TINJAUAN PUSTAKA
Derah Aliran Sungai
Dalam Undang–undang RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air,
Pasal 1, Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai “suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak–anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan (Rauf dkk, 2011).
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang yang
terdiri atas unsur abiotik (tanah, air, udara), biotik (vegetasi, binatang dan
organisme hidup lainnya) serta kegiatan manusia yang saling berinteraksi dan
saling ketergantungan satu sama lain, sehingga merupakan satu kesatuan
ekosistem, hal ini berarti bahwa apabila keterkaitan sudah terselenggara maka
pengelolaan hutan, tanah, air, masyarakat dan lain–lain harus memperhatikan
peranan dari komponen–komponen ekosistem tersebut (Sudaryono, 2002).
Sebuah DAS ditandai dengan adanya sungai utama yang langsung
bermuara ke danau atau ke laut. Ke dalam sungai utama tersebut bermuara anak
sungai yang airnya berasal dari tangkapan air hujan dari wilayah yang dibatasi
pembatas topografi menuju ke anak sungai tersebut. Batas wilayah hingga ke
pembatas topografi yang mengalirkan air hujan yang ditangkapnya menuju anak
sungai itu disebut sebagai kawasan Sub DAS (Rauf dkk, 2011).
Faktor utama yang menghubungkan bagian hulu dan hilir dalam suatu
atau karakteristik DAS–nya. Karakteristik DAS tersusun dari faktor–faktor yang
bersifat alami dan relatif sulit dikelola (relatif statis) dan faktor yang mudah
dikelola (dinamis) secara menyeluruh dari hulu sampai hilir (Paimin dkk, 2010).
Dalam kaitannya dengan wilayah daratan tempat berlangsungnya salah
satu siklus hidrologi yaitu tempat berlangsungnya penampungan, pengaliran dan
pendistribusian air, maka wilayah DAS dapat dibedakan ke dalam :
1. DAS bagian atas (DAS hulu) yang berfungsi sebagai daerah tangkapan atau
resapan air (catchment area) yang sekaligus sebagai kawasan konservasi tanah
dan air, kawasan lindung dan kontrol terhadap erosi degradasi lahan dan
hutan.
2. DAS bagian tengah (DAS tengah) yang berfungsi sebagai daerah untuk
pengairan, dan pengalokasian atau pendistribusian serta pengendalian banjir.
3. DAS bagian bawah (DAS hilir) yang berfungsi sebagai daerah pemanfaatan
air dan sedimentasi, pengendalian banjir serta pencegahan intrusi air laut.
(Rauf dkk, 2011).
Daerah aliran sungai mempunyai karakteristik yang spesifik berkaitan
dengan unsur–unsur utama seperti jenis tanah, topografi, geologi, geomorfologi,
vegetasi, dan tata guna lahan. Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk
terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah, dan air,
sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi
kesejahteraan manusia (Isfandari dkk, 2014).
Pengelolaan DAS adalah merupakan ilmu terapan untuk perlindungan,
perbaikan, dan pengelolaan DAS dan obyek dasarnya adalah meningkatkan suplai
sedimen dan meningkatkan kualitas air untuk berbagai penggunaan. Pengelolaan
DAS terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam, meliputi
tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian,
pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan pelestarian kemampuan
lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang
berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Dilihat dari aspek
pengelolaan terpadu hutan, tanah, air, masyarakat dan lain–lain tersebut
merupakan sasaran atau obyek yang akan dikelola, dengan demikian dapat dilihat
adanya keterkaitan antara ekosistem, DAS dan pengelolaan terpadu
(Sudaryono, 2002).
Di Bawah Tegakan Tanaman Serbaguna
Jenis pohon serbaguna atau Multipurpose Trees (MPTs) mengandung pengertian pohon–pohon dan semak yang digunakan atau dikelola untuk lebih dari
satu kegunaan produk dan atau jasa, penekanan pada penanaman pohon ini untuk
tujuan ekonomi dan ekologi dari satu sistem pengunaan lahan dengan keluaran
ganda (Sabarnurdin, 1998 ; Suryanto dan Prasetyawati, 2014).
