• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN METODE DISIPLIN HUKUMAN FISIK OLEH ORANGTUA DENGAN PERILAKU AGRESIF FISIK PADA ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN METODE DISIPLIN HUKUMAN FISIK OLEH ORANGTUA DENGAN PERILAKU AGRESIF FISIK PADA ANAK"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN METODE DISIPLIN

”HUKUMAN FISIK” OLEH ORANGTUA

DENGAN PERILAKU AGRESIF FISIK PADA ANAK

Oleh: NURLELA SUKARTI, Dr.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(2)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN METODE DISIPLIN

”HUKUMAN FISIK” OLEH ORANGTUA

DENGAN PERILAKU AGRESIF FISIK PADA ANAK

Oleh: Nurlela Sukarti, Dr.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2008

(3)

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN METODE DISIPLIN ”HUKUMAN FISIK” OLEH ORANGTUA

DENGAN PERILAKU AGRESIF FISIK PADA ANAK

Telah Disetujui Pada Tanggal

_______________________

Dosen Pembimbing Utama

(4)

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN METODE DISIPLIN ”HUKUMAN FISIK” OLEH ORANGTUA DENGAN

PERILAKU AGRESIF FISIK PADA ANAK

Nurlela Dr. Sukarti

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara penggunaan metode disiplin "hukuman fisik“ oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara penggunaan metode disiplin "hukuman fisik“ oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak. Semakin tinggi hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua, semakin tinggi perilaku agresif fisik anak. Sebaliknya, semakin rendah hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua, semakin rendah perilaku agresif anak.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan kelas V Sekolah Dasar sebanyak 162 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Skala metode disiplin "hukuman fisik“ oleh orangtua yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek dan bentuk-bentuk hukuman fisik yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Skala yang kedua adalah skala perilaku agresif fisik pada anak yang disusun dengan memodifikasi dari skala perilaku agresif yang digunakan oleh Khumas (1997) berdasarkan aspek dan bentuk perilaku agresif yang dikemukakan oleh Mussen dkk (1984) dan Jersild (1975).

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi product moment dari Pearson dengan menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara penggunaan metode disiplin "hukuman fisik“ oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak. Hasil uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi sebesar r = 0,230 dengan p = 0,003 (p<0,01) yang artinya ada hubungan positif yang signifikan antara penggunaan metode disiplin "hukuman fisik“ oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak. Jadi hipotesis penelitian diterima. Besarnya sumbangan hukuman fisik oleh orangtua terhadap perilaku agresif fisik pada anak menunjukkan R squared = 0,053, artinya 5,3% perilaku agresif fisik pada anak dipengaruhi oleh hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua.

(5)

Pengantar

Perilaku agresif merupakan salah satu fenomena masyarakat yang terjadi di tiap negara. Hampir setiap hari media cetak maupun media elektronik memberitakan mengenai peristiwa pembunuhan, perkelahian dan pencurian (Sari dan Kurniawan, 2004) yang terjadi di suatu tempat dan dilakukan oleh anak-anak, pemuda atau pelajar yang masih muda usianya (Mu’tadin, 2002). Contoh kasus tersebut sangat erat kaitannya dengan peran orangtua dalam menjadi teladan dan tokoh sosialisasi yang baik bagi anak.

Sears, et al. (1991) mengartikan agresi adalah suatu perilaku yang menyakiti orang lain secara fisik maupun verbal (Baron & Byrne, 2005; Berkowitz, 2003) baik dalam proporsi yang besar maupun yang kecil dan dilakukan untuk mendapatkan suatu kesenangan pribadi dengan atau tanpa tujuan tertentu, diungkapkan oleh Schellenberg (Sari dan Kurniawan, 2004). Hal yang sama dikemukakan juga oleh Aronson dan Baron (Koeswara, 1988). Selanjutnya, Musbikin (2005) berpendapat perilaku agresif yang dilakukan oleh anak bersifat menyerang atau berupa tindakan yang merusak.

Jewet (Sari dan Kurniawan, 2004)mengemukakan perilaku agresif anak adalah perilaku anak yang ditujukan seorang anak kepada orang lain, binatang atau benda sehingga menyebabkan luka fisik atau mental bagi orang maupun hewan tersebut serta kerusakan atau kehancuran benda tersebut.

