• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah"

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA KEBUN ANGGREK DI TAMAN KYAI LANGGENG KOTA MAGELANG JAWA TENGAH

KASLIYANTI ISLAMIAH

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA KEBUN ANGGREK DI

TAMAN KYAI LANGGENG KOTA MAGELANG JAWA TENGAH adalah

benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber

data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun

yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan pada Daftar Pustaka skripsi ini

Bogor, Maret 2012

KASLIYANTI ISLAMIAH

(3)

Magelang City Central Java Province)

Kasliyanti Islamiah1, Vera Dian Damayanti2, Dewi Rezalini Anwar2 1

Mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB 2

Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

Kyai Langgeng Park located in Magelang City, is one of prime tourist

destinations in Central Java Province. Current utilizations of Kyai Langgeng

Park which occupies an area 27,05 ha are for arboretum, theme park, and orchid

garden. The orchid garden is going to be developed as a tourism object. The

existing condition of this 8.459,5 m2 orchid garden is orchid nursery with green

houses, lodging house, wooden vegetation, and footpath. The objective of this

study is to provide landscape plan for the orchid garden to become tourism object

by considering its physical and tourism aspect. Method to be applied in this

landscape planning study is descriptive and spatial analysis by following planning

process of Gold (1980). The process consisted of preparation, inventory, analysis,

synthesis, concept, and planning. Based on spatial analysis of the biophysical

aspects results three areas with the potential for tourism development in the

orchid garden. The three areas consist of areas with high intensity, medium, and

low for tourism development. This basic concept of the tourism planning is

educative and recreative tourism of orchid garden. The basic concept is

developed into spatial plan, circulation plan, vegetation plan, tourism activities

and facilities plan. The output of this study is siteplan.

(4)

RINGKASAN

KASLIYANTI ISLAMIAH. A44070009. Perencanaan Lanskap Obyek

Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa

Tengah. Dibimbing oleh VERA DIAN DAMAYANTI dan DEWI REZALINI

ANWAR.

Beberapa daerah di Jawa Tengah menyimpan potensi wisata yang tinggi,

salah satunya yaitu Taman Kyai Langgeng (TKL) di Kota Magelang. Saat ini

pemanfaatan Taman Kyai Langgeng sebagai kebun koleksi tanaman langka,

taman tematik, dan kebun anggrek. Kebun Anggrek inilah yang saat ini sedang

dikembangkan oleh pengelola sebagai obyek wisata. Sebagai salah satu obyek

wisata yang akan dikembangkan oleh pengelola TKL, banyak hal yang masih

harus ditata di Kebun Anggrek ini jika akan dikembangkan sebagai suatu obyek

wisata. Oleh karena itu, studi perencanaan lanskap ini perlu dilakukan dengan

harapan hasil studi dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam menata

lanskap Kebun Anggrek sebagai obyek wisata dengan komoditas anggrek sebagai

daya tarik utamanya.

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode survei dan analisis.

Metode survei berupa pengamatan, dokumentasi, pengukuran, dan wawancara

untuk mendapatkan data biofisik tapak dan data wisata. Metode analisis dilakukan

secara deskriptif dan spasial. Pendekatan perencanaan yang digunakan

berdasarkan sumber daya tapak dan aktivitas wisata. Adapun studi ini mengikuti

tahapan perencanaan modifikasi Gold (1980) yang terdiri dari tahap persiapan,

inventarisasi, analisis, konsep, sintesis, dan perencanaan.

Analisis spasial dilakukan terhadap aspek biofisik kemiringan tapak dan

vegetasi. Dari hasil analisis keduanya didapatkan hasil analisis berupa tiga area

dengan tingkat potensinya terhadap pengembangan wisata di Kebun Anggrek.

Tiga area tersebut terdiri dari area dengan intensitas tinggi, sedang, dan rendah

untuk aktivitas wisata.

Konsep dasar perencanaan lanskap yang akan dikembangkan pada tapak

adalah wisata Kebun Anggrek yang edukatif dan rekreatif. Aspek edukatif

(5)

budidaya dan pengenalan jenis-jenis anggrek bagi pengunjung. Aspek rekreatif

bertujuan agar pengunjung mendapatkan penyegaran tubuh dan pikiran kembali

setelah berkunjung ke Kebun Anggrek melalui keindahan koleksi anggrek yang

tersaji di dalamnya dan kegiatan budidaya yang dapat menjadi terapi bagi

pengunjung. Konsep dan tiga potensi area hasil analisis dikembangkan sehingga

menghasilkan rencana lanskap wisata kebun anggrek.

Hasil akhir dari studi ini adalah rencana lanskap wisata kebun anggrek ini

terdiri dari rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas,

dan rencana fasilitas. Berdasarkan rencana ruang, Kebun Anggrek memiliki luas

8.459,5 m² yang terbagi menjadi lima ruang yaitu: (1) ruang penerimaan dengan

luas 250 m² atau 2,9 % dari luas keseluruhan, (2) ruang pelayanan dengan luas

603 m² atau 7,2 % dari luas keseluruhan, (3) ruang wisata utama dengan luas

3.770 m² atau 44,6 % dari luas keseluruhan, (4) ruang produksi dengan luas 585,5

m² atau 6,9 % dari luas keseluruahan, dan (5) ruang penyangga dengan luas 3.251

atau 38,4 % dari luas keseluruhan. Ruang wisata utama dibagi menjadi ruang

wisata budidaya anggrek, ruang wisata hutan anggrek, ruang wisata anggrek

gantung, ruang wisata anggrek dalam paranet, serta ruang wisata taman anggrek

dalam tema eropa dan jepang. Rencana sirkulasi terdiri dari sirkulasi produksi dan

wisata. Rencana vegetasi terbagi menjadi vegetasi utama yakni anggrek serta

vegetasi pendukung yakni vegetasi yang mendukung keberadaan anggrek,

menambah estetik tapak, dan menjaga keberlanjutan tapak. Rencana aktivitas

terbagi menjadi aktivitas produksi dan wisata. Serta rencana fasilitas yang terdiri

(6)

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(7)

PERENCANAAN LANSKAP OBYEK WISATA KEBUN ANGGREK DI TAMAN KYAI LANGGENG KOTA MAGELANG JAWA TENGAH

KASLIYANTI ISLAMIAH

A44070009

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek

di Taman Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah

Nama : Kasliyanti Islamiah

NRP : A44070009

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Vera Dian Damayanti, SP, MLA. Dewi Rezalini Anwar, SP, M.A.Des.

NIP. 19740716 200604 2 004 NIP. 19800318 200812 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

NIP. 19480912 197412 2 001

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini. Studi

berjudul “Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman Kyai

Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah” ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dengan Mayor Arsitektur Lanskap dari

Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Vera Dian Damayanti, SP, MLA dan Ibu Dewi Rezalini Anwar, SP,

M.A.Des sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan

dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si. atas kesediannya menjadi dosen

penguji.

3. Dinas Pertanian Kota Magelang, atas seluruh data dan informasi yang telah

diberikan kepada penulis.

4. Keluarga Bapak Widodo di Magelang, atas bantuan akomodasinya selama

penulis melakukan pengumpulan data dan observasi di lapang.

5. Pengelola Taman Kyai Langgeng, atas izinnya kepada penulis untuk

melakukan survei di Kebun Anggrek.

6. Ibu, Bapak, Mbak Esly, Mas Albar, Mas Syarif, Icha, Tante Neni atas

semangat dan doanya.

7. Teman-teman ARL 44, atas dukungan dan semangat yang diberikan.

8. Teman-teman Kos Jamilah, atas perhatian yang diberikan.

9. Seluruh pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Akhir kata, penulis mengharapakan studi ini dapat bermanfaat dan dapat

dijadikan sebagai masukan bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, 2012

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Pamekasan Provinsi Jawa Timur pada

tanggal 17 Maret 1989. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari

pasangan Achmad Surjanto dan Liliek Heriyetty.

Penulis memulai jenjang pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri

(SDN) Barurambat Kota 1 pada Tahun 1995. Kemudian pada Tahun 2001

melanjutkan jenjang pendidikannya di SLTPN 1 Kota Banyuwangi. Tiga tahun

kemudian penulis melanjutkan jenjang pendidikan menengah atas di SMAN 1

Glagah Banyuwangi. Pada tahun 2007 setelah lulus dari SMA, penulis diterima di

Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Setelah menyelesaikan tahap Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di tahun pertama,

penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 3

1.4. Kerangka Pikir Studi ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap ... 5

2.2. Wisata 2.2.1. Pengertian Wisata ... 5

2.2.2. Supply dan Demand Wisata 2.2.2.1. Supply Wisata ... 6

2.2.2.2. Demand Wisata ... 9

2.2.3. Obyek dan Atraksi Wisata ... 9

2.3. Perencanaan Lanskap ...10

2.4. Anggrek 2.4.1. Penggolongan Anggrek ...12

2.4.2. Syarat Tumbuh Anggrek ...14

III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi ...15

3.2. Batasan Studi. ...16

3.3. Alat dan Bahan Studi ...16

3.4. Metode Studi ...16

IV. KONDISI UMUM 4.1. Kota Magelang 4.1.1. Geografis dan Administratif. ...25

4.1.2. Topografi dan Fisiografi. ...26

4.1.3. Geologi. ...26

4.1.4. Iklim. ...26

4.1.5. Hidrologi. ...27

4.2. Taman Kyai Langgeng 4.2.1. Lokasi dan Aksesibilitas. ...27

4.2.2. Sejarah...29

4.2.3. Aspek Wisata 4.2.3.1. Atraksi Wisata. ...30

4.2.3.2. Fasilitas Penunjang Wisata. ...31

(12)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Data dan Analisis

5.1.1. Kondisi Awal Kebun Anggrek ...36

5.1.2. Aspek Biofisik 5.1.2.1. Topografi dan Kemiringan Tapak. ...38

5.1.2.2. Vegetasi ...43

5.1.2.3. Aksesibilitas dan Sirkulasi ...47

5.1.2.4. Hidrologi...50

5.1.2.5. Kualitas Visual ...53

5.1.2.6. Tanah ...55

5.1.2.7. Iklim Mikro ...55

5.1.3. Aspek Wisata 5.1.3.1. Atraksi Wisata ...57

5.1.3.2. Fasilitas Penunjang ...60

5.1.3.3. Pengelolaan...60

5.1.3.4. Pengunjung ...62

5.1.4. Hasil Analisis ...63

5.2. Konsep 5.2.1. Konsep Dasar Perencanaan ...66

5.2.2. Pengembangan Konsep 5.2.2.1. Konsep Ruang ...67

5.2.2.2. Konsep Sirkulasi ...69

5.2.2.3. Konsep Vegetasi ...70

5.2.2.4. Konsep Aktivitas Wisata ...72

5.2.2.5. Konsep Fasilitas Wisata ...73

5.3. Sintesis 5.3.1. Functional Diagram...74

5.3.2. Blockplan ...75

5.4. Perencanaan 5.4.1. Rencana Ruang ...78

5.4.2. Rencana Sirkulasi...80

5.4.3. Rencana Vegetasi ...80

5.4.4. Rencana Aktivitas Wisata ...85

5.4.5. Rencana Fasilitas Wisata ...87

5.4.6. Siteplan ...88

5.4.7. Arahan Desain ...89

VI. SIMPULAN DAN SARAN ...94

DAFTAR PUSTAKA ...96

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jenis dan bentuk data ...18

2 Parameter, kriteria, dan skoring analisis. ...22

3 Hasil pengukuran THI ...56

4 Konsep vegetasi. ...71

5 Konsep aktivitas wisata. ...72

6 Konsep fasilitas wisata. ...74

7 Rencana luas pengembangan ruang ...78

8 Daya dukung wisata ...79

9 Rencana vegetasi utama ...83

10 Rencana vegetasi pendukung ...84

11 Rencana aktivitas wisata ...86

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pikir studi. ... 4

2 Peta lokasi studi. ...15

3 Diagram tahapan perencanaan lanskap (Modifikasi Gold, 1980). ...17

4 Peta administrasi Kota Magelang...25

5 Peta lokasi Taman Kyai Langgeng. ...27

6 Peta aksesibilitas ke Taman Kyai Langgeng. ...28

7 Beberapa obyek dan atraksi wisata TKL. ...30

8 Beberapa fasilitas penunjang wisata TKL ...32

9 Grafik jumlah kunjungan TKL Tahun 2007-2010. ...34

10 Beberapa spot pemandangan di dalam TKL. ...35

11 Peta batas Kebun Anggrek ...36

12 Peta eksisting. ...37

13 Peta topografi. ...39

14 Peta kemiringan Tapak. ...40

15 Peta kesesuaian aktivitas wisata. ...42

16 Vegetasi eksisting di Kebun Anggrek. ...43

17 Peta vegetasi ...44

18 Peta analisis vegetasi. ...46

19 Kondisi jalan akses menuju Kebun Anggrek. ...47

20 Kondisi jalan sirkulasi di dalam Kebun Anggrek. ...48

21 Peta aksesibilitas dan sirkulasi. ...49

22 Diagram alir sistem pengairan di Kebun Anggrek. ...50

23 Kondisi hidrologi di Kebun Anggrek dan sekitarnya. ...51

24 Peta drainase...52

25 Peta visual ...54

26 Kegiatan workshop anggrek ...58

27 Aneka perlombaan dalam festival anggrek ...59

28 Fasilitas di Kebun Anggrek. ...60

(15)

30 Konsep dasar ...66

31 Konsep ruang ...68

32 Konsep sirkulasi ...70

33 Konsep vegetasi ...71

34 Diagram hubungan keterkaitan antar ruang. ...74

35 Peta rencana blok ...77

36 Beberapa habitasi anggrek ...81

37 Media tanam pada batang pohon yang licin ...82

38 Beberapa tanaman groundcover, semak, dan perdu yang direncanakan ...84

39 Beberapa contoh papan interpretasi ...88

40 Siteplan ...90

41 Detail plan paranet ...91

42 Potongan ...92

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wisata merupakan penghasil devisa non-migas yang kini banyak

dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia. Wisata berorientasi alam oleh

pemerintah telah diakui sebagai penghasil devisa terbesar dari sektor non-migas

(Pamulardi, 2006). Sebanyak 52,24% jenis wisata di Indonesia menggunakan

sumber daya alam sebagai dasar asetnya. Di Indonesia motivasi terbesar

kunjungan wisata yang dilakukan wisatawan asing maupun domestik adalah

karena sumber daya alam (Amdani, 2008). Hal ini menandakan bahwa potensi

alam memiliki daya tarik kuat untuk wisatawan berkunjung. Oleh karena itu, tidak

mengherankan jika saat ini berbagai daerah di Indonesia mengembangkan potensi

alam daerahnya untuk kepentingan wisata.

Beberapa daerah di Jawa Tengah menyimpan potensi wisata yang tinggi,

salah satunya yaitu Taman Kyai Langgeng (TKL) di Kota Magelang. TKL

merupakan aset Jawa Tengah karena menjadi salah satu tujuan wisata andalan

Jawa Tengah selain Taman Wisata Budaya Candi Borobudur di Kabupaten

Magelang dan Obyek Wisata Air Owabong Bojongsari di Kabupaten Purbalingga.

Berdasarkan data statistik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa

Tengah tahun 2008, TKL menempati urutan ketiga sebagai daerah tujuan wisata

paling banyak dikunjungi di Jawa Tengah. Jumlah kunjungan pada tahun 2008

sebanyak 908.205 pengunjung dan mengalami peningkatan pada tahun 2009

menjadi 959.976 pengunjung. Selain itu, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kota Magelang ini merupakan salah satu

potensi ekonomi daerah karena sebesar 55% dari pendapatan bersih TKL disetor

sebagai pendapatan asli daerah tiap tahunnya.

Saat ini pemanfaatan Taman Kyai Langgeng sebagai kebun koleksi tanaman

langka, taman tematik, dan kebun anggrek. Pada mulanya TKL direncanakan

dengan konsep Kebun Koleksi Tanaman Langka kemudian berkembang menjadi

(17)

jet coaster, dan lain-lain yang selanjutnya berkembang dengan adanya Kebun

Anggrek. Kebun Anggrek saat ini merupakan kebun pembibitan anggrek.

Pengelola TKL akan mengembangkan Kebun Anggrek sebagai salah satu obyek

wisata.

Saat ini di dalam Kebun Anggrek belum memiliki obyek maupun atraksi

wisata yang dapat menarik minat pengunjung. Penutupan lahan di Kebun Anggrek

didominasi oleh Pohon Jati. Selain Pohon Jati, di dalam Kebun Anggrek juga

terdapat dua buah rumah kaca dan satu buah rumah pengelola untuk menunjang

aktivitas pembibitan di dalamnya. Aktivitas di Kebun Anggrek hanya berupa

pembibitan sampai pada tahap perbesaran anggrek sedangkan pembungaannya

dilakukan di Kopeng. Sehingga di dalam Kebun Anggrek tidak menampilkan

anggrek yang sudah berbunga. Sirkulasi hanya terdapat pada akses masuk dan di

sekeliling rumah kaca. Banyak hal yang masih harus ditata di Kebun Anggrek ini

jika akan dikembangkan sebagai suatu obyek wisata. Komponen yang menunjang

fungsi wisata seperti atraksi, pelayanan, transportasi, informasi, dan promosi harus

direncanakan dengan baik dalam kawasan agar menunjang keberhasilan wisata

yang akan dilaksanakan (Gunn, 1994). Oleh karena itu, studi perencanaan lanskap

ini perlu dilakukan dengan harapan hasil studi dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam menata lanskap Kebun Anggrek sebagai obyek wisata dengan

komoditas anggrek sebagai daya tarik utamanya. Sehingga potensi yang dimiliki

Kebun Anggrek dapat dikembangkan secara maksimal sebagai alternatif obyek

wisata yang dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke TKL.

1.2. Tujuan

Tujuan umum studi ini untuk membuat rencana lanskap bagi pengembangan

Kebun Anggrek TKL Magelang sebagai obyek wisata melalui penataan ruang,

sirkulasi, dan penyediaan fasilitas penunjang wisata.

Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai yaitu:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi biofisik Kebun Anggrek TKL

(18)

2. Mengidentifikasi dan mengembangkan potensi wisata di Kebun Anggrek

TKL.

3. Merencanakan lanskap Kebun Anggrek TKL sebagai obyek wisata dengan

menata ruang, sirkulasi, dan fasilitas yang mendukung wisata.

1.3. Manfaat

Hasil studi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam:

1. Memberikan sumbangan pikiran perencanaan lanskap bagi pengelola dalam

pengembangan obyek wisata Kebun Anggrek di TKL.

2. Memberikan alternatif atraksi wisata di TKL untuk meningkatkan jumlah

pengunjung.

3. Memberikan informasi bagi berbagai pihak yang ingin mengetahui hasil

studi tentang perencanaan lanskap obyek wisata kebun anggrek di TKL.

4. Memberikan pengalaman bagi mahasiswa studi untuk menerapkan ilmu

yang didapatkan selama kuliah khususnya dalam bidang perencanaan.

1.4. Kerangka Pikir Studi

Kebun Anggrek memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obyek

wisata di TKL. Untuk merencanakan obyek wisata ini dibutuhkan analisis

terhadap aspek biofisik yang terdiri dari topografi, hidrologi, vegetasi,

aksesibilitas dan sirkulasi, visual, iklim, serta tanah untuk mengetahui potensi dan

masalah yang ada di tapak terkait dengan kesesuaian aktivitas wisata yang dapat

dilakukan di Kebun Anggrek. Topografi dan vegetasi dianalisis secara spasial

sedangkan hidrologi, aksesibilitas dan sirkulasi, visual, iklim, serta tanah

dianalisis secara deskriptif. Dikarenakan saat ini di dalam Kebun Anggrek belum

ada atraksi wisata, maka analisis aspek wisata dilakukan secara deskriptif. Seluruh

aspek yang dianalisis secara spasial dioverlay untuk menghasilkan zona intensitas

aktivitas wisata.

Konsep dihasilkan dengan melihat kondisi aspek biofisik dan wisata yang

(19)

Zona Intensitas Aktivitas Wisata Konsep dan Pengembangan perencanaan, dan konsep pengembangannya. Konsep ini kemudian disesuaikan

dengan hasil analisis aspek biofisik dan wisata.

Hasil overlay digabungkan dengan hasil analisis deskriptif dan konsep untuk

menghasilkan sintesis dalam bentuk rencana blok (blockplan). Blockplan ini

kemudian dikembangkan sehingga menghasilkan rencana lanskap obyek wisata

kebun anggrek di Taman Kyai Langgeng beserta arahan desainnya. Gambar 1

menunjukkan kerangka pikir studi.

Gambar 1 Kerangka pikir studi Kebun Anggrek

Rencana Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek Taman Kyai Langgeng

Topografi Vegetasi Hidrologi Aksesibilitas

dan Sirkulasi Visual Tanah Iklim

Atraksi/objek wisata Sarana dan Prasarana Pengelola

Pengunjung

Aspek Biofisik Aspek Wisata

(20)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lanskap

Menurut Simonds (2006), lanskap adalah suatu bentang alam dengan

karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia. Lanskap

terdiri dari lanskap alami dan lanskap buatan. Lanskap alami sangat rumit

sehingga sangat penting bagi perancang dalam pemahaman yang lebih mendalam

untuk menjaga elemen yang tidak boleh diganggu dan tetap dipertahankan pada

lanskap. Lanskap alami terdiri dari bukit pasir, padang rumput, gunung, danau,

laut, bukit, jurang, hutan, sungai, kolam, rawa, lembah, dan padang pasir. Lanskap

buatan merupakan lanskap alami yang mengalami modifikasi yang dilakukan oleh

manusia.

Major feature (fitur lanskap mayor) merupakan bentukan-bentukan

penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, sangat sedikit dapat

diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah yaitu bentukan

topografi seperti bentukan pegunungan, lembah, sungai, pantai, penampakan

presipitasi, embun, kabut, dan sebagainya. Sedangkan minor feature (fitur lanskap

minor) yaitu elemen lanskap yang dapat diubah yaitu bukit-bukit, semak belukar,

parit dimana seorang perencana dapat memodifikasinya (Simonds, 2006).

2.2. Wisata

2.2.1. Pengertian Wisata

Nurisjah (2008) menyatakan bahwa wisata merupakan rangkaian kegiatan

yang terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan

persinggahan sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat

tujuan di luar lingkungan tempat tinggalnya, yang didorong oleh berbagai

keperluan dan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap.

Gunn (1994) menjelaskan bahwa wisata adalah perpindahan orang untuk

(21)

dimana mereka biasa tinggal dan bekerja, fasilitas dibuat untuk melayani

kebutuhan mereka dalam beraktivitas selama tinggal di tempat tujuan tersebut.

2.2.2. Supply dan Demand Wisata

Gunn (1997) menyatakan bahwa wisata digerakkan oleh dua faktor

kekuatan yaitu demand dan supply. Kedua faktor tersebut harus seimbang karena

keduanya saling memberikan pengaruh satu sama lain terhadap pasar.

2.2.2.1. Supply Wisata

Supply adalah penawaran. Dalam wisata, sesuatu yang ditawarkan berupa

pengembangan fisik dan program wisata untuk wisatawan. Supply wisata tersusun

dari lima komponen yang saling tergantung satu sama lain. Adapaun kelima

komponen tersebut, yaitu:

1. Atraksi (attractions)

Atraksi merupakan komponen paling penting dari supply wisata. Atraksi

diadakan untuk dua tujuan. Tujuan pertama yaitu untuk membujuk, memikat, atau

merangsang wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Tujuan kedua, atraksi

memberikan kepuasan pengunjung. Pengadaan atraksi tergantung pada

keberadaan sumber daya alami dan kebudayaan yang dimiliki tapak. Oleh karena

itu, distribusi dan kualitas dari kedua sumber daya tersebut merupakan faktor kuat

dalam pengembangan wisata.

Gunn (1997) mengklasifikasikan atraksi wisata menjadi dua yaitu touring

circuit dan longer-stay. Touring circuit adalah atraksi yang dikunjungi dalam

sebuah perjalanan wisata yang waktunya terhitung pendek. Dalam klasifikasi ini,

atraksi membutuhkan sumber daya, desain, dan program yang spesifik untuk

wisatawan yang berturut-turut akan berkunjung tiap harinya. Sedangkan

longer-stay membutuhkan sumber daya, desain, dan program untuk wisatawan yang akan

(22)

2. Pelayanan (services)

Menurut Gunn (1994), pelayanan memiliki pengaruh yang kuat di bidang

ekonomi. Pengaruh ekonomi terkuat berasal dari pelayanan yang diberikan oleh

bisnis travel. Akomodasi, layanan makan dan minum, transportasi, agen

perjalanan, dan bisnis travel lainnya membuat ketenagakerjaan, pendapatan, dan

pajak meningkat. Selain itu, pelayanan merupakan fasilitator utama dalam wisata

sehingga dalam merencanakan pelayanan berupa penginapan, penyediaan

makanan, dan transportasi harus diintegrasikan dengan perencanaan atraksi

wisata. Dengan begitu, atraksi yang direncanakan dapat didukung dengan baik

oleh pelayanan yang menjadi fasilitatornya.

3. Transportasi (transportation)

Gunn (1994) menyatakan bahwa keberlangsungan semua komponen wisata

tergantung terhadap transportasi. Bagian yang mendasari kesuksesan dari hotel,

layanan makanan, hiburan, toko, dan atraksi adalah pemahaman terhadap

perubahan tren dalam transportasi. Transportasi memberikan hubungan yang

penting antara kota dan atraksi dalam area perkotaan dan atraksi tersebut

membutuhkan pertimbangan perencanaan yang baik. Perencanaan transportasi

untuk pengembangan wisata penting diadakan untuk semua jenis perjalanan untuk

mengurangi konflik yang terjadi.

Lennard dan Lennard dalam Gunn (1994) menyatakan bahwa prinsip

transportasi yang seimbang digunakan untuk semua komunitas, dengan mengikuti

aturan sebagai berikut:

a. Mengakomodasikan kebutuhan orang

b. Menekankan pada akses yang baik untuk menghindari kemacetan

c. Menyeimbangkan transportasi dengan penggunaan lahan

d. Menggunakan model matematika

e. Memperioritaskan kebutuhan manusia

f. Mempertimbangkan fungsi sosial

g. Menggunakan batasan untuk parkiran

(23)

i. Mengelola sumber daya manusia

j. Meningkatkan nilai visual dan estetik

Cara seseorang untuk menemukan suatu jalan merupakan bagian dari

transportasi yang tidak dapat diabaikan. Passini dalam Gunn (1997)

mendeskripsikannya sebagai suatu kemampuan wisatawan dalam memetakan

untuk memahami lingkungan. Sehingga sebuah penanda jalan perlu diperhatikan

keberadaannya untuk membantu mengarahkan pengunjung dalam memahami

lingkungannya. Tanda pengarah (tanda panah, penanda jarak) membantu

wisatawan membuat pilihan. Terkadang tanda pengarah ambigu atau salah desain

maupun penempatan sehingga pesan tidak tersampaikan. Penanda jalan harus

dibuat informatif agar pesan yang terkandung di dalamnya diterima dengan baik

oleh pengguna jalan. Desain lanskap dapat juga diberikan pada penanda jalan.

Untuk pedestrian, material perkerasan dari warna dan teksturnya dapat efektif

mengarahkan pengunjung.

4. Informasi (information)

Komponen penting wisata lainnya adalah informasi bagi wisatawan.

Informasi sebelum melakukan perjalanan penting untuk rute dan informasi tapak.

Beberapa agensi wisata masih menyalahartikan dengan promosi. Menurut Gunn

(1994), promosi dibuat untuk menarik perhatian sedangkan informasi adalah

deskripsi dari peta, buku panduan, video, majalah, artikel, narasi panduan wisata,

brosur, dan anekdot wisatawan. Gunn (1997) menjelaskan bahwa pengunjung

membutuhkan penanda jalan untuk mengarahkan jalan dan membutuhkan

penjelasan mengenai lokasi pelayanan serta atraksi yang ditawarkan dalam suatu

kawasan wisata, dan kesemuanya tersebut didapatkan dari komponen informasi.

5. Promosi (promotion)

Promosi merupakan komponen terakhir yang dibutuhkan setelah atraksi,

pelayanan, transportasi, dan informasi telah dikembangkan. Promosi yang terlalu

(24)

penting adalah menjamin promosi akan berisi dengan benar pada waktu yang tepat

dan untuk segmen perjalanan yang tepat. Komponen promosi meliputi semua

ajakan dan bujukan yang biasa digunakan untuk mempengaruhi wisatawan

mengikuti sebuah perjalanan. Ada empat bentuk promosi yaitu iklan berbayar,

publisitas, hubungan masyarakat, dan insentif.

2.2.2.2. Demand Wisata

Demand adalah permintaan. Dalam wisata, permintaaan yang dimaksud

adalah orang-orang yang memiliki ketertarikan dan memiliki kemampuan untuk

melakukan perjalanan wisata. Dengan kata lain, wisatawan merupakan komponen

dari demand. Gunn (1997) menyatakan bahwan wisatawan adalah orang yang

melakukan perjalanan wisata dengan berbagai motivasi dan tujuan.

Karakteristik paling penting dari wisatawan adalah aktivitas dan hal yang

menarik mereka untuk melakukan sebuah perjalanan wisata. Lundberg dalam

Gunn (1997) mengelompokkan wisatawan berdasarkan motivasi wisatawan dalam

berwisata. Pengelompokkan tersebut antara lain motivasi pendidikan dan budaya,

motivasi untuk bersantai dan bersenang-senang, serta motivasi kesukuan (etnik)

dan motivasi lainnya seperti faktor cuaca, olahraga, ekonomi, petualangan.

2.2.3. Obyek dan Atraksi Wisata

Yoeti (1997) berpendapat bahwa atraksi wisata berbeda dengan obyek

wisata, karena obyek wisata dapat dilihat atau disaksikan tanpa membayar

sedangkan atraksi wisata adalah sesuatu yang dapat dilihat atau disaksikan melalui

suatu pertunjukkan (shows) yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan.

Selain itu, dalam atraksi wisata untuk menyaksikannya harus dipersiapkan terlebih

dahulu, sedangkan oyek wisata dapat dilihat tanpa dipersiapkan terlebih dahulu.

Menurut Wardiyanta (2006), obyek wisata adalah sesuatu yang menjadi

pusat daya tarik wisatawan dan dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan.

Obyek wisata ini juga dapat berupa kegiatan, misalnya kegiatan keseharian

(25)

Damanik (2006) menyatakan bahwa atraksi wisata diartikan sebagai obyek

wisata (baik yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan

kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi ini terbagi menjadi tiga yakni alam,

budaya, dan buatan.

2.3. Perencanaan Lanskap

Nurisjah dan Pramukanto (2007) menyatakan bahwa merencanakan suatu

lanskap adalah suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan, atau konsep ke

arah bentuk lanskap atau bentang alam yang nyata. Nurisjah dan Pramukanto

(2007) melanjutkan bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan

penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan

masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengembalian keputusan

berjangka panjang, guna mendapat suatu model lanskap atau bentang alam yang

fungsional, estetik, dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan

keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan.

Menurut Gunn (1994), perencaanaan kawasan wisata merupakan proses

pengintegrasian komponen-komponen kawasan yang meliputi daya tarik,

pelayanan, informasi, transportasi, dan promosi. Pada proses ini ditujukan untuk

memberikan kepuasan bagi pengunjung, meningkatkan aspek ekonomi,

melindungi sumber daya alam, dan integrasi aspek sosial ekonomi dari komuniti

dan kawasan. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan yang baik dan terintegrasi

pada semua aspek pengembangan wisata.

Simonds (2006) menyatakan bahwa perencanaan yang baik harus dapat

melindungi badan air, menjaga air tanah, mengkonservasi hutan dan sumber

mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang

cukup untuk rekreasi dan suaka margasatwa, serta melidungi tapak yang memiliki

nilai keindahan dan ekologis. Penilaian yang baik mempertimbangkan

aspek-aspek seperti: ekosistem alami, kualitas dan kuantitas air, kualitas udara, tingkat

kebisingan, erosi, banjir, tapak bersejarah, bentukan lanskap, flora dan fauna, serta

(26)

Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap merupakan penyesuaian

program dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Proses tersebut

terdiri atas enam tahap, yaitu: persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis,

perencanaan, dan perancangan. Dalam perencanaan lanskap suatu daerah dimana

di dalamnya terdapat aktivitas rekreasi, membutuhkan informasi yang

mengintegrasikan manusia dengan waktu luang dimana pengalokasian sumber

daya dilakukan untuk menghubungkan waktu luang dengan kebutuhan masyarkat

dan areal perencanaan. Proses perencanaan lanskap tersebut dapat didekati

melalui empat cara yaitu:

1. Pendekatan sumber daya, dimana dalam hal ini sumber daya fisik atau alami

akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas pada tapak. Pertimbangan

terhadap lingkungan akan menentukan perolehan penyelamatan ruang

dimana kebutuhan pemakai ataupun sumber dana tidak perlu

dipertimbangkan.

2. Pendekatan aktivitas, dimana aktivitas yang ada pada masa lampau dan saat

ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana dan prasarana dalam

tapak di masa akan datang. Perhatian difokuskan pada permintaan dimana

faktor sosial lebih dipertimbangkan daripada faktor lainnya.

3. Pendekatan ekonomi, dimana tingkat ekonomi dan sumber finansial

masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe, dan lokasi yang

potensial untuk dikembangkan. Dalam hal ini faktor ekonomi merupakan

pertimbangan utama.

4. Pendekatan perilaku, dimana dalam hal ini yang menjadi pusat perhatian

adalah rekreasi sebagai pengalaman, alasan berapresiasi, bentuk aktivitas

yang diinginkan, dan dampak aktivitas tersebut terhadap seseorang.

Perencanaan kawasan wisata berdasarkan skala kawasannya terbagi atas tiga

yaitu skala tapak, skala tujuan, dan skala regional (Gunn, 1994). Perencanaan

kawasan wisata dalam skala tapak telah banyak dilakukan seperti pada resort,

marina, hotel, taman, dan tapak wisata lainnya. Skala kedua adalah tujuan, dimana

(27)

pemerintah daerah, dan sektor swasta juga dilibatkan. Skala ketiga adalah

wilayah, dimana pengembangan lebih terarah pada kebijakan tata guna lahan yang

terkait dengan jaringan transportasi, sumber daya yang harus dilindungi dan

dikembangkan sebagai daerah yang sangat potensial.

Menurut Laurie (1986), desain lanskap adalah pendalaman dari perencanaan

lanskap yang berkaitan dengan seleksi komponen-komponen rancangan sebagai

pemecahan masalah-masalah tertentu yang muncul pada rencana tapak.

Pendalaman tersebut menyajikan rencana spesifik mengenai elemen-elemen

lanskap yang terdapat pada suatu tapak.

Arahan desain merupakan proses perencanaan untuk desain. Proses ini

merupakan proses pengembangan konsep perencanaan secara terperinci. Hasil

dari proses desain adalah gambar kerja yang menjadi acuan bagi pelaksana

(Heryani, 2008).

2.4. Anggrek

2.4.1.Penggolongan Anggrek

Anggrek dari famili Orchidaceae merupakan salah satu tumbuhan berbunga

yang banyak tersebar dan beraneka ragam di dunia. Anggota dari famili ini dapat

ditemukan di seluruh dunia kecuali padang pasir yang kering dan daerah yang

selalu tertutup salju. Dari 20.000 spesies anggrek yang tersebar di seluruh dunia,

6000 diantaranya berada di hutan Indonesia (Widiastoety et al, 1998 dalam

Sabran et al, 2002).

Perkembangan industri anggrek di Indonesia mengalami penurunan pada

tahun 1997-1999 saat krisis ekonomi melanda. Seiring dengan membaiknya

kondisi perekonomian sekitar tahun 2000-an, industri anggrek mulai

menunjukkan peningkatan. Dewasa ini, jenis anggrek yang dominan menguasai

pasar Indonesia adalah Dendrobium, Phalaenopsis, Vanda, dan jenis lainnya

(Widiastoety et al, 2010).

Pada dasarnya ada dua golongan besar anggrek yaitu anggrek spesies atau

anggrek alam dan anggrek hybrid. Anggrek spesies adalah anggrek yang diperoleh

(28)

jenisnya atau pada bunga sendiri. Anggrek-anggrek spesies ini memegang peranan

penting sebagai induk persilangan. Anggrek hybrid adalah anggrek yang

dihasilkan dari persilangan dua jenis anggrek yang berlain namun masih

mempunyai hubungan genetik yang dekat (Suryanto, 2010).

Ciri-ciri khusus tanaman anggrek dapat diketahui dengan melihat tipe

pertumbuhan dan tempat tumbuhnya. Menurut Darmono (2004), berdasarkan tipe

pertumbuhannya, anggrek dibagi menjadi dua kelompok yaitu tipe monopodial

dan simpodial. Berdasarkan tempat tumbuhnya, anggrek terbagi menjadi:

a. Anggrek Terestrial

Anggrek terestrial adalah anggrek yang hidup dan tumbuh di permukaan

tanah dengan membutuhkan cahaya matahari penuh atau langsung.

Anggrek jenis ini dapat ditanam di dalam pot. Media tumbuh untuk

anggrek jenis ini pada umumnya berupa serutan kayu dan potongan

sabut kelapa. Di atas media tumbuh tersebut diberi pupuk kandang atau

kompos yang telah disterilisasi.

b. Anggrek Epifit

Anggrek epifit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup menumpang

pada batang atau cabang pohon tetapi tidak merugikan tanaman yang

ditumpanginya dan membutuhkan naungan dari cahaya matahari.

Anggrek ini dapat ditanam di pot, digantung, atau ditempel. Media

tumbuh untuk anggrek epifit yang ditanam di pot pada umumnya berupa

pakis, moss, arang, sabut kelapa. Untuk anggrek epifit yang ditempel

pada umumnya diikatkan atau dilekatkan pada batang pohon, pakis

lempeng, atau sejenisnya.

c. Anggrek Litofit

Anggrek litofit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup pada batu-batuan

di tepi pantai, tahan terhadap tiupan angin kencang dan matahari

langsung.

d. Anggrek Saprofit

Anggrek saprofit adalah anggrek yang tumbuh dan hidup pada humus

(29)

2.4.2. Syarat Tumbuh Anggrek

Menurut Anggara (2008), tanaman anggrek dapat tumbuh sehat dan

berbunga secara teratur jika persyaratan dan kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Adapun persyaratan tumbuhnya tersebut meliputi ketinggian tempat, suhu,

kelembaban udara, sirkulasi udara, kebutuhan cahaya, serta kebutuhan air.

a. Ketinggian Tempat, Suhu, dan Kelembaban

Berdasarkan ketinggian tempatnya, lokasi tumbuh anggrek dibedakan atas

dataran rendah, dataran sedang, dan dataran tinggi. Anggrek biasanya akan

tumbuh baik apabila ditanam di daerah dataran tinggi, namun tidak berarti

anggrek tidak dapat tumbuh di daerah dataran rendah. Hanya saja harus

memenuhi ketentuan suhu dan kelembaban yang tepat. Suhu yang baik

untuk pertumbuhan anggrek berkisar 15-35ºC dengan suhu optimal 21ºC

dan sirkulasi udara yang baik. Sementara kelembaban yang optimal berkisar

antara 65-70%.

b. Kebutuhan Cahaya

Untuk kebutuhan berfotosintesis, tanaman anggrek membutuhkan cahaya.

Kebutuhan cahaya ini akan berbeda-beda tergantung jenis anggreknya.

Namun biasanya anggrek akan tumbuh dan berbunga dengan optimal bila

ditanam di tempat yang berpenaung seperti pohon besar. Anggrek tidak

menyukai cahaya yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Cahaya yang

berlebihan bisa membuat daun menguning dan terlihat seperti terbakar.

Begitu pula sebaliknya, cahaya yang terlalu rendah dapat membuat anggrek

tumbuh kurus, berdaun sempit, dan berdaun panjang.

c. Kebutuhan Air

Kebutuhan tanaman anggrek akan air dapat terpenuhi dengan melakukan

penyiraman secara teratur. Penyiraman sebaiknya menggunakan alat siram

yang berlubang kecil seperti sprayer. Penyiraman idealnya dilakukan sehari

(30)

III.

METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Studi

Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai

Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan

Magelang Tengah, Kota Magelang, Jawa Tengah (Gambar 2). Lokasi yang

direncanakan seluas 8.459,5 m². Pelaksanaan studi dilakukan pada Bulan Februari

[image:30.595.106.513.145.776.2]

hingga Juni 2011 dan penyelesaian laporan pada Bulan Desember 2011.

Gambar 2 Peta lokasi studi

PETA KOTA MAGELANG PETA TAMAN KYAI LANGGENG

PETA PROVINSI JAWA TENGAH PETA KABUPATEN MAGELANG

KABUPATEN MAGELANG

TANPA SKALA

TANPA SKALA TANPA SKALA

TANPA SKALA

TAMAN KYAI LANGGENG LOKASI PENELITIAN

(31)

3.2. Batasan Studi

Tahapan studi dibatasi sampai dengan tahap perencanaan dengan

menyertakan arahan desain. Arahan desain ini sebagai pemberi karakter pada

siteplan yang menjadi produk akhir dari studi ini. Pendekatan perencanaan yang

digunakan berdasarkan sumber daya tapak dan aktivitas wisata.

3.3. Alat dan Bahan Studi

Adapun alat yang digunakan dalam studi ini adalah GPS, kamera digital,

termohigrometer, dan software/program komputer (autocad land i, adobe photoshop,

coreldraw, microsoft excel, microsoft word). Bahan yang digunakan adalah data primer

dan sekunder, peta rupa bumi, lembar kuisioner, kertas gambar, dan pewarna.

3.4. Metode Studi

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode survei dan analisis.

Metode survei yang digunakan adalah dengan mengadakan pengukuran dan

pengamatan langsung pada tapak. Metode analisis meliputi analisis spasial dan

deskriptif. Analisis spasial digunakan untuk menganalisis aspek-aspek biofisik

yang memiliki data heterogen. Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis

aspek-aspek biofisik yang memiliki kesamaan kriteria/data homogen dan tidak

memiliki data spasial.

Pendekatan perencanaan yang digunakan berdasarkan sumber daya tapak

dan aktivitas wisata. Pendekatan sumber daya tapak untuk mengetahui kesesuaian

tapak utamanya aspek kelerengan yang menjadi faktor penentu terhadap aktivitas

wisata yang dikembangkan. Pendekatan aktivitas digunakan dalam penentuan

konsep dasar terkait dengan aktivitas budidaya yang saat ini dilakukan di tapak

untuk pengembangan aktivitas yang direncanakan.

