TINJAUAN PUSTAKA
Eksplorasi
Eksplorasi adalah kegiatan mencari, mengumpulkan dan meneliti jenis
plasma nutfah tertentu untuk mengamankan dari kepunahan. Plasma nutfah yang
ditemukan perlu diamati sifat dan asalnya. Tumbuhan diamati ciri morfologi dan
fisiologinya serta dicatat dalam data paspor tumbuhan. Penelusuran data primer
maupun data sekunder dari pemberi informasi, baik secara langsung melalui
wawancara maupun data pustaka (Nurbani, 2015).
Eksplorasi pengetahuan lokal mengenai tumbuhan beracun merupakan
riset pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan beracun. Penelitian ini
dilaksankan untuk menjawab kebutuhan informasi terkait data tumbuhan beracun
yang tumbuh di hutan lindung Ulu Pungkut Desa Habincaran dan Desa
Hutagodang, Mandailing Natal. Menurut Kusumo et al (2002), eksplorasi adalah kegiatan pelacakan, penjelajahan, mencari dan mengumpulkan berbagai jenis
sumberdaya genetik tertentu (tumbuhan racun) untuk dimanfaatkan dan sebagai
salah satu upaya melindunginya dari kepunahan.
Tumbuhan Beracun
Tumbuhan beracun merupakan tumbuhan yang mengandung racun yang
dapat menyebabkan rasa sakit ataupun kematian. Tumbuhan beracun dari hutan
kurang mendapat perhatian khusus padahal memiliki potensi yang cukup besar.
Pemanfaatan tumbuhan beracun masih sangat kurang menyebabkan tumbuhan
beracun tertinggal dari pemanfaatan tumbuhan obat Tumbuhan beracun jika
pestisida yang berbahaya bagi lingkungan kita. Penggunaan tumbuhan beracun
menjadi pestisida alami tidak akan mengganggu pertumbuhan tumbuhan pangan
yang ditanam karena pestisida alami dari tumbuhan beracun mudah menguap
sehingga tidak mengganggu bagi kesehatan (Manalu, 2014).
Tumbuhan yang mempunyai racun atau anti nutrisi dapat juga dibagi
berdasarkan tingkat ketoksikannya. Beberapa tumbuhan sangat toksik, sementara
lainnya hanya mempunyai tingkat ketoksikan yang sedang dan ringan. Tumbuhan
yang mempunyai racun ringan umumnya digunakan sebagai makanan pokok
manusia atau bahan pangan manusia. Konsentrasi racun dalam tumbuhan dapat
bervariasi dari tahun ketahun, melalui musim pertumbuhan tumbuhan, atau
sebagai jawaban dari factor lingkungan seperti kekeringan. Sebagai contoh,
akumulasi konsentrasi racun potensial dari nitrat dalam pakan ternak sangat sering
terjadi selama periode kekeringan yang menghalangi pertumbuhan normal
tumbuhan (Widodo, 2010).
Metabolit Sekunder
Metabolit diklasifikasikan menjadi dua, yaitu metabolit primer dan
metabolit sekunder. Metabolit primer yang dibentuk dalam jumlah terbatas adalah
penting untuk pertumbuhan dan kehidupan mahluk hidup. Metabolit sekunder
tidak digunakan untuk pertumbuhan dan dibentuk dari metabolit primer pada
kondisi stress. Contoh metabolit sekunder adalah antibiotik, pigmen, toksin,
efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, feromon, inhibitor enzim, agen
immunomodulasi, reseptor antagonis dan agonis, pestisida, agen antitumor, dan
Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang dihasilkan tumbuhan
yang tidak memiliki fungsi langsung pada fotosintesis, pertumbuhan atau
respirasi, transport solut, translokasi, sintesis protein, asimilasi nutrien,
diferensiasi, pembentukan karbohidrat, protein dan lipid. Metabolit sekunder yang
seringkali hanya dijumpai pada satu spesies atau sekelompok spesies berbeda dari
metabolit primer (asam amino, nukelotida, gula, lipid) yang dijumpai hampir di
semua kingdom tumbuhan.
Metabolit sekunder yang merupakan hasil samping atau intermediet metabolisme
primer:
• Berperan penting pada dua strategi resistensi, yaitu: a) level struktur, phenyl
propanoid adalah komponen utama polimer dinding polimer lignin dan suberin, b)
menginduksi antibiotik pertahanan yang berasal dari fenolik dan terpenoid
(fitoaleksin)
• Melindungi tumbuhan dari gangguan herbivor dan menghindari infeksi yang
disebabkan oleh patogen mikrobia. Tumbuhan menggunakan metabolit sekunder
sebagai antibiotik atau agen sinyal selama interaksi dengan patogen
• Menarik polinator dan hewan penyebar biji
• Berperan sebagai agen kompetisi antar tumbuhan
• Memberikan kontribusi yang bernilai terhadap hubungan antara tumbuhan dan
lingkungannya
Kelompok utama metabolit sekunder ada tiga, yaitu: terpen, senyawa fenol dan
produk sekunder mengandung nitrogen.
Pembentukan metabolit sekunder diatur oleh nutrisi, penurunan kecepatan
pertumbuhan, feedback control, inaktivasi enzim, dan induksi enzim. Keterbatasan nutrisi dan penurunan kecepatan pertumbuhan akan menghasilkan
sinyal yang mempunyai efek regulasi sehingga menyebabkan diferensiasi kimia
(metabolit sekunder) dan diferensiasi morfologi (morfogenesis) (Demain, 1998
dalam Nofiani, 2008). Signal ini adalah suatu induser dengan berat molekul
rendah yang berkerja sebagai kontrol negatip sehingga pada keadaan normal
(pertumbuhan cepat dan cukup nutrisi) mencegah pembentukan metabolit
sekunder dan morfogenesis.
