Simulasi Numerik Dampak Tsunami 2004 Terhadap
Morfologi Pantai Di Kawasan Peukan Bada, Aceh Besar
Numerical Simulation of the Morphological Change Impact of
the 2004 Indian Ocean Tsunami in Peukan Bada, Aceh Besar
Tursina1,2, Asrita Meutia1,2, Syamsidik2,3 dan Ella Meilianda2,3
1Mahasiswa Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Jl. Syeh Abd. Rauff, Banda Aceh, 23111.
2 Laboratorium Komputasi dan Visualisasi Tsunami, Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC), Universitas Syiah Kuala,
Jl. Prof Ibrahim Hasan, Gampong Pie. Banda Aceh, 23233 3 Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala,
Jl. Syeh Abd. Rauff, Banda Aceh , 23111.
tursina_musa@yahoo.com, asritameutia@gmail.com, dan syamsidik@tdmrc.org
Abstrak
Aceh adalah salah satu daerah yang mengalami dampak kerusakan terparah akibat tsunami 2004 yang dipicu oleh gempa dengan kekuatan 9,2 Mw. Salah satu dampak yang terjadi adalah perubahan morfologi di kawasan pantai Peukan Bada, Aceh Besar. Berdasarkan foto satelit dan hasil survei setelah tsunami, hampir seluruh kawasan Peukan Bada tererosi dan tersedimentasi akibat gelombang tsunami. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana proses transpor sedimen yang terjadi saat tsunami sehingga menyebabkan erosi dan sedimentasi, baik di laut sampai dengan run up terjauh di kawasan Peukan Bada. Penelitian ini menggunakan simulasi numerik dengan model COMCOT (Cornell Multi-grid Coupled Tsunami Model) sebagai pembangkit tsunami dari pusat gempa dan Delft3D-FLOW sebagai pembangkit tsunami dari open boundary
serta transpor sedimen. Model COMCOT menggunakan persamaan shallow water equations dan Delft3D-FLOW menggunakan non linear shallow water equations serta persamaan Van Rijn untuk transpor sedimen. Hasil simulasi menginformasikan perubahan morfologi akibat tsunami yang ditunjukkan dengan perubahan profil pantai, erosi dan sedimentasi di area tutupan lahan serta kemunduran garis pantai.
Kata Kunci: Simulasi numerik, ketinggian tsunami, transpor sedimen, erosi, Delft3D, COMCOT
Abstract
Aceh Province is one of the worst affecte tsunami regions due to the 2004 Indian Ocean Tsunami after a series of earquakes with maximum magnitude of Mw 9,2, with its epicenter is located offshore of the Sumatra Island. One of the impacts was the
morphological changes around coastal area of Peukan Bada sub-district, Aceh Besar District. Based on sattelite images and a field survey after the tsunami event, most of the Peukan Bada sub-district was eroded dan large amount of sediment deposit was found. This research is aim at investigating the coastal sediment transport process during the tsunami waves runup and rundown process. We limit our study area only at Ujong Pancu coast of Peukan Bada sub-district. To simulate the tsunami waves propagation, we used Cornell Multi-grid Coupled Tsunami Model (COMCOT) developed by Cornell University. The sediment transport simulation was performed using Delft3D-Flow module developed by Deltares of Netherland. The 2004 tsunami was generated using multi-fault scheme as validated by Romano in 2008. The sediment transport simulation was only done at inner layer of the simulation domain where Non Linear Shallow water Equation was employed. Van Rijn’s sediment transport formulae were coupled in the Delft3D-Flow morphological model. Results of this study were validated in term of tsunami run-up area at inland part of the Ujong Pancu coast. Based on our numerical model, the 200 tssunami sediment deposit was largely located at estern part of Pulo Tuan island, which is located just few kilometers from Ujong Pancu coast. Beach profile changes due to the tsunami waves were succesfully simulated in this research.
Keywords: numerical simulation, tsunami wave height, sediment transport, erosion, Delft3D, COMCOT.
1. Pendahuluan
Aceh adalah salah satu daerah yang mengalami dampak kerusakan terparah
akibat tsunami 2004 yang dipicu oleh gempa dengan kekuatan 9,2 Mw. Salah satu dampak yang terjadi adalah perubahan morfologi di kawasan pantai Peukan Bada, Aceh Besar. Berdasarkan foto satelit dan hasil survei setelah tsunami, hampir seluruh kawasan Peukan Bada rusak dan tererosi akibat gelombang tsunami.
