• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSEDUR MANAJERIAL PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN Dr. Agustina, M.Pd.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSEDUR MANAJERIAL PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN Dr. Agustina, M.Pd."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR MANAJERIAL PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

Dr. Agustina, M.Pd. Abstrak

Model model pengembangan kurikulum merupakan model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah. Permasalahan yang muncul seringkali adalah institusi pembelajaran tidak memiliki landasan yang kuat dalam memilih model kurikulum dan hanya mengira-ngira saja tanpa teori yang cukup. Terdapat juga pandangan bahwa kurikulum hanyalah kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Selain itu, para pengembang kurikulum seringkali belum memiliki pembahaman memadai tentang model-model kurikulum apa saja yang dipakai dalam pengembangan kurikulum dan dapat diterapkan pada berbagai institusi pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, artikel ini akan membahas pertanyaan a) Bagaimana manajemen pengembangan kurikulum, dan b) Model-model apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum? Diharapakn tim pengembang kurikulum di tingkat sekolah dan kediklatan bisa merancangprosedur manajerial pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan model pengembangan yang anda pilih dan dengan pendekatan fungsi manajemen.

Kata kunci: Pengembangan Kurikulum I. Pendahuluan

Sebuah kurikulum dianggap sebagai “jantung” dalam tiap institusi pembelajaran dimana diartikan bahwa sekolah atau universitas tidak akan bisa berjalan tanpanya. Karena vitalnya fungsi kurikulum pada pendidikan formal maka kurikulum telah mengalami proses yang dinamis karena perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Menurut Bilbao dkk (2008), kurikulum dalam artian luas adalah tidak hanya pembelajaran yang terhadi pada individual di sekolah namun juga pada masyarakat. Namun begitu ada banyak versi pengembangan kurikulum (curriculum development/curriculum design) yang dikemukakan para ahli dengan perbedaan pada titik beratnya masing-masing. Konsep kurikulum itu sendiri berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan

(2)

praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya.

Permasalahan yang muncul seringkali adalah institusi pembelajaran tidak memiliki landasan yang kuat dalam memilih model kurikulum dan hanya mengira-ngira saja tanpa teori yang cukup. Terdapat juga pandangan bahwa kurikulum hanyalah kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Selain itu, para pengembang kurikulum seringkali belum memiliki pembahaman memadai tentang model-model kurikulum apa saja yang dipakai dalam pengembangan kurikulum dan dapat diterapkan pada berbagai institusi pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, artikel ini akan membahas pertanyaan a) Bagaimana manajemen pengembangan kurikulum, dan b) Model-model apa saja yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum?

.

II. Tinjauan Pustaka

Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari siswa. Pendapat-pendapat yang muncul selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman belajar, bahkan juga menunjukkan adanya perubahan lingkup dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas.

Rogers and Taylor (1998) menggambarkan pengembangan kurikulum sebagai berikut,

Curriculum development describes all the ways in which a training or teaching organisation plans and guides learning. This learning can take place in groups or with individual learners. It can take place inside or outside a classroom. It can take place in an institutional setting like a school, college or training centre, or in a village or a field. It is central to the teaching and learning process.

Pengembangan kurikulum menurut defenisi diatas adalah bagian utama dalam sebuah proses mengajar belajar, yaitu semua cara dalam merencanakan dan merancang pembelajaran baik dalam sebuah pelatihan atau organisasi pembelajaran, dalam sebuah kelompok maupun individual, didalam maupun luar kelas. Dari sini jelas bahwa pengembangan kurikulum bisa terjadi pada banyak setting dan melibatkan banyak orang.

(3)

Dalam bukunya Subandijah (1996) mendefinisikan pengembangan kurikulum sebagai suatu proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian terhadap kurikulum yang tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi kegiatan belajar mengajar yang lebih baik. Defenisi ini tampaknya menekankan pada proses memperbaiki pembelajaran.

Sementara itu Oemar Hamalik (2003) memberikan definisi kurikulum sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Bila ditarik benang merah maka pengembangan kurikulum dapat diartikan secara umum sebagai sebuah upaya perencanaan, penerapan dan evaluasi kurikulum itu sendiri. Ada dua pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan kurikulum, yaitu pendekatan top down (deduktif) atau pendekatan administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah pendekatan grass root atau induktif, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.

