• Tidak ada hasil yang ditemukan

KURKUMIN TERMODIFIKASI DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) SEBAGAI PENGAWET DAN PEWARNA PADA SAUS TOMAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KURKUMIN TERMODIFIKASI DARI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) SEBAGAI PENGAWET DAN PEWARNA PADA SAUS TOMAT"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

202

KURKUMIN TERMODIFIKASI DARI TEMULAWAK (

Curcuma

xanthorrhiza

) SEBAGAI PENGAWET DAN PEWARNA PADA SAUS

TOMAT

Reza Permana Putra1*, Michael Noviyanto1, Rizky Cahya Pradana1, Anik Tri Haryani1, Dewi K.A.K. Hastuti1

Progam Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

1*

rezapermana.putra@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Saus tomat banyak ditemukan sebagai bahan pelengkap pada konsumsi makanan seperti bakso dan mie ayam yang digemari oleh masyarakat. Produk yang dihasilkan dari campuran bubur tomat atau pasta tomat atau padatan tomat yang diperoleh dari tomat yang masak, yang diolah dengan bumbu-bumbu, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan adalah definisi dari saus tomat berdasarkan Badan Standarisasi Nasional, 2004). Dalam kenyataannya, saus tomat mengandung bahan tambahan pangan (BTP). Jika para produsen saus tomat mengikuti anjuran dari Menteri Kesehatan tentang BTP, maka saus tomat tetap aman dikonsumsi dalam batas normal.

Penelitian yang dilakukan oleh BPOM maupun YLKI menunjukkan bahwa di pasaran telah beredar saus tomat yang tidak layak dikonsumsi. Kandungan bahan pengawet natrium benzoate melebihi 100 mg/kg dan penggunaaan bahan pewarna tekstil yaitu methanil yellow dan Rhodamin B (Pitojo dkk., 2009). Methanil Yellow dan Rhodamin B sebenarnya adalah pewarna yang diperuntukkan bagi pewarna tekstil. Konsumsi natrium benzoate yang berlebihan dapat mengakibatkan iritasi pada lambung (Cahyadi, 2008.). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nagaraja dan Desiraju pada tahun 1993, menunjukkan efek negatif bagi tubuh dari konsumsi Metanil Yellow.

Oleh karena itu penggunaan BTP yang tidak berbahaya bagi kesehatan harus dilakukan. Salah satu potensinya adalah temulawak. Temulawak dapat menghasilkan pewarna

(2)

203 alami sekaligus pengawet, karena temulawak mengandung senyawa kurkuminoid berwarna kuning yang telah dikenal khasiat sebagai antioksidan (Anand dkk., 2007). Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 mampu menghasilkan temulawak dengan angka produksi mencapai 6.765.546 kg dengan jumlah lahan 3.600.103 m2. Oleh karena itu Jawa Tengah memiliki potensi dalam pengembangan temulawak.

BAHAN DAN METODE

Pembuatan serbuk Temulawak (Parjanto dan Srijanto, 2006)

Rimpang temulawak dibersihkan kulitnya, kemudian dipotong tipis-tipis dan dihaluskan dengan memakai grinder. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam. Setelah kering, serbuk temulawak diayak dengan ukuran 18-40 mesh dan ditimbang sebanyak 150 gram.

Penentuan kadar air (Sudarmadji, 1997 yang sudah dimodifikasi)

2 gram sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam tergantung sampel yang dipakai. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang. Dipanaskan lagi sampai 30 menit dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Diulangi sampai memperoleh berat konstan Preparasi sampel dengan dengan ekstraksi (Paryanto dan Srijanto, 2006)

150 gram serbuk temulawak diekstraksi dengan metode Soxhlet dalam pelarut diklorometan : etanol (98 : 2 v/v) dengan volume 250 ml sampai warna larutan menjadi bening. Hasil ekstrak diuapkan sampai ¼ volume dengan rotary evaporator. Hasil ekstrak yang telah diuapkan disebut ekstrak kasar

Pemisahan Ekstrak Kasar (Revathy et al., 2011)

Ekstrak kasar tersebut kemudian dianalisa kandungannya menggunakan KLT. Fase gerak yang digunakan adalah diklorometan

: methanol (95 : 5 v/v). Selanjutnya ekstrak kasar dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan fase gerak yang sama.

Kompleksasi Kurkumin dengan Ion Zn (Zebib et al., 2010)

Pembuatan kurkumin kompleks dengan penambahan seng sulfat (ZnSO4.7H2O;22%)

dengan perbandingan Zn2+ : kurkumin (1:1 mol), kemudian ditambahkan gliesrol:akuades (1:1 v/v). Diaduk sampai rata pada suhu ruang sampai menjadi bentuk pasta. Dikeringkan untuk menghilangkan sisa gliserol dan sisa akuades.

Uji sampel terhadap suhu secara gravimetric (Zebib et al., 2010 yang sudah dimodifikasi)

Kurkumin kompleks dan non-kompleks direkam menggunakan scanning calorimeter dengan sampel ±20 mg yang sebelumnya telah diketahui massa pipa kapiler awal. Dimasukkan dalam pipa kapiler dan dipanaskan hingga 200oC. Ditimbang setiap kenaikan 10oC.

Uji sampel terhadap pH secara in vitro (Zebib et al., 2010)

Kurkumin kompleks dan non-kompleks dilarutkan dalam 10 ml DMSO kemudian dimasukkan variasi pH antara 3,5,7, dan 9 dan diinkubasi dalam suhu 37oC selanjutnya dilihat perubahannya pada spektrofotometri UV-VIS dengan panjang gelombang 425 nm selama 12 jam.

HASIL DAN DISKUSI

Proses kompleksasi pada Kurkumin dengan memakai ion logam Zn2+ dimaksudkan dalam upaya memperoleh kestabilan pada struktur kurkumin dimana struktur kurkumin yang terdiri dari ikatan keton tidak stabil terhadap suhu dan pH lingkungan yang berubah. Proses kompleksasi dengan chelating ini nantinya akan menghasilkan struktur kurkumin dengan ikatan logam yang nantinya dapat lebih stabil pada beberapa perlakuan suhu dan pH. Kurkumin yang dimodifikasi inilah akan digunakan dalam proses penambahan pembuatan saus tomat dan diberikan perlakuan . Proses kompleksasi

(3)

204 yaitu dengan mencampur ZnSO4.7H2O

dengan perbandingan kurkumin:Zn2+ sebesar 1:1 mol. Hasil yang didapatkan nantinya akan digunakan untuk pengujian secara gravimetri dengan membandingkan dengan kurkumin tanpa proses kompleksasi. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Reaksi Kompleksasi Kurkumin dengan Ion Zn2+

Pada proses kompleksasi kurkumin sebesar 1 gram kurkumin, didapatkan 0,085 gram Zn-kurkumin dengan persen yield sebesar 8,5%. Tidak semua dapat berikatan dengan Zn, oleh karena itu hasil yang diperoleh kurang dari 100%.

Pengujian kestabilan Zn-kurkumin dan kurkumin terhadap suhu dilakukan secara gravimetri yaitu pengukuran penurunan mssa dai Zn-kurkumin dan kurkumin pada sampai pada suhu 200oC dan pengamatan dilakukan pada interval 10oC. Hasil yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Kestabilan Zn-Kurkumin dan Kurkumin

Dari hasil yang diperoleh yang tertera di Gambar 3 dapat dilihat adanya penurunan kestabilan kurkumin pada suhu diatas 150oC sedangkan Zn-kurkumin masih stabil sampai suhu 170oC. Penurunan kualitas ini juga terlihat pada pudarnya warna pada kedua sampel. Hal ini mengindikasikan bahwa Zn-kurkumin lebih stabil dalam pemanasan dibandingkan dengan kurkumin. Oleh karena itu, Zn kurkumin akan diterapkan pada pewarnaan saus tomat. Penambahan Zn-kurkumin diharapkan dapat menghambat proses browning pada saus tomat.

Pada pengujian kestabilan terhadap pH, sampel kurkumin dan Zn-kurkumin diukur laju degradasinya dengan metode Spektrofotometer pada panjang gelombang 425 nm selama 2 jam dan setiap data diambil dengan interval 5 menit. Hasil dari laju degradasi dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4

Gambar 3. Laju Degradasi Zn-Kurkumin pada perlakuan pH

(4)

205 Gambar 4. Laju Degradasi Kurkumin pada

perlakuan pH

Dengan melihat kurva waktu dengan log konsentrasi pada laju degradasi Kurkumin dan Zn-Kurkumin pada perlakuan beberapa pH dapat dilihat bahwa diantara keduanya, baik Zn-Kurkumin maupun kurkumin lebih stabil pada pH 5 yang ditunjukkan dengan nilai absorbansi yang tinggi pada pH 5 baik Zn-kurkumin dan kurkumin. Dengan melihat nilai dari absorbansi, kita dapat memprediksi kestabilan dari Zn-Kurkumin dan kurkumin. Dapat dilihat bahwa semakin waktu bertambah, maka laju degradasi dari Zn-kurkumin maupun kurkumin semakin bertambah, hal ini ditunjukkan dengan nilai absorbansinya yang menurun sebagai akibat dari senyawa-senyawa yang semakin lama akan mengalami degradasi dari senyawa tersebut. Pada penelitian ini, Zn-kurkumin pada pH 3 dan 5 mengalami penurunan kualitas yang cenderung stabil pada setiap interval waktu yang ditunjukkan dengan perubahan konsentrasi yang stabil, tetapi penurunan yang tidak stabil terjadi pada kurkumin. Hal ini mengindikasikan bahwa kompleksasi antara kurkumin dengan Zn dapat meningkatkan kestabilan kurkumin, karena Zn yang ditambahkan dapat meniadakan efek oksidasi pada kurkumin. Artinya bahwa Zn-kurkumin mengalami degradasi senyawa yang lebih kecil dibandingkan kurkumin.

Penentuan masa simpan saus tomat dilakukan dengan menghitung dari persamaan pada kurva Absorbansi terhadap waktu untuk masing-masing saus dengan penambahan Zn-kurkumin dan Kurkumin pada suhu 30oC dan 45oC. Kurva degradasi suhu dan absorbansi dari saus tomat dengan penambahan

Zn-kurkumin dan Zn-kurkumin disajikan pada Gambar 5a dan Gambar 5b

Gambar 5a. Kurva Degradasi Saus Tomat pada suhu 30o C

Gambar 5b. Kurva Degradasi Saus Tomat pada suhu 45o C

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa saus tomat dengan BTP Zn-Kurkumin mengalami penurununan mutu yang lebih lambat dibandingkan dengan saus tanpa BTP dan saus dengan BTP kurkumin. Hal ini disebabkan oleh unsur Zn yang dapat mereduksi proses oksidasi pada kurkumin. KESIMPULAN

1. Saus dengan penambahan Zn-kurkumin mengalami penurunan mutu yang lebih lambat dibandingkan dengan saus dengan penambahan kurkumin pada suhu 30oC dan 45oC.

2. Ion Zn2+ dapat dijadikan upaya kompleksasi senyawa kurkumin untuk memperoleh kestabilan suatu senyawa dikarenakan unsur Zn dapat mereduksi proses oksidasi dari kurkumin temulawak. UCAPAN TERIMA KASIH

(5)

206 Kami mengucapkan terimakasih kepada DIKTI atas pendanaan pada Progam Kreatifitas Mahasiswa pada tahun 2011 atas penelitian yang telah kami lakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Akram, M. et al., 2010. Curcuma Longa and Curcumin:A Review Article. Rom.J.biol-Plant Biol. 55(2), pp.65-70.

