• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Menuju Pembangunan Kota Hijau (Studi Kasus di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Menuju Pembangunan Kota Hijau (Studi Kasus di Kota Medan)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan lingkungan diperkotaan hampir di seluruh kota di dunia adalah issue pemanasan global dan terjadinya perubahan iklim. Dalam dekade terakhir, kualitas lingkungan yang semakin memburuk terutama yang diakibatkan oleh terjadinya pencemaran lingkungan yang diperburuk oleh makin berkurangnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Beragam aktivitas kota akan mempengaruhi perkembangan kota dan juga lingkungan perkotaan. Kebutuhan ruang di perkotaan merupakan masalah yang cukup penting, karena ruang kota terbatas, sementara kebutuhan terus meningkat. (Fatimah, 2012).

Perkembangan kawasan perkotaan di Indonesia pada masa mendatang akan mengalami peningkatan yang semakin pesat daripada yang terjadi saat ini yang ditandai dengan semakin besarnya ukuran kota baik dari segi jumlah penduduk maupun dari sisi ukuran luas wilayah fisik, dan bahkan pada beberapa kawasan membentuk konurbasi dan keterkaitan fisik dan fungsi antar kota sehingga membentuk sebuah sistem kota yang besar (mega urban region) seperti yang terjadi pada sistem Mebidang di Sumatera Utara, Jabodetabek di Jakarta, Bandung Metropolitan Area dan kawasan Surabaya-Malang. Perkembangan ini kedepannya akan terjadi di kawasan-kawasan lain, termasuk di beberapa kawasan timur Indonesia seperti di Makassar Sulawesi Selatan dan beberapa kawasan potensial lainnya. (Djonoputro, 2009).

(2)

menjadi kota metropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera”. Kata “nyaman” pada visi tersebut diterjemahkan sebagai kota layak huni bagi

seluruh warga kota dan warga asing dalam mengekspresikan dan menjalankan kegiatan sosial, ekonomi dan budaya yang ditandai oleh suasana hijau, asri, dan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan kota. (Perda Kota Medan No 13 Tahun 2011).

Sejalan dengan upaya pembangunan ekonomi dan pengembangan kawasan, berbagai kegiatan masyarakat dan pemerintah yang ada di Kota Medan terjadi pada suatu ruang. Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup akibatnya, lingkungan menjadi berkembang secara ekonomi, namun menurun secara ekologi. Kondisi demikian menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem, yang dapat berupa terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang berhubungan dengan daya tampung lingkungan, jumlah karbon dioksida yang dihasilkan serta keberadaan vegetasi atau kawasan hijau sebagai daya dukung lingkungan. peningkatan suhu udara dan pencemaran udara.

(3)

UUPR sebagai basis legal dari P2KH, dengan dua strategi andalannya yaitu mitigasi dan adaptasi; dengan ketentuan bahwa urusan RTH sebagai urusan wajib pemerintah kota/daerah, dan pemerintah pusat sebagai fasilitator. Program ini ditindak lanjuti dengan Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) yang telah direalisasikan pada 60 kota di Indonesia mulai tahun 2012, termasuk Kota Medan. (Fatimah, 2012)

Kota hijau (berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset, meliputi : manusia, lingkungan terbangun, sumberdaya alam, lingkungan, dan kualitas prasarana perkotaan. Kota hijau juga merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan mitigasi. (Joga, 2013).

Dalam prosesnya, upaya ini memerlukan prakarsa yang bertitik tolak dari berbagai praktek dalam penerapan nilai-nilai pembangunan perkotaan berkelanjutan melalui P2KH yang dirintis Direktorat Jenderal Penataan Ruang-Kementerian Pekerjaan Umum (Tarukim), merupakan salah satu langkah nyata pemerintah bersama-sama pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota guna memenuhi ketetapan Undang-undang Penataan Ruang (UUPR). Maksud Program Kota Hijau (P2KH) adalah :

1. Menjabarkan amanat UUPR tentang perwujudan 30 persen dari wilayah kota sebagai ruang terbuka hijau

(4)

Dalam pelaksanaannya P2KH mengidenfikasikan bahwa dalam perencanaan kota hijau tidak hanya unsur vegetatif (pohon-pohon) saja, tetapi berupa sarana kegiatan untuk aktivitas pendukung yang lain, sehingga dapat diperoleh manfaat sebesar-besarnya untuk berbagai kemungkinan, tidak hanya dari sisi ekologis, namun juga dari sisi ekonomis, sosial budaya, dan arsitektural.