Menurut Goto et al. (2007) dalam Li dan Huang (2013), gelombang tsunami merupakan gelombang panjang (10 500km), periode panjang (10 2.000s), dan tinggi gelombang ( bisa mencapai 30 m). Kecepatan gelombang tsunami sangat tinggi dan semakin tinggi saat mencapai garis pantai yaitu 10 m/s. Interaksi gaya hidrodinamik tersebut terhadap slope bathimerti mempengaruhi proses transpor sedimen di lautan. Pengaruh transpor sedimen ini dapat diketahui dari perubahan profil pantai di area tersebut. Proses transpor sedimen tidak berhenti di lautan saja, melainkan sampai ke
daratan sejauh gelombang tsunami menjalar (run up). Gelombang tsunami run up akan
melalui beberapa rintangan. Selain slope topografi, rintangan lainya berupa tutupan lahan. Leschka et al., (2009) dan Gayer et al., (2010) yang mengembangkan peta kekasaran lahan menyebutkan bahwa kekasaran tutupan lahan mempengaruhi genangan tsunami. Linlin et al., (2012) juga menyebutkan bahwa nilai kekasaran yang besar dapat memperlambat kecepatan gelombang tsunami, memperkecil area genangan dan mengurangi sedimentasi.
Interaksi gaya hidrodinamik gelombang tsunami, slope bathimetri , slope topografi dan pengaruh kekasaran tutupan lahan menyebabkan proses transpor sedimen tsunami di kawasan Peukan Bada menjadi sangat kompleks. Gelombang tsunami dapat
dilaluinya. Beberapa tahun terakhir simulasi numerik menjadi pilihan untuk menkaji bagaimana proses transpor sedimen tsunami berlangsung. Li et al., (2012) melakukan simulasi numerik perubahan morfologi pantai akibat tsunami 2004 di Lhoknga, Banda Aceh. Li et al., (2014) juga melakukan simulasi numerik terkait erosi dan deposit sedimen akibat tsunami 2004 di pantai Khao Lak, Thailand. Kihara dan Matsuyama (2010) melakukan simulasi numerik transpor sedimen akibat tsunami 2004 di Pelabuhan Kirinda, Srilanka. Li dan Huang (2013) melakukan pemodelan perubahan profil pantai akibat gelombang tsunami menggunakan delft3D dan Xbeach. Dari penelitian- penelitian tersebut diperoleh hasil yang cukup baik sebagai pendekatan proses kejadian tsunami sebenarnya.
Oleh karena itu, pada penelitian perubahan morfologi akibat gelombang tsunami 2004 di Peukan Bada digunakan pemodelan numerik. Model numerik tersebut adalah gabungan COMCOT dan Delft3D-FLOW. COMCOT digunakan sebagai pembangkit
gelombang tsunami dari pusat gempa (fault model) dan Delft3D-FLOW sebagai
penjalaran tsunami dari open boundary sampai run up terjauh termasuk proses transpor sedimen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses transpor sedimen terjadi (erosi dan deposit) sehingga mengakibatkan perubahan morfologi. Perubahan morfologi tersebut dianalisa berdasarkan hasil penjalaran serta transpor sedimen berupa perubahan profil pantai, kemunduran garis pantai, serta erosi dan deposit sedimen baik di lautan maupun di daratan.
Analisa mengenai perubahan morfologi pantai sangat bermanfaat sebagai informasi dalam upaya mitigasi bencana tsunami, seperti perencanaan bangunan pelindung pantai, pembuatan peta risiko bencana serta perencanaan area dan rute evakuasi. Selain itu, deposit sedimen hasil transpor sedimen tsunami juga dapat bermanfaat untuk ahli geologi dalam mengestimasi interval waktu kejadian tsunami di
masa lalu (paleotsunami deposits). Sehingga informasi tersebut dapat dijadikan
permulaan (preliminary) dalam menentukan kemungkinan terjadinya gempa skala besar
yang memicu tsunami di masa akan datang.
2. Metodologi
Penelitian ini diawali dengan persiapan data sekunder yang dilanjutkan dengan
setup data pada komputer. Data-data tersebut antara lain parameter gempa, data
bathimeri, data topografi, parameter sedimen dan peta sebaran koefisen Manning. Selanjutnya dilakukan simulasi dengan COMCOT (Cornell Multi-grid Coupled tsunami Model). COMCOT telah divalidasi dengan data eksperimen dalam kajiannya pada tsunami 2004 (Liu dan Wang, 2006). COMCOT yang berfungsi membangkitkan dan
penjalaran tsunami dari pusat gempa, menggunakan Shallow water quations (SWE).
