penjualan grosir
f. Riset pemasaran (marketing research).
Riset pemasaran adalah pengumpulan, pencatatan dan penganalisaan data yang sistematis mengenai berbagai persoalan yang terkait dengan pemasaran barang dan jasa.
g. Analisis peluang (opportunity analysis).
Analisis peluang melibatkan penilaian atas biaya, manfaat dan resiko yang terkait dengan keputusan pemasaran. Ada tiga langkah yang diperlukan untuk membuat analisis biaya-manfaat yaitu: 1) menghitung total biaya yang terkait dengan suatu keputusan, 2) memperkirakan total manfaat dari keputusan tersebut, dan 3) membandingkan total biaya dengan total manfaat.
2. Aspek non-teknis
Bedirinya industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret diharapkan lebih dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, jika keberadaan perkebunan karet dan kelapa sebagai bahan baku tetap terjaga kelestariannya, karena petani khususnya patani kelapa selain menjual kelapa dalam kopra, juga akan mendapatkan tambahan dari penjualan sabut kelapanya. Apalagi di Kabupaten Sambas masih belum ada industri pengolahan sebutret. Oleh karena itu dengan adanya teknologi pengolahan sebutret paling tidak akan dapat membantu masyarakat petani karet dan kelapa dalam upaya untuk meningkatkan nilai tambah pada produk. Tetapi usaha pengembangan industri pengolahan sebutret tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
dan perpolitikan yang berkembang kurang mendukung untuk terciptanya usaha tersebut. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk pengembangan agroinustri harus diaplikasikan dengan sebaik-baiknya, karena menurut Hubeis (2011) kebijakan pemerintah yang berupa undang-undang baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten yang akan menentukan beroperasinya suatu perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memfasilitasi dan membangun kemitraan antara UKM-UKM yang ada dengan industri-industri yang lebih besar serta antara industri hulu (pertanian) dengan industri hilir (proses pengolahan). Tanpa adanya keterpaduan tersebut perkembangan usaha agroindustri ini akan sulit untuk dicapai.
4.7. Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret di Kabupaten Sambas.
4.7.1. Matriks SWOT
Alat yang biasa digunakan dalam merumuskan alternatif strategi untuk merumuskan suatu kebijakan atau program adalah dengan matriks SWOT. Matriks ini akan menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang ada dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks SWOT ini dapat menghasilkan empat macam kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 26.
Strategi yang bisa dilakukan dalam pengembangan produk sebutret di kabupaten Sambas dalam upaya untuk memaksimalkan kekuatan dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan dan megatasi ancaman yang ada adalah sebagai berikut:
1. Strategi S-O
Strategi ini dibuat untuk memanfaatkan semua kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya, yaitu:
a. Memanfaatkan teknologi pengolahan sebutret untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas karet dan kelapa. S1,S3,O1,O2,O3,O6.
Adanya teknologi pengolahan sebutret merupakan suatu jalan yang sangat baik untuk meningkatkan nilai tambah (value added) pada komoditas
karet dan kelapa. Karena dengan adanya teknologi tersebut sabut kelapa yang selama ini dianggap limbah akan dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai jual.
b. Memanfaatkan peluang pasar dengan menciptakan produk sebutret yang bervariasi dan bermutu yang disesuaikan dengan selera konsumen. S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6.
Kemampuan suatu usaha sangat penting untuk melihat tren yang sedang berkembang di masyarakat/konsumen, yaitu mengenai produk apa yang diminati konsumen dan produk apa yang mulai ditinggalkan oleh konsumen. Oleh karena itu, pengembangan variasi produk-produk baru sangat penting untuk dilakukan dalam upaya peningkatan usaha, baik dari pengusaha maupun dari tenaga kerja untuk melihat peluang dengan adanya variasi produk, sehingga ada proses timbal balik antara tenaga kerja dengan pengusaha sebutret, hubungan baik yang terbina akan memperlancar proses produksi dan pemasaran hasil produk sebutret.
2. Strategi S-T
Strategi ini adalah untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada seperti:
a. Meningkatkan konsistensi dalam penerapan kebijakan tentang pembangunan industri khususnya untuk pengembangan agroindustri sebutret.
S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9.
