BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). Apotek merupakan salah satu sarana penunjang kesehatan, dimana apotek memiliki pelayanan kesehatan yang diselenggarakan secara sendiri untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit pada masyarakat.
Apoteker sebagai bagian tenaga kesehatan mempunyai kewenangan yang terdapat pada Peraturan Perundangan (PP) 51 tentang Pekerjaan Kefarmasian bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam menjalani pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analisis Farmasi (Menkes RI, 2016).
pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (Menkes RI, 2016).
2.2 Swamedikasi
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri (Depkes, RI 2006). Menurut WHO swamedikasi didefenisikan sebagai penggunaan obat-obatan termasuk pengobatan herbal dan tradisional oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Pengobatan sendiri bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menghadapi penyakit. Pengobatan sendiri biasa dilakukan untuk mengatasi penyakit ringan. Beberapa penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat antara lain, demam, sakit gigi, batuk, diare, maag, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI, 2006).
Pada pelayanan swamedikasi terdapat beberapa bentuk pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien swamedikasi yang terdiri dari
patient assesment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi. 2.2.1Patient Assesment
Patient asessmentmerupakan proses komunikasi dua arah yang sistemik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan pasien (Depkes RI, 2006). Apoteker harus memiliki kemampuan untuk mengajukan pertanyaan dalam usaha untuk mengumpulkan informasi tentang keluhan pasien.Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan oleh apoteker sebelum konseling yang dijadikan referensi untuk rekomendasi adalah sejarah pengobatan, obat untuk siapa, umur pasien, penyebab sakit, durasi sakit, lokasi sakit, gejala sakit, pengobatan lain yang sedang digunakan, obat jenis lainnya yang sedang digunakan, alergi obat, apakah pernah terjadi sakit seperti sebelumnya, gejala lain dan apakah sudah ke dokter (Chua, dkk., 2006).
Metode yang dapat digunakan dalam menggali informasi tentang masalah pasien adalah WWHAM (Who the patient?, What are the symptoms?, How long have the symptoms been present?, Action taken?, Medication being
taken?)danASMETHOD (Age/appearance, Self/someone else, Medication, Extra Medication, Time Symptoms,History, Other accompaning symptoms, Danger
symptoms)(Blenkinsopp dan Paxton, 2002). 2.2.2 Rekomendasi
tingkat keseriusan gejala penyakit yang timbul dan tindakan yang harus diambil sehingga dapat memberikan saran berupa pemberian obat atau rujukan ke dokter. Rekomendasi yang tepat dapat diberikan sesuai dengan patient asessment yang telah ditanyakan oleh petugas apotek. Apoteker dapat memberi rujukan ke dokter jika gejala penyakit pasien berat atau parah (Blenkinsopp dan Paxton, 2002). 2.2.3Informasi Obat
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi secara kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat (Menkes RI, 2016). Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti oleh pasien. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Hidayat, 2014).
Adapun informasi yang perlu disampaikan terkait penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas adalah:
a. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
b. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontraindikasi yang dimaksud.
d. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus atau dengan cara lain.
e. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. f. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan
jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
g. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.
h. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
i. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat. j. Cara penyimpanan obat yang baik.
k. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
2.2.4 Informasi Non Farmakologi
Informasi non farmakologi merupakan terapi tambahan untuk meningkatkan kesehatan pasien. Terapi tambahan untuk mengurangi nyeri gigi adalah:
a. Dikompres dengan air hangat.
b. Berkumur-kumur dengan air garam (Kushayati, 2011).
Sebelum terkena sakit gigi, perawatan dan pencegahan adalah cara terbaik untuk menghindari gigi rusak yang menyebabkan sakit gigi:
a. Nasihat/motivasi usaha untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut yakni menyikat gigi dengan benar minimal 2 kali sehari, dapat disempurnakan
dengan mouthwash setelah menyikat gigi.
b. Untuk sementara hindarilah makanan atau minuman yang mengandung gula dan pemanis buatan. Sebagai gantinya, kita bisa mengonsumsi rasa manis alami, seperti buah semangka atau mangga
c. Jangan minum minuman yang panas. Jika Anda minum minuman panas, jangan sekali-kali disertai dengan minum air dingin atau es secara beruntun, atau sebaliknya.
d. Hindari konsumsi es secara berlebihan.
e. Hindari makanan atau minuman yang terlalu asam
2.3 Obat
2.3.1 Defenisi Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelediki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menkes RI,
2016).
2.3.2 Penggolongan Obat
Penggolongan obat dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan dan
ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya. Penggolongan obat
menurut Permenkes No. 917/1993 adalah:
Gambar 2.1 Logo Kemasan Obat a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol (Depkes
RI, 2006).