Beberapa jenis tanaman yang biasanya dikembangkan oleh kelompok
pembibitan, yaitu tanaman dari jenis Multi Purposes Trees Species (MPTs) dan Kekayuan. MPTs adalah tanaman yang memiliki fungsi selain kayu, misalnya
dapat dimanfaatkan buah atau bagian tanaman lainnya. Sedangkan tanaman
kekayuan merupakan tanaman yang khusus dimanfaatkan kayunya saja. Tanaman
jenis MPTs lebih cenderung memiliki sifat konservatif, karena tanaman tersebut
jarang ditebang oleh masyarakat. Meskipun demikian tetap saja perbandingan
tanaman MPTs seperti Aren (Arenga saccharifera), Picung (Pangium edule REINW) (buahnya untuk bumbu masak) dan lain
sebagainya. Sedangkan kekayuan contohnya seperti Sengon (Albasia falcataria)
dan Jati (Tectona grandis) (Hafsah dan Heriyanto, 2012).
Hutan dan vegetasinya memiliki peranan dalam pernbentukan dan
pemantapan agregat tanah. Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah
karena akar akarnya dapat mengikat partikel–partikel tanah dan juga mampu
menahan daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah
sehingga penghancuran tanah dapat dicegah. Selain itu seresah yang berasal dari
daun–daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Hal inilah
yang dapat mengakibatkan perbaikan terhadap sifat fisik tanah, yaitu
pembentukan struktur tanah yang baik maupun peningkatan porositas yang dapat
meningkatkan perkolasi, sehingga memperkecil erosi (Tolaka dkk, 2013).
a. Aren (Arenga pinnata Merr.)
Tanaman aren tumbuh mulai dari permukaan laut sampai ketinggian
1.300 m dari permukaan laut. Tetapi tanaman ini lebih menyukai tempat dengan
ketinggian 500 – 1.200 m dan bila dibudidayakan pada tempat–tempat dengan
ketinggian 500 – 700 m dpl akan memberikan hasil yang memuaskan. Suhu
lingkungan yang terbaik rata–rata 25oC dengan curah hujan setiap tahun rata–rata
1.200 mm. Kondisi tanah yang cukup sarang atau bisa meneruskan kelebihan air,
seperti tanah yang gembur, tanah vulkanis di lereng gunung, dan tanah yang
berpasir disekitar tepian sungai merupakan lahan yang ideal untuk pertumbuhan
Aren memiliki fungsi produksi menghasilkan berbagai komoditi yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi ekspor. Nira diolah menjadi gula,
minuman palm wine, nata de pinna, dan bioetanol, buah yang belum matang untuk kolang–kaling, batang menghasilkan tepung apabila niranya tidak disadap.
Kayu aren digunakan sebagai bahan baku pembuatan meubel, daun untuk
pembuatan atap dan lidinya untuk dibuat sapu. Akar dapat digunakan sebagai obat
herbal karena mengandung senyawa–senyawa sekunder seperti saponin,
flavonoid, dan polifenol. Selain itu, aren memiliki fungsi konservasi, karena
tanaman ini dapat digunakan untuk pengendalian tata air tanah. Aren dengan
perakaran yang dangkal dan melebar sangat bermanfaat untuk mencegah
terjadinya erosi tanah. Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang
yang tertutup dengan lapisan ijuk, sangat efektif untuk mengurangi air hujan yang
langsung kepermukaan tanah. Oleh karena itu, aren dapat mencegah terjadinya
erosi (Suswono, 2014).