Kebijakan-kebijakan tentang pengembangan agroindustri yang ada saat ini dirasakan masih banyak kekurangannya. Salah satu contoh kebijakan yang ada sekarang ini adalah kebijakan tentang program Kawasan Industri Semparuk (KIS) yang berlokasi di kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas belum berjalan sebagaimana perencanaannya, dimana tujuan dari program tersebut adalah menjadikan kabupaten Sambas menjadi kawasan yang berwawasan industri. Oleh karena itu masih diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah ada. Baik kebijakan mengenai sarana dan prasarana seperti lokasi yang akan dijadikan tempat pengembangan, penyediaan bahan baku disektor hulu sampai pada kebijakan-kebijakan disektor hilirnya.
b. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta melalui pengembangan agroindustri sebutret.
S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8.
Kurangnya kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta merupakan suatu hal sangat sulit untuk dilaksanakannya suatu kegiatan pengembangan agroindustri sebutret tanpa bersinerginya pilar-pilar tersebut dalam pengembangan usaha industri. Pilar-pilar tersebut adalah pemerintah daerah, yang merupakan pembuat kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri, akademisi yang merupakan pencipta dari teknologi yang terbaru, masyarakat petani sebagai penyedia bahan baku dan pengusaha atau swasta sebagai pemilik modal. Oleh karena itu pemerintah, akademisi, masyarakat petani dan pengusaha/pemilik modal harus bersama-sama dalam memanfaatkan potensi dan sumber daya alam seperti karet dan kelapa yang ada dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan produk sebutret yang berkualitas sehingga mampu bersaing di pasaran.
Adanya kemitraan tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan produk unggulan dibidang agroindustri, meningkatkan kemampuan masyarakat petani yang berbasis teknologi tepat guna. Agar semua kekuatan dan peluang yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Sehingga tujuan utama dari pembangunan yang berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud.
3. Strategi W–O
Strategi ini merupakan strategi yang digunakan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya untuk meminimalkan kelamahan-kelamahan yang ada, seperti:
a. Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penyerapan teknologi dan informasi tentang pengolahan dan pasar sebutret. W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6.
Masih banyaknya masyarakat yang berpendidikan lulusan Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya penyerapan teknologi dan informasi. Olehkarena itu, untuk mengantisipasi hambatan tersebut salah satu upaya yang bisa dan dapat dilakukan adalah dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan tentang pengoperasian teknologi dan informasi, selain dari pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun. Adanya program-program tersebut diharapkan dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki untuk merebut semua peluang-peluang yang ada. b. Memperkuat pendanaan untuk pengembangan agroindustri sebutret dan
peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. W3,W6,W8,O1,O2,O3,O6. Permodalan atau pendanaan menjadi salah satu poin yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam upaya pengembangan agroindustri. Karena dalam pengembangan agroindustri banyak faktor-faktor yang terlibat. Faktor-faktor tersebut, selain penganggaran mengenai pembangunan agroindustri itu sendiri juga mengenai sarana dan prasarana penunjang lainnya. Adapun sarana dan prasarana penunjang tersebut seperti infrastruktur jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik dan air. Karena tanpa adanya dukungan dari elemen itu akan sangat mengganggu dalam pengadaan bahan baku dan proses pemasaran yang berakibat pada tingginya biaya yang akan dikeluarkan sehingga akan sangat berpengaruh pada harga produk. Olehkarena itu pemanfaatan terhadap alokasi anggaran yang telah ada harus dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya yang didasarkan pada skala prioritas untuk pembangunan. Walaupun dalam proses pengembangan tersebut tidak bisa dilakukan dalam satu waktu, paling tidak tahapan-tahapan untuk menuju kearah pengembangan tersebut dapat terlaksana dan terwujud dalam bentuk yang nyata.
4. Strategi W – T
Strategi yang digunakan untuk meminimalkan kelamahan dan menghindari ancaman yang ada, antara lain:
a. Meningkatkan sosialisai dan promosi tentang teknologi pengolahan maupun hasil produk sebutret. W4,W6,W7,T2.