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas,berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut: (Depkes RI, 2006).
Gambar 2.2 Tanda Peringatan Khusus Obat Bebas Terbatas Contoh : CTM.
c. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam (Depkes RI, 2006)
Contoh: Amoxicillin, Antalgin dan sebagainya. d. Obat Wajib Apotek (OWA)
daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai daftar obat wajib apotek tercantum dalam:
i. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi daftar Obat Wajib Apotek No 1.
ii. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2.
iii. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3.
Contoh: Asam Mefenamat, Salep Hydrokortison, Natrium Diklofenak. e. Obat Psikotropika
Obat psikotropika adalah obat keras alamiah maupun sintesis bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Depkes, RI 2006).
Contoh: Diazepam f. Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat keras yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh: Kodein, Morfin (Depkes RI, 2006).
2.3.3 Penggunaan Obat Swamedikasi
Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat memerlukanpedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan (medication error).
pemberi informasi (drug informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi. Obat-obat yang dapat digunakan dalam swamedikasi adalah obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat-obat dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA) (Menkes RI, 1990; Depkes RI, 2006).
Pada penggunaan obat termasuk obat bebas dan bebasterbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat diperoleh dari brosur dan etiket yang tertera pada kemasan obat. Dalam menentukan jenis obat yang akan diberikan pada pasien swamedikasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu (Depkes RI, 2006):
a) Gejala atau keluhan penyakit.
b) Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes melitus, dan lain-lain.
c) Riwayat alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu. d) Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada
interaksinya dengan obat yang sedang diminum.
Pada pasien swamedikasi terdapat cara penggunaan obat yang harus disampaikan oleh apoteker kepada pasien, antara lain sebagai berikut (Depkes RI, 2006):
a.
Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.b. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
c. Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,
d. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama (Menkes RI, 2006).
2.4 Sakit Gigi
2.4.1 Defenisi Sakit Gigi
Sakit gigi adalah kondisi ketika muncul rasa nyeri di dalam atau sekitar gigi
dan rahang. Nyeri merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi dan kejang otot (Depkes RI, 2006).
2.4.2 Patofisiologi Nyeri Gigi
Nyeri gigi dapat disebabkan oleh aktivasi reseptor nyeri pada pulpa gigi
oleh rangsangan termal, mekanik, kimia ataupun elektrik. Selain itu, pengeluaran mediator inflamasi juga dapat merangsang reseptor nyeri pada serabut yang
menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif). Serabut ini tersebar pada tubuh dan ditemukan paling banyak pada nervus trigeminalis yang mempersarafi
pulpa dan jaringan periapikal gigi. Pada pulpa ditemukan dua serabut aferen nosiseptif, yaitu serabut C dan serabut A-Delta. Bila kedua serabut tersebut
dirangsang, maka nyeri akan dihantarkan ganglion trigeminalis ke subnukleus kaudalis yang terletak di medulla pada susunan saraf pusat melalui pelepasan
substansi P dan asam amino glutamate, lalu subnukleus kaudalis dan tanduk dorsal medula menyampaikan sinyal nyeri ke thalamus memalui jalur
trigeminotalamik. Selanjutnya sinyal nyeri diteruskan ke korteks serebral melalui jalur talamokortikal. Sinyal yang sampai di korteks inilah yang akan
2.4.3 Bentuk-Bentuk Sakit Gigi
Sangat banyak jenis-jenis penyebab sakit gigi. Kebanyakan dari padanya
terasa mendenyut. Bentuk-bentuk sakit gigi tersebut adalah: a) Adanya bagian leher gigi yang terbuka.
Bagian leher yang terbuka karena pengerutan gusi yang disebabkan dari usia atau salah menggosok gigi. Bagian gigi yang terbuka ini bila tersentuh makanan,
hembusan angin, minum es, atau menimum yang manis-manis akan mengiritasi ujung saraf yang terbuka sehingga tumbuh rasa sakit.
b) Lubang pada gigi (karies gigi)
Bila lubang gigi tersebut belum begitu dalam, biasanya gigi tersebut belum
menunjukkan gejala-gejala sakit, paling-paling sakitnya sewaktu minum es, minum yang panas-panas atau masuknya sisa-sisa makanan ke lubang gigi
tersebut.
c) Akar Gigi
Sisa-sisa akar gigi yang tidak dibuang juga sering dapat menimbulkan rasa sakit. Terutama bila daya tahan tubuh pasien menurun, maka sisa-sisa akan dapat
terinfeksi bahkan bisa juga menimbulkan pembengkakan. d) Granulom dan kista.