Pentingnya peranan tanaman aren untuk fungsi–fungsi konservasi lahan
dan air tersebut berkaitan dengan sifat perakarannya. Akar aren dikenal sangat
kuat karena cukup dalam dan lebar menyebar pada lapisan–lapisan tanah. Alam
dan Baco (2004) melaporkan bahwa tanaman aren memiliki perakaran yang dalam
10 – 30 m, sehingga memiliki daya cengkeraman yang kuat di dalam tanah.
Selanjutnya menurut Mogea et al. (1991), sistem perakaran aren sangat dalam hingga mencapai kedalaman (vertikal) 15 m dengan lebar (horizontal atau
menyamping) mencapai 10 m. Dengan sistem perakaran yang cukup kokoh dan
b. Durian (Durio zibethinus Murr.)
Durian merupakan tanaman tahunan yang memiliki tipe pertumbuhan
model Roux yang dicirikan dengan adanya dominansi pertumbuhan batang monopodial orthotrop yang kontinyu (continuous growth). Bentuk batang tanaman
durian berdasarkan penampang melintangnya adalah bulat (teres). Pada
pengamatan warna batang ada empat kategori sifat yang diperoleh, yaitu :
abu–abu, coklat, coklat tua dan hijau lumut tetapi dari seluruh sampel warna
coklat tua lebih dominan. Bentuk tajuk dari tanaman durian yang diamati terdiri
dari bentuk tajuk piramida, lonjong, membulat, bulat–melebar, elips dan tidak
beraturan. Daun tanaman durian merupakan daun tidak lengkap karena hanya
terdiri dari tangkai daun dan helaian daun saja. Bentuk daun tanaman durian yang
telah diamati beraneka ragam seperti bulat telur, telur terbalik, elips dan lonjong.
Kebanyakan ditemukan berbentuk elips (Yuniarti, 2011).
Tanaman durian memerlukan tanah yang dalam, ringan dan berdrainase
baik. Derajat keasaman optimal adalah 6 – 6,5. Tanah masam, seperti latosol atau
podsolik merah kuning memerlukan pengapuran agar tanaman tumbuh baik.
Durian muda juga memerlukan lindungan alam, agar pohon atau
cabang–cabangnya yang sarat buah tidak patah diterpa angin yang kuat. Muka air
tanah tidak boleh kurang dari 150 cm karena air tanah yang terlalu rendah
berakibat buah kurang manis (Majid, 2010).
Tanaman durian memiliki karakter akar serabut yang cukup unik. Sebagai
tanaman asal hutan, durian memiliki perakaran yang disebut ectomycorhizal root yang berfungsi menyerap air dan hara dari lapisan humus yang tebal di permukaan
berbentuk gilig dan berwarna kuning kemerahan, akan terlihat tumbuh merata di
bawah permukaan tajuk tanaman durian. Pada tanah yang padat, perakaran ini
dapat muncul dalam kumpulan kecil bergerombol sedikit di sela–sela retakan
tanah, dan akan tampak sekali pada tanah yang mengandung banyak bahan
organik (Badan Litbang Pertanian, 2013).
c. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara 150 LS
dan 150 LU. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm
sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai dengan
150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan
berkurang. Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah
dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian >600 m dari
permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal
diperlukan berkisar antara 25oC sampai 35oC. Kecepatan angin yang terlalu
kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet (Anwar, 2001).
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
baik tanah vulkanis maupun alluvial. Pada tanah vulkanis mempunyai sifat fisika
yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan
drainase, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan
haranya rendah. Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat
fisikanya kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik.
Derajat keasaman mendekati normal cocok untuk tanaman karet, yang paling
cocok adalah pH 5 – 6. Batas toleransi pH tanah adalah 4 – 8. Sifat–sifat tanah
remah, struktur terdiri dari 35% tanah liat dan 30% tanah pasir, kemiringan lahan
<16% serta permukaan air tanah <100 cm (Damanik dkk, 2010).