Menurut Bolman, perilaku agresif anak yang muncul pada usia 6 sampai 14 tahun berupa kemarahan, kejengkelan, rasa iri, tamak, cemburu dan suka mengkritik. Anak mengarahkan perilakunya pada teman sebaya, saudara

(6)

sekandung dan dirinya sendiri. Perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menang bersaing, meyakinkan diri, menuntut keadilan dan memuaskan perasaan. Selain itu, anak juga senang berkelahi secara fisik pada anak laki-laki dan perang mulut pada anak perempuan. Pada usia 14 tahun sampai dewasa, anak mulai memodifikasi perasaan agresif, seperti beraktivitas kerja dan olah raga. Perilaku tersebut bertujuan untuk keseimbangan emosi, khususnya harga diri (Dayakisni dan Hudaniah, 2001).

Sementara itu, DeBord (Sari dan Kurniawan, 2004)berpendapat bahwa anak yang duduk di kelas I hingga kelas III sekolah dasar kebanyakan memiliki kebutuhan untuk menyerang orang lain secara agresif. Perilaku agresifnya dapat berupa membanting pintu serta menghentak-hentakkan kaki ke lantai. Pada rentang usia ini anak jarang melakukan pemukulan terhadap temannya. Perilaku tesebut akan terus berlanjut pada saat anak duduk di kelas IV hingga kelas IX (kelas III SMP). Anak laki-laki pada usia ini biasanya memperlihatkan perilaku agresif melalui konfrontasi langsung dan serangan fisik, sedangkan anak perempuan memperlihatkan perilaku agresif dengan cara menjauhkan diri dan memfitnah atau mengejek orang lain. Perilaku agresif yang lebih mengarah pada perilaku kekerasan akan diperlihatkan anak pada usia yang lebih tua. Anak pada rentang usia ini biasanya mulai memperlihatkan tindakan ceroboh, memperlihatkan kemarahan secara jelas, memperlihatkan perasaan benci terhadap orang lain, menyakiti orang lain serta melakukan perilaku merusak untuk menyerang orang lain.

(7)

Kelly (2005) berpendapat bahwa perilaku agresif anak dapat berupa intimidasi fisik (seperti memukul, menendang, atau ancaman fisik), agresi verbal (memanggil nama atau mengejek). Selanjutnya, perilaku agresif anak menurut Musbikin (2005) meliputi memukul atau menendang teman, merenggut dan melemparkan benda, merebut mainan, meludah, mengeluarkan kata-kata kasar atau kotor, menyumpah, dan memaki.

Beberapa kasus yang telah dikemukakan di atas merupakan bagian dari kasus-kasus yang pernah terjadi dalam kehidupan anak. Menurut data yang dimuat dalam surat kabar harian Kompas tahun 2003 berasal dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 2002 mengenai anak-anak yang berhadapan dengan hukum karena kejahatan atau kriminal ringan misalnya pencurian, perkelahian dan narkoba menunjukkan anak yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak berjumlah 3722 anak dan tersebar di 13 Lembaga Pemasyarakatan seluruh Indonesia, angka tersebut belum termasuk anak-anak yang ditahan di Kepolisian Sektor maupun Kepolisian Resort (Sari dan Kurniawan, 2004)Data tersebut menunjukkan bahwa terdapat banyak anak yang berperilaku agresif sampai melanggar hukum. Hal yang semestinya adalah anak memiliki perilaku yang baik. Karena perilaku dalam tahap perkembangan anak merupakan sumbangan dasar bagi terbentuknya kepribadian anak pada tahap perkembangan usia selanjutnya.

Barnadib (Rasyid, 1998) menuturkan orangtua memiliki tanggung jawab dan peran yang besar sebagai seorang pendidik utama dan pertama dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan dan perkembangan individu di dalam

(8)

keluarga. Pendidikan menghendaki agar anak dapat mengembangkan perilaku tertentu, bukan berdasar kehendak anak tersebut, akan tetapi berdasarkan norma masyarakat.