Studi ini mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold

(1980). Tahapan yang dikemukan oleh Gold mengalami modifikasi pada studi ini

utamanya dalam hal produk yang dihasilkan di setiap tahapnya. Modifikasi yang

digunakan antara lain proses sintesis tidak menghasilkan konsep melainkan

(32)

menjadi acuan dalam menghasilkan rencana blok pada sintesis. Tahap

perencanaan terdiri dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, konsep, sintesis,

dan perencanaan (Gambar 3).

Gambar 3 Diagram tahapan perencanaan lanskap (Modifikasi Gold, 1980)

Tahapan Perencanaan Lanskap Obyek Wisata Kebun Anggrek di Taman

Kyai Langgeng Kota Magelang Jawa Tengah adalah sebagai berikut:

1. Persiapan Awal

Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan studi sebagai langkah awal

perencanaan lanskap obyek wisata kebun anggrek di Taman Kyai Langgeng.

Selanjutnya dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi studi seperti

letak administrasi, sejarah, dan lain-lain. Pengumpulan informasi awal ini

digunakan sebagai bahan dalam penyusunan usulan studi. Kemudian dilanjutkan

dengan persiapan administrasi berupa perizinan untuk mencari data ke berbagai

instansi terkait seperti BAPPEDA.

2. Inventarisasi

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder meliputi

data biofisik dan wisata (Tabel 1). Data primer diperoleh melalui hasil survei

langsung di lapang berupa pengamatan, dokumentasi, pengukuran langsung untuk

mendapatkan data biofisik tapak yang terdiri dari topografi, vegetasi, hidrologi,

visual, tanah, aksesibilitas dan sirkulasi, serta iklim. Data wisata diperoleh melalui Konsep

Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Perencanaan

Tujuan penelitian Usulan penelitian Persiapan administrasi

Data primer

Data sekunder

Aspek biofisik

Aspek wisata

Konsep Dasar dan Pengembangan Konsep Rencana blok Kondisi eksisting Kebun Anggrek Zona kesesuaian aktivitas wisata Functional Diagram

Siteplan dan

(33)

survei langsung di lapang untuk mengetahui jenis atraksi dan obyek wisata TKL pada

umumnya dan Kebun Anggrek pada khususnya yang telah ada maupun yang akan

direncanakan.

[image:33.595.102.504.189.448.2]

Tabel 1 Jenis dan bentuk data

Selain itu, dilakukan pula wawancara terbuka terhadap pengelola untuk

mengetahui kebutuhan wisata, serta wawancara terstruktur (kuisioner) terhadap

pengunjung untuk mengetahui gambaran umum dari identitas pengunjung dan pola

kunjungan yang dilakukan. Penyebaran kuisioner dilakukan acak kepada 30

pengunjung. Pengunjung sebanyak 30 orang ini dianggap telah mewakili dari

umumnya pengunjung yang berwisata di TKL. Penyebaran kuisoner dilakukan pada

hari Sabtu dan Minggu karena TKL padat dikunjungi pada akhir pekan serta hari

libur. Diharapkan dengan pengambilan sampel pengunjung pada hari padat

pengunjung maka tujuan untuk mengetahui keinginan pengunjung dari berbagai

kalangan dapat tercapai.

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka yang dilakukan terhadap

penelitian-penelitian terkait Kota Magelang. Data sekunder diperoleh pula melalui

No. Jenis Data Bentuk Data Cara Pengambilan Sumber

I ASPEK BIOFISIK

1 Topografi Spasial Survei, Studi Pustaka BAPPEDA, Lapang 2 Vegetasi Spasial, Deskriptif Survei, Studi Pustaka Lapang 3 Hidrologi Deskriptif Survei, Studi Pustaka Lapang,

BAPPEDA 4 Tanah Deskriptif Survei, Studi Pustaka BAPPEDA 5 Iklim Tabulatif, Deskriptif Survei, Studi Pustaka Lapang,

BAPPEDA

6 View Deskriptif Survei Lapang

7 Aksesibilitas dan sirkulasi

Deskriptif Survei Lapang

II ASPEK WISATA

8 Atraksi/Obyek Wisata Tabulatif, Spasial Survei Lapang 9 Fasilitas dan Utilitas Tabulatif, Spasial Survei Lapang 10 Pengelola Deskriptif Wawancara Pengelola,

Lapang 11 Pengunjung Deskriptif, Tabulatif Wawancara terstruktur Pengelola,

(34)

brosur-brosur tentang TKL dan buku wisata yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata

mengenai wisata Kota Magelang.

3. Analisis

Analisis merupakan usaha untuk mengemukakan potensi dan kendala pada

tapak yang direncanakan. Metode analisis yang diterapkan berupa analisis spasial dan

analisis deskriptif. Analisis spasial dilakukan pada aspek biofisik yang terdiri dari

topografi dan vegetasi. Aspek biofisik lainnya yaitu hidrologi, aksesibilitas dan

sirkulasi, visual, tanah, dan iklim dianalisis secara deskriptif.

Analisis topografi dilakukan untuk dua tujuan, pertama untuk mengetahui

kemiringan tapak yang akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan area yang

sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata. Tujuan kedua adalah untuk mengetahui

kepekaan erosi yang dimiliki tapak. Hasil analisis spasial dari dua tujuan tersebut

kemudian dioverlay sehingga didapatkan kesesuaian topografi untuk wisata.

Analisis topografi dengan tujuan menentukan area yang sesuai untuk aktivitas

wisata menggunakan kriteria pembagian area yang diklasifikasian oleh Booth (1983)

yang membagi kemiringan lereng berdasarkan kesesuaian untuk pengembangan

ruang luar. Dari analisis ini, akan diketahui area-area yang memiliki kemampuan

terbatas sampai tidak terbatas terhadap aktivitas wisata. Area dengan kemiringan

>15% memiliki kemampuan terbatas (kurang sesuai) terhadap aktivitas wisata

bernilai 1, area dengan kemiringan 5-15% berkemampuan sedang (cukup sesuai)

bernilai 2, dan area dengan kemiringan 1-5% memiliki kemampuan tidak terbatas

(sesuai) bernilai 3.

Erosi adalah peristiwa terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu

tempat oleh air atau angin. Peristiwa erosi tersebut menimbulkan kerusakan pada

tanah tempat erosi terjadi. Kerusakan tersebut berupa kemunduran sifat-sifat kimia

dan fisika tanah, meningkatnya kepadatan tanah, serta menurunnya kemampuan tanah

menahan air. Kerusakan terakhir yang diakibatkan oleh erosi tersebut menyebabkan

berkurangnya pengisian air bawah tanah. Untuk itu analisis erosi penting dilakukan

mengingat sumber air utama di Kebun Anggrek berasal dari air tanah. Faktor-faktor

(35)

Faktor iklim, vegetasi, tanah, dan manusia diasumsikan kondisinya homogen

sehingga dalam analisis erosi ini hanya faktor topografi yang diperhatikan. Analisis

topografi dengan tujuan mengetahui kepekaan erosi tapak menggunakan

klasifikasi Darmawijaya (1990). Darmawijaya mengklasifikasikan run-off

berdasarkan kecepatannya menjadi lambat, sangat lambat, lambat, sedang, cepat,

dan sangat cepat. Indikator untuk menentukan kecepatannya lambat sampai cepat

berdasarkan kemiringan tapak. Pada area yang relatif datar (0-3%), aliran air di

permukaan tanah (run-off) sangat lambat. Hal ini mengakibatkan air tergenang di

permukaan tanah dalam waktu lama dan kemudian meresap ke dalam profil tanah

atau menguap. Kondisi seperti ini tidak menyebabkan erosi. Area yang memiliki

kecepatan run-off sangat lambat diberi nilai 3. Aliran air di permukaan tanah (

run-off) lambat sampai sedang pada area landai sampai berbukit (3-15%). Aliran

dengan kecepatan tersebut mengakibatkan permukaan tanah tetap basah untuk

waktu cukup lama walaupun air meresap ke dalam profil tanah. Dalam kondisi

seperti ini, bahaya erosi belum begitu membahayakan. Area yang memiliki

kecepatan lambat sampai sedang bernilai 2. Pada area yang miring sampai curam

(>15%), aliran air di permukaan tanah (run-off) berlangsung cepat dan hanya

sebagian kecil yang meresap ke dalam profil tanah. Kondisi seperti ini memiliki

bahaya erosi yang cukup besar. Area dengan tingkat run-off yang cepat diberi

nilai 1.

