• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT KABUPATEN LOMBOK TENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015

TENTANG

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LOMBOK TENGAH,

Menimbang : a. bahwa Produk Hukum Daerah merupakan instrumen hukum yang dibentuk dan ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan;

b. bahwa pembentukan Program Legislasi Daerah dan Produk Hukum Daerah masih berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 22 Tahun 2010 yang hanya mengatur Program Legislasi Daerah pada Pemerintah Daerah, sehingga untuk dijadikan pedoman dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah perlu ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah;

c. bahwa Pembentukan Produk Hukum Daerah perlu diarahkan sebagai perwujudan tertib hukum yang meliputi tertib materi muatan dan tertib bentuk berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sehingga perlu dilakukan secara terencana, sistematis dan terpadu melalui Program Pembentukan Peraturan Daerah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);

3. Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik

(2)

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

4. Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679);

5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN LOMBOK TENGAH dan

BUPATI LOMBOK TENGAH MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBETUKAN PRODUK HUKUM DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Lombok Tengah.

2. Bupati adalah Bupati Lombok Tengah.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lombok Tengah. 4. Badan Pembentukan Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut

Baperda adalah Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kabupaten Lombok Tengah.

5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Lombok Tengah.

6. Bagian Hukum adalah Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Tengah.

7. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.

8. Pembentukan Produk Hukum Daerah adalah pembuatan peraturan perundang-undangan daerah yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

(3)

9. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Bupati.

10. Program pembentukan peraturan daerah yang selanjutnya disebut Properda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.

11. Produk Hukum Daerah adalah produk hukum berbentuk peraturan meliputi perda atau nama lainnya, Perkada, PB KDH, Peraturan DPRD dan berbentuk keputusan meliputi Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan Badan Kehormatan DPRD.

12. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah Peraturan Bupati.

13. Peraturan Bersama Kepala Daerah yang selanjutnya disingkat PB KDH adalah peraturan yang ditetapkan oleh dua atau lebih Kepala Daerah. 14. Peraturan DPRD adalah peraturan yang ditetapkan oleh Pimpinan

DPRD Kabupaten.

15. Keputusan Kepala Daerah, Keputusan DPRD, Keputusan Pimpinan DPRD, dan Keputusan Badan Kehormatan DPRD adalah penetapan yang bersifat konkrit, individual, dan final.

16. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam Rancangan Peraturan Daerah sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

17. Materi Muatan Peraturan Daerah adalah materi yang dimuat dalam peraturan daerah sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki peraturan perundang-undangan.

18. Pengawasan Produk Hukum Daerah adalah klarifikasi dan evaluasi terhadap Peraturan Daerah dan Rancangan Peraturan Daerah.

19. Klarifikasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap Peraturan Daerah, Peraturan Bupati untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

20. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan peraturan daerah untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 21. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam proses

persiapan dan pembahasan Peraturan Daerah.

22. Pengundangan adalah penempatan Produk Hukum Daerah dalam Lembaran Daerah dan/atau Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah, Tambahan Berita Daerah.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN Pasal 2

Peraturan Daerah ini dilaksanakan berdasarkan asas; a. transparansi;

b. partisipatif; dan c. akuntabel.

(4)

Pasal 3

Pembentukan Produk Hukum Daerah ini bertujuan untuk:

a. mewujudkan pembentukan produk hukum daerah secara terencana, terpadu, dan sistematis;

b. mewujudkan skala prioritas dalam produk hukum daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat, pemerintahan daerah dan pembangunan daerah;

c. mewujudkan adanya sinkronisasi antara perencanaan pembentukan produk hukum daerah dengan penganggaran; dan

d. mewujudkan kepastian hukum sebagai dasar dan pedoman dalam pembentukan produk hukum daerah.

BAB III

ASAS PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 4

Dalam membentuk Produk Hukum Daerah harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Pasal 5

(1) Materi muatan Produk Hukum Daerah harus mencerminkan asas: a. pengayoman;

b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan;

f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan;

h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Produk Hukum Daerah tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Produk Hukum Daerah yang bersangkutan.

BAB IV

PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 6

Produk hukum daerah bersifat: a. pengaturan; dan

(5)

Pasal 7

Produk hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a berbentuk:

a. Perda;

b. Peraturan Bupati;

c. Peraturan Bersama Kepala Daerah; dan d. Peraturan DPRD.

Pasal 8

Produk hukum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b berbentuk:

a. Keputusan Bupati; b. Keputusan DPRD;

c. Keputusan Pimpinan DPRD; dan d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD.

BAB V

PERENCANAAN PERATURAN DAERAH Pasal 9

Peraturan Daerah berisi materi muatan dalam rangka penyelengaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam Properda. Pasal 11

(1) Properda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 memuat program pembentukan Peraturan Daerah dengan judul Rancangan Peraturan Daerah, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan peraturan perundang- undangan lainnya.

(2) Materi yang diatur serta keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) merupakan keterangan mengenai Konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang meliputi:

a. latar belakang dan tujuan penyusunan; b. sasaran yang ingin diwujudkan;

c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur; dan d. jangkauan dan arah pengaturan.

(3) Konsepsi Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang berasal dari DPRD atau Pemerintah Daerah diajukan dengan bentuk sebagaimana terlampir dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(4) Materi yang diatur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah melalui pengkajian dan penyelarasan dituangkan dalam Naskah Akademik.

(6)

Pasal 12

(1) Penyusunan Properda dilaksanakan oleh DPRD dan Pemerintah Daerah.

(2) Properda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu ) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah.