Biopestisida
Biopestisida merupakan pestisida yang menggunakan bahan alami atau
kandungan senyawa kimia dari tumbuhan yang bersifat racun terhadap suatu jenis
hama. Tumbuhan mengandung sejumlah besar zat kimia yang aktif secara
biologis. Beberapa zat pada tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati berbagai
penyakit yang menimpa ternak maupun manusia (contohnya digitoksin, kolsisin
dan atropin). Kehadiran zat kimia tertentu dalam tumbuhan dipercaya untuk
memberi beberapa tingkat perlindungan dari predator tumbuhan seperti serangga
dan ruminan (Silitonga, 2015 ).
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tumbuhan. Pestisida nabati sudah dipraktekkan 3 abad yang lalu. Pada tahun 1690,
petani di Perancis telah menggunakan perasaan daun tembakau untuk
mengendalikan hama kepik pada tumbuhan buah persik. Tahun 1800, bubuk
murah apabila dibandingkan dengan pestisida kimia (Sudarmo,2005). Menurut
Hasyim, A. et al (2010) tumbuhan atau tumbuhan yang berasal dari alam dan
potensial sebagai pestisida nabati umumnya mempunyai karakteristik rasa pahit
(mengandung alkaloid dan terpen), berbau busuk dan berasa agak pedas.
Tumbuhan atau tumbuhan ini jarang diserang oleh hama sehingga banyak
digunakan sebagai ekstrak pestisida nabati dalam pertanian organik. Kardinan
(2002) menyatakan bahwa, karena terbuat dari bahan alami/nabati maka jenis
pestisida ini bersifat mudah terurai di alam jadi residunya singkat sekali. Pestisida
nabati bersifat “pukul dan lari” yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh hama
pada waktu itu dan setelah terbunuh maka residunya cepat menghilang di alam.
Jadi tumbuhan akan terbebas dari residu sehingga tumbuhan aman untuk
dikonsumsi.
Jacobson (1975) menelaah sekitar 1484 spesies tumbuhan pestisida botani
yang telah diteliti di seluruh dunia. Disebutkan pula bahwa kawasan asli
(indigenous) tumbuhan pestisida botani antara lain adalah Amazones, Papua New
Guinea dan Indonesia. Telah banyak diteliti bahwasanya ekstrak tumbuhan
tertentu mengandung molekul, yang bekerja secara tunggal maupun berinteraksi
dengan molekul lainnya yang mampu berperan sebagai pestisida. Cara kerja
(mode of action) molekul tersebut dapat sebagai biotoksin, pencegah makan
(antifeedant, feeding deterrent), penolak (repellent) dan atau pengganggu alami,
baik yang diperoleh dari tumbuhan maupun jasad renik yang disebut sebagai
pestisida biorasional (biorational pesticides) (Siahaya, 2014).
Secara geografis, Kabupaten Mandailing Natal terletak antara 0° 10’-1°
50' Lintang Utara dan 98° 50'-100° 10' Bujur Timur yang merupakan daerah
kabupaten paling selatan dari wilayah Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan
langsung dengan Provinsi Sumatera Barat dan Samudera Indonesia. Secara
lengkap batas administrasi wilayah Kabupaten Mandailing Natal adalah sebagai
berikut :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasaman dan Kabupaten
Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat
• Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia
Panjang garis pantai yang dimiliki Kabupaten Mandailing Natal sepanjang
170 Km dan mempunyai 24 (dua puluh empat) pulau kecil dimana 4 (empat)
diantara pulau-pulau tersebut berpenghuni. Administrasi Wilayah Kabupaten
Mandailing Natal terdiri atas 23 Kecamatan, 27 Kelurahan dan 377 Desa
(RPJMD, 2011).
Kecamatan Ulu Pungkut memiliki luas wilayah sebesar 29.519,06 Km².
7,5 % wilayah terdiri dari lereng/punggung bukit, 25% dataran, lembah dan aliran
sungai.
Kecamatan Ulu Pungkut merupakan salah satu kecamatan hasil pemekaran
wilayah yang sebelumnya satu wilayah administrasi dengan Kecamatan
Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Kecamatan Ulu Pungkut terletak pada
batas wilayah yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kotanopan ( sebelah
utara ), Provinsi Sumatera Barat ( sebelah selatan dan sebelah barat ), Kecamatan
Muara Sipongi dan Kecamatan Pakantan ( sebelah timur ). Wilayah administrasi
Kecamatan Ulu Pungkut dibagi atas 12 desa dan 1 kelurahan ke 12 desa tersebut
adalah Desa Simpang Banyak Julu, Desa Simpang Banyak Jae, Desa Huta
Padang, Desa Habincaran, Desa Alahan kae, Desa Simpang Duhu Lombang, Desa
Simpang Duhu Dolok, Desa Simpang Pining, Desa Muara Saladi, Desa
Patahajang, Desa Tolang, dan Desa Hutarimbaru, sedangkan 1 kelurahan itu
adalah Kelurahan Huta Godang dimana menjadi Ibu Kota Kecamatan Ulu
Pungkut (Statistik Daerah Kec. Ulu Pungkut, 2016).
Desa Habincaran memiliki luas 2122,89 Ha, merupakan wilayah
lereng/punggung bukit, dengan jumlah penduduk 138 jiwa, memiliki kepadatan
penduduk sebesar 6,50 Jiwa/Km². Sementara Desa Huta Godang yang memiliki
luas 2376,03 Ha, merupakan wilayah dataran, dengan jumlah penduduk
612 Jiwa, memiliki kepadatan penduduk sebesar 25,76 Jiwa/Km².