• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pelaksanaan Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) : Studi Mengenai Perjanjian Waralaba Toko Omi Kpri Iain-Su Dan Pt. Inti Cakrawala Citra Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pelaksanaan Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement) : Studi Mengenai Perjanjian Waralaba Toko Omi Kpri Iain-Su Dan Pt. Inti Cakrawala Citra Chapter III V"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

BENTUK DAN PENGATURAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) TOKO OMI KPRI IAIN – SU DAN PT.

INTI CAKRAWALA CITRA

A. Bentuk dan Pengaturan Perjanjian Waralaba Toko OMI KPRI IAIN – SU dan PT. Inti Cakrawala Citra

1. Bentuk Perjanjian Waralaba

Franchise atau yang dengan istilah Indonesianya dikenal sebagai waralaba

tersebut memiliki batasan dan defenisi yang sangat bervariasi. Namun pada

dasarnya variasi batasan tentang franchise tersebut paling tidak memiliki

elemen-elemen dasar yang sama, baik dari aspek perjanjian atau kontraknya, maupun dari

segi hak milik intelektual yang melekat di dalamnya.

Bentuk perjanjian / kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

tertulis dan lisan.88 Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu

perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan.

Sehubungan denga bentuk perjanjian waralaba, Pasal 4 ayat (1) PP tentang

Waralaba, menentukan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian

tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan

memperhatikan hukum Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) PP

tentang Waralaba ini jelas dimengerti bahwa apabila pemberi dan penerima

88

(2)

waralaba telah sepakat maka perjanjian waralaba harus dibuat dalam bentuk

perjanjian tertulis.

Salim H.S menyebutkan ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu :89

a. Perjanjian di bawah tangan di tandatangani oleh para pihak yang

bersangkutan saja.

b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.

c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta

notaris.

Bila dihubungkan pendapat Salim H.S dengan ketentuan bentuk perjanjian

waralaba dalam Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba di atas maka bentuk perjanjian

waralaba yang termaktub dalam PP Waralaba tidak menjelaskan dengan tegas

bagaimana bentuk perjanjian tertulis tersebut, dengan keadaan seperti ini tentunya

bentuk perjanjian waralaba yang ada dilapangan dapat berbentuk 3 (tiga) bentuk

yaitu perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian di bawah tangan yang

ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian waralaba

dengan bentuk perjanjian yang disaksikan notaris untuk melegalisir tanda tangan

para pihak dan perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang dibuat

dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notaris.90

Namun ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) PP Waralaba dapat berubah

apabila dalam prakteknya, sarana komunikasi dan instruksi yang dipergunakan

antara para pihak dalam pembuatan perjanjian bukanlah bahasa Indonesia, maka

perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini,

harus ada suatu klausul yang secara eksplisit menyatakan bahwa bahasa Indonesia

89

Ibid., hlm 33-34

90

(3)

adalah bahasa resmi dari perjanjian waralaba tersebut, bukan terjemahannya ke

dalam bahasa-bahasa lain. Pemberi waralaba asing harus memenuhi persyaratan

keabsahan di negara asalnya dan dokumen-dokumen yang berkaitan telah

disahkan oleh instansi yang berwenang di negaranya serta diketahui oleh Pejabat

Perwakilan Republik Indonesia di negara pemberi waralaba.

Sebelum para pihak terikat dalam suatu perjanjian waralaba, pemberi

waralaba wajib menyampaikan keterangan tertulis kepada penerima waralaba

mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba selama 2 (dua)

tahun terakhir, hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha

yang menjadi obyek waralaba. Pemberi waralaba juga harus merinci

fasilitas-fasilitas atau bantuan- bantuan yang akan ditawarkan kepada penerima waralaba,

persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba, hak dan

kewajiban bagi masing-masing pihak, cara-cara pengakhiran, pembatalan dan

perpanjangan perjanjian tersebut, serta hal-hal lain yang perlu diketahui oleh

penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian waralaba.