Analisis terhadap vegetasi terbagi menjadi dua, yakni analisis kesesuaian

vegetasi eksisting dalam hal menjaga sumber daya lahan di tapak dan analisis

vegetasi eksisting yang berpotensi untuk pengembangan anggrek. Analisis pertama

bertujuan untuk mengetahui kesesuaian vegetasi eksisting dalam hal menjaga

keberadaan sumber daya lahan dan menunjang keberlanjutan sumber daya di tapak

utamanya air dan tanah. Vegetasi dalam hal ini adalah tegakan pohon yang

keberadaannya mampu menjaga sumber daya lahan air dan tanah, diberi nilai 3.

Nilai 2 diberikan kepada vegetasi penutup tanah berupa rumput atau semak

dimana di atasnya tidak ada tegakan pohon yang menaunginya. Nilai 1 diberikan

(36)

Analisis vegetasi yang kedua bertujuan untuk mengetahui vegetasi eksisting

yang memiliki potensi untuk pengembangan anggrek. Analisis kedua ini dilakukan

secara deskriptif. Vegetasi berpotensi dalam pengembangan anggrek adalah

keberadaan anggrek itu sendiri yang dilihat dari potensi ekonominya yang dapat

menjadi salah satu nilai tambah Kebun Anggrek. Selain itu, vegetasi berpotensi dalam

pengembangan anggrek adalah vegetasi yang dinilai mampu menjadi habitat untuk

anggrek tumbuh. Vegetasi yang dimaksud adalah vegetasi berpohon yang dapat

difungsikan sebagai habitat anggrek epifit.

Analisis aksesibilitas dan sirkulasi untuk mengetahui akses yang mudah

dijangkau di tapak dan kondisi fisik jalur sirkulasi yang ada. Jalur sirkulasi dikatakan

baik apabila jalur sirkulasi tersebut sering digunakan oleh pengunjung dan secara

fisik ditutupi oleh perkerasan. Jalur sirkulasi dikatakan kurang baik apabila jalur

sirkulasi tersebut jarang dilewati serta secara fisik tidak ditutupi oleh perkerasan.

Analisis hidrologi dilakukan untuk mengetahui pola aliran drainase di tapak

yakni aliran drainase alami dan buatan. Pola aliran drainase ini digunakan sebagai

pertimbangan analisis dari penentuan tingkat run-off di tapak.

Analisis visual bertujuan mengetahui area-area yang berpotensi mendapatkan

visual yang menarik (good view) bagi pengunjung serta area-area yang sebaiknya

pandangan pengujung dibatasi (bad view). Analisis visual juga dilakukan pada

area-area sekitar Kebun Anggrek yang berpotensi menjadi point of interest terhadap

keberadaan Kebun Anggrek itu sendiri.

Analisis tanah untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dalam hal keterkaitannya

terhadap pengembangan kegiatan wisata. Selain itu, analisis tanah bertujuan pula

untuk mengetahui kemampuan tanah digunakan sebagai media untuk budidaya

anggrek.

Analisis iklim dalam skala tapak (mikro) digunakan untuk mengetahui tingkat

kenyamanan pada tapak yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

THI = 0.8 T + (RH x T)

500

(37)

Analisis spasial akan dilakukan dengan teknik skoring dimana parameter

dan kriteria pada setiap aspek yang akan diskoring telah ditentukan sebelumnya

(Tabel 2). Masing-masing aspek biofisik yang dianalisis secara spasial memiliki

bobot yang berbeda. Topografi diberi bobot lebih tinggi dibandingkan vegetasi,

karena topografi merupakan faktor penentu keberlanjutan sumber daya lahan

[image:37.595.108.510.223.762.2]

melihat kemiringan tapak berlereng yang dimiliki.

Tabel 2 Parameter, kriteria, dan skoring analisis

No. Aspek Bobot Parameter Kriteria Skor

I BIOFISIK

1. Topografi 35% Kemiringan yang sesuai untuk

pengembangan ruang luar (Booth, 1983)

Sesuai 1-5 % 3

Cukup sesuai 5-15 % 2 Kurang sesuai >15 %

1 35% Bahaya erosi dilihat

dari tingkat run-off

(Darmawijaya, 1990)

Tidak menyebabkan

erosi (0-3%) 3

Erosi tidak membahayakan

(3-15%) 2

Erosi membahayakan

(>15%) 1

2. Vegetasi 30% Fungsi ekologis Adanya tegakan pohon 3 Adanya penutup

tanah/semak 2

Tidak ada vegetasi 1 Potensi untuk

pengembangan anggrek

Deskriptif

3. Aksesibilitas dan sirkulasi

Keberadaan akses dan kondisi fisik sirkulasi

Deskriptif

4. Hidrologi Pola drainase Deskriptif 5. Visual Kualitas visual Deskriptif 6. Tanah Sifat fisik Deskriptif

7. Iklim Mikro (THI)

Tingkat kenyamanan untuk beraktivitas

Deskriptif

II WISATA

8. Obyek atau atraksi

Jenis Deskriptif

9. Sarana dan Prasarana

Jenis dan Kondisi Deskriptif

10. Pengunjung dan

Pengelola

Persepsi dan kebutuhan Deskriptif dan kuantitatif

(38)

Hasil analisis spasial aspek topografi dan vegetasi kemudian dioverlay.

Proses overlay yang dilakukan dimulai dari menjumlahkan skor yang dimiliki

masing-masing peta sesuai dengan bobotnya. Dari penjumlahan skor tersebut,

didapatkan area-area dengan skor yang bervariasi. Skor-skor yang bervariasi

tersebut kemudian dibuat selang klasifikasi pengembangan area dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

Pengembangan area yang diinginkan sebanyak tiga, maka variabel K yang

digunakan adalah 3. Setelah didapatkan selangnya, didapatkan 3 klasifikasi.

Skor-skor yang yang dihasilkan sebelumnya kemudian dikelompokkan menjadi 3

klasifikasi. Hasil overlay aspek topografi dan vegetasi akan menghasilkan

komposit terhadap pengembangan tapak berupa peta zona kesesuaian intensitas

aktivitas wisata yang terdiri dari zona intensitas tinggi, sedang, dan rendah.

Analisis aspek wisata dilakukan secara deskriptif dikarenakan belum adanya

kegiatan wisata dalam Kebun Anggrek saat ini. Analisis wisata dilakukan terhadap

potensi obyek dan atraksi wisata, serta fasilitas wisata yang diperlukan untuk

mendukung kegiatan wisata tersebut. Analisis wisata juga dilakukan berdasarkan hasil

wawancara terhadap pengelola dan pengunjung. Hasilnya disampaikan secara

deskriptif dan grafik yang menjelaskan persepsi mereka terhadap tapak mengenai

kebutuhan ruang wisata, bentuk aktivitas, dan fasilitas pada tapak sesuai dengan fungsi

yang akan dikembangkan. Hasil deskriptif analisis wisata ini digunakan sebagai bahan

pertimbangan pada saat penyusunan blockplan di tahap sintesis.

4. Konsep

Pada tahap ini ditentukan konsep dasar perencanaan lanskap Kebun

Anggrek yang akan dikembangkan. Pendekatan konsep yang digunakan adalah

pendekatan terhadap karakter anggrek sebagai obyek utama dan kegiatan wisata

S= S maks – S min K

Keterangan:

(39)

yang direncanakan. Konsep dasar yang dihasilkan dikembangkan menjadi konsep

pengembangan berupa konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas, dan fasilitas.

5. Sintesis

Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari analisis. Peta komposit dari hasil

analisis spasial aspek biofisik topografi dan vegetasi dijadikan dasar dalam

pembagian ruang, berisi zona kesesuaian intensitas aktivitas wisata. Hasil analisis

deskriptif dari aspek biofisik lainnya dan konsep menjadi bahan pertimbangan

dalam membagi ruang lebih detail pada peta komposit untuk menghasilkan

rencana blok/blockplan.

6. Perencanaan

Tahap perencanaan merupakan tahap menspasialkan blockplan yang

dihasilkan sebelumnya. Detail blockplan ini dituangkan secara diagramatis dalam

bentuk siteplan. Pengembangan konsep yang telah dituangkan pada siteplan

kemudian diperkuat kembali dengan tema dan bentuk yang akan diaplikasikan

pada tapak. Untuk memperjelas tema dan bentuk yang diadopsi, disertai pula

(40)

IV.

KONDISI UMUM

4.1. Kota Magelang

4.1.1. Geografis dan Administratif

Secara geografis Kota Magelang terletak pada posisi 7º26‟18”-7º30‟9” LS

dan 110º12‟30”-110º12‟52” BT. Wilayah Kota Magelang memiliki luas 1.812 Ha

atau sekitar 0,06% dari keseluruhan luas wilayah Provinsi Jawa Tengah.

Secara administratif pemerintahan, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6

dan 7 Tahun 2005 Kota Magelang terdiri atas 3 kecamatan dan 17 kelurahan.