Perbaikan pengelolaan RTH diperlukan mengingat kebutuhan warga kota terhadap ketersediaan dan peran RTH diperkirakan akan semakin meningkat. Keberhasilan pengelolaan RTH yang akan datang tergantung pada kualitas produk peraturan perundangan yang lebih berpihak pada kelestarian RTH, langkah pengendalian konversi RTH menjadi non RTH yang tepat sasaran, peningkatan kinerja secara efesien dengan memperhatikan keinginan warga kota dan tersedianya alternatif sumber pembiayaan RTH yang beragam.

Konsep menuju rencana aksi aksi kota hijau merupakan program rintisan Kementerian Pekerjaan Umum bekerja sama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Tahapan awal kegiatan dimulai tahun 2011 – 2014 adalah perwujudan kota hijau yang terfokus pada tiga atribut (Gambar 1.1.)

Sumber: Pedoman Green City 2011

Gambar 1.1. Skenario pelaksanaan P2KH tahun 2011-2014 Green Planning and Design.

Green Open Space, Green Community

Green Building. Green Waste, Green Energy

Green Water. Green Transportation

(5)

1. Green planning and design (meningkatkan kualitas rencana tata ruang dan rancang kota yang lebih sensetif terhadap agenda hijau)

2. Green open space (meningkatkan kualitas dan kuantitas RTH sesuai dengan

karakteristik kota melalui berbagai macam strategi

3. Green community, yaitu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat atau

komunitas dan institusi swasta dalam perwujudan pengembangan kota hijau Melalui model pengelolaan RTH menuju pembangunan kota hijau diharapkan dapat memenuhi kebutuhan keberadaan tata hijau di suatu kawasan, sehingga dapat meminimalisir bahkan memecahkan masalah lingkungan, seperti banjir, polusi udara, dan permasalahan lingkungan lainnya, sehingga dapat menuju kehidupan yang lebih baik pada generasi yang akan datang.

1.2 Perumusan Masalah

Pembangunan di Kota Medan merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Kawasan Kota Medan merupakan tempat yang sangat menarik bagi masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Kehidupan sosial ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk baik secara alamiah maupun migrasi sehingga menyebabkan tidak terkendalinya perkembangan pemukiman dan lingkungan perumahan.

(6)

menggusur RTH menjadi ruang terbangun (RTB) tanpa pengendalian yang maksimal sehingga memarjinalkan konsep kota hijau sebagai suatu sistem ekologi kota yang utuh.

Luas kawasan ruang terbangun di Kota Medan akan terus bertambah seiring dengan perkembangan kota. Hasil analisis peta citra landsat tahun 2009 luas kawasan terbangun di Kota Medan telah menjadi sebesar 14.096,46 Ha, cukup besar jika dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu selisih sekitar 347,16 Ha. Jika dihitung pertambahan per tahun sejak tahun 2005, maka diperkirakan luas kawasan terbangun bertambah seluas 86,79 Ha per tahun pada periode ini. Hal ini terjadi diakibatkan oleh perkembangan Kota Medan sehingga pembangunan dan pengembangan wilayah dilakukan secara besar-besaran. Selain itu tekanan dari kebutuhan lahan untuk permukiman dari penduduk hinterland juga sangat tinggi pada periode ini, dan pengembangan kawasan Mebidang (Medan-Binjai-Deli Serdang) (Pane.2011)

Dampak marjinalisasi pengelolaan perkotaaan secara luas dapat dikategorikan dalam dua hal, yaitu dampak ekologi dan dampak sosial-ekonomi (Briassoulis 1999). Fenomena konversi lahan yang cepat dengan memarjinalisasi RTH, menyebabkan secara ekologis sulit bagi Kota Medan untuk dapat mewujudkan atau mempertahankan kawasan lindung sebagai area untuk kelestarian hidrologis, pengembangan keanekaragaman hayati, area penciptaan iklim mikro dan reduktor polutan kota

(7)

Ketidaktepatan rencana dan ketidaktertiban pemanfaatan ruang dapat berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan hidup. Hasil Penelitian (Purba 2010) menunjukkan bahwa klasifikasi suhu Kota Medan terdiri atas tiga kelas yaitu antara 26 – 28 OC, 28,1 - 30OC, dan 30,1- 32OC yang tersebar diseluruh kecamatan Kota Medan. Tingkat suhu udara tertinggi berada di penutupan lahan aspal, lapangan udara serta jalan raya dengan suhu sebesar 32O

C. Hal ini dikarenakan kurangnya vegetasi yang tumbuh di sekitar kawasan tersebut. Sedangkan untuk suhu terendah berada pada tutupan lahan vegetasi yaitu taman kampus dan kebun binatang sebesar 27 OC karena memiliki tutupan vegetasi yang rapat.

RTH di Kota Medan semakin terdesak keberadaannya dan berubah menjadi bangunan untuk mencukupi kebutuhan fasilitas penduduk kota. Penyebaran jumlah penduduk yang tidak merata di Kota Medan, akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap daya dukung lingkungannya.

Kota Medan memiliki keinginan kuat untuk menjadi kota hijau (green city) yang ramah lingkungan, yang dicirikan dengan keberadaan kawasan hijau yang proporsional. Dinas pertamanan adalah dinas yang berwenang dalam mengelola seluruh taman-taman yang ada di Kota Medan. Begitu juga dengan penghijauan di pinggir-pinggir jalan kota, berm ataupun pulau-pulau jalan. Berdasarkan Keputusan Walikota Medan Nomor 18 Tahun 2002 Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Pertamanan Kota Medan, berikut adalah rinciannya :

(8)

2. Memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap instansi pemerintah, swasta serta masyarakat bidang pertamanan dalam rangka usaha meningkatkan kebersihan, ketertiban, kerapian dan keindahan

3. Menyediakan tanah perkuburan umum, menyelenggarakan pengangkutan jenazah, melayani penguburan serta merawat kuburan-kuburan umum milik pemerintah daerah

4. Menyelenggarakan pembangunan, perawatan taman-taman kota, pohon-pohon pelindung, tempat-tempat rekreasi umum, lampu-lampu penerangan jalan/taman, jalur hijau, lapangan olag raga berikut bangunannya

5. Mengelola izin reklame, mengatur letak, bentuk dan penempatan reklame untuk sarana dan dekorasi kota ditinjau dari teknis kebersihan, ketertiban, kerapian dan keindahan

6. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya

7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah

Sulitnya mencari alternatif pengelolaan RTH di Kota Medan karena belum adanya penelitian khusus yang menjelaskan karakteristik atau pola serta daya dukung RTH dan implikasinya, khususnya bagaimana model pengembangan RTH. Akibatnya, upaya-upaya pragmatis untuk memecahkan berbagai persoalan lingkungan perkotaan yang terus diupayakan para praktisi seringkali menghadapi jalan buntu.

(9)

banyak mendapat perhatian. Oleh karena itu berbagai studi harus terus dilakukan untuk mengembangkan model-model pengembangan RTH di Indonesia, agar upaya-upaya pragmatis untuk memecahkan persoalan perkotaan di Indonesia tidak begitu saja terjebak menggunakan teori-teori dari barat yang belum tentu tepat untuk konteks Indonesia.