Secara tradisional, kurikulum dikembangkan secara deduktif dengan urutan 1) Menentukan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar, 2) Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu, 3) Menyusun unit-unit kurikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh, dan 4) Melaksanakan kurikulum di kelas.

Manajemen kurikulum adalah suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik dan sistematis dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum (Rusman, 2008). Ini merupakan bagian integral dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Lingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum. Kurikulum nasional ini harus direlevankan dengan kebutuhan daerah dan kondisi sekolah yang bersangkutan.

(4)

Wheeler berpendapat bahwa pengembangan kurikulum terdiri dari 5 tahap yaitu:

1. Menentukan tujuan umum dan tujuan khusus.

2. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam dalam langkah pertama. Yang dimaksud dengan pengalaman belajar disini adalah segala aktivitas siswa dalam berinteraksi denagn lingkungan. Menentukan pengalaman belajar merupakan hal yang penting untuk materi - materi yang sesuai dalam proses pembelajaran.

3. Menentukan isi dan materi pelajaran sesuai dengan pengalaman belajar 4. Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau

materi pelajaran.

5. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan. Berdasarkan dari langkah-langkah pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Wheeler terlihat bahwa pengembangn kurikulum itu berbentuk sebuah siklus (lingkaran) yang mana pada setiap tahap dalam siklus tersebut membentuk suatu sistem yang terdiri dari komponen- komponen pengembangan yang saling berhubungan satu sama lain.

III. Metode Penelitian

Artikel ini menggunakan metode penelusuran literatur, dimana data diperoleh dari berbagai referensi yang relevan. Metode literatur adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial untuk menelusuri data histories (Bungin, 2008)”. Bisa disimpulkan bahwa penelitian kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.

IV. Hasil dan Pembahasan

(5)

Karena terdapat berbagai model pengembangan kuriulum maka prosedur manajemen kurikulum terkait erat dengan model yang mendasarinya. Berikut pengembangan kurikulum pada berbagai model seperti yang dijabarkan Hamallik (2000).

a. Model Taba

Model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Hilda Taba berbeda dengan cara lazim yang bersifat deduktif karena caranya yang bersifat induktif (pendekatan grass-roots oleh guru sebagai perancang kurikulum). Ada lima langkah pengembangan kurikulum Model Taba ini, yaitu:

1. Mengadakan unit-unit eksperimen kerjasama guru-guru.Didalam unit eksperimen ini diadakan studi yang seksama tentang hubungan antara teori dan praktek. Ada delapan langkah kegiatan dalam unit eksperimen ini. a. Mendiagnosis kebutuhan

Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa. Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan. b. Merumuskan tujuan khusus.

Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan. Rumusan tujuan akan meliputi: Konsep atau gagasan yang akan dipelajari Sikap kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan, Cara befikir untuk memperkuat, Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai.

c. Memilih isi

Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus

(6)

dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa. d. Mengorganisasi isi

Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.

e. Memilih pengalaman belajar.

Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.

f. Mengorganisasi pengalaman belajar.

Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.

g. Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa. Pada penentuan alat evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.

h. Menguji keseimbangan isi kurikulum.

Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.

2. Menguji unit eksperimen

Unit yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus diujicobakan pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.

3. Mengadakan revisi dan konsolidasi

Dari langkah pengujian di peroleh beberapa data,data tersebut di gunakan untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan

(7)

penyempurnaan diadakan juga kegiatan konsulidasi,yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang lebih bersifat umum dan luas. Hal itu di lakukan, sebab meskipun suatu unit ekseterimen telah cukup valid dan praktis pada sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu adanya kegiatan konsolidasi. 4. Menyusun kerangka kerja teoritis.

Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional.

5. Implementasi dan diseminasi

Implementasi yang dikembangkan secara menyeluruh dan mendiseminasikan (menerapkan kurikulum pada daerah atau sekolah yang lebih luas) atau pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.