Kegiatan sosialisasi dan promosi tentang teknologi dan produk sebutret harus semakin ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar teknologi dan produk sebutret tidak hanya diketahui oleh masyarakat yang berpendidikan tinggi dan melek informasi saja, melainkan oleh semua lapisan masyarakat dari perkotaan sampai ke desa-desa. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,
perlu meningkatkan sosialisasi teknologi dan produk dengan memanfaatkan media-media yang ada, misalnya melalui poster-poster, selebaran-selebaran dan gambar-gambar yang disebarkan dengan memanfaatkan institusi yang bersifat struktural pemerintah daerah maupun melalui radio-radio lokal. Hal ini dilakukan agar ancaman-ancaman dapat diminimalkan sehingga masyarakat tidak hanya terpaku pada produk-produk peralatan rumah tangga yang berbahan baku sintetis saja.
b. Mengadakan kegiatan peremajaan dan perluasan lahan tanaman karet dan kelapa. W1,T3,T4,T5.
Program-program yang berbasis pada perkebunan rakyat hendaknya semakin ditingkatkan, misalnya seperti program penanaman pohon karet dan kelapa yang bertujuan untuk melakukan upaya rehabilitasi kebun dan lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki sehingga peremajaan dan perluasan lahan perkebunan dapat dilakukan. Selain itu pelaksanaan program-program seperti ini diharapkan dapat meminimalkan ancaman yang ada seperti tingginya animo masyarakat dan investor untuk melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit, sehingga perkebunan dan hutan yang tersisa tidak hanya dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit melainkan untuk peremajaan dan perluasan lahan perkebunan karet dan kelapa.
c. Meningkatan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam fungsi dan tata guna lahan khususnya lahan karet dan kelapa serta penanggulangan hama tanaman. W1,T3,T4,T5.T7,T9.
Koordinasi mengenai fungsi dan tata guna lahan dan penanggulangan hama tanaman yang dilakukan oleh instansi yang terkait sangat perlu untuk ditingkatkan. Hal tersebut dilakukan agar kelemahan yang dimiliki dapat di atasi dan berbagai ancaman dapat diminimalkan secepat mungkin. Contoh yang ada sekarang ini adalah kurangnya kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait seperti antar bidang dalam Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sambas maupun dengan Badan Perencanaan Daerah berakibat pada tumpang-tindihnya lahan yang digunakan
Tabel 26. Matriks SWOT
IFE
EFE
Kekuatan (Strenghts) 1. Ketersediaan bahan baku yang
banyak.
2. Tenaga kerja lokal cukup tersedia.
3. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 4. Kondisi tanah yang cocok untuk
budidaya tanaman karet dan kelapa.
5. Tersedianya pasar produk sebutret.
Kelemahan (Weakness) 1. Skala usahatani yang dilakukan
relatif kecil.
2. Tingkat pendidikan relatif rendah.
3. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan telekomunikasi yang kurang mendukung.
4. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 5. Belum adanya tenaga ahli
tentang proses produksi pembuatan sebutret. 6. Produk masih belum dikenal
oleh masyarakat.
7. Kurangnya akses terhadap informasi pasar.
8. Keterbatasan modal. 9. Daya saing rendah hanya
sebatas lokal desa dan kecamatan.
Peluang (Opportunities) 1. Meningkatkan pendapatan
petani dan lapangan pekerjaan. 2. Masih belum adanya industri
pengolahan sabut kelapa. 3. Adanya dukungan yang
diberikan oleh pemda. 4. Perekonomian masyarakat
yang semakin meningkat. 5. Jumlah penduduk yang
semakin meningkat.
6. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada.
Strategi S – O 1. Memanfaatkan teknologi
pengolahan sebutret untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas karet dan kelapa. S1,S3,O1,O2,O3,O6. 2. Memanfaatkan peluang pasar
dengan menciptakan produk sebutret yang bervariasi dan bermutu yang disesuaikan dengan selera konsumen. S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6.
Strategi W – O 1. Mengadakan pelatihan untuk
meningkatkan kualitas SDM dalam penyerapan teknologi dan informasi tentang pengolahan dan pasar sebutret. W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6. 2. Memperkuat pendanaan untuk
pengembangan agroindustri sebutret dan peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. W3,W6,W8, O1,O2,O3,O6. Ancaman (Threats)
1. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. 2. Pasar masih dikuasai oleh
produk yang berbahan baku dari sintetis.
3. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan.
4. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit.
5. Politik dan keamanan. 6. Perubahan cuaca. 7. Hama tanaman. 8. Belum adanya kemitraan
usaha yang kuat.