2. Waralaba Sebagai Bentuk Perjanjian

Dalam franchise, dasar hukum dari penyelenggaraannya adalah kontrak

antara kedua belah pihak. Kontrak franchise biasanya menyatakan bahwa

franchise adalah kontraktor independent dan bukannya agen atau pegawai

franchisor. Namun demikian perusahaan induk dapat membatalkan franchise

tersebut, bila franchisee melanggar persyaratan-persyaratan dalam persetujuan

itu.91

91

(4)

Sebagaimana halnya lisensi adalah suatu bentuk perjanjian yang isinya

memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak penerima waralaba. Unsur

yang terdapat dalam waralaba tersebut adalah :92 a. Merupakan suatu perjanjian.

b. Penjualan produk / jasa dengan merek dagang pemilik waralaba

(franchisor).

c. Pemilik waralaba membantu pemakai waralaba (franchisee) di bidang

pemasaran, manajemen dan bantuan tehnik lainnya.

d. Pemakai waralaba membayar fee atau royalty atas penggunaan merek

pemilik waralaba.

Undang-undang menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan

sebagai undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan

itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena

alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.93 Karena itu pula suatu perjanjian franchise yang dibuat oleh para pihak yaitu franchisor dan franchisee

berlaku sebagai undang-undang pula bagi mereka. Undang-undang (KUH

Perdata) tidak menempatkan perjanjian franchise sebagai suatu perjanjian

bernama secara langsung, seperti jual-beli, sewa-menyewa dan sebagainya.

92

Wan Sadjaruddin Baros, Aspek Hukum Waralaba, Fakultas Hukum Bagian

Keperdataan, Universitas Sumatera Utara, hlm. 1.

93

(5)

Teori baru lain juga menyebutkan, yang diartikan dengan perjanjian adalah

“Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat

untuk menimbulkan akibat hukum”.

Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga

harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Adanya tiga tahap

dalam membuat perjanjian, menurut teori baru yaitu :94

a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan.

b. Tahan contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara

para pihak.

c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.

Didalam fase prakontrak terjadi kesepakatan tentang hal-hal pokok, di

dalam perjanjian telah disepakati sejumlah prinsip. Apabila perjanjian

pendahuluan ini tidak dilanjutkan, maka di antara kedua belah pihak tidak

dipertimbangkan masalah ganti rugi. Apabila di dalam fase prakontrak tercapai

kesepakatan secara terperinci mengenai hak dan kewajiban antar kedua belah

pihak. Sifat perjanjian tersebut dinamakan “pactum de contrahendo” yaitu

perjanjian untuk mengadakan perjanjian maka masalah ganti rugi dapat

dipermasalahkan sebagai perjanjian tidak tercapai.95

Dewasa ini perkembangan suatu bentuk perjanjian dinamakan

“Memorandum of Understanding” (MOU), yang didalam bahasa Inggris

dinamakan juga “letter of intent”. Pada hakekatnya, MOU merupakan suatu

perjanjian pendahuluan dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam

94

Salim HS, Hukum Kontrak Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hlm.26.

95

(6)

perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detil karena itu MOU hanya

berisikan hal-hal pokok saja.96

MOU ini tidak dikenal dalam sistem hukum konvensional Indonesia.

Karenanya tidak ada pengaturan hukum tentang MOU. Dan KUH Perdata yang

merupakan dasar hukum dari setiap perjanjian khususnya yang berkaitan dengan

waralaba ini tidak pernah mengecualikan berlakunya hukum perjanjian terhadap

suatu MOU.97 Secara yuridis formal, MOU berlaku ketentuan KUH Perdata sebagaimana juga terhadap perjanjian-perjanjian lainnya.

3. Isi Perjanjian Waralaba

Eksistensi bisnis waralaba di Indonesia sebenarnya telah dapat diakui

sebab dalam bisnis waralaba terdapat kedua aspek tersebut, yaitu aspek

perjanjian/kontrak dan aspek lisensi, