IV. KONDISI UMUM
4.2. Taman Kyai Langgeng
4.2.3. Aspek Wisata
4.2.3.3. Pengunjung
Berdasarkan data kunjungan yang diperoleh dari Bagian Operasional Perusahaan Daerah Obyek Wisata (PDOW) TKL 2010, diketahui jumlah kunjungan wisatawan selama tahun 2007-2011 cenderung mengalami peningkatan. Dari grafik pada Gambar 9 terlihat peningkatan jumlah kunjungan dari tahun 2007 ke tahun 2009. Pada tahun 2010 jumlah pengunjung mengalami penurunan yang signifikan terutama di Bulan November (Lampiran 2). Penurunan ini disebabkan oleh bencana meletusnya Gunung Merapi yang terjadi pada akhir tahun 2010. Magelang mendapat imbas dari meletus gunung merapi yakni luapan material banjir lahar dingin yang membuat ruas jalan Magelang-Yogyakarta sering ditutup. Hal ini mengakibatkan pengunjung memiliki kendala akses untuk mencapai TKL.
Untuk mengetahui karakter pengunjung TKL, maka disebarkan kuisioner (Lampiran 3) ke 30 responden yang diambil secara acak dari pengunjung di dalam TKL. Usia pengunjung responden berkisar antara 15-59 tahun yang terdiri dari 83 % wanita dan 17% laki-laki. Sebagian besar responden (80%) berasal dari luar Kabupaten/Kota Magelang dan sisanya (20%) berasal dari Kabupaten/Kota Magelang.
Berdasarkan pola kunjungannya, sebanyak 40% pengunjung responden melakukan kunjungan ke TKL 1 kali setahun, 37% 2-4 kali setahun, 17% baru sekali, dan 6% melakukan kunjungan lebih dari 4 kali setahun. Umumnya para responden melakukan kunjungan berkelompok yakni sebanyak 87% dan dengan keluarga sebanyak 13%.
Pengunjung
Tahun Gambar 9 Grafik jumlah kunjungan TKL tahun 2007-2010
0 200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 2007 2008 2009 2010 Jumlah
Pemandangan di dalam TKL merupakan daya tarik utama bagi pengunjung. Hal ini dapat dilihat dari 73% pengunjung responden memilih pemandangan di dalam TKL sebagai daya tarik utama dari TKL, diikuti oleh wahana permainan sebanyak 17%, dan koleksi tanaman langka sebanyak 10%. Gambar 10 merupakan beberapa spot pemandangan yang dapat dinikmati di dalam TKL.
Gambar 10 Beberapa spot pemandangan di dalam TKL
Berdasarkan keinginan pengunjung terhadap keberadaan Kebun Anggrek, 80% pengunjung responden menyatakan kesediaannya mengunjungi Kebun Anggrek jika terdapat di TKL, 17% respon ragu-ragu, dan 3% respon menyatakan tidak bersedia mengunjungi Kebun Anggrek. Responden juga memberikan penilaian terhadap 11 fasilitas yang direncanakan di Kebun Anggrek. Menurut responden urutan fasilitas yang dinilai perlu diprioritaskan keberadaannya apabila perencanaan wisata dilakukan di Kebun Anggrek yaitu: 1) tempat duduk, 2) jalur jalan, 3) papan penunjuk arah, 4) pusat informasi, 5) tempat ibadah, 6) toilet, 7) papan informasi, 8) tempat sampah, 9) tempat makan, 10) pos keamanan, dan 11) kios penjualan.
Pemandangan ke desa buku Pemandangan ke sangkar merak Pemandangan ruang terbuka TKL Pemandangan ke bumi perkemahan
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Data dan Analisis
5.1.1. Kondisi Awal Kebun Anggrek
Kebun Anggrek memiliki luasan 8.459,5 m². Lokasinya berada di dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) tepatnya terletak di sisi belakang sebelah barat laut TKL. Adapun batas-batas Kebun Anggrek dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Peta batas Kebun Anggrek
Saat ini keberadaan Kebun Anggrek difungsikan sebagai kebun pembibitan anggrek. Di dalamnya terdapat fasilitas pembibitan berupa rumah kaca sebanyak dua buah dengan ukuran yang berbeda. Di sebelah selatan rumah kaca berdiri rumah pengelola yang dialihfungsikan menjadi tempat menyimpan barang milik pekerja Kebun Anggrek. Aktivitas di dalam Kebun Anggrek hanya berupa pembudidayaan anggrek yakni sampai tahap pembesaran anggrek. Selain aktivitas budidaya tersebut, di Kebun Anggrek juga tampak terlihat aktivitas pemeliharaan harian oleh pekerja. Aktivitas wisata belum diadakan di dalam Kebun Anggrek. Peta eksisting Kebun Anggrek tersaji pada Gambar 12.
KETERANGAN
Utara: Perumahan Penduduk Selatan: Desa Buku Timur: Bumi Perkemahan Barat: Sungai Progo
BUMI PERKEMAHAN
DESA BUKU PERUMAHAN PENDUDUK
SUNGAI POGO
5.1.2. Aspek Biofisik
Aspek biofisik pada Kebun Anggrek yang akan dianalisis secara spasial adalah topografi dan vegetasi. Aspek biofisik lainnya meliputi aksesibilitas dan sirkulasi, hidrologi, kualitas visual, iklim, dan tanah dianalisis secara deskriptif. Khusus untuk aspek vegetasi, analisis dilakukan secara spasial dan deskriptif.
5.1.2.1. Topografi dan Kemiringan Tapak
Kebun Anggrek berbatasan langsung dengan Sungai Progo. Berdasarkan data dari BAPPEDA Kota Magelang tahun 2009, Kota Magelang memiliki topografi yang terjal di bagian barat, sepanjang Sungai Progo yakni dengan sudut kemiringan berkisar 15-30%. Kebun Anggrek yang berlokasi di tepi Sungai Progo juga memiliki topografi yang terjal. Untuk merekayasa topografi di Kebun Anggrek yang terjal tersebut, maka oleh pengelola TKL lahan Kebun Anggrek dibuat bertingkat-tingkat menyerupai terasering. Kebun Anggrek sendiri berada pada ketinggian antara 330-375 m (Gambar 13).
Analisis topografi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian tapak dalam hal pengembangannya untuk aktivitas wisata. Kriteria kemampuan tapak untuk pengembangan kegiatan wisata dilihat dari kesesuaian lereng dalam tapak untuk pengembangan ruang luar serta potensi erosi pada tapak yang akan berpengaruh terhadap pengembangan kegiatan wisata. Berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng untuk pengembangan ruang luar Booth (1983), maka kemiringan tapak di Kebun Anggrek dapat diklasifikasikan menjadi 0-5%, 5-10%, 10-15%, >15%. Kondisi kemiringan tapak tersaji pada Gambar 14.
Booth (1983) menyebutkan bahwa area dengan kemiringan 1-5% adalah area datar yang sesuai untuk pengembangan ruang luar. Pada kemiringan ini memungkinkan adanya elemen tapak berukuran besar seperti gedung utama, area parkir, dan sebagainya, serta aktivitas apapun dapat dilakukan (tidak terbatas) di dalamnya. Kemiringan 5-15% merupakan area landai sampai berbukit yang sesuai untuk berbagai tipe penggunaan lahan tetapi aktivitas di dalamnya terbatas. Kemiringan >15% merupakan area curam dimana di dalamnya tidak diperkenankan adanya aktivitas apapun.
Analisis topografi juga dilakukan berdasarkan potensi erosi yang dimiliki Kebun Anggrek. Potensi erosi ini dilihat dari kemiringan lereng dan tingkat run-off di tapak. Tingkat run-off mengikuti klasifikasi Darmawijaya (1990), dimana run-off diklasifikasikan berdasarkan kecepatannya menjadi sangat lambat hingga lambat, lambat hingga sedang, cepat hingga sangat cepat. Indikator untuk menentukan kecepatannya lambat sampai cepat berdasarkan kemiringan tapak.
Pada area yang relatif datar (0-3%), aliran air di permukaan tanah (run-off) sangat lambat. Hal ini mengakibatkan air tergenang di permukaan tanah dalam waktu lama dan kemudian meresap ke dalam profil tanah atau menguap. Kondisi seperti ini tidak menyebabkan erosi. Aliran air di permukaan tanah (run-off) lambat sampai sedang pada area landai sampai berbukit (3-15%). Aliran dengan kecepatan tersebut mengakibatkan permukaan tanah tetap basah untuk waktu cukup lama walaupun air meresap ke dalam profil tanah. Dalam kondisi seperti ini, bahaya erosi belum begitu membahayakan. Jadi, area yang sesuai untuk pengembangan ruang luar memiliki potensi erosi tidak berbahaya hingga belum begitu membahayakan. Area dengan kemiringan ini diberi nilai 3 karena sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata dengan potensi erosi yang tidak membahayakan. Area yang cukup sesuai untuk pengembangan ruang luar memiliki potensi bahaya erosi yang belum begitu membahayakan. Area dengan kemiringan tersebut diberi nilai 2 karena cukup sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata.
Pada area yang miring sampai curam (>15%), aliran air di permukaan tanah (run-off) berlangsung cepat dan hanya sebagaian kecil yang meresap ke dalam profil tanah. Kondisi seperti ini memiliki bahaya erosi yang cukup besar. Jadi, area yang kurang sesuai untuk pengembangan ruang luar memiliki potensi bahaya erosi yang cukup besar. Area dengan kemiringan ini diberi nilai 1 karena kurang sesuai untuk pengembangan aktivitas wisata dan bahaya erosi yang dimilikinya cukup besar. Hasil analisis kemiringan tapak menghasilkan peta kesesuaian aktivitas wisata yang dapat dilihat pada Gambar 15.