9. Kurangnya koordinasi dari instansi yang terkait.
Strategi S – T 1. Meningkatkan konsistensi dalam
penerapan kebijakan tentang pembangunan industri khususnya untuk pengembangan
agroindustri sebutret. S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9. 2. Meningkatkan kemitraan antara
pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta melalui pengembangan agroindustri sebutret. S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8.
Strategi W – T 1. Meningkatkan sosialisai dan
promosi tentang teknologi pengolahan maupun hasil produk sebutret. W4,W6,W7,T2. 2. Mengadakan kegiatan
peremajaan dan perluasan lahan tanaman karet dan kelapa. W1,T3,T4,T5.
3. Meningkatan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam fungsi dan tata guna khususnya lahan karet dan kelapa serta penanggulangan hama tanaman. W1,T3,T4,T5.T7,T9.
untuk perkebunan kelapa sawit, perkebunan rakyat, program transmigrasi dan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Kejadian ini terjadi terjadi di beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Sambas, diantaranya yang terjadi di kecamatan Galing, kecamatan Sajingan dan
kecamatan Sajad. Karena sangat disayangkan, pada lahan yang sama dikeluarkannya izin pengolahan lahan untuk Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, ada lahan yang sudah diperuntukan untuk berdirinya rumah-rumah untuk mendukung program transmigrasi jga diberikan izin untuk pengembanagn kelapa sawit sehingga terjadi penggusuran oleh perusahaan yang akan berinvestasi di kelapa sawit. Bahkan di kecamatan lain ada lahan pekebunan karet yang telah dikelola oleh masyarakat bertahun-tahun yang telah siap panen masuk ke dalam areal atau lokasi yang akan dijadikan untuk perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut tentu saja tidak akan terjadi jika adanya koordinasi antar elemen dan instansi yang terkait. Selain itu kurang akuratnya data yang dimiliki oleh Badan Pertanahan di Kabupaten Sambas, sehingga banyak tanah yang mempunyai kepemilikan yang ganda.
5.4.2. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix)
Faktor yang menjadi kekuatan utama dan yang diharapkan dapat meminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret (sebutret) adalah tersedianya pasar produk sebutret dengan hasil skor terbesar yaitu sebesar 0.321 dengan bobot 0.080 dan dengan rating sebesar 4,0. Selain itu, faktor lain yang dapat dimanfaatkan adalah karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mempunyai skor sebesar 0.314 dengan bobot 0.079 dan rating sebesar 4,0; yang diikuti oleh ketersediaan bahan baku yang banyak dengan skor sebesar 0.310; tenaga kerja lokal cukup tersedia dengan skor sebesar 0.236; kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa dengan skor 0.198. Perhitungan faktor-faktor internal dapat dilihat dalam Tabel 27.
Kelemahan dalam usaha pengembangan yang akan dilakukan adalah terletak pada daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan dengan bobot sebesar 0,073 dan rating sebesar 2,0 yang menghasilkan skor sebesar 0,145. Selain itu faktor yang menjadi kelemahan adalah Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil dengan skor 0,144; Tingkat pendidikan relatif rendah dan kurangnya akses terhadap informasi pasar dengan skor sebesar 0,132;
kemudian diikuti oleh keterbatasan modal dengan skor sebesar 0,121; penguasaan teknologi oleh petani masih rendah dengan skor sebesar 0,117; sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung dengan skor 0,111 serta yang menjad kelemahan utamanya adalah produk masih belum dikenal oleh masyarakat dengan skor sebesar 0,089.
Tabel 27. Matriks IFE
Faktor Internal Bobot Rating Skor
Kekuatan
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 0.077 4.0 0.310 B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 0.074 3.2 0.236 C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan
masyarakat sebagai sumber pendapatan. 0.079 4.0 0.314 D. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman
karet dan kelapa. 0.066 3.0 0.198
E. Tersedianya pasar produk sebutret. 0.080 4,0 0.321 Kelemahan
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 0.072 2.0 0.144 G. Tingkat pendidikan relatif rendah 0.066 2.0 0.132 H. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan
telekomunikasi yang kurang mendukung. 0.069 1.6 0.111 I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 0.073 1.6 0.117 J. Belum adanya tenaga ahli. tentang proses produksi
pembuatan sebutret. 0.071 2.0 0.142
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 0.074 1.2 0.089 L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar 0.066 2.0 0.132
M. Keterbatasan modal 0.060 2.0 0.121
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa
dan kecamatan. 0.073 2,0 0.145
Total 1 2.512
Dari hasil analisis perhitungan faktor-faktor internal didapatkan total skor sebesar 2,512. Nilai yang didapat tersebut berada di atas nilai rata-rata sebesar 2,5, yang menurut David (2003) nilai tersebut menunjukan posisi internal yang cukup kuat, dimana usaha pengembangan yang ingin dilakukan memiliki kemampuan untuk dikembangkan yang berada di atas rata-rata dalam memanfaatkan kekuatan dan mengantisipasi kelemahan internal yang dimiliki.