Salah satu cara untuk membangun pendidikan adalah memberikan pendidikan disiplin pada anak. Menurut Sukadji (Mu’tadin 2002), pendidikan disiplin merupakan suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk menanamkan pola perilaku tertentu, kebiasaan-kebiasaan tertentu, atau membentuk manusia dengan ciri-ciri tertentu, terutama untuk meningkatkan kualitas mental dan moral. Sedangkan di dalam keluarga, pendidikan disiplin diartikan sebagai metode bimbingan orangtua agar anaknya mematuhi bimbingan tersebut. Tujuan utama dari disiplin bukan hanya mematuhi perintah atau aturan saja. Akan tetapi agar setiap individu memiliki disiplin jangka panjang yaitu kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri yang terwujud dalam mengakui hak dan kewajiban orang lain serta memiliki tanggung jawab di dalam lingkungan sosial, dimana penanamannya dimulai sejak kecil (Mu’tadin, 2002).

Metode disiplin yang paling sering digunakan oleh orangtua untuk mendidik anak adalah hukuman. Karena menurut sebagian masyarakat, pemberian hukuman pada anak merupakan metode disiplin yang efektif daripada metode penjelasan atau induksi. Orangtua anak-anak sekolah dasar menggunakan lebih sedikit disiplin fisik dibandingkan yang dilakukan orangtua pada anak-anak prasekolah (Santrock, 2002).

Hukuman yang mendidik merupakan hukuman yang dapat menyadarkan pihak yang bersalah atau anak, bahwa hal yang baru saja dilakukan hendaknya

(9)

tidak diulangi, karena hal tersebut tidak pantas dilakukan dan tidak diperbolehkan oleh orangtua. Hukuman sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan anak yang melanggar batasan yang telah ditetapkan oleh orangtua. Pemberian hukuman yang terlalu berat dan terlalu sering akan mengakibatkan anak meniru perilaku agresif terhadap orang lain atau benda di sekitarnya. Dapat disimpulkan bahwa ketika anak melakukan suatu kesalahan atau perbuatan yang tidak disukai oleh orangtuanya, orangtua menghukum anak dengan cara isolasi, konsekuensi, hukuman secara fisik, atau hukuman secara verbal. Kemudian dengan frekuensi yang semakin meningkat dan pemahaman anak yang belum optimal, anak meniru perilaku yang dilakukan oleh orangtua. Di sini secara tidak sadar orangtua telah mengajarkan anak untuk berperilaku agresif. Pernyataan ini didukung oleh Giovanni dan Becerra (Tower, 1989) yaitu hukuman fisik pada anak telah dipraktekkan secara meluas, ketika anak-anak tersebut menjadi dewasa dan mengalami stres, maka anak akan merespon dengan satu jenis kedisiplinan yang pernah didapatkannya dari orangtua. Lebih lanjut, penelitian Hetherington (Koeswara, 1988) menyimpulkan bahwa individu-individu menjadi agresif sebagai akibat dari hasil pencontohan atas agresi yang dilakukan oleh orangtuanya terhadap diri anak. Selain itu, pendidikan dan pembinaan dari orangtua yang tidak maksimal, serta berbagai faktor seperti pengaruh film, tayangan televisi dan lingkungan yang negatif memungkinkan anak-anak melakukan perilaku agresif sebagaimana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Iswardani, seorang psikolog mengemukakan bahwa agresi banyak dijumpai pada anak dengan orangtua yang bersikap terlalu berkuasa dan sering

(10)

memberikan hukuman fisik. Selain itu, anak yang sering menerima hukuman fisik, perilaku agresifnya semakin meningkat. Hal ini dikarenakan anak mengalami proses belajar (Republika, 12 September 2004). Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Eron (Kompas, 27 Desember 2005) menunjukkan bahwa hukuman fisik dikhawatirkan dapat mendorong anak untuk berperilaku agresif. Lebih lanjut, hasil penelitian Mussen, anak pada usia 6-10 tahun tingkah laku agresifnya akan tampak sebagai kemarahan dan hal ini pada masa remaja akan tampak sebagai tingkah laku agresif (Tarmudji, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Bandura dan Walters (Koeswara, 1988) menemukan bahwa individu yang delinkuen dan agresif sebagian besar berasal dari keluarga yang orangtuanya menggunakan hukuman fisik secara berlebihan dalam menegakkan disiplin pada anak-anaknya.