(3) Penyusunan dan penetapan Properda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pasal 13

Dalam penyusunan Properda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), penyusunan daftar rancangan Peraturan Daerah didasarkan atas: a. perintah Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi;

b. rencana pembangunan daerah;

c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan d. aspirasi masyarakat daerah.

Pasal 14

(1) Penyusunan Properda antara DPRD dan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh DPRD melalui Baperda.

(2) Penyusunan Properda di lingkungan DPRD dikoordinasikan oleh Baperda.

(3) Penyusunan Properda di lingkungan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Bagian Hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait.

(4) Instansi vertikal terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diikutsertakan apabila sesuai dengan:

a. kewenangan;

b. materi muatan; atau

c. kebutuhan dalam pengaturan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Properda di lingkungan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) diatur dengan Peraturan DPRD.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Properda di lingkungan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 15

(1) Hasil penyusunan Properda antara DPRD dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disepakati menjadi Properda dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD.

(2) Hasil penyusunan Properda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menentukan tata urutan prioritas dan waktu pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

(3) Properda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan DPRD.

Pasal 16

(1) Properda dapat memuat daftar komulatif terbuka yang terdiri atas: a. akibat putusan Mahkamah Agung;

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

(7)

d. perintah dari peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi setelah Properda ditetapkan.

(2) Selain daftar komulatif terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), Properda dapat memuat daftar komulatif terbuka mengenai :

a. pembentukan, pemekaran dan penggabungan kecamatan; dan/atau b. pembentukan, pemekaran dan penggabungan desa dan/atau

kelurahan.

(3) Dalam keadaan tertentu, DPRD atau Bupati dapat mengajukan Rancangan Peraturan Daerah di luar Properda, yaitu:

a. untuk mengatasi keadaan luar biasa , keadaan konflik , atau bencana alam;

b. menindaklanjuti kerjasama dengan pihak lain;

c. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensitas atas suatu Rancangan Peraturan Daerah yang dapat disetujui bersama oleh Baperda DPRD dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah;

(4) Bentuk dan tata cara pengisian Program Pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 17

(1) DPRD dan Pemerintah Daerah harus melaksanakan rencana pembentukan Peraturan Daerah yang termuat dalam Properda.

(2) Jika pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum bisa diselesaikan pada tahun tersebut, maka DPRD dan Pemerintah Daerah harus menuntaskan Peraturan Daerah yang tersisa itu dalam Properda tahun berikutnya dengan urutan prioritas pertama untuk pembahasannya.

BAB VI

PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 18

Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan berdasarkan Properda. Pasal 19

(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari DPRD atau Pemerintah Daerah.

(2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) harus disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik.

(3) Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah mengenai: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

b. pencabutan Peraturan Daerah; atau

c. perubahan Peraturan Daerah yang hanya terbatas mengubah beberapa materi disertai dengan keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.

Pasal 20

(8)

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Naskah Akademik Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua

Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD

Pasal 21

(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat diajukan oleh anggota/komisi/gabungan komisi atau Baperda.

(2) Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh anggota DPRD/komisi/gabungan komisi atau Baperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik, daftar nama dan tanda tangan pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh Sekretariat DPRD.

(3) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Pimpinan DPRD disampaikan kepada Baperda untuk dilakukan pengkajian.

(4) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah.

(5) Pimpinan DPRD menyampaikan hasil pengkajian Baperda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada rapat Paripurna DPRD.

(6) Rancangan Peraturan Daerah yang telah dikaji oleh Baperda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada semua anggota DPRD paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Rapat Paripurna DPRD.

(7) Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5): a. pengusul memberikan penjelasan;

b. fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan

c. pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.

(8) Rapat paripurna DPRD memutuskan usul rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berupa :

a. persetujuan;

b. persetujuan dengan pengubahan; atau c. penolakan.

(9) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, Pimpinan DPRD menugasi komisi, gabungan komisi, Baperda, atau panitia khusus untuk menyempurnakan rancangan Peraturan Daerah tersebut.

(10) Penyempurnaan rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan kepada Pimpinan DPRD.

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan DPRD.

Pasal 22

Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah usul DPRD, Pemerintah Daerah melalui SKPD terkait, wajib memberikan bantuan bahan dan data yang dibutuhkan dalam penyusunan.

(9)

Bagian Ketiga

Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah yang Berasal dari Pemerintah Daerah

Pasal 23

Bupati memerintahkan kepada pimpinan SKPD menyusun Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan Properda.

Pasal 24

(1) Pimpinan SKPD menyusun Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 disertai naskah akademik dan /atau penjelasan atau keterangan yang memuat pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.

(2) Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Bagian hukum.

Pasal 25

(1) Bupati membentuk Tim penyusunan Rancangan Peraturan Daerah. (2) Susunan keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas:

a. Penanggung jawab : Bupati

b. Pembina : Sekretaris Daerah

c. Ketua : Kepala SKPD pemrakarsa penyusunan. d. Sekretaris : Kepala Bagian Hukum

e. Anggota : SKPD terkait sesuai kebutuhan

(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 26

(1) Ketua Tim melaporkan perkembangan Rancangan Peraturan Daerah dan/atau permasalahan kepada Sekretaris Daerah.

(2) Rancangan Peraturan Daerah yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi dari Kepala Bagian Hukum dan pimpinan SKPD terkait.

(3) Pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk mengajukan Rancangan Peraturan Daerah yang telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

Pasal 27

(1) Sekretaris Daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang telah diparaf koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). (2) Perubahan dan/atau penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan kepada Pimpinan SKPD pemrakarsa.

(3) Hasil penyempurnaan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Sekretaris Daerah setelah dilakukan paraf koordinasi oleh Kepala Bagian Hukum serta Pimpinan SKPD terkait.

(4) Sekretraris Daerah menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Bupati.

(10)

Bagian Keempat Harmonisasi

Pasal 28

(1) Penghasmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh Baperda.

(2) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Bagian Hukum.

(3) Baperda atau Bagian Hukum dapat mengundang akademisi, asosiasi profesi, pimpinan organisasi kemasyarakatan atau kelompok kepentingan lainnya dalam pelaksanaan harmonisasi dan pemantapan. (4) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi dapat

mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Bagian Kelima

Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Pasal 29

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat pimpinan DPRD kepada Bupati untuk dilakukan pembahasan.

(2) DPRD menugasi komisi, gabungan komisi, Baperda, atau panitia khusus untuk melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah bersama Tim Asistensi.

Pasal 30

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disiapkan oleh Bupati disampaikan dengan Surat Pengantar Bupati kepada Pimpinan DPRD untuk dilakukan pembahasan.

(2) Bupati membentuk Tim Asistensi pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Tim Asistensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Sekretaris Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati.

Pasal 31

Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Bupati menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah Rancangan Peraturan Daerah, yang disampaikan DPRD dan Rancangan Peraturan Daerah yang disampaikan Bupati sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Bagian Keenam

Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Pasal 32

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD atau Pemerintah Daerah dibahas oleh DPRD dan Bupati untuk mendapatkan persetujuan bersama.

(11)

ayat (1) dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

(3) Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. dalam hal rancangan peraturan daerah berasal dari Bupati

dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1) penjelasan Bupati dalam rapat paripurna mengenai rancangan Peraturan Daerah;

2) pemandangan umum fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah; dan

3) tanggapan dan/atau jawaban Bupati terhadap pemandangan umum fraksi.

b. dalam hal Rancangan Peraturan Daerah berasal dari DPRD dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

1) penjelasan pimpinan komisi / pimpinan gabungan komisi / pimpinan Baperda atau pimpinan Panitia Khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Peraturan Daerah;

2) pendapat Bupati terhadap penjelasan atau rancangan Peraturan Daerah; dan

3) tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Bupati. c. pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia

khusus yang dilakukan bersama dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.

(4) Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. pengambilan keputusan dalam rapat pariurna yang didahului

dengan:

1) penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c; dan

2) permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.

b. pendapat akhir Bupati.

(5) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

(6) Dalam hal rancangan peraturan daerah tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Bupati, rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.

Pasal 33

(1) Rancangan Peraturan Daerah dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Bupati.

(2) Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Bupati disampaikan dengan Surat Bupati disertai alasan penarikan.

(3) Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh DPRD, dilakukan dengan Keputusan Pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.

(4) Rancangan Peraturan Daerah yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Bupati.

(5) Penarikan kembali Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh Bupati.

(6) Rancangan Peraturan Daerah yang ditarik kembali tidak dapat diajukan pada masa sidang yang sama.

(12)

Bagian Ketujuh

Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Pasal 34

(1) Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Pasal 35

(1) Bupati menetapkan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati. (2) Dalam hal Bupati tidak menandatangani Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan Daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan dalam Lembaran Daerah.

(3) Dalam hal sahnya Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi : Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. (4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan Naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah.

(5) Peraturan Daerah yang berkaitan dengan APBD, RPJMD, RPJPD, pajak daerah, retribusi daerah dan tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah dan/atau gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedelapan Penandatanganan

Pasal 36

(1) Penandatanganan Produk Hukum Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, b dan huruf c dan dalam Pasal 8 huruf a dilakukan oleh Bupati.

(2) Dalam hal Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan sementara atau berhalangan tetap penandatangan dilakukan oleh Wakil Bupati.

(3) Dalam hal Bupati dan Wakil Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhalangan sementara atau berhalangan tetap penandatangan dilakukan oleh pelaksana tugas atau, pelaksana harian atau penjabat Bupati.

(4) Penandatangan Produk Hukum Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf ddan dalam Pasal 8 huruf b dan huruf c dilakukan oleh Ketua DPRD atau Wakil Ketua DPRD.

(13)

Bagian Kedelapan Pengundangan

Pasal 37

(1) Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Daerah harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah. (2) Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

(3) Lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerbitan resmi pemerintah daerah.

(4) Pengundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemberitahuan secara formal suatu Peraturan Daerah, sehingga mempunyai daya mengikat kepada masyarakat.

Pasal 38

Peraturan Daerah mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan.

Pasal 39

(1) Penandatanganan Produk Hukum Daerah yang bersifat Pengaturan berbentuk Peraturan Daerah atau nama lainnya dibuat dalam rangkap 4 (empat).

(2) Pendokumentasian naskah asli Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh :

a. DPRD

b. Sekretraris Daerah;

c. Bagian Hukum berupa minute; dan d. SKPD pemrakarsa.

Pasal 40

(1) Penomoran Peraturan Daerah dilakukan oleh Kepala Bagian hukum. (2) Penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan nomor

bulat.

Pasal 41

(1) Peraturan Daerah yang telah ditandatangani dan diberi penomoran selanjutnya dilakukan autentifikasi.

(2) Autentifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Bagian Hukum.

Pasal 42

Penggandaan dan pendistribusian Peraturan Daerah dilakukan Bagian Hukum dengan SKPD pemrakarsa.

Pasal 43

(1) Tambahan lembaran daerah memuat penjelasan Peraturan Daerah. (2) Tambahan lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dicantumkan nomor tambahan lembaran daerah.