5.4.2. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation Matrix)
Teknologi pembuatan sebutret sudah ada merupakan peluang utama dengan bobot sebesar 0.071 dan rating sebesar 4,0, sehingga menghasilkan skor sebesar 0.286. Diharapkan peluang-peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menghindari bebagai ancaman yang muncul. Faktor lain yang menjadi peluang dalam upaya pengembangan usaha sebutret adalah
meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan dengan skor sebesar 0,275; kemudian diikuti oleh perekonomian masyarakat yang semakin meningkat dengan jumlah skor sebesar 0,240; Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa dengan skor 0,230; kemudian Jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan skor 0,206 dan Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda dengan jumlah skor sebesar 0.199.
Tabel 28. Matriks EFE
Faktor Eksternal Bobot Rating Skor
Peluang
A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan
pekerjaan. 0.072 3.8 0.275
B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. 0.068 3.4 0.230 C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. 0.066 3.0 0.199 D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. 0.067 3.6 0.240 E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. 0.069 3.0 0.206 F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, 0.071 4,0 0.286 Ancaman
G. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. 0.064 2.0 0.128 H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari
sintetis. 0.070 1.8 0.127
I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan
kebijakan. 0.064 1.4 0.089
J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. 0.071 1.6 0.112
K. Politik dan keamanan. 0.066 1.6 0.106
L. Perubahan cuaca. 0.063 1.8 0.132
M. Hama tanaman. 0.056 2.0 0.112
N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. 0.069 2,0 0.138 O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. 0.064 2.0 0.129
Total 1 2.509
Faktor yang menjadi ancaman dalam upaya pengembangan sebutret adalah belum adanya kemitraan usaha yang kuat dengan skor sebesar 0,138 yang didapat dari bobot sebesar 0,069 dan rating sebesar 2,0, dan Perubahan cuaca dengan skor sebesar 0,132 yang didapat dari bobot sebesar 0,056 dan rating sebesar 2,0. Kemudian diikuti oleh Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan skor sebesar 0,129; Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani dengan skor 0,128; Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis dengan skor 0,127; Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit dan hama tanaman dengan skor sebesar 0,112; politik dan keamanan dengan skor 0,106; dan yang menjadi kelemahan utamanya adalah pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan yaitu dengan nilai 0,090. Penilaian atas faktor-faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 28.
5.4.3. Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix)
Gabungan kedua matriks IFE dan EFE akan menghasilkan matriks Internal-Eksternal (IE) yang berisikan Sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Nilai IFE yang diperoleh adalah sebesar 2,512 dan nilai EFE adalah 2,509 (Gambar 10). Perpaduan dari kedua nilai tersebut menunjukan bahwa strategi pengembangan serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini terletak pada sel ke lima, yaitu sel stabilitas yang dapat dikelola dan dilakukan dalam pengembangan kedepannya dengan penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Berdasarkan gambaran dari matriks Internal-Eksternal (IE) di atas yang menyatakan bahwa pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas yaitu dengan cara penetrasi pasar dan pengembangan produk. Menurut David (2009) mengatakan bahwa penetrasi pasar (market penetration) adalah strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Sedangkan pengembanagn produk (product development) menurut David (2009) adalah sebuah strategi yang mengupayakan peningkatan penjualan dengan cara memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini.
Skor Total IFE = 2,512
Kuat Rataan Lemah 4,0 3,0 2,0 1,0 II III V VI VIII IX Gambar 10. Matriks IE Tinggi Skor Total EFE = 2,509 3,0 I IV VII Rataan 2,0 Rendah 1,0
4.8.Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret.