Letaknya berada di persilangan lalu lintas ekonomi dan wisata antara

Semarang-Magelang-Yogyakarta dan Purworejo-Temanggung, dengan batas-batas wilayah

sebagai berikut (Gambar4):

Utara : Kecamatan Secang Kabupateng Magelang

Timur : Sungai Elo/ Kecamatan Tegalrejo Kabupaten Magelang

Selatan : Kecamatan Martoyudan Kabupaten Magelang

Barat : Sungai Progo/ Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang

Gambar 4 Peta administrasi Kota Magelang

(41)

4.1.2. Topografi dan Fisiografis

Secara topografi Kota Magelang termasuk dataran rendah dengan sudut

kemiringan relatif bervariasi. Kemiringan topografi yang terjal terdapat di bagian

barat (sepanjang Sungai Progo) dan di sebelah timur (di sekitar Sungai Elo)

dengan kemiringan 15-30%. Dilihat dari ketinggiannya, Kota Magelang berada

pada ketinggian antara 375-500 mdpl dengan titik tertinggi pada Gunung Tidar

yaitu 503 mdpl.

Secara fisiografis, Kota Magelang merupakan wilayah dataran yang

dikelilingi oleh gunung merapi dan pegunungan. Gunung merapi yang

mengelilingi Kota Magelang yaitu Merbabu, Sindoro, dan Sumbing. Pegunungan

yang mengelilingi Kota Magelang adalah Gianti, Menorah, Andong, dan

Telomoyo (BAPPEDA, 2009).

4.1.3. Geologi

Ditinjau dari satuan morfologi, bahan alluvium tersebar sampai di bagian

selatan dan tempat-tempat di pinggir Sungai Progo dan Sungai Elo. Alluvium

tersusun oleh batuan hasil sedimentasi perombakan batuan yang lebih tua yang

bersifat lepas. Umumnya alluvium ini berada pada ketinggian antara 250-350 m,

berelief datar sampai agak datar dengan kemiringan 3-8% (BAPPEDA, 2009).

Menurut data BAPPEDA (2009), litologi yang menempati daerah Kota

Magelang sebagian besar berupa batu pasir lepas dan konglomerat. Batuan ini

merupakan hasil produksi gunung berapi berupa endapan kwarter. Sifat batuan

pasir dan breksi/konglomerat ini sangat porous (kelulusan air tinggi), penurunan

terhadap beban kecil mendekati nol (0), serta daya dukung terhadap bangunan

berkisar 5kg/cm²-19 kg/cm².

4.1.4. Iklim

Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari laporan BAPPEDA (2009),

Kota Magelang memiliki temperatur rata-rata maksimum 32°C dan minimum

20°C dengan kelembaban 88,8%. Jumlah curah hujan bulanan di Kota Magelang

(42)

4.1.5. Hidrologi

Sumber air di Kota Magelang digolongkan menjadi air permukaan dan air

tanah. Kota Magelang dibatasi juga oleh dua sungai besar yaitu Sungai Elo di

sebelah timur dan Sungai Progo di sebelah barat. Di tengah-tengah kota terdapat

dua saluran air yaitu Kali Bening dan Progo Manggis yang difungsikan sebagai

saluran irigasi dan sumber air untuk menyiram taman-taman kota.

4.2. Taman Kyai Langgeng

4.2.1. Lokasi dan Aksesibilitas

Kawasan Taman Kyai Langgeng (TKL) terletak di Jalan Cempaka, sebelah

barat Kota Magelang, Desa Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah, Kota

Magelang (Gambar 5). TKL memiliki luasan 27,05 Ha. Adapun Batas-batas TKL

adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Perumahan Penduduk Sebelah Selatan : Kios Suvenir

[image:42.595.99.503.77.821.2]

Sebelah Timur : Rumah Dinas Walikota Sebelah Barat : Kali Progo

Gambar 5 Peta lokasi Taman Kyai Langgeng

(Sumber: BAPPEDA dan Brosur TKL)

PETA KOTA MAGELANG PETA TAMAN KYAI LANGGENG

SUNGAI

PROGO PERUMAHAN

KIOS SUVENIR RUMAH DINAS WALIKOTA KEC.SECANG

KAB.MAGELANG

KEC.TEGALREJO KAB.MAGELANG KEC.BANDONGAN

KAB.MAGELANG

(43)

Kawasan TKL dapat diakses dari Yogyakarta dengan jarak 45 km dengan

waktu tempuh 60 menit menggunakan kendaraan, 76 km dari Semarang dengan

waktu tempuh 90 menit, 50 km dari Purworejo dengan waktu tempuh 60 menit

(Gambar 6a). Ketiga kota tersebut merupakan akses utama menuju kota Magelang

dari kota-kota yang berbatasan dengannya.

Di dalam Kota Magelang, untuk mencapai TKL dapat dilakukan melalui

jalan-jalan arteri dalam kota dengan 3 akses (Gambar 6b). Akses pertama,

pengunjung dari arah Semarang/Temanggung dapat mencapai TKL melalui Jalan

A.Yani-Sutoyo-Cempaka. Akses kedua, pengunjung dari arah Boyolali/

Wonosobo/Yogyakarta dapat mencapai TKL melalui Jalan Jenderal

Sudirman-Tidar-Sutoyo-Cempaka. Akses ketiga, pengunjung dari Wonosobo/Purworejo

mencapai TKL melalui Jalan Gatot Subroto-Sutoyo-Cempaka. Ketiga akses

tersebut dapat dilalui dengan menggunakan kendaraan pribadi dan umum. Saat ini

[image:43.595.101.512.144.798.2]

ketiga akses dalam kondisi baik dengan perkerasan berupa aspal.

Gambar 6 Peta aksesibilitas ke Taman Kyai Langgeng

(Sumber: Google dan Brosur TKL)

6a. Dari luar Kota 6b. Dalam kota

Keterangan

(44)

4.2.2. Sejarah

Taman Kyai Langgeng (TKL) didirikan pada tahun 1980-an di areal lahan

kritis, berupa persawahan dan kebun yang kurang produktif seluas 5 Ha. Pada

awal didirikannya, TKL dimaksudkan sebagai tempat pembibitan tanaman untuk

taman kota oleh Dinas Kebersihan dan Pertanaman Obat Magelang. Melalui

gagasan Walikota Magelang Drs. H.A Bagus Panuntun, pada 4 Juli 1981, lokasi

tersebut diubah menjadi taman bunga karena memiliki daya tarik pemandangan

alam yang menarik. Prakarsa membangun taman bunga dimulai dengan mengajak

pihak ketiga serta dibantu dari instansi lainnya seperti PDAM, Dinas Pertanian,

Dinas Perkebunan, Dinas Perikanan, dan Dinas Petenakan. Melalui dana APBD

Tk I tahun 1982-1983, akhirnya gagasan pembentukan taman bunga diwujudkan

dalam bentuk taman rekreasi dan taman flora. Taman ini merupakan bentuk upaya

pemerintah daerah dalam rangka penyelamatan, pelestarian, dan konversi sumber

daya alam serta penggalian potensi pengembangan kepariwisataan daerah.

Nama Taman Kyai Langgeng sendiri dipakai sejak tahun 1987 melalui surat

keputusan DPRD Kota Magelang tanggal 03 September 1987, No. 12 tahun 1987

guna mengenang jasa tokoh perjuangan pada masa Perang Pangeran Diponegoro.

Kyai Langgeng merupakan seorang ulama dan penasehat Pangeran Diponegoro

sewaktu berjuang melawan kolonialisme Belanda, khususnya di wilayah

Magelang.

TKL diresmikan pada tanggal 15 September 1987 oleh Gubernur Jawa

Tengah, yang pada saat itu dijabat oleh H. Muhammad Ismail dan didukung oleh

Peraturan Daerah (PERDA) No.556.1/164/02/1987 dengan status Badan

Pengelola Taman Kyai Langgeng. Kemudian status Badan Pengelola TKL

berubah menjadi Perusahaan Daerah Obyek Wisata (PDOW) TKL melalui

PERDA No. 4 tahun 1997. Seiring dengan perkembangannya, TKL selalu

berbenah diri untuk menjadi tempat wisata potensial dan unggul. Dengan

luasannya yang semakin bertambah yakni 27,05 Ha, sampai sekarang Taman Kyai

Langgeng dijadikan tempat rekreasi alternatif bagi keluarga, masyarakat umum,

(45)

4.2.3. Aspek Wisata

4.2.3.1. Atraksi Wisata

Dalam kawasan TKL tersedia be

Gambar

Gambar 2  Peta lokasi studi
Tabel 1  Jenis dan bentuk data
Tabel 2  Parameter, kriteria, dan skoring analisis
Gambar 5  Peta lokasi Taman Kyai Langgeng
+7

Referensi

Dokumen terkait