Karet termasuk Dicotyledon, akarnya merupakan akar tunggang. Dari akar
tunggang keluar percabangan akar, di ujung akar terdapat kaliptra. Di belakang
kaliptra terdapat jaringan berturut–turut: jaringan meristematik, zona
perpanjangan dan zona pendewasaan. Pada zona pendewasaan terdapat bulu–bulu
akar yang merupakan tempat terjadinya penyerapan terhadap nutrisi yang
dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang (Syahriani, 2010).
Perkebunan karet rakyat biasanya dikelola dengan teknik budidaya
sederhana berupa pemupukan sesuai kemampuan petani. Karet ditanam bersama
dengan pohon–pohon lain seperti pohon buah–buahan (contohnya durian, petai,
jengkol, dan duku) maupun pohon penghasil kayu (contohnya meranti dan
tembesu) yang sengaja ditanam atau tumbuh sendiri secara alami. Sebaliknya,
perkebunan besar dikelola dengan teknik budidaya yang lebih maju dan intensif
dalam bentuk perkebunan monokultur, yaitu hanya tanaman karet saja, untuk
memaksimalkan hasil kebun (Janudianto dkk, 2013).
Sifat Fisika Tanah
Tanah itu merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari tiga
fase yakni bahan–bahan padat, cair dan gas. Fase padat yang hampir menepati
50% volume tanah sebagian besar terdiri dari bahan mineral dan sebagian lainnya
bahan organik. Sisa volume selebihnya merupakan ruang pori yang ditempati
sebagian oleh fase cair dan gas yang perbandingannya selalu bervariasi menurut
Tanah mempunyai beberapa karakteristik yang terbagi dalam tiga
kelompok diantaranya adalah sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik
tanah antara lain adalah tekstur, permeabilitas, infiltrasi, dll. Setiap jenis tanah
memiliki sifat fisik tanah yang berbeda. Usaha untuk memperbaiki kesuburan
tanah tidak hanya terhadap perbaikan sifat kimia dan biologi tanah tetapi juga
perbaikan sifat fisik tanah. Perbaikan keadaan fisik tanah dapat dilakukan dengan
pengolahan tanah, perbaikan struktur tanah dan meningkatkan kandungan bahan
organik tanah. Selain itu sifat fisik tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
produksi tanaman. Kondisi fisik tanah menentukan penetrasi akar dalam tanah,
retensi air, drainase, aerasi dan nutrisi tanaman. Sifat fisik tanah juga
mempengaruhi sifat kimia dan biologi tanah (Syamsuddin, 2012).
Sifat–sifat fisik tanah tergantung pada jumlah, ukuran, bentuk, susunan
dan komposisi mineral dari partikel–partikel tanah, macam dan jumlah bahan
organik, volume dan bentuk pori–porinya pada waktu tertentu. Beberapa sifat fisik
tanah yang terpenting adalah tekstur, struktur, kerapatan (density) porositas,
konsistensi, warna dan suhu (Hakim dkk, 1986).
a. Kerapatan Isi(Bulk density)
Kerapatan isi adalah berat persatuan volume tanah kering oven, biasanya
ditetapkan sebagai g/cm3. Contoh tanah yang digunakan untuk menetapkan berat
jenis palsu harus diambil hati–hati dari dalam tanah. Pengambilan contoh tanah
tidak boleh merusak struktur asli tanah. Terganggunya struktur tanah dapat
mempengaruhi jumlah pori–pori tanah, demikian pula berat persatuan volume.
Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horizon
Berat Spesifik (Bulk density) tanah menunjukkan perbandingan antara
berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori–pori tanah.
Bulk density = berat tanah kering (g) volume tanah (cc)
“Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk densitynya, yang berarti makin sulit
dilalui air dan ditembus akar tanaman” (Syamsuddin, 2012).
Kerapatan massa tanah yang semakin rendah akan menyebabkan
tersedianya ruang pori untuk air dan udara, yang artinya porositas tanah juga
semakin tinggi. Menurut Russell dan Cross (1974) jika akar tanaman yang sedang
mengalami pertumbuhan menemukan media padat berpori yang diameternya lebih
kecil dari diameter akar, maka akar akan berkembang pertumbuhannya menekan
pori untuk memperbesar ruang pori atau tanaman tersebut memperkecil diameter
akarnya sehingga lebih kecil dari pori tersebut. Makin banyak akar yang
menyebar maka akan semakin banyak pori yang dihasilkan sehingga porositas
menjadi meningkat (Kumalasari dkk, 2011).
Kerapatan isi (g/cm3) Kriteria
< 0,90 Rendah
0,90 – 1,20 Sedang
1,20 – 1,40 Tinggi
>1,40 Sangat Tinggi
Sumber : Lab Fisika tanah FP.UB (2006)
b. Porositas Tanah
Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan
air. Persentase volume ruang pori total disebut Porositas. Ruang pori total pada
tanah pasir rendah tetapi mempunyai proporsi besar yang disusun daripada
komposisi pori–pori yang besar yang sangat efisien dalam pergerakan udara dan
rendah yang menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya
tanah–tanah permukaan dengan tekstur halus mempunyai ruang pori total lebih
banyak dan proporsinya relatif besar yang disusun oleh pori–pori kecil. Akibatnya
tanha mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Air dan udara bergerak
melalui tanah dengan perlahan–lahan, sebab disana terdapat sedikit pori yang
besar (Foth, 1984).
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga
merupakan indikator kondisi drainase dan aerase tanah. Tanah yang poreus berarti
tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara
masuk–keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak poreus
(Hanafiah, 2005).
Semakin besar nilai porositas total tanah menunjukkan pula daya simpan
air secara maksimum oleh tanah tersebut semakin besar pula. Kemampuan tanah
dalam melewatkan air dan udara tidak selalu berkolerasi erat dengan nilai pori
totalnya, tetapi lebih dipengaruhi oleh persentase sebaran ukuran pori. Jika
sebaran ukuran pori suatu tanah didominasi oleh pori berukuran besar (pori
makro) maka pada umumnya tanah tersebut mempunyai kemampuan menyimpan
c. Permeabilitas Tanah
Air di dalam tabung kapiler tidak akan bergerak atau didrain keluar. Hal
ini disebabkan oleh karena adanya atraksi air dengan gelas yang memberikan
tahanan yang besar, sehingga air inipun tidak dapat bergerak ke bawah oleh gaya
gravitasi. Sebagai hasilnya adalah suatu zat (substance) dapat menjadi sangat
porous dan perlahan–lahan permeable terhadap air (Hakim dkk, 1986).
Permeabilitas menyatakan kemampuan media porus, dalam hal ini adalah
tanah untuk meloloskan zat cair (air hujan) baik secara lateral maupun vertikal.
Tingkat permeabilitas tanah (cm/jam) merupakan fungsi dari berbagai sifat fisik
tanah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbesar permeabilitas tanah,
antara lain : 1.) Memperbaiki struktur tanah, dapat dilakukan pemberian bahan
organik, pemberian bahan pemantap tanah, perbaiki porositas dan aerasi
permukaan dan bawah permukaan tanah, serta penanaman vegetasi penutup lahan.
2.) Memperbaiki drainase tanah, mencakup drainase permukaan tanah dan bawah
permukaan tanah (Rohmat dan Soekarno, 2006).
Koefisien permeabilitas terutama tergantung pada ukuran rata–rata pori
yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur
tanah. Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran
pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya (Syamsuddin, 2012).
d. Warna Tanah
Warna tanah merupakan ciri morfologi tanah yang paling mudah
dibedakan. Meskipun pengaruhnya yang langsung terhadap fungsi tanah hanya
sedikit, tetapi seseorang dapat memperoleh keterangan banyak dari warna tanah,
apalagi jika disertai dan dihubungan dengan ciri–ciri lain. Jika warna tanah
hampir merupakan ukuran yang tak langsung mengenai sifat dan mutu tanah, serta
bersifat menggantikan ciri–ciri penting lain yang sukar diamati teliti. Warna tanah
merupakan pernyataan : (a) jenis dan kadar bahan organik, (b) keadaan drainase
dan aerasi tanah dalam hubungan dengan hidrasi, oxidasi dan proses pelindian,
(c) tingkat perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula dalamnya
permukaan air taah, dan atau (e) adanya bahan–bahan tertentu (Mega dkk, 2010).