Jadi kurikulum ini sangat cocok digunakan di Indonesa karena dalam pengembangan Model Terbalik Taba realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan antara teori dan praktek.

b. Model Administrasi (The Administrative Model/Line staff model) Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para penentu kebijakan dalam

(8)

kegiatan administrasi pendidikan misalnya Dirjen, Direktur, Kepala Dinas/Kanwil, Kadis Kab/Kota, Kakankemenag dan lainnya dan mengunakan prosedur administrasi dengan pendekatan top down. Pengembangan kurikulum model ini diawali dengan pembentukan panitia pengarah dan panitia kerja. Panitia pengarah tugasnya merumuskan rencana umum, mengembangkan panduan kerja dan menyiapkan rumusan tujuan bagi seluruh sekolah di daerahnya. Panitia pengarah lalu memilih panitia kerja yang bertugas merumuskan tujuan umum dan khusus kurikulum, isi (materi), kegiatan-kegiatan belajat dan sebagainya sesuai dengan pedoman dan acuan kebijaka dari panitia pengarah.

Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota anggota komisi atau tim terdiri dari pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu. Tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep konsep dasar, landasan landasan, kebijaksanaan , dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum, setelah hal hal yang mendasar ini terumuskan dan mendapatkan pengkajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan atau kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi , guru guru bidang studi yang senior. Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesunggunya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah. Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan tujuan yang lebih operasionaldari tujuan tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajran dan evaluasi, serta menyusun pedoman pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru guru.

Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum tersebut selesai, hasil nya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompenten. Setelah mendapatkan penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum

(9)

demikian disebut juga model top down atau line staff. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaannya, terutama dari guru guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.

Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring, pengaman dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaan nya. Setelah berjalan beberapan saat perlu juga dilakukan suatu evaluasi untuk menilai baik validitas komponen komponennya, prosedur pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah, maupun sekolah.

c. Model Saylor, Alexander dan Lewis

Saylor dan teman-temannya membagi perencanaan kurikulum pada unit-unit kecil dengan langkah pengembangan sebagai berikut:

1. Merumuskan goal dan objective yang terdiri dari 4 domain yaitu pengembangan pribadi, kompetensi sosial, keterampilan belajar yang berkesinambungan dan spesialisasi

2. Merancang kurikulum yaitu menentukan kesempatan belajar untuk tiap domain

3. Implementasi kurikulum yaitu menentukan metode untuk berinteraksi dengan siswa

4. Evaluasi kurikulum, meliputi 1) evaluasi program pendidikan secara keseluruhan meliputi tujuan institusional, subtujuan institusional, tujuan instruksional, efektivitas instruksional dan prestasi siswa dalam beberapa bagian program sekolah, 2) evaluasi program untuk menentukan apakah tujuan institusional dan tujuan

(10)

d. Model Tyler (Tyler Model/The Tyler Rationale)

Ini adalah model kurikulum paling klasik yang mendasari model-model lain. Model Tyler yaitu suatu proses untuk menyeleksi tujuan-tujuan pendidikan yang dikenal luas dan dilaksanakan di dalam lingkup kurikulum. Tyler mengusulkan sebuah model pengembangan kurikulum yang agak komprehensif, yaitu dengan merekomendasikan kepada pengembang kurikulum untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan umum dengan mengumpulkan data dari 3 (tiga) sumber (para peserta didik, kehidupan nyata di luar lingkungan kampus, dan mata-mata pelajaran) untuk selanjutnya disempurnakan melalui 2 (dua) saringan yang terdiri atas filosofi sosial dan kependidikan sekolah, serta psikologi pembelajaran. Hasilnya adalah tujuan pembelajaran khusus.

Tyler mengusulkan model tersebut berdasarkan identifikasi atas empat pertanyaan berikut ini:

- Tujuan-tujuan pendidikan apakah yang seharusnya dicapai oleh sekolah atau lembaga pendidikan?

- Pengalaman-pengalaman pendidikan apakah yang harus disediakan yang sekiranya dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan di atas?

- Bagaimana pengalaman-pengalaman pendidikan dapat diorganisasi atau disusun secara efektif?

- Bagaimana dapat diketahui dan ditentukan, bahwa tujuan-tujuan tersebut telah dicapai?

Benang merah yang dapat ditarik dari empat pertanyaan tersebut bahwa pembicaraan kurikulum berkisar pada empat aspek penting yaitu: tujuan, materi, proses, dan evaluasi.