Berdasarkan analisis SWOT pada Tabel 26 dan posisi pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas pada matriks IE (Gambar 10), maka dapat dirumuskan strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret, yaitu:
a. Melakukan pendataan ulang yang lebih akurat tentang kepemilikan, fungsi dan tataguna lahan yang ada di kabupaten sambas dengan mengoptimalkan koordinasi antar instansi yang terkait terutama dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Kecamatan-kecamatan sampai ke desa-desa, agar data yang dimiliki menjadi seragam. Hal ini bertujuan agar lahan-lahan perkebunan karet dan kelapa yang sudah ada dan hutan-hutan yang tersisa tidak beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit yang saat ini banyak diminati oleh masyarakat agar ketersediaan bahan baku tetap terjaga. Selain itu juga untuk menghindari adanya kepemilikan ganda dan memperjelas status kepemilikan pada lokasi tanah yang ada.
b. Melakukan studi kelayakan investasi usaha sebutret dengan terperinci agar kedepannya industri yang telah dijalankan tidak mengalami masalah. Oleh karena itu dalam studi tersebut harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu aspek pasar (meliputi permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan), aspek teknis dan produksi (meliputi skala produksi, proses produksi, mesin dan fasilitas, perlengkapan, penanganan limbah dan tata letak), aspek keuangan (meliputi sumber pendanaan, biaya, keuntungan dan tingkat pengembalian), aspek manajemen (meliputi struktur organisasi dan tenaga kerja), aspek hukum (meliputi badan hukum, jaminan hukum dan perizinan) dan aspek sosial ekonomi (meliputi devisa negara dan daerah, kesempatan kerja, dampak pada industri lain dan dampak pada masyarakat). c. Memproduksi sebutret yang sesuai dengan keinginan dan citarasa konsumen.
Artinya bahwa sebelum barang-barang yang telah diproduksi dipasarkan, terlebih dahulu dilakukan segmentasi pasar (market segmentation), targeting
dan positioning. Segmentasi pasar didefinisikan sebagai pembagian pasar menjadi bagian-bagian konsumen yang berbeda menurut kebutuhan dan
kebiasaan belanja mereka. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Sedangkan Positioning adalah penetapan posisi pasar, yang tujuannya adalah untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing yang ada di pasar ke dalam benak konsumen (David, 2009), sehingga produk yang telah dihasilkan tepat sasaran. Selain itu, diharapkan produk yang dihasilkan sesuai dengan perkembangan zaman yang mengedepankan kenyamanan kepada sipemakai produk.
Adapun proses pengolahan serat sabut kelapa berkaret menurut Sinurat
et al (2001) adalah sebagai berikut: Sabut lunak atau sabut keras yang telah direndam di dalam bak perendaman diolah dengan mesin pemisah untuk menghasilkan serat. Serat dibersihkan dan dipisahkan dari kotoran, kemudian dikeringkan dan disimpan dalam bak. Serat hasil pemisahan ini disebut serat alami, dan produk sebutret yang terbuat dari serat alami disebut sebutret alami. Serat alami dan produk dari serat yang telah mengalami pengeritingan disebut sebutret keriting. Proses pengeritingan dilakukan dengan memintal serat terlebih dahulu menggunakan mesin pemintal. Hasil pemintalan serat digulung pada beberapa rol penggulung. Selanjutnya, rol-rol penggulung tersebut dipindahkan dan ditempatkan secara bertingkat pada rak rol penggulung. Dengan menarik ujung-ujung pintalan serat dari rol-rol penggulung, kemudian menggabungkan dan memuntirnya dengan alat pembuat tali dan akan terbentuk tali atau tambang yang terdiri atas beberapa pintalan serat. Selanjutnya, tumpukan tali direndam dalam uap air mendidih selama 15-20 menit, lalu dipindahkan dan diperam atau dikeringkan pada suhu ruangan paling sedikit selama 14 hari di dalam bak pemeraman. Tali hasil pemeraman dibuka dan diurai lagi dengan menggunakan tangan (secara manual) dan diperoleh serat yang telah berubah menjadi serat keriting permanen. Sebelum proses pencetakan terlebuh dahulu yang dilakukan adalah membuat kompon lateks. Pembuatan kompon lateks tersebut dapat dilakukan selama proses pemeraman tali. Lateks kebun diolah dengan menggunakan mesin sentrifusi untuk menghasilkan kompon lateks pekat pendadihan. Bahan kimia yang berfase serbuk padat ditimbang dan diolah di dalam mesin ball milldan mengubahnya menjadi bahan dispersi. Selanjutnya lateks pekat dan bahan dispersi dicampur