Anand, P. et al., 2007. Bioavailability of Curcumin: Problems and Promises. J. Mol. Pharmaceutics, 4(6), pp.807-18.

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2003. Mengenal Bahan Pengawet dalam Produk

Pangan. Info POM, Desember. pp.1-4.

Badan Standarisasi Nasional, 2004. SNI 0135462004. In Saus Tomat. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Cahyadi, W., 2008. Analisis dan Aspek

Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan. 1st ed.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kering, S., 2008. Siffy Food. [Online] Siffy Food Available at: HYPERLINK "http://siffyfood.com" http://siffyfood.com [Accessed 11 October 2011].

Meilina, Lydia, 2008. Pendugaan Umur Simpan Wafer Krim Coklat Berdasarkan Kadar Ait Dengan Menggunakan Metode ASLT (Accelarated Shelft Life Test). Jurusan Kimia Universitas Kristen Satya Wacana.

Nagaraja, T. & T, D., 1993. Effects of chronic consumption of metanil yellow by developing and adult rats on brain regional levels of noradrenaline, dopamine and serotonin, on acetylcholine esterase activity and on operant conditioning. Food Chem Toxicol, 31(1), pp.41-44.

Paryanto, I. & Srijanto, B., 2006. Ekstraksi Kurkuminoid dari Temulawak (Curcuma xanthorizza Roxb.) secara Perkolasi dengan Pelarut Etanol. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 4(2), pp.74-77.

Pitojo, Setijo & Zumiatii, 2009. Pewarna Nabati Makanan. 1st ed. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Revathy, S., Elumalai, S., Benny, M. & Anthony, B., 2011. Isolation, Purification and Identification of Curcuminoids from Turmeric (Curcuma longa L.) by Column

Chromatography. Journal of Experimental

Sciences, 2(7), pp.21-25.

Swarnlata, S., Gunjan,J. Chanchal, D.K. & Saraf, S., 2011. Development of Novel Herbal Cosmetic Cream with Curcuma longa Extract Loaded Transfersomes for Antiwrinkle Effect. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 5(8), pp.1054-62

Zebib, B., Zephirin, M. & Virgine, N., 2010. Stabilization of Curcumin by Complexation with Divalent Cations in Glycerol/Water System. Journal of Bioinorganic Chemistry and Applications, 2010, pp.1-8.

Gambar

Gambar 1. Reaksi Kompleksasi Kurkumin  dengan Ion Zn 2+
Gambar 5a. Kurva Degradasi Saus Tomat  pada suhu 30 o  C

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan 2(dua) kelompok data tersebut, jika nilai rata-rata pada kolom G (sel G4) digunakan sebagai acuan, maka fungsi database yang tepat untuk mengisi data predikat seperti

Nilai tersebut belum mencapai nilai ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran bahasa Inggris di kelas X SMALB di sekolah tersebut yaitu 70. Berdasarkan hasil pengamatan dan

Langkah– langkah yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada saat ini antara lain: mengumpulkan dokumen-dokumen yang sedang digunakan saat ini,

Jenis media korosif yang digunakan dalam penelitian adalah air laut, larutan garam NaCl 5 %, dan larutan kapur 5 %.. Pemilihan air laut sebagai media korosif karena air

Untuk lebih memudahkan dalam melakukan penelitian dan memperoleh data, penelitian ini dikhususkan pada proses afiksasi, yakni pola pembentukan verba dari kelas kata nomina

Tujuan dari penyuluhan ini antara lain yang pertama adalah memberikan penyuluhan mengenai manajemen usaha secara sederhana; kedua, memotivasi peserta untuk melakukan teknik

Urgensi yang mendasari pentingnya kajian ini dilakukan, yaitu: (a) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata kuliah wajib umum yang ada di perguruan tinggi dan

Berdasarkan paparan di atas, maka dirasa penting untuk melakukan kajian terhadap pengembangan media pembelajaran interaktif berbasis macromedia authorwere 7.0 untuk