∂η ∂t ∂hu ∂x ∂hv ∂y 0 1 ∂u ∂t u ∂u ∂x v ∂u ∂y gn2 h4 3u u 2 v2 g∂η ∂x 2
∂v ∂t u ∂v ∂x v ∂v ∂y gn2 h43v u 2 v2 g∂η ∂y 3
Dimana = elevasi permukaan (m);; h = total kedalaman air (m);; u dan v = kecepatan rata-rata (m/s);; = berat jenis air (kg/m3);; g = percepatan gravitasi (m/s2);; n = koefisien Manning tutupan lahan.
Setelah diperoleh ketinggian tsunami pada titik observasi (Obs 1 dan Obs 2) hasil simulasi COMCOT, simulasi dilanjutkan dengan Delft3D. Ketinggian tsunami
tersebut dijadikan input water level Delft3D-FLOW untuk mensimulasikan tsunami
beserta transpor sedimen. Simulasi numerik dengan gabungan model (couple model) COMCOT dan Delft3D-FLOW pernah dilakukan untuk mengkaji proses pemisahan daratan Ujong Seudeun Aceh dari Pulau Sumatera akibat tsunami 2004 (Al‘ala et al.,
2015). Simulasi dengan delft3D-FLOW dilakukan selama 1 jam dengan morfology
factor (morfac) adalah 1, dengan definisi 1 jam simulasi sama dengan 1 jam kejadian
tsunami sebenarnya. Persamaan transpor sedimen yang digunakan adalah persamaan transpor sedimen Van Rijn.
qs 0.012 u u ucr 2.4d50 D∗0.6 s 1 gd50 1.2 4 qb 0.005 u h u ucr s 1 gd50 0.5 2.4 d 50 h 1.2 5 2.1 Lokasi Penelitian
Peukan Bada terletak di sebelah barat kota Banda Aceh. Peukan Bada
merupakan sebuah kecamatan yang berbentuk teluk dengan topografi bagian barat daerahnya adalah gunung dan bagian timur topografinya rendah sampai Kota Banda Aceh (Gambar 1). Sebelum tsunami, tutupan lahan kawasan Peukan Bada terdiri atas perumahan penduduk, tambak, area sawah dan hutan. Namun setelah tsunami semua kawasan ini rusak dan tererosi. Berdasarkan hasil survei lapangan, ketinggian tsunami yang tercatat di tugu tsunami (tsunami pole) Peukan Bada yang berada 0,4 m dari pantai adalah 9 m dengan tinggi genangan air 7 m.
2.2 Data Bathimetri dan Topografi
Data bathimetri yang digunakan adalah data bathimetri sebelum tsunami dan
data topografi bersumber dari GEBCO dengan digitasi ulang garis pantai sesuai data bathimetri.
Gambar 1. Peta lokasi Peukan Bada Aceh Besar, hasil foto satelit IKONOS setelah tsunami 29 Desember 2004.
2.3 Parameter Gempa (Fault Model)
Parameter gempa digunakan sebagai input parameter gempa pada COMCOT.
Parameter gempa yang digunakan adalah parameter gempa 2004 dengan multi fault.
Menurut Romano (2009) dalam Syamsidik et al. (2015), multi fault ini terdiri dari 18 segmen.
2.4 Data Manning
Berdasarkan foto satelit IKONOS sebelum tsunami, tutupan lahan di kawasan
Peukan Bada terdiri atas : hutan, area perumahan, tambak, sawah, dan area pantai. Angka kekasaran dasar digunakan koefisien Manning yang diklasifikasikan berdasarkan jenis tutupan lahan (Li et al., 2012).
2.4 Data Sedimen
Data sedimen digunakan sebagai input transpor sedimen pada Delft3D-FLOW.
Data sedimen laut diperoleh dari pengukuran yang dilakukan setelah tsunami dengan 20 titik sampel pengambilan. Dari hasil analisa sedimen, sedimen laut D50 terdiri dari pasir
Gambar 2. Peta tutupan lahan dengan koefisien Manning
sangat halus (0,09 mm), pasir halus (0,18 mm), dan pasir medium halus (0,25 mm). Selain itu juga terdapat karang di sekitar Pulau Tuan. Sedimen laut di kawasan Peukan Bada didominasi dengan pasir halus. Untuk sedimen darat dianggap sama dengan sedimen laut dominan yaitu pasir halus dengan D50 = 0,18 mm.
2.5 Simulasi Numerik
Simulasi dengan COMCOT menghasilkan ketinggian tsunami. Tinggi
maksimum tsunami pada titik observasi adalah 10 m. Gelombang ini terjadi 520 detik setelah gempa atau 9 menit setelah gempa terjadi. Selanjutnya simulasi dilanjutkan dengan Delft3D-FLOW.
Gambar 3. Tinggi tsunami (water level) hasil simulasi COMCOT
(a) (b)
Gambar 4. Input ketinggian tsunami (water level) pada Delft3D-FLOW (4a) dan area
simulasi pada Delft3D-FLOW (4b)
3. Hasil dan Diskusi
3.1 Tinggi dan Genangan Tsunami di Peukan Bada
Gambar 5 menunjukkan proses penjalaran tsunami. Pada 15 menit pertama
simulasi, air laut surut. Gelombang tsunami pertama datang pada menit ke-23 simulasi. Tinggi tsunami pada menit ke-27 pada titik observasi D1 adalah 14 m. Gelombang mencapai run up terjauh pada 60 menit simulasi. Gelombang tsunami menjalar dan menggenangi hampir seluruh dataran dengan topografi rendah di Peukan Bada. Tinggi genangan di kawasan pantai Peukan Bada adalah 6 m.
3.1 Transpor Sedimen
Simulasi yang dilakukan selama 1 jam ini cukup mewakili seluruh proses tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004, termasuk transpor sedimen. Penurunan elevasi (erosi) akibat gelombang tsunami terjadi hampir di seluruh area pantai. Area pantai bagian timur mengalami penurunan elevasi dan kerusakan yang sangat parah. Dataran rendah di bagian timur pantai menyebabkan gelombang tsunami menjalar lebih jauh. Pantai bagian barat penurunan elevasinya tidak begitu tinggi dibandingkan pantai bagian timur karena pantainya berbatasan dengan dataran tinggi.
3.2 Perubahan Profil Pantai
Berdasarkan perubahan morfologi yang dihasilkan dari simulasi Delft3D-FLOW,
diperoleh data profil pantai. Data profil pada cross section yang telah ditentukan yaitu
cross 1. Cross 1 ditampilkan dengan membandingkan profil pantai pada kondisi
sebelum tsunami, simulasi 30 menit dan simulasi 60 menit.
Daratan
(a) (b) (c) (d)
Gambar 5. Snapshots penjalaran tsunami pada : (a) t = 15 menit, (b) t = 30 menit, (c) t = 45 menit, dan (d) t = 60 menit
Gambar 6. Ketinggian tsunami pada titik observasi D1
Gambar 7. Perubahan profil pantai pada Cross 1
Cross 1 berada di bagian timur Pulau Tuan. Panjang cross 1 adalah 2100 m, 1500 ke arah laut dan 600 m pada bagian darat. Titik 0 (nol) merupakan posisi garis pantai sebelum tsunami. Profil pantai pada 30 menit simulasi relatif sama dengan profil pantai sebelum tsunami, hal ini menandakan transpor sedimen yang terjadi belum signifikan. Satu jam simulasi, profil pantai menjadi bergelombang dibandingkan profil pantai sebelum tsunami. Garis pantai mengalami kemunduran setelah tsunami. Hampir semua profil tererosi.
3.4 Erosi dan Deposit Sedimen pada Area Tutupan Lahan
Erosi dan deposit sedimen tsunami di daratan adalah hasil 1 jam simulasi. Pada area pantai erosi oleh gelombang pertama mencapai 0,8 meter. Gelombang kedua datang pada menit ke 42 menyebabkan erosi yang lebih besar pada area. Melihat hasil dari observasi diatas, diketahui bahwa pada area yang memiliki nilai kekasaran kecil lebih rentan mengalami erosi. Nilai kekasaran ini sangat berpengaruh terhadap kecepatan aliran tsunami. Nilai kekasaran yang kecil menyebabkan aliran semakin cepat dan nilai kekasaran yang besar menyebabkan kecepatan melambat (Li et al, 2012).
3.5 Validasi Hasil Simulasi
Validasi bertujuan untuk mengetahui keakuratan pemodelan. Validasi dilakukan
antara batas genangan (inundation area) hasil simulasi dengan batas genangan yang ditunjukkan oleh foto IKONOS. Adapun peta IKONOS diperoleh saat pencitraan 29
Gambar 8. Hubungan time series ketinggian tsunami, kecepatan, shear stress dan cum
erosion/sed
Desember 2005. Dari validasi ini terlihat keakuratan hasil simulasi. Batas genangan hasil simulasi mirip dan mendekati batas genangan dari IKONOS. Hasil ini menunjukkan bahwa gabungan model COMCOT dan Delft3D-FLOW dapat digunakan untuk simulasi tsunami.