Sedangkan langkah-langkah pengembangan Model Tyler adalah sebagai berikuit:

- Menyusun tujuan pembelajaran umum dengan menggabungkan dan menganalisis data yang relevan terhadap kebutuhan dan minat peserta didik.

- Menganalisis kehidupan kontemporer di komuniti lokal dan di masyarakat luas, serta membaginya ke dalam beragam aspek, seperti kesehatan,

(11)

keluarga, rekreasi, pekerjaan, religi, konsumsi, serta hak dan kewajiban warga negara.

- Menyusun kurikulum sebagai mata pelajaran. e. Model Beauchamp (Beauchamp’s system)

Model ini lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum adalah suatu rencana pendidikan atau pengajaran, sedangkan pelaksanaan rencana itu sudah masuk pengajaran. Dalam Sukmadinata (2005), Beauchamp mengatakan: A curriculum is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school.

Selanjutnya Beauchamp dalam Sukmadinata (2005) juga mendefinisikan teori kurikulum sebagai: … a set of related statements that gives meaning to a schools’s curriculum by pointing up the relationships among its elements and by directing its development, its use, and its evaluation. Bidang cakupan teori atau bidang studi kurikulum meliputi: konsep kurikulum, penentuan kurikulum, pengembangan kurikulum, desain kurikulum, implementasi dan evaluasi kurikulum.

Selain sebagai bidang studi, menurut Beauchamp, kurikulum juga sebagai rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari sistem persekolahan. Sebagai suatu rencana pengajaran, kurikulum berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu sistem, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah. Kurikulum sebagai suatu sistem menyangkut penentuan segala kebijakan tentang kurikulum, susunan personalia dan prosedur pengembangan kurikulum, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya. Fungsi utama sistem kurikulum adalah dalam pengembangan, penerapan, evaluasi, dan penyempurnaannya, baik sebagai dokumen tertulis maupun aplikasinya dan menjaga agar kurikulum tetap dinamis.

(12)

1. Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut: sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi, negara. Penetahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijakan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.

2. Menetapkan anggota pengembang, yaitu para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, para profesional dalam sistem pendidikan serta profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.

3. Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.

Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu: - membentuk tim pengembang kurikulum

- mengadakan penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada yang sedang digunakan

- studi penjajagan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru - merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru - penyusunan dan penulisan kurikulum baru.

4. Implementasi kurikulum.

Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh,baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, di samping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.

(13)

Merupakan langkah terakhir yang mencakup empat hal, yaitu: a. evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru-guru b. evaluasi desain kurikulum

c. evaluasi hasil belajar siswa

d. evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum. f. Model Grass-Roots

Smith, Stanley & Shores pada tahun 1957 mengembangkan model akar rumput yang diawali oleh guru, pembina disekolah dengan mengabaikan metode pembuatan keputusan kelompok secara demokratis dan dimulai dari bagian-bagian yang lemah kemudian diarahkan untuk memperbaiki kurikulum tertentu yang lebih spesifik atau kelas-kelas tertentu. Ini didasarkan pada pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna pengajaran dikelasnya. Bila model Administrasi bersifat sentralisasi pada model akar rumput ini bersifat desentralisasi. Asumsinya adalah kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru dilibatkan secara langsung dengan proses pengembangannya.

Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum baru (curriculum construction).

Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini:

- Menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan

(14)

ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya.

- Mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.

Ada beberapa prinsip dalam menentukan pengalaman belajar siswa : - Pengalaman siswa harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap

tujuan akan menentukan pengalaman pembelajaran. - Setiap pengalaman belajar harus memuaskan siswa.

- Setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa. - Mungkin dalam satu penglaman belajar dapat mencapai tujuan yang

berbeda. Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan, misalkan pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, pengalaman belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan sikap sosial, dan pengalaman belajar untuk membantu mengembangkan minat.

g. Model Oliva

Model Oliva berprinsip bahwa kurikulum itu harus sederhana, komprehensif dan sistematis. Secara siklus garis besar dan berurutan terdiri atas uraian filosofis, uraian tujuan pembelajaran umum (goals), dan tujuan pembelajaran khusus (objectives), desain perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Langkah-langkah model kurikulum ini dikenal sebagai The Twelve-Components, tetapi dapat diuraikan menjadi 17 (tujuh belas) langkah, yaitu:

- Merinci kebutuhan-kebutuhan peserta didik secara umum - Merinci kebutuhan-kebutuhan masyarakat

(15)

- Menuliskan pernyataan filosofis dan tujuan pendidikannya.