(3) Tambahan lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan bersamaan dengan pengundangan Peraturan Daerah.

(14)

(4) Nomor tambahan lembaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelengkapan dan penjelasan dari lembaran daerah.

Bagian Kesembilan Pengawasan

Pasal 44

Ruang lingkup pengawasan terhadap Peraturan Daerah meliputi: a. klarifikasi; dan

b. evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD/perubahan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan rencana tata ruang.

Pasal 45

(1) Bupati menyampaikan Peraturan Daerah kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah diundangkan untuk mendapatkan klarifikasi.

(2) Hasil klarifikasi Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih tinggi dijadikan bahan usulan Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri untuk pembatalan.

(3) Dalam hal Peraturan Daerah dibatalkan, Bupati menghentikan pelaksanaan Peraturan Daerah paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya peraturan pembatalan.

Pasal 46

Bupati menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD/APBD Perubahan, pajak daerah, retribusi daerah, dan tata ruang daerah paling lama 3 (tiga) hari setelah mendapat persetujuan bersama dengan DPRD kepada Gubernur untuk mendapatkan evaluasi.

Pasal 47

(1) Bupati paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 menerima hasil evaluasi Gubernur atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD/Perubahan APBD/Pertanggunjawaban APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Tata Ruang.

(2) Bupati menindaklanjuti evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.

(3) Tindak lanjut hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) dilakukan dengan :

a. Bupati mengirim surat kepada Pimpinan DPRD untuk dilakukan pembahasan tindak lanjut hasil evaluasi;

b. Bupati menugaskan Bagian Hukum dan SKPD terkait untuk mewakili pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. Pimpinan DPRD menugaskan Baperda dan Panitia Khusus terkait untuk melakukan pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan

d. Baperda melaporkan hasil pembahasan dalam Sidang Paripurna untuk mendapat persetujuan bersama.

(4) Dalam hal Gubernur membatalkan Rancangan Peraturan Daerah akibat Bupati tidak menindaklanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2 ) dan tetap menetapkan menjadi Peraturan

(15)

Daerah, maka paling lama 7 (tujuh ) hari sejak diterimanya pembatalan harus dihentikan pelaksanaannya.

(5) Apabila dilakukan pembatalan Peraturan Daerah tentang APBD / perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3 ) maka pagu APBD tahun anggaran sebelumnya /APBD tahun anggaran berjalan dinyatakan berlaku.

Pasal 48

(1) Bupati dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung, apabila tidak menerima peraturan tentang pembatalan Peraturan Daerah dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

(2) Apabila keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikabulkan sebagian atau seluruhnya, putusan Mahkamah Agung menyatakan Keputusan Gubernur menjadi batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Bagian Kesepuluh

Penyebarluasan Properda, Ranperda, dan Perda Pasal 49

(1) DPRD dan Bupati wajib melakukan penyebarluasan sejak penyusunan program pembentukan Peraturan Daerah, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, sampai pengundangan Peraturan Daerah.

(2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk dapat memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Pasal 50

(1) Penyebarluasan Properda dilakukan bersama oleh DPRD dan Pemerintah Daerah yang dikoordinasikan oleh Baperda.

(2) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh Baperda.

(3) Penyebarluasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.

Pasal 51

Bupati Wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam lembaran daerah dan Peraturan Kepala Daerah yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

Pasal 52

Naskah Peraturan Daerah yang disebarluaskan harus merupakan salinan Naskah yang telah diautentifikasi, diundangkan dalam Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah dan Berita Daerah, apabila substansi Peraturan Daerah ini dilengkapi dengan materi Peraturan Bupati dan Peraturan Bersama Kepala Daerah serta produk hukum daerah berupa Keputusan Bupati dan Peraturan Bersama Kepala Daerah.

(16)

Bagian Kesebelas Partisipasi Masyarakat

Pasal 53

(1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Daerah.

(2) Masukan sebagiamana dimaksud pada ayat (1) meliputi tahap perencanaan, persiapan dan pembahasan rancangan peraturan daerah.

(3) Masukan secara lisan dan /atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja;

c. sosialisasi; dan/atau

d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi.

(4) Dalam hal masukan disampaikan secara lisan, maka pengusul Rancangan Peraturan Daerah menentukan waktu pertemuan dan jumlah orang yang diundang dalam pertemuan.

(5) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Daerah.

(6) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Daerah harus dimuat dalam web site resmi Pemerintah Daerah agar dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

BAB VII

PENYUSUNAN PERATURAN BUPATI, PB KDH, DAN PERATURAN DPRD Bagian Kesatu

Penyusunan Peraturan Bupati Pasal 54

(1) Pimpinan SKPD menyusun rancangan produk hukum daerah berbentuk Peraturan Bupati dan/atau Peraturan Bersama Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan huruf c.

(2) Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pembahasan oleh Bagian Hukum untuk harmonisasi dan sinkronisasi dengan SKPD terkait.

Pasal 55

(1) Kepala Daerah membentuk Tim Penyusunan Peraturan Bupati dan PB KDH.

(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. Ketua : Pimpinan SKPD pemrakarsa atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati.

b. Sekretaris : Kepala Bagian Hukum. c. Anggota : Sesuai kebutuhan.

(3) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati.

(17)

perkembangan Rancangan Peraturan Bupati dan Rancangan PB KDH kepada Sekretaris Daerah.

Pasal 56

(1) Rancangan Peraturan Bupati dan Rancangan PB KDH yang telah dibahas harus mendapatkan paraf koordinasi Kepala Bagian Hukum dan Pimpinan SKPD terkait.