(11)

Metode Penelitian

Karakteristik subjek pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah siswa-siswi kelas empat dan kelas lima Sekolah Dasar yang berusia 9-13 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data berbentuk angket dengan metode skala yaitu menggunakan skala-skala psikologis untuk mengungkap atribut psikologis yang dijadikan variabel dalam penelitian ini. Skala ini terdiri dari skala hukuman fisik oleh orangtua yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek dan bentuk-bentuk hukuman fisik yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan skala perilaku agresif fisik yang disusun oleh peneliti dengan memodifikasi alat ukur perilaku agresif yang telah dibuat oleh Khumas (1997) berdasarkan aspek dan bentuk perilaku agresif yang dikemukakan oleh Mussen dkk (1984) dan Jersild (1975).

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa statistik. Untuk melihat hubungan antara penggunaan metode disiplin "hukuman fisik“ oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak yaitu menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson.

(12)

Hasil Penelitian

Uji Asumsi

Sebelum melakukan analisis uji korelasi untuk menguji hipotesis penelitian, peneliti melakukan uji asumsi terlebih dahulu sebagai syarat analisis uji korelasi. Uji persyaratan meliputi uji normalitas dan uji linieritas.

Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat normal atau tidaknya distribusi sebaran jawaban subjek pada suatu variabel yang dianalisis. Uji normalitas menggunakan teknik analisis One Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Kaidah yang digunakan yaitu jika p>0,05 maka sebaran data normal, sedangkan jika p<0,05 maka sebaran data tidak normal.

Uji normalitas menghasilkan KS-Z = 1,343 dengan p sebesar 0,054 untuk variabel perilaku agresif fisik pada anak. Sedangkan pada variabel hukuman fisik oleh orangtua menghasilkan KS-Z=1,331 dengan p sebesar 0,058. Dengan demikian variabel perilaku agresif fisik anak dan variabel hukuman fisik oleh orangtua memiliki sebaran data yang normal atau berdistribusi normal.

Hasil Uji Linieritas

Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan variabel dependent dengan variabel independent merupakan garis lurus yang linier atau tidak. Hasil uji linieritas pada skala perilaku agresif fisik anak dan penggunaan hukuman fisik oleh orangtua diperoleh hasil F = 9,495 dengan p = 0,002 (p<0,05) dan deviation from linearity dengan F = 1,659 dengan p = 0,070 (p>0,05). Hal ini

(13)

menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut membentuk satu garis linier.

Uji Hipotesis

Analisis korelasi menggunakan program Product Moment dari Pearson. Analisis Product Moment dilakukan pada skor total perilaku agresif fisik anak dan hukuman fisik oleh orangtua diperoleh nilai r = 0,230 dan p = 0,003 (p<0,01). Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara penggunaan hukuman fisik oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak. Semakin tinggi penggunaan hukuman fisik oleh orang tua, maka semakin tinggi pula perilaku agresif fisik yang dilakukan oleh anak.

(14)

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka hipotesis yang telah diajukan, yaitu ada hubungan positif antara penggunaan metode disiplin ”hukuman fisik” oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak, sehingga hipotesis diterima. Semakin tinggi hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua, semakin tinggi perilaku agresif fisik anak. Sebaliknya, semakin rendah hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua, semakin rendah perilaku agresif anak. Hasil analisis uji korelasi dengan menggunakan teknik Product Moment dari Pearson menghasilkan koefisien r = 0,230 dengan p sebesar 0,003 (p<0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan metode disiplin “hukuman fisik” oleh orangtua mempunyai hubungan positif yang signifikan dengan perilaku agresif fisik pada anak.