- Merinci kebutuhan-kebutuhan peserta didik di sekolah masing-masing. - Merinci kebutuhan-kebutuhan komunitas tertentu

- Merinci kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan mata pelajaran - Merinci Tujuan Institusional

- Merinci Tujuan Kurikuler

- Mengorganisasi dan mengimplementasikan kurikulum - Merinci Tujuan Pembelajaran Umum

- Merinci Tujuan Pembelajaran Khusus - Memilih strategi-strategi pembelajaran - Memulai menyeleksi strategi-strategi evaluasi - Melaksanakan strategi-strategi pembelajaran

- Melakukan seleksi terakhir atas strategi-strategi evaluasi

- Mengevaluasi dan memodifikasi komponen-komponen pembelajaran - Mengevaluasi dan memodifikasi komponen-komponen kurikulum h. Model Demonstrasi (The Demonstration Model)

Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots; diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup sesuatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Menurut Smith, Stanley, dan shores ada dua variasi model demonstrasi ini.

Pertama, sekelompok guru dari satu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk untuk melaksanakan suatu percobaan tentang pengembangan kurikulum. Proyek ini bertujuan mengadakan penelitian dan pengembangan tentang salah satu atau beberapa segi / komponen kurikulum. Hasil pengembangan ini diharapkan dapat digunakan bagi lingkungan yang lebih luas. Kegiatan penelitian dan pengembangan ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan, dan sebagainya.

(16)

Bentuk yang kedua, kurang bersifat formal. Beberapa orang guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, mencoba mengadakan penelitian dan pengembangan sendiri. Mereka mencoba menggunakan hal-hal lain yang berbeda dengan yang berlaku. Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih baik, untuk kemudian digunakan didaerah yang lebih luas.

Karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu kurikulum atau aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum dalan skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit sekali untuk ditolak oleh administrator, dibandibg dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh. Pengembangan kurikulum dalam skala kecil dengan model demontrasi dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tapi pelaksanaannya tidak ada. Namun kelemahan model demostrasi adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan menerimanya dengan enggan, dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.

i. Roger’s Interpersonal Relation Model

Meskipun Rogers bukan ahli pendidikan melainkan seorang psikolog, konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kuriulum. Menurut Rogers manusia beradadalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri , tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan tersebut.

Pengembangan kurikulum Model Rogers diawali dengan pemilihan target dari sistem pendidikan. Lalu partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Langkah ketiga, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh siswa ikut serta

(17)

dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru atau administrator atau fasilitator dari luar. Langkah keempat adalah partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.

Beda model pengembangan kurikulum Rogers dengan model yang lain adalah tidak adanya perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Ini ciri Carl Rogers sebagai seorang Eksistensi alias Humanis; tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya karena baginya yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah. Metode pendidikan yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan Training Group (T Group).

B. Prosedur Pengembangan Kuriulum dengan Pendekatan Fungsi Manajemen

1. Perencanaan

Perencanaan secara umum menurut Sudjana (2000), adalah proses yang sistematis sesuai dengan prinsip dalam pengambilan keputusan, penggunaan pengetahuan dan teknik secara ilmiah serta kegiatan yang terorganisasi tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Menurut Oemar Hamalik (2006), perencanaan kurikulum adalah kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membina peserta didik ke arah perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai hingga terjadi perubahan-perubahan pada peserta didik.

Perencanaan kurikulum memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Sebagai pedoman yang berisi petunjuk tentang jenis dan sumber peserta, tindakan yang perlu dilakukan, biaya, sarana, serta sistem kontrol atau evaluasi. 2. Sebagai penggerak roda organisasi dan tata laksana untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat sesuai dengan tujuan organisasi;

3. Sebagai motivasi untuk melaksanakan sistem pendidikan. Model Perencanaan Kurikulum

(18)

Ada 4 (empat) model perencanaan kurikulum berdasar asumsi rasionalitas, yaitu: asumsi tentang pemrosesan informasi secara cermat yang berkaitan dengan mata pelajaran, peserta didik, lingkungan dan hasil belajar. Berikut ini model-model perencanaan kurikulum:

1. Model Perencanaan rasional deduktif atau rasional Tyler

Model ini menitik-beratkan logika dalam merancang program kurikulum dan bertitik tolak dari spesifikasi tujuan (goals dan objectives). Model ini dapat diterapkan pada semua tingkat pembuat keputusan, dan tepat untuk sistem pendidikan sentralistik.

2. Model Interaktif rasional atau The Rational - Interactive ModeL

Model ini menitik-beratkan pada ”perencanaan dengan” (planning with) daripada ”Perencanaan bagi” (planning for). Perencanaan kurikulum ini bersifat situasional atau fleksibel serta tepat bagi lembaga pendidikan yang akan mengembangkan kurikulum berbasis sekolah. Model perencanaan kurikulum ini didasarkan pada kebutuhan yang berkembang di masyarakat.

3. The Diciplines Model

Model ini menitik-beratkan pada guru sebagai pihak yang merencanakan kurikulum bagi siswa. Model ini dikembangkan sesuai dengan pertimbangan sistematik tentang relevansi antara pengetahuan filosofis, sosiologis, dan psikologis.

4. Model tanpa Perencanaan atau non planning model

Model ini dikembangkan berdasarkan pertimbangan inisiatif guru di dalam ruangan kelas, sebagai pengambil keputusan dalam menentukan strategi pembelajaran, pemilihan media belajar dan sebagainya.

2. Pengorganisasian Kurikulum

George R. Terry dalam Rusman (2008) mengemukakakn bahwa pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan

3. Implementasi 4. Penyusunan Staf

(19)

5. Kontrol Kurikulum V.Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model model pengembangan kurikulum merupakan model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah. Model Pengembangan Kurikulum sendiri bisa digolongkan kedalam The Administrative Model, The grass roots model, Beauchamp’s system, The Demonstration Model, Taba’s Inverted Model dan Roger’s Interpersonal Relation Model.

DAFTAR PUSTAKA

Bilbao, P. P., Lucido, P. I., Iringan, T. C., dan R. B. Javier (2008). Curriculum development. Philippines: Lorimar Publishing, Inc.

Sukmadinata, Nana Sy. 2010. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Subandijah. 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Arifin, Zainal.2011. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Widya.

Bugin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Oemar Hamalik. 2006. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya

————— . 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara

Mulyasa. 2006. Kurikulum yang di Sempurnakan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

(20)

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah tidak hanya didasari pada pihak diatas dalam pembuat kebijakan tetapi juga pegawai sebagai pelaksana kebijakan sehingga hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi bangsa

Setelah penulis mengadakan penelitian menggunakan metode di atas, selanjutnya penulis menganalisis data sehingga hasil penelitian menunjukkan: (1) Terdapat pengaruh yang

Didalam teori yang dijelaskan oleh beliau bahwa dalam sebuah proses mulai dari negara berkembang menjadi menjadi negara maju memiliki beberapa tahapan yaitu

=1 dan p value = 0,000 lebih kecil dari 0,05; maka H 0 ditolak yang artinya ada hubungan antara usia ke- hamilan dengan kejadian ketuban pecah dini.Untuk nilai OR didapat

Senam otak telah diakui sebagai salah satu teknik belajar yang paling baik oleh National Learning Foundation USA karena senam otak ini memberikan keuntungan yaitu

Prestasi belajar matematika siswa kelas VII C MTsN Ngantru Tulungagung Tahun Ajaran 2009/2010 pada pokok bahasan segi empat dengan menggunakan pembelajaran

Berdasarkan penelitian tentang Efektifitas Kon - sentrasi Asap Cair (Liquid Smoke) Dari Tempurung Kelapa Terhadap Angka Kuman Pada Tahu diperoleh simpulan sebagai berikut:

Apabila ventilasi kamar tidur memenuhi syarat kesehatan maka kuman TB dapat terbawa keluar ru- angan melalui ventilasi udara dan apabilah ventilasi buruk atau tidak memenuhi