(2) Pimpinan SKPD atau pejabat yang ditunjuk mengajukan Rancangan Peraturan Bupati dan Rancangan PB KDH yang telah mendapat paraf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.

(3) Sekretaris daerah dapat melakukan perubahan dan/atau penyempurnaan terhadap Rancangan Bupati dan Rancangan PB KDH yang telah diparaf koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Perubahan dan/atau penyempurnaan rancangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) dikembalikan kepada pimpinan SKPD pemrakarsa.

(5) Hasil penyempurnaan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Sekretaris Daerah setelah dilakukan paraf koordinasi Kepala Bagian Hukum dan Pimpinan SKPD terkait.

(6) Sekretaris daerah menyampaikan rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Bupati untuk ditandatangani.

(7) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib disampaikan kepada DPRD sebagai bahan pengawasan paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

Bagian Kedua

Penyusunan Peraturan DPRD Pasal 57

(1) Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d merupakan Peraturan DPRD yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban DPRD.

(2) Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:

a. Peraturan DPRD tentang Tata Tertib; b. Peraturan DPRD tentang Kode Etik;

c. Peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan Kehormatan; dan/ atau

d. Peraturan DPRD lainnya sesuai kebutuhan. Pasal 58

(1) Materi muatan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf a berisi ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD, hak DPRD dan anggota DPRD serta kewajiban anggota DPRD.

(2) Materi muatan Peraturan DPRD tentang Kode Etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf b paling sedikit memuat:

a. pengertian kode etik; b. tujuan kode etik; c. pengaturan mengenai:

(18)

2. tata kerja anggota DPRD;

3. tata hubungan antar penyelenggara pemerintahan daerah; 4. tata hubungan antar anggota DPRD;

5. tata hubungan antara anggota DPRD dengan pihak lain;

6. penyampaian pendapat, tanggapan, jawaban, dan sanggahan; 7. kewajiban anggota DPRD;

8. larangan bagi anggota DPRD;

9. hal-hal yang tidak patut dilakukan oleh anggota DPRD; 10. sanksi dan mekanisme penjatuhan sanksi; dan

11. rehabilitasi.

(3) Materi muatan Peraturan DPRD tentang Tata Beracara di Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf c paling sedikit memuat:

a. ketentuan umum;

b. materi dan tata cara pengaduan; c. penjadwalan rapat dan sidang; d. verifikasi, meliputi:

1. sidang verifikasi; 2. pembuktian;

3. verifikasi terhadap pimpinan dan/atau anggota badan kehormatan;

4. alat bukti; dan 5. pembelaan; e. keputusan;

f. pelaksanaan keputusan; dan g. ketentuan penutup.

(4) Peraturan DPRD lainnya sesuai kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf d merupakan peraturan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yang materi muatannya antara lain diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kebutuhan dalam pengaturan dan/atau untuk menyelesaikan masalah.

Pasal 59

(1) Rancangan Peraturan DPRD disusun dan dipersiapkan oleh Baperda. (2) Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dibahas oleh Panitia Khusus.

(3) Pembahasan Rancangan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

(4) Pembicaraan tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. penjelasan mengenai Rancangan Peraturan DPRD oleh Pimpinan

DPRD dalam rapat paripurna;

b. pembentukan dan penetapan pimpinan dan keanggotaan panitia khusus dalam rapat paripurna;

c. pembahasan materi Rancangan Peraturan DPRD oleh panitia khusus.

(5) Pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa pengambilan keputusan dalam rapat paripurna, meliputi:

a. penyampaian laporan pimpinan panitia khusus yang berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c; dan

b. permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.

(19)

tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Bagian Ketiga

Klarifikasi Peraturan Bupati dan Peraturan DPRD Pasal 60

(1) Bupati menyampaikan Peraturan Bupati kepada Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan untuk mendapatkan klarifikasi.

(2) Pimpinan DPRD menyampaikan Peraturan DPRD kepada Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan untuk mendapatkan klarifikasi dengan tembusan disampaikan kepada Bupati.

(3) Peraturan Bupati dan Peraturan DPRD dilarang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

(4) Peraturan Bupati yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

(5) Dalam hal Peraturan Bupati dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Bupati harus menghentikan pelaksanaannya paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan pembatalan dan selanjutnya Bupati mencabut Peraturan Bupati dimaksud.

(6) Dalam hal Bupati tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, Bupati dapat mengajukan keberatan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari sejak keputusan pembatalan Perda diterima.

BAB VIII

PENYUSUNAN PRODUK HUKUM BERSIFAT PENETAPAN Bagian Kesatu

Umum Pasal 61

Penyusunan produk hukum daerah yang bersifat penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi:

a. Keputusan Bupati; b. Keputusan DPRD;

c. Keputusan Pimpinan DPRD; dan d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD.

Pasal 62

(1) Pimpinan SKPD menyusun Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a sesuai dengan tugas dan fungsi.

(2) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Sekretaris Daerah setelah mendapat paraf koordinasi Kepala Bagian Hukum.

(20)

(4) Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan kepada DPRD paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan sebagai bahan pengawasan.

Bagian Kedua

Penyusunan Keputusan DPRD Pasal 63

(1) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b yang berupa penetapan untuk menetapkan hasil rapat paripurna. (2) Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi materi

muatan hasil dari rapat paripurna. Pasal 64

(1) Untuk menyusun Keputusan DPRD dapat dibentuk Panitia Khusus atau menetapkan Keputusan DPRD secara langsung dalam rapat paripurna.

(2) Ketentuan mengenai penyusunan Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan, pembahasan dan penetapan Rancangan Keputusan DPRD.