dengan menggunakan mixer dan diperam selam 72 jam untuk menghasilkan kompon lateks. Setelah itu serat alami atau serat keriting ditaburkan dan dicetak dengan ketebalan yang seragam antara 2-4 cm untuk membentuk sheet tipis. Kompon lateks yang telah dipersiapkan disemprot dengan menggunakan alat penyemprot pada kedua permukaan sheet yaitu bagian atas dan bawah, dan diharapkan agar kabut kompon dapat menembus dan membasahi seluruh bagian dalam sheet. Sheetbasah yang baru disemprot dikeringkan terlebih dahulu pada suhu ruangan atau ditiup dengan udara menggunakan kipas angin atau dapat juga di dalam pengering yang bersuhu 400C, sebelum dimasukan ke dalam oven pemvulkanisasi. Sheet tebal dapat dibentuk dengan cara menumpuk beberapa sheet tipis yang telah dikeringkan, dengan terlebih dahulu dibubuhi dengan lapisan perekat dengan menyemprotkan sedikit kompon lateks pada permukaan sheet yang akan bersinggungan. Tumpukan sheet-sheet tipis ditekan di dalam cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan guna merapatkan kedua permukaan yang saling bersinggungan sehingga diperoleh kerapatan atau ketebalan sheet yang diinginkan. Selanjutnya kedua belah cetakan, atas dan bawah dikunci atau diikat dengan baut atau kawat pengikat yang terpasang pada cetakan, lalu cetakan yang berisi sheettebal dimasukan ke dalam oven pemvulkanisasi. Proses vulkanisasi berlangsung pada suhu 100 0C
selama 60-90 menit, dengan kecepatan aliran udara panas di dalam oven vulkanisasi antara 0,125-0,213 m/dt. Sebagai tahap akhir pengolahan, sisi pinggir produk hasil vulkanisasi dipotong atau diratakan dengan menggunakan alat pemotong sebutret dan produk akhir dibungkus dan disimpan di dalam gudang.
Hasil dari produk yang telah dibuat pastinya tidak akan luput dari permasalahan. Ada beberapa faktor menurut Sinurat et al (2001) yang berpengaruh dalam proses pembuatan sebutret tersebut, antara lain:
a) Tingkat kekeringan pada sabut, karena sabut yang terlalu kering akan menyulitkan dalam proses pemisahan serat.
b) Besar kecilnya diameter gulungan pintalan pada rol penggulung, karena makin besar diameter rol penggulung makin cepat penarikan tali dari corong
pemuntir yang mengakibatkan pintalan menjadi mudah terputus. Diameter gulungan pintalan yang disarankan tidak melebihi dari 100 mm.
c) Penggunaan jenis serat, apakah serat alami atau tanpa pengeritingan ataupun serat keriting, sehingga untuk pembuatan sebutret yang relatif tebal hendaknya menggunakan serat keriting karena serat keriting mempunyai kepegasan yang lebih baik dibandingkan dengan serat alami.
d) Penggunaan jenis pengolahan kompon lateks, karena lateks yang dihasilkan dengan metode pusingan memiliki tingkat pampatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lateks dadih.
e) Jumlah kompon lateks yang disemprotkan.
f) Proses penekanan pada tumpukan sheet, karena kurangnya penekanan pada
sheet akan berpengaruh pada tingkat kerapatannya sehingga menyebabkan besarnya rongga di dalam produk.
g) Tingkat kepegasan akan berkurang apabila produk terkena air dan berada dalam ruangan yang lembab. Kepegasan produk akan kembali normal apabila dipindahkan ke dalam ruangan yang kering. Hal ini terjadi karena serat-serat yang telah diselubungi oleh lapisan karet menjadi agak kaku dan cendrung kembali keposisi awal.
h) Alat penyemprot yang digunakan, karena kompon lateks dadih yang bersifat cendrung menggumpal sehingga proses penyemprotan akan terhenti yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan di dalam saluran nozle injektor jika kompresor tidak mampu memompakan udara dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan kompresor yang bertenaga 3-4 Hp atau sekitar 0,75 Hp. Contoh bentuk produk sebutret dari serat alami dapat dilihat pada Gambar 11.