Dari uraian pokok permasalahan di atas, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi di masing-masing kecamatan di Kota Medan selama 10 tahun (2003 - 2013)

2. Faktor apa sajakah yang menjadi pemicu perubahan lahan RTH (Ruang Terbuka Hijau) menjadi RTB (Ruang Terbangun) di Kota Medan

3. Bagaimana menyusun model kebijakan kota hijau dengan pendekatan sistem dinamik yang mengkaitkan faktor biofisik, sosial, ekonomi, dan ketersediaan RTH di Kota Medan

4. Bagaimana rumusan kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk pembangunan kota hijau di Kota Medan

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah sebagai merumuskan pokok-pokok pikiran dan skala prioritas dalam rangka mengembangkan pendekatan pengelolaan kota hijau secara berkelanjutan. Tujuan utama pada dasarnya merupakan generelisasi dari beberapa tujuan penunjang sebagai berikut :

(10)

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika perubahan penggunaan RTH menjadi RTB di Kota Medan

3. Menyusun dan mensimulasi model dinamis yang mengkaitkan faktor fisik, sosial, ekonomi, dan ketersediaan RTH di Kota Medan

4. Merumuskan kebijakan yang dapat direkomendasikan untuk pembangunan kota hijau di Kota Medan

1.4. Kerangka Pemikiran

Kota Medan dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa kota yang secara alami mempunyai bentukan lanskap yang datar dan nyaman ini dalam perkembangan kotanya menghadapi ancaman penurunan kualitas ekosistem, terutama terkait semakin tingginya tingkat pencemaran udara. Untuk mengantisipasi dampak tersebut, maka keberadaan RTH menjadi hal penting yang harus mendapat perhatian semua pihak.

Mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Medan 2010 - 2030 yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011, pemenuhan kebutuhan RTH ideal Kota Medan terhadap jumlah penduduk masih belum mencukupi. Pemerintah Kota Medan dalam upayanya untuk mewujudkan pembangunan kota hijau yang berkelanjutan, telah mencanangkan pencapaian RTH 30bpersen sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Penataan Ruang No. 26 tahun 2007, untuk dapat direalisasikan pada tahun 2030.

(11)

diharapkan dapat menjawab permasalahan penataan ruang perkotaan yang terkait dengan RTH di Kota medan. Kemudian untuk mewujudkan kota hijau di Kota Medan dibatasi dengan menggunakan aspek kebijakan pembangunan kota hijau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.2. dibawah ini.

Gambar 1.2. Kerangka pemikiran penelitian

Distribusi Suhu Luas, bentuk dan

Lokasi

Analisa Spasial Model Analisa Dinamik Kebutuhan

RTH dan RTB

Analisa Kelembagaan

Kebijakan RTH

(12)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah :

1. Secara keseluruhan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu disain sistem perencanaan dalam rangka mewujudkan Kota Medan sebagai kota hijau yang berkelanjutan

2. Melalui penyusunan model secara terintegrasi antara sistem dinamik dan sistem informasi geografis untuk penataan RTH diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu sarana bagi pemerintah daerah untuk menentukan pengambilan keputusan yang tepat dalam merumuskan kebijakan pengelolaan dan penataan kota hijau di Kota Medan.

1.6. Kebaruan (Novelty)

Dalam penelitian ini unsur kebaruan (novelty) mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Ditemukannya model terintegrasi antara sistem dinamik dan sistem informasi geografis untuk kebutuhan RTH di perkotaan..

Gambar

Gambar 1.1. Skenario pelaksanaan P2KH tahun 2011-2014
Gambar 1.2. Kerangka pemikiran penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

Jika sebuah himpunan memiliki kardinalitas yang kurang dari kardinalitas , maka himpunan tersebut adalah himpunan berhingga.

Dan pembauran budaya merupakan suatu tradisi dan proses perubahan di berbagai aspek kebudayaan yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan seperti yang telah

Alat ini terdiri dari Rangkaian Pengatur Arus Konstan untuk menghasilkan arus yang sesuai dengan kapasitas baterai dan relatif tidak berubah sehingga mampu digunakan sebagai alat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas aset tetap dan pertumbuhan perusahaan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi

Contoh dari dictionary based coding adalah Lempel Ziv Welch dan contoh dari statistical based coding adalah Huffman Coding dan Arithmetic Coding yang merupakan

Respon Kalus Beberapa Varietas Padi (Oryza sativa L.) pada Kondisi Cekaman Salinitas (NaCl) secara In Vitro. Institut Teknologi

  Perubahan   morfologi  tersebut  dianalisa  berdasarkan  hasil  penjalaran  serta  transpor  sedimen  berupa   perubahan  profil  pantai,  kemunduran  garis