Hasil penelitian ini mendukung teori yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, bahwa orangtua yang menggunakan hukuman fisik di dalam mendidik anak, akan menumbuhkan anak berperilaku agresif fisik. Penelitian yang menyatakan bahwa anak yang berperilaku agresif disebabkan oleh orangtua yang memberikan hukuman fisik di dalam menerapkan pendisiplinan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Bandura dan Walters (Koeswara, 1988) menemukan bahwa individu yang delinkuen dan agresif sebagian besar berasal dari keluarga yang orangtuanya menggunakan hukuman fisik secara berlebihan dalam menegakkan disiplin pada anak-anaknya. Penelitian lain menyimpulkan (Kohn, 2006) bahwa orangtua yang menghukum anak karena melanggar aturan perilaku di rumah, seringkali memiliki anak-anak yang menunjukkan pelanggaran

(15)

peraturan tingkat yang lebih tinggi apabila anak berada di luar atau jauh dari rumah. Penelitian lebih lanjut melaporkan bahwa akibat negatif dari hukuman fisik berupa pemukulan pantat, tamparan atau dengan cara lainnya yang menimbulkan penderitaan fisik sebagai bentuk pendisiplinan.

Adanya hubungan positif antara penggunaan hukuman fisik oleh orang tua dengan perilaku agresif fisik pada anak menunjukkan bahwa orangtua memberikan andil di dalam perkembangan perilaku agresif pada anak melalui cara orang tua menggunakan hukuman fisik terhadap anak. Hukuman fisik tersebut menyebabkan frustasi pada anak dan membentuk dorongan agresif yang meningkat (karena kondisi yang tidak menyenangkan yang telah diciptakan oleh orangtua). Ketika orangtua memberikan hukuman fisik pada anak, secara tidak langsung orangtua telah menghadirkan model perilaku agresif terhadap anak. Pada waktu mendatang, anak akan meniru perilaku dari model orangtua. Suatu studi dari Becker (Newman, 1979) menyimpulkan bahwa orangtua yang menggunakan metode power assertion cenderung menunjukkan tingkat agresif yang tinggi. Pertama, hukuman fisik menyebabkan frustasi pada anak dan membentuk impuls agresi yang lebih meningkat. Kedua, orangtua yang mendisiplinkan anak dengan hukuman fisik akan menyajikan model perilaku agresif terhadap anak. Ketiga, orangtua yang menghukum anak secara agresif, pada suatu hari akan meningkatkan perilaku agresif anak pada orang lain. Hal yang hampir sama diungkapkan oleh Dobson (2005) bahwa dengan memukul anak, berarti mengajari anak untuk memukul orang lain, dan akan membuat anak menjadi lebih brutal. Power assertion membuat orangtua menjadi model yang buruk dalam hal kontrol

(16)

diri sebagai individu yang tidak dapat mengendalikan perasaannya. Anak dapat meniru model yang memiliki kontrol diri yang buruk ketika anak mengalami situasi yang membuatnya tertekan (Santrock, 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua di dalam mendidik anak memberikan sumbangan terhadap perilaku agresif fisik pada anak. Semakin tinggi orangtua menggunakan hukuman fisik, maka semakin tinggi perilaku agresif fisik anak. Sebaliknya, semakin rendah orangtua menggunakan hukuman fisik, maka semakin rendah pula perilaku agresif fisik pada anak.

Hasil analisis statistik deskriptif diketahui bahwa hukuman fisik oleh orangtua berada dalam kategori sangat rendah (30,25%), dan perilaku agresif fisik pada anak juga berada dalam kategori sangat rendah (39,51%). Besarnya sumbangan hukuman fisik oleh orangtua terhadap perilaku agresif fisik pada anak menunjukkan R squared = 0,053, artinya 5,3% perilaku agresif fisik pada anak dipengaruhi oleh hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua dan 94,7% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne (2005) bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu faktor sosial dan faktor personal. Faktor sosial terdiri dari frustasi, provokasi langsung dari orang lain, pengaruh media massa seperti tayangan televisi atau film, tekanan yang tinggi terhadap kognisi dan emosi, dan alkohol. Faktor personal terdiri dari kepribadian tipe A dan bias atribusi permusuhan. Gerard Patterson, John Reid, dkk (Berkowitz, 2003) berpendapat bahwa kondisi keluarga yang penuh tekanan, seperti pengangguran atau konflik suami istri, tingkat

(17)

pendidikan, penghasilan yang rendah, dan latar belakang etnis orangtua sangat mempengaruhi pertumbuhan anak. Berkowitz (2003) menuturkan bahwa cara orangtua memberikan pendisiplinan dengan menggunakan hukuman dan kebiasaan bertengkar dan konflik antara ayah dan ibu dapat mempengaruhi anak untuk berperilaku agresif.