Gambar 9. Perbandingan batas genangan hasil simulasi dengan foto IKONOS
Garis pantai sebelum tsunami
Batas genangan hasil simulasi
Batas genangan dari IKONOS
4. Kesimpulan dan Saran
Penelitian ini telah dilaksanakan di sekitar Pantai Ujong Pancu, yang berada di
Teluk Ulee Lheue, bagian dari Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Simulasi numerik dan perbandingan data lapangan menunjukkan beberapa hasil yang cukup baik. Kesimpulan yang dapat disajikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Simulasi numerik yang dijalankan dalam penelitian ini berhasil memvalidasi
luasan genangan tsunami berdasarkan luasan data IKONOS.
2. Karena energi gelombang tsunami yang besar, maka berdasarkan Cross 1 pada bidang simulasi numerik, garis Pantai Ujong Pancu di Peukan Bada ini mengalami kemunduran akibat tsunami sejauh 144 m dari posisi awalnya sebelum tsunami terjadi.
3. Sebagian besar erosi terjadi pada daerah yang memiliki nilai kekasaran kecil yaitu area pantai dengan ketinggian erosi 2 m. Ini disebabkan karena tahanan geser yang kecil yang menyebabkan angkutan sedimen lebih mudah terjadi karena arus yang tegangan geser kritis sedimen dengan mudah terlampaui.
5. Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada USAID (Partnership for Enhanced
Engagement in Research/PEER Cycle 3) sponsor Grant Award Number: AID-OAAA-
A-11-00012 dan Sub Grant Number PGA-2000004893 atas dukungan finansialnya dalam penelitian ini. Penulis juga berterimakasih kepada TDMRC Universitas Syiah Kuala dan Laboratorium Komputasi dan Visualisasi Tsunami TDMRC yang telah memfasilitasi penulis sehingga penelitian ini terlaksana dengan baik. Penulis juga mengucapkan terimakasih atas bantuan dari masyarakat Ujong Pancu di Kecamatan Peukan Bada demi suksesnya penelitian ini.
Daftar Pustaka
Al’ala, M., Syamsidik., Rasyif,T.M., dan Fahmi, M., 2015. Numerical Simulation of Ujong Seudeun Land Separation Caused by 2004 Indian Ocean Tsunami, Aceh-Indonesia. Journal of Tsunami Society, Vol 34 No.3 : 159-172.
Gayer, G., Leschka, S., Nohren, I., Larsen, O., dan Gunther, H., 2010. Tsunami Inundation Modelling Based on Detailed Roughness Maps of Densely Populated Areas, Nat Hazards
10 : 1679-2010.
Gusman, A.R., Tanioka, Y., dan Takahashi,T., 2012. Numerical Experiment and a Case Study of Sediment Transport Simulation of the 2004 Indian Ocean Tsunami in Lhok Nga, Banda Aceh, Indonesia, Earth Planets Space 64 : 817-827.
Kihara, N dan Matsuyama,M., 2010. Numerical Simulations of Sediment Transport Induced by the 2004 Indian Ocean Tsunami Near Kirinda Port in Sri Lanka. Proceedings of 32th International Conference on Coastal Engineering, Shanghai, China No 32, currents. 12
Leschka, S., Pedersen, C., dan Larsen, O., 2009. On the Requirements for Data and Methods in Tsunami Inundation Modelling – Roughness Map and Uncertainties, Proc. of the South China Sea Tsunami Workshop, Penang, Malaysia.
Li, L., Huang, Z., dan Qiu, Q., 2014. Numerical Simulation of Erosion and Deposition at the Thailand Khao Lak Coast During the 2004 Indian Ocean Tsunami, Nat Hazard 74 : 2251- 2277.
Li, L., Qiu, Q., dan Huang, Z., 2012. Numerical Modeling of the Morphological Change in LhokNga, west Banda Aceh, during the 2004 Indian Ocean Tsunami : Understanding Tsunami Deposits Using a Forward Modeling Method, Nat Hazard 64 : 1549-1574.
Li,L dan Huang, Z., 2013. Modeling the Change of Beach Profile Under Tsunami Wave: A Comparison of Selected Sediment Transport Models, Journal of Earthquake and Tsunami, Vol.7, No.1.
Syamsidik, Rasyif, TM, dan Kato, S., 2015. Development of Accurate Tsunami Estimated Times of Arrival for tsunami-prone cities in Aceh, Indonesia. Int. Journal of Disaster Risk Reduction, 14(4):403-410.
Wang, X dan Liu PLF., 2004. An Analysis of 2004 Sumatra Earthquake Fault Plane Mechanisms and Indian Ocean Tsunami. Journal of Hydraulic Research Vol. 00, No. 0 (2006), pp. 1–8