Di ujung akar gigi dapat terjadi kerusakan jaringan oleh karena perembesan kuman-kuman dari lubang gigi yang tidak terawat. Perubahan jaringan pada
Ada lagi jenis rasa sakit dimana perasaan sakitnya dikirimkan dari bagian lain tubuh, tapi terasa sakit di sekitar gigi. Seperti disebut diatas, gigi disarafi oleh
saraf Trigeminus (saraf yang mempunyai tiga cabang). Jadi, bila pada salah satu cabang dari saraf ini terasa sakit, maka cabang yang lain mungkin juga akan
terasa sakit.
f) Sakit oleh karena dibor.
Dalam hal ini rasa sakit terjadi oleh karena jaringan karies harus dibersihkan dari lubang gigi sebelum dilakukan penambalan (Tarigan, 1989).
2.4.4 Terapi Farmakologi
Pengobatan sakit gigi ini bertujuan untuk mengurangi dan meredakan rasa
nyeri pada gigi. Obat-obat yang biasa digunakan adalah: a. Parasetamol
Parasetamol adalah derivat asetanilida yang merupakan metabolit dari fenasetin. Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini
pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi. Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas
dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dapat terjadi kerusakan hati (Tjay dan Rahardja, 2002).
b. Asam Mefenamat.
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat terikat
sedang seperti sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, sakit gigi, dismenorea dan lain-lain (Purwanto, dkk., 2008).
Efek samping dalam saluran cerna sering timbul misalnya dispepsia, diare, dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah
250-500 mg tiga kali sehari (Wilmana dan Sulistia, 2007). c. Diklofenak
Diklofenak merupakan suatu turunan asam fenilasetat yang relatif tidak selektif sebagai penghambat COX. Absorpsi obat ini berlangsung cepat di dalam
tubuh. Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala (Wilmana dan Sulistia, 2007).
d. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan turunan sederhana asam fenilpropionat. Ibuprofen oral
sering diresepkan dalam dosis yang lebih kecil (<2400 mg/hari), pada dosis ini ibuprofen efektif sebagai analgesik tapi tidak sebagai inflamasi (Katzung, 2010).
Ibuprofen memiliki beberapa efek samping antara lain gangguan gastrointestinal, tukak peptik, dan perdarahan gastrointestinal (Ping, dkk., 2014).
e. Aspirin
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai aspirin adalah analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Indikasi untuk analgesik, aspirin bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak
spesifik misalnya sakit kepala, nyeri sendi, sakit gigi, nyeri haid, dan neuralgia. Dosis aspirin untuk dewasa ialah 325-650 mg diberikan secara oral tiap 3-4 jam.
Efek samping aspirin yang paling sering terjadi berupa iritasi mukosa lambung dengan risiko tukak lambung dan perdarahan samar. Selain itu aspirin
juga menimbulkan efek-efek spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan tinnitus (telinga berdengung) pada dosis lebih tinggi (Tjay dan Rahardja, 2002).
f. Ketoprofen
Ketoprofen adalah turunan asam propionat yang menghambat kedua jenis
COX (secara nonselektif). Efektivitas ketoprofen pada dosis 100-300 mg/hari serupa dengan OAINS lain dalam terapi artritis reumatoid, osteoartritis,
dismenorea, dan keadaan nyeri lainnya. Meskipun berefek ganda terhadap prostaglandin dan leukotrien, ketoprofen tidak lebih baik daripada OAINS
lainnya. Efek samping utamanya adalah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat (Wilmana dan Sulistia, 2007).
2.4.5 Terapi Nonfarmakologi
Informasi non farmakologi merupakan terapi tambahan untuk meningkatkan kesehatan pasien. Terapi tambahan untuk mengurangi nyeri gigi adalah:
a. Dikompres dengan air hangat.
b. Berkumur-kumur dengan air garam (Kushayati, 2011).
Sebelum terkena sakit gigi, perawatan dan pencegahan adalah cara terbaik untuk menghindari gigi rusak yang menyebabkan sakit gigi:
a. Nasihat/motivasi usaha untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut yakni menyikat gigi dengan benar minimal 2 kali sehari, dapat disempurnakan
b. Untuk sementara hindarilah makanan atau minuman yang mengandung gula dan pemanis buatan. Sebagai gantinya, kita bisa mengonsumsi rasa manis alami, seperti buah semangka atau mangga
c. Jangan minum minuman yang panas. Jika Anda minum minuman panas, jangan sekali-kali disertai dengan minum air dingin atau es secara beruntun, atau sebaliknya.
d. Hindari konsumsi es secara berlebihan.
e. Hindari makanan atau minuman yang terlalu asam.