Metode disiplin yang baik di dalam mendisiplinkan anak adalah metode induksi atau penjelasan. Seperti yang dikemukakan oleh Brody & Shaffer (Santrock, 2003) bahwa induksi memiliki hasil yang lebih baik pada anak-anak usia sekolah dasar daripada anak-anak prasekolah. Hoffman (Santrock, 2003) menambahkan dan lebih baik pada anak-anak dari kelas sosial ekonomi menengah daripada anak-anak kelas sosial ekonomi yang lebih rendah.

Menurut Leizer & Roger (Newman, 1979) metode induksi memberikan suatu kerangka dalam membimbing tingkah laku dan berusaha meningkatkan empati dengan menegaskan pada anak tentang konsekuensi perilaku anak terhadap orang lain. Bentuk perlakuan yang digunakan dalam metode induksi adalah memberikan contoh-contoh positif dengan mendiskusikan perilaku anak dengan keluarga maupun dengan anak dan memberikan penalaran tanpa disertai hukuman. Odom, Seeman dan Newbrough (Newman, 1979) mengemukakan bahwa keluarga yang menggunakan metode induksi sebagai metode disiplin yang utama dapat digambarkan sebagai keluarga yang demokratis. Keluarga memiliki karakteristik yang hangat, penuh situasi penerimaan, tingkat komunikasi yang tinggi antar anggota keluarga dan tenggang rasa pada orang lain.

(18)

Kelemahan dari penelitian ini adalah penggunaan pendekatan tes-ulang atau test-retest pada pengujian reliabilitas skala perilaku agresif fisik untuk uji coba. Pada pendekatan tes-ulang, subjek dikenakan dua kali pengukuran. Dalam hal ini subjek sedikit banyak telah melalui proses belajar pada pengukuran kedua. Kelemahan yang kedua adalah pendekatan tes-ulang memerlukan waktu yang lama. Dalam penelitian ini membutuhkan jeda waktu selama satu minggu antara pengukuran pertama dan kedua. Selain itu, subjek pada pengukuran pertama dan kedua ada yang tidak hadir. Kelemahan yang ketiga adalah variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode disiplin “hukuman fisik” oleh orangtua, sedangkan secara teoritis metode disiplin yang baik adalah metode disiplin “induksi”, sehingga penelitian ini akan sangat bermanfaat jika variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode disiplin “induksi”, karena metode disiplin “induksi” dapat menurunkan perilaku agresif anak.

(19)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara penggunaan metode disiplin ”hukuman fisik” oleh orangtua dengan perilaku agresif fisik pada anak. Semakin tinggi hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua, semakin tinggi pula perilaku agresif fisik anak. Sebaliknya, semakin rendah hukuman fisik yang digunakan oleh orangtua, maka semakin rendah pula perilaku agresif anak.

Saran

Berdasarkan dari penelitian ini peneliti hendak mengajukan saran-saran untuk subjek dan untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya sebagai berikut :

1. Bagi orangtua

Disarankan untuk para orangtua agar tidak menggunakan hukuman fisik di dalam mendidik anak dan diharapkan orangtua menggunakan metode disiplin ”induksi” atau penjelasan. Contoh cara dalam menggunakan metode induksi adalah memberikan contoh-contoh positif dengan mendiskusikan perilaku anak dengan keluarga maupun dengan anak dan memberikan penalaran tanpa disertai hukuman, dengan menggunakan metode induksi di dalam mendidik anak, maka akan terbentuk keluarga yang demokratis.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tema yang sama, diharapkan untuk mengembangkan variabel-variabel yang berhubungan dengan perilaku agresif pada anak. Misalnya dengan meluaskan ruang lingkup

(20)

orang yang memberikan hukuman seperti guru di sekolah, atau faktor lain misalnya metode disiplin ”induksi”, konflik dan perceraian orangtua, stres, alkohol, penghasilan keluarga yang rendah dan tingkat pendidikan orangtua.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Artikel dalam Kompas. 2005. Perlukah Anak Mendapat Hukuman Badan?. http://www.google.com. 27/12/05.