Warna tanah dengan akurat dapat diukur dengan tiga sifat–sifat prinsip
warnanya, yaitu Hue, Value dan Chroma. Hue adalah panjang gelombang
dominan atau warna dari cahaya. Value kadang–kadang disebut kekerasan cahaya
atau “brilliance” adalah jumlah total cahaya. Warna berkisar antara gelap sampai
agak terang (light color). Chroma adalah kemurnian relatif (relative purity) dari
panjang gelombang cahaya yang dominan. Warna ini meningkat dengan
menurunnya profersi sinar putih (Hakim dkk, 1986).
Warna–warna tanah ditentukan dengan membandingkan tanah–tanah
dengan sebuah tabel warna “Munsell Color Chart” berisi 175 warna yang disusun
secara sistematik. Notasi warna Munsell merupakan suatu sistem numerik dan
huruf sifat–sifat warna masing–masing dari tiga variabel. Ketiga sifat–sifat
Misalnya dalam notasi Munsell 10 YR 6/4; 10YR adalah kilap, 6 adalah nilai dan
4 adalah khroma. Warnanya coklat kuning yang terang (Foth, 1984).
e. Tekstur Tanah
Tekstur tanah ialah perbandingan relatif (dalam persen) fraksi–fraksi pasir,
debu dan liat. Oleh karena komposisi ketiga fraksi butir–butir tanah tersebut akan
menentukan sifat–sifat fisika, fisika–kimia dan kimia tanah. Sebagai contoh,
besarnya lapangan pertukaran dari ion–ion didalam tanah amat ditentukan oleh
tekstur tanah (Hakim dkk, 1986).
Istilah tekstur digunakan untuk menunjukan ukuran partikel–partikel
tanah. Tetapi apabila ukuran partikel tanah sudah diketahui digunakan istilah
struktur. Struktur menunjukkan kombinasi atau susunan partikel–partikel tanah
primer (pasir, debu dan liat) sampai pada partikel–partikel sekunder atau (ped)
disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena
kelemahan permukaan. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah
merupakan satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia
(Foth, 1984).
Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah
didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu
dan liat. Pengetahuan tentang tekstur tanah sangat penting, sebagai panduan nilai
kemampuan lahan dan pengelolaan lahan. Umumnya tanah–tanah pertanian yang
paling baik mengandung persen liat 10 – 20%, bahan organik 5 – 10% dan
f. Kadar Air Tanah
Bila air memasuki tanah, udara dalam tanah terdesak dan tanah menjadi
basah; artinya seluruh ruang pori tanah terisi air. Tanah demikian dikatakan tanah
jenuh air dan berada pada kemampuan retensi maksimum. Bila tebal lapisan air
menipis, tegangan pada batas antara air dan udara meningkat dan akhirnya begitu
besar sehingga menghentikan gerakan air ke bawah. Air dalam ruang pori makro
tidak ada lagi, tetapi masih terdapat dalam pori mikro. Titik ini disebut kapasitas
lapang. Kadar air juga dapat dinyakan dalam persen volume, yaitu persentase
volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat
memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tanah
tertentu (Hakim dkk, 1986).
Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan
padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas susut. Kadar air di mana
terjadi transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis didefinisikan sebagai
batas plastis, dan untuk dari keadaan plastis ke keadaan cair didefinisikan sebagai
batas cair. Batas–batas ini dikenal juga sebagai batas–batas Atterberg (Atterberg
limits) (Syamsuddin, 2012).
Infiltrasi merupakan pergerakan air ke dalam tanah. Keadaan pori dan
kandungan air merupakan faktor terpenting yang menentukan jumlah presipitasi
yang masuk dengan cara infiltrasi dan jumlah aliran permukaan. Laju infiltrasi
tinggi tidak hanya akan menaikkan jumlah air yang disimpan di dalam tanah
untuk digunakan oleh tanaman tetapi juga mengurangi ancaman penggenangan
g. Struktur Tanah
Struktur tanah adalah penyusunan partikel–partikel tanah primer seperti
pasir, debu dan liat membentuk agregat–agregat, yang satu agregat dengan lainnya
dibatasi oleh bidang belah alami yang lemah. Agregat yang terbentuk secara alami
disebut ped, sedangkan bongkah tanah hasil pengolahan tanah disebut clod.
Struktur yang dapat memodifikasi pengaruh terkstur dalam hubungannya dengan
kelembaban porositas, tersedia unsur hara, kegiatan jasad hidup dan pengaruh
permukaan akar. Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir–butir tanah.
Bentuk struktur dapat dibedakan menjadi: bentuk lempeng, bentuk prisma, bentuk
gumpal dan bentuk spheroidel atau bulat (Syamsuddin, 2012).
Struktur berkembang tidak dari satu butir tunggal maupun dari keadaan
pejal. Untuk menghasilkan ped harus ada beberapa mekanisme yang
mengelompokkan partikel menjadi “cluster” (kelompok) dan yang dimaksud
dengan cluster adalah ikatan yang kuat sehingga ped terbentuk. Akar tanaman
merupakan penyebab utama bergeraknya partikel–partikel tanah sehingga
berhubungan erat satu sama lainnya, akibat invasi akar ke dalam suatu daerah di
dalam tanah dan perluasan berikutnya. Perpindahan air oleh akar menyebabkan
pengikisan dan pemecahan tanah yang juga membantu pembentukan ped.
Penyebab lain yang aktif dalam pembentukan ped adalah aktivitas hewan,
kelembaban dan kekeringan, juga pembekuan dan pencairan (Foth, 1984).
Penggunaan Lahan Sub DAS
Keterkaitan antara penggunaan lahan dengan tatanan air dalam suatu DAS
dapat didekati dari nilai koefisien limpasan. Nilai koefisien limpasan ini
hujan) dan kondisi aktual (penggunaan lahan). Kenaikan nilai koefisien ini
terutama disebabkan semakin luasnya kawasan terbangun dan berkurangnya luas
daerah tegalan dan hutan (Wibowo, 2005).
Beberapa penggunaan lahan melibatkan penebangan pohon, tetapi untuk
maksud tujuan pemungutan hasil hutan minor yang didefinisikan sebagai kegiatan
penanaman yang tidak melibatkan penebangan pohon yang signifikan. Biasanya
dampak pemungutan hasil hutan minor terhadap ekosistem hutan hanya kecil saja,
sehingga berlaku suatu sistem pemanenan yang terus menerus. Beberapa contoh
penggunaan hasil hutan minor mencakup pengambilan bahan pangan (ubi liar,
rebung, buah–buahan dan biji–bijian), tumbuhan obat, tumbuhan beracun,
pengumpulan berbagai bagian tumbuhan untuk penyamakan atau pewarnaan,
pemotongan rotan untuk pembuatan keranjang atau perabot rumah tangga,
penyadapan damar, pengumpulan madu dan lain–lain (Hamilton dan King, 1997).
Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya akan
menurunkan produktivitas lahan. Penurunan kesuburan tanah antara lain
disebabkan oleh erosi, penurunan kandungan bahan organik tanah, kehilangan
hara melalui panen, dan kebiasaan membakar sisa–sisa tanaman
(Tala'ohu et al. 2003; Nurdin, 2011).