(3) Dalam hal Keputusan DPRD ditetapkan secara langsung dalam rapat paripurna, Rancangan Keputusan DPRD disusun dan dipersiapkan oleh Sekretariat DPRD dan pengambilan keputusan dilakukan dengan:

a. penjelasan tentang Rancangan Keputusan DPRD oleh Pimpinan DPRD;

b. pendapat fraksi terhadap Rancangan Keputusan DPRD; dan

c. persetujuan atas Rancangan Keputusan DPRD menjadi Keputusan DPRD.

Bagian Ketiga

Penyusunan Keputusan Pimpinan DPRD Pasal 65

(1) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 h u r u f c y a n g b er u p a p e n e t a p a n u n t u k menetapkan hasil rapat Pimpinan DPRD.

(2) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi materi muatan penetapan hasil rapat Pimpinan DPRD dalam rangka menyelenggarakan tugas fungsi DPRD yang bersifat teknis operasional.

Pasal 66

(1) Rancangan Keputusan Pimpinan DPRD disusun dan dipersiapkan oleh Sekretariat DPRD.

(2) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD dalam rapat Pimpinan DPRD.

(21)

Bagian Keempat

Penyusunan Keputusan Badan Kehormatan DPRD Pasal 67

(1) Keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana dimaksud da la m Pa sal 6 0 h ur u f d d al a m ra ng k a penjatuhan sanksi kepada anggota DPRD.

(2) Keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD.

(3) Keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi materi muatan penjatuhan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar Peraturan DPRD tentang Tata Tertib dan/atau Peraturan DPRD tentang Kode Etik.

Pasal 68

(1) Rancangan Keputusan Badan Kehormatan disusun dan dipersiapkan oleh Badan Kehormatan.

(2) Keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan hasil penelitian terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan DPRD tentang Tata Tertib dan/atau Peraturan DPRD tentang Kode Etik.

Pasal 69

(1) Keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) mengenai penjatuhan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada anggota DPRD yang bersangkutan, pimpinan fraksi, dan pimpinan partai politik yang bersangkutan.

(3) Keputusan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan dalam rapat paripurna DPRD.

BAB IX

PERATURAN PELAKSANA PERATURAN DAERAH Pasal 70

(1) Bupati wajib menetapkan Peraturan Bupati sebagai peraturan pelaksanaan setiap Peraturan Daerah.

(2) Bupati dalam menetapkan Peraturan Bupati harus merupakan delegasi dari ketentuan pasal dalam Peraturan Daerah.

(3) Materi yang akan diatur di dalam Peraturan Bupati, harus mengacu kepada materi yang didelegasikan dalam pasal Peraturan Daerah. (4) Dalam setiap Peraturan Daerah wajib mencantumkan batas waktu

penetapan Peraturan Bupati sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah.

(5) Batas waktu penetapan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah tersebut diundangkan.

(6) Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada DPRD sebagai bahan pengawasan.

(22)

BAB X

TEKNIK PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DAERAH Pasal 71

(1) Penyusunan Produk Hukum Daerah dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Bentuk Peratuan Daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB XI

DOKUMENTASI DAN PUBLIKASI Pasal 72

(1) Bagian Persidangan Risalah dan Perundang-undangan Sekretariat DPRD mendokumentasikan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sebagai pendelegasian oleh Peraturan Daerah di DPRD.

(2) Bagian Hukum Sekretariat Daerah mendokumentasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati sebagai pendelegasian oleh Peraturan Daerah di Pemerintah Daerah

Pasal 73

Bagian Hukum Sekretariat Daerah bersama SKPD terkait melakukan sosialisasi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati kepada masyarakat.

BAB XII PEMBIAYAAN

Pasal 74

(1) Pembiayaan yang diperlukan dalam pembentukan Peraturan Daerah, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

(2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi proses perencanaan, persiapan, pembahasan, penyebarluasan Peraturan Daerah, dan penyerapan aspirasi masyarakat.

Pasal 75

Pos anggaran yang dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sebagai berikut:

a. Anggaran DPRD bagi Rancangan Peraturan yang merupakan usul DPRD.

b. Anggaran SKPD bagi Rancangan Peraturan Daerah yang merupakan usul Pemerintah Daerah.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 76

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Bupati Kabupaten Lombok Tengah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Legislasi Daerah (Berita Daerah Kabupaten Lombok Tengah Nomor Tahun 2010 Nomor...) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

(23)

Pasal 77

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lombok tengah.

Ditetapkan di Praya pada tanggal

BUPATI LOMBOK TENGAH,

H.M. SUHAILI FT

Diundangkan di Praya Pada tanggal...

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH,

H. LALU M. SUPARDAN

(24)

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TENTANG

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH I. UMUM

Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD memiliki kewenangan untuk membuat peraturan daerah yang selanjutnya disebut Perda. Perda dalam bingkai perencanaan pembangunan daerah,merupakan produk hukum atau hasil tindak lanjut dari suatu perencanaan legislasi daerah atau pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa perencanaan penyusunan Perda dilakukan dengan suatu Program Legislasi Daerah, untuk selanjutnya disingkat Properda. Dengan demikian, proses pembentukan perda harus terlebih dahulu melalui penetapan Properda.

Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur di dalam Pasal 239, ditentukan bahwa perencanaan penyusunan peraturan daerah dulakukan dalam program pembentukan peraturan daerah. Jadi berdasarkan undang-undang tersebut, perencanaan pembentukan peraturan daerah menggunakan istilah program pembentukan peraturan daerah, bukan program legislasi daerah, meskipun esensi sama.

Program legislasi itu sendiri merupakan perencanaan awal yang harus dilakukan dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk perda. Program legislasi terdiri atas program legislasi nasional (untuk selanjunya disingkat Prolegnas) dan Properda. Prolegnas adalah instrument perencanaan program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Dengan demikian Properda adalah program pembangunan hukum daerah yang akan menjadi ladasan untuk berpijak dalammpembentukan perda.

Perda, secara yuridis konseptual merupakan bagian integral dari kerangka hukum (legal framework) peraturan perundang-undangan. Karakter norma hukum yang termuat dalam peraturan perundang-undangan adalah “algemene strekking” yang bersifat umum yang mengatur hubungan antara rakyat dan institusi pemerintahan

Mengingat peran strategis suatu perda, yaitu sebagai instrmen hukum dalam rangka menjalankan roda pemrintahan dan pembangunan daerah, maka seyogyanya pembaentukan perda diselaraskan dengan program pe,bangunan daerah dan program pembangunan nasional. Pencapaian keselaranan dan

(25)

kesesuaian antara perda yang dibentuk dengan program pembangunan tersebut akan dapat terwujud, apabila terdapat Properda yang telah ditetapkan secara sinergis dengan program pembangunan tersebut.

Pada prinsipnya, pembentukan perda merupakan bagian integral dari program pembangunan secara keseluruhan di daerah yaitu tercakup dalam ranah pembangunan sistem hukum daerah dengan tujuan mewujudkan tujuan daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunan Properda dan pembentukan perda perlu menyesuaikan dengan kerangka perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah tersebut dilakukan secara terencana dan sistematis yang terdiri atas Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Tidak dapat dipungkiri, program pembentukan perda selama ini diberbagai daerah di Indonesia masih jarang sekali didasarkan pada Properda, hingga mengakibatkan perda yang dihasilkan kurang terintegrasi dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Bahkan tidak jarang tumpang tindih dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, hingga disebut perda bermasalah dan harus dibatalkan. Bagi pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Lombok Tengah, keberadaan Properda menjadi sangat penting dalam rangka menyelaraskan antara program legislasi dan program bidang lain dalam gerak pelaksanaannya di Kabupaten Lombok Tengah. Dengan demikian perlu disiapkan pengaturan tentang penyusunan dan pengelolaan Properda dalam bentuk peraturan daerah.

Dalam rangka menyiapkan rancangan perda Kabupaten Lombok Tengah yang mengatur tentang penyusunan dan pengelolaan perda, terlebih dahulu perlu pengkajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai alasan yang mendasari diperlukannya rancangan perda tersebut. Pertanggunganjawaban secara ilmiah tersebut disajikan dalam naskah akademik sebagai suatu karya tulis ilmiah yang berisi; latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, ruang lingkup, jangkauan, obyek dan arah pengaturan substanmsi raperda. Naskah Akademik ini juga menguraikan tentang urgensi dan dasar filosofis, yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur serta konsep awal raperda tentang Properda.

Salah satu bentuk nyata perubahan tersebut, misalnya dapat ditemukan di dalam Pasal 136 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Perda dapat dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Program pembangunan produk hukum di daerah perlu menjadi prioritas karena perubahan terhadap

(26)

berbagai regulasi dan berbagai peraturan perundangan lainnya serta transformasi dinamika masyarakat dan pembanguna daerah, menuntut pula adanya penataan system hukum dan kerangka hukum yang mendasarinya melalui program legislasi produk hukum daerah dengan harapan sekiranya program penataan regulasi dapat dilaksanakan dengan baik diyakini akan member trend positif terhadap pembangunan; berjalan dengan cara yang teratur, antisipasi akibat pembangunan sudah dapat diprediksi lebih awal (predictability), berorientasi pada kepastian hukum (rechtszkerheid) memiliki manfaat bagi masyarakat dan terwujudnya rasa keadilan masyarakat (gerechtiheid).

Kendati demikian, program pembentukan perda di berbagai daerah sepanjang pengamatan kita selama ini masih jarang sekali didasarkan pada perencana melalui Properda. Akibatnya, tentu saja kita dengan mudah mendapatkan berbagai produk hukum daerah yang dihasilkan kurang terintegrasi dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Bahkan, tidak jarang terjadi beberapa perda tumpang tindih dan tidak sesuai denmgan norma maupun asas-asas pembentukannya, perda yang tidak dapat dilaksanakan secara maksimal, perda yang memiliki kepekaan social yang kesemuanya biasa disebut Perda bermasalah.

Berkenaan dengan persoalan tersebut, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian dicabut dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 asebenarnya sudah mengamanatkan bagaimana pentingnya Properda dalam pembentukan produk hukum daerah, akan tetapi masih jamak ditemui adanya kecenderungan permasalahan yang sejatinya lebih berorientasi pada alas an klasik, yaitu belum dimilikinya kesadaran dari beberapa aparat pengelola di lapangan akan pentingnya mengusung sinergitas dalam setiap pembentukan perda. Hal ini trjadi mungkin elah menjadi fenomena di setiap daerah, bahwa sangat jarang bahkan mungkin tidak pernah terjadi rancangan perda dibahas secara tut as melalui tim Properda atau belum dimilikinya kesadaran konstitusional aparat birokrasi pemerintahan daerah untuk merencanakannya secara terpola, sistematik dan terpadu akan kebutuhan perda untuk masa tertentu sehingga yang ada adalah pembahasan rancangan perda ketika ada order maupun desakan dari pihak-pihak tertentu.

II. PASAL-DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas Pasa 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan transparansi adalah adanya keterbukaan dalam pembentukan produk hukum daerah.

(27)

Huruf b

Yang dimaksud dengan partisipasi adalah diberikannya ruang bagi masyarakat untuk turut memberikan masukan dalam pembentukan produk hukum daerah. Huruf c

Yang dimaksud dengan akuntabel adalah adalah adanya pertanggung jawaban pemerintahan daerah dalam pembentukan produk hukum daerah.

Pasal 3

Cukup jelas Pasal 4

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kejelasan tujuan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar- benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas dapat dilaksanakan” adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang- undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(28)

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas kejelasan rumusan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 5 Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

(29)

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa Materi Muatan Peraturan Perundang- undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

Huruf j

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan”, antara lain:

a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;

(30)

b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas

(31)

Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51

(32)

Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Cukup jelas Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas Pasal 73 Cukup jelas Pasal 74 Cukup jelas

(33)

Pasal 75 Cukup jelas Pasal 76 Cuku jelas Pasal 77 Cukup jelas Pasal 78 Cukup jelas Pasal 79 Cukup jelas Pasal 80 Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2015 NOMOR…..

(34)

LAMPIRAN I

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR ...

TAHUN ... TENTANG

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

POKOK- POKOK PENGATURAN

1. PENGUSUL (DPR D d a n /a ta u Pe m e rin ta h Da e ra h ) 2. KELENGKAPAN *) Rancangan Peraturan Daerah

Naskah Akademik

3. JUDUL RAPERDA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

4 . D AS AR P E NYUS UNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

P e rintah P e raturan P e r unda ng- undangan yang lebih tinggi. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah.

Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan

Mengakomodasi aspirasi masyarakat. 5. LATAR BELAKANG

6. TUJUAN

6. SASARAN YANG INGIN DIWUJUDKAN

8. POKOK PIKIRAN, RUANG LINGKUP, ATAU OBJEK YANG AKAN DIATUR

(35)

9. J ANG KAUAN D AN ARAH PENGATURAN 10. PERATURAN

PERUNDANG -

UNDANGAN TERKAIT

*) Kelengkapan bersifat fakultatif ( tidak harus) dalam hal suatu usulan Rancangan Peraturan Daerah telah melalu pengkajian dan penyelarasan, maka dituangkan dalam Naskah Akademik dan Rancangan Peraturan Daerah.

KEPALA SKPD/ALAT KELENGKAPAN DPRD,

BUPATI LOMBOK TENGAH

(36)

LAMPIRAN II

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR ... TAHUN 2015

TENTANG

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

BENTUK DAN TATA CARA PENGISIAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 1. SKPD :……… No JENIS TENTANG STATUS PELAKSANAAN UNIT/INSTANSI TERKAIT TARGET PENYAMPAIAN KETERANGAN BARU UBAH KEPALA S K P D , ……….. 2. ALAT KE LE NG KAP AN D P RD : No JENIS TENTANG STATUS PELAKSANAAN UNIT/INSTANSI TERKAIT TARGET PENYAMPAI AN KETERANGAN BARU UBAH

BADAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH

(37)

3 . TATA CARA PENGISIAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

Kolom 1 : Nomor urut pengisian. Kolom 2 : Peraturan Daerah.

Kolom 3 : Penamaan Peraturan Daerah. Kolom 4 : Penyusunan Peraturan Daerah.

Kolom 5 : Penyusunan Perubahan Peraturan Daerah.

Kolom 6 : Penyusunan Peraturan Daerah merupakan delegasi/perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kolom 7 : Unit kerja/instansi terkait dengan materi muatan penyusunan peraturan daerah.

Kolom 8 : Tahun penyelesaian peraturan daerah.

Kolom 9 : Hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan Peraturan Daerah.

BUPATI,

...

Salinan sesuai aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM,

(38)

LAMPIRAN III

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR TAHUN...

TENTANG

PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK PERATURAN DAERAH

1. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Peraturan Daerah sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

2. Sistematika Naskah Akademik adalah sebagai berikut:

JUDUL

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

BAB III E VALUAS I D AN ANALIS IS P E RATURAN P E RU ND ANG - UNDANGAN TERKAIT

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS BAB V J ANG KAUAN, ARAH P E NG ATURAN, D AN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH BAB VI PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Sampel yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sedangkan pada penelitian sekarang

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yangt dilakukan oleh Widiyastuti dan Pamudji (2009) yang menggunakan objek penelitiannya pada BPK-RI. Perbedaan

Menimbang, bahwa pada pokoknya Pemohon mendalilkan bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon awalnya rukun-rukun saja selama 9 bulan namun setelah itu sudah tidak

Jika target produksi tersebut belum tercapai makan akan dilakukan evaluasi dan koreksi terhadap jumlah alat yang digunakan serta hambatan-hambatan yang mempengaruhi waktu

Sedangkan dalam Ordonansi Pengangkutan udara atau biasa dikenal OPU ( Luchvervoer Ordonantie Staatsblat staatsblat 1939 No. 100) dinyatakan bila pengangkut udara tersebut

Segi daya tarik iklan terdiri atas, daya tarik pesan dalam artian kata-kata, kalimat dan berikut daya tarik fisik, penampilan luar, ilustrasi yang menyertai iklan

indeks ini mengalami kenaikan sebesar 1,88 persen dibanding November 2014 , yang disebabkan oleh ketujuh pendukung subkelompok Konsumsi Rumah Tangga, yaitu

Tata ruang yang suatu daerah diatur oleh Peraturan Presiden sebenarnya merupakan suatu hal yang dilakukan untuk menyelaraskan suatu peraturan dibawahnya