Artikel dalam Republika. 2004. "Teror" Si Kecil di Depan UMum. http://www.google.com. 12/09.04.

Baron, R, A & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Berkowitz, L. 2003. Emotional Behavior. diterjemahkan oleh Hartatni Woro Susiatni., Jakarta: PPM.

Dayakisni, T. & Hudaniah. 2001. Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Dobson, J. C. 2005. 12 Strategi Membangun Harga Diri Anak. Yogyakarta: Cinta Pena.

Kelly, K. 2005. Perilaku Agresif dan Suka Menggertak. Menghentikan Perilaku Buruk Anak. Jakarta: Gramedia.

Khumas, A. 1997. Peran Fantasi Agresi Terhadap Perilaku Agresif Anak-anak. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Kohn, A. 2006. Jangan Pukul Aku! Paradigma-Baru Pola Pengasuhan Anak. Bandung: Mizan Learning Center.

Koeswara, E. 1988. Agresi manusia. Bandung.: PT. Eresco

Kurniawan dan Sari. 2004. Pengaruh Pelatihan Keceerdasan Emosi Terhadap Penurunan Agresifitas Anak Di Sekolah. Jurnal Psikologika Nomor 18 Tahun IX. Universitas Islam Indonesia.

Musbikin, Imam. 2005. Mendidik Anak Nakal. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

(22)

__________ 2002. Faktor Penyebab Perilaku Agresi. http//www.e-psikologi.com.10/06/02.

Newman, B. M., and Newman, P. R. 1979. Developmental Through Life: A Psychosocial Approach. Illinois: The Dorsey Press.

Rasyid, H. 1998. Pendidikan dan Pembelajaran di Lingkungan Keluarga. JPI Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Indonesia, Volume 4, tahun 3. Yogyakarta.

Santrock, J. W., 2002. Life-Span Development Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

____________, 2003. Adolescence-Perkembangan Remaja Jilid 2. Erlangga: Jakarta.

Sears, D. O., Freedman, J. L., and Peplau, L. A., 1991. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Tarmudji, T. 2001. Hubungan Pola Asuh Dengan Agresifitas Remaja. http//www.depdiknas.co.id

(23)

IDENTITAS PENULIS

Nama Mahasiswa : Nurlela

Alamat Rumah/Kost : Karangasem No. 210 Condong Catur Nomor Telepon/HP : 081 392 23 2106

Referensi

Dokumen terkait

Hari ini Sabtu 28 Juli 2018, saya mendapat kehormatan untuk berdiri di depan bapak/ibu undangan sekalian untuk menyampaikan pidato pengukuhan penerimaan jabatan Guru Besar saya

Selain itu juga analisis terhadaap data hasil tes akhir dilakukan untuk melihat kemampuan pemahaman konsep dari pembelajaran yang dilakukan dengan cara menghitung

Dalam rangka melakukan percepatan pelaksanaan PPRG ini, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Metode yang akan digunakan pada prediksi harga cabai dan bawang merah adalah hybrid Elman neural network dengan genetic algorithm atau dalam Bahasa Indonesia hybrid

Dengan cara demikian diharapkan akan dapat diwujudkan pola pemerintahan daerah yang efektif, efisien, bersih dan berwibawa serta didukung oleh partisipasi

Bermakna bahwa pembangunan yang dilaksanakan harus mampu menciptakan masyarakat yang memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga serta memiliki solusi terbaik dalam

 Sarana pembelajaran (ruang kelas, lab, studio, komputer, in focus, SIAT, ATK) telah tersedia dan berfungsi dengan baik, minimal 3 hari sebelum perkuliahan

Isolasi mikroorganisme dari tanah pertanian kacang tanah di Sidomjo, Jawa Timur telah dilakukan oleh Sari (2005), dan diperoleh satu isolat bakteri yang dapat menghambat