Penelitian Saribun (2007) menyatakan bahwa kandungan bahan organik
tanah yang tinggi pada penggunaan lahan hutan pinus diduga terjadi karena
kualitas dan kuantitas masukkan sumber bahan organik, aktivitas organisme, dan
serasah yang lebih banyak dalam menekan proses erosi. Bahan organik ini sangat
berpengaruh terhadap besar kecilnya bobot isi. Bahan organik berupa daun,
merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir–butir air hujan yang
jatuh. Bahan organik tersebut menghambat aliran air di atas permukaan tanah
sehingga mengalir dengan lambat sehingga keadaan top soil pun lebih terjaga, jika
bahan organik lebih banyak maka dengan sendirinya bobot isi akan semakin
membaik. Faktor lain yang memungkinkan nilai bobot isi pada lahan hutan pinus
lebih rendah adalah adanya tajuk vegetasi yang lebih rapat dan teratur sehingga
akan memungkinkan lebih banyak butiran air hujan yang dapat diintersepsi, tajuk
tanaman akan menyerap dampak air hujan dan membiarkan air jatuh dengan
lembut ke tanah tanpa memecahkan agregat, dan menyebabkan kesempatan
jatuhnya butiran air hujan langsung ke permukaaan tanah lebih kecil. Keadaan ini
memberikan kesempatan butiran hujan masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi
dan perkolasi.
Keberadaan pohon disepanjang tebing sangat mempengaruhi stabilitas
tebing melalui fungsi perakaran yang melindungi tanah sehingga mempengaruhi
ketahanan geser (shear strength) tanah. Besarnya ketahanan geser tanah
ditentukan oleh karakteristik sifat fisik tanah (meliputi kandungan liat dan debu,
porositas dan kadar air). Akar pohon dapat berfungsi dalam mempertahankan
stabilitas tebing melalui dua mekanisme yaitu : (1) mencengkeram tanah lapisan
atas (0 – 5 cm) dan (2) mengurangi daya dorong massa tanah akibat pecahnya
gumpalan tanah. Peran perakaran pohon dalam meningkatkan ketahanan geser
tanah ditentukan oleh umur tanaman, total panjang akar, diameter akar dan
kandungan lignin perakaran (Delvian, 2010).
Sebagai salah satu organ tanaman, akar berperan penting pada saat
menghemat air. Pada umumnya tanah mengering selama musim kemarau, keadaan
ini menghambat pertumbuhan akar di lapisan tanah yang dangkal, karena
sel–selnya tidak dapat mempertahankan turgor yang diperlukan untuk
pemanjangan. Akar yang terdapat di lapisan tanah lebih dalam masih dikelilingi
oleh tanah yang lembab, sehingga akar tersebut akan terus tumbuh. Dengan
demikian sistem akar akan memperbanyak diri dengan cara memaksimumkan
pemaparan air tanah. Salah satu karakter penting untuk dievaluasi adalah
morfologi akar, karena kemampuan akar mengabsorbsi air dengan
memaksimalkan sistem perakaran. Tanaman dengan volume akar yang besar akan
mampu mengabsorbsi air lebih banyak sehingga mampu bertahan pada kondisi
kekurangan air mengembangkan sistem perakaran yang dalam dapat mengekstrak
air di lapisan tanah yang lebih dalam (Ai dan Torey, 2013).
Penetrasi berbagai perakaran tanaman ke dalam profil tanah pada sistem
agroforestri dapat menciptakan lapisan subsoil yang granuler dan menciptakan
pori yang tidak mudah tersumbat sehingga memacu perkembangan mikro
morfologi tanah. Kombinasi antara adanya penetrasi akar tanaman, bahan organik
tanah, aktivitas biota tanah dan stabilitas sifat fisik tanah akan memperbaiki
porositas dan ekosistem mikro tanah. Pengembangan sistem agroforestri di lahan
marginal masam (Ultisol dan Oxsisol) yang kahat hara P, menunjukan bahwa
penerapan sistem ini mampu meningkatkan kandungan P–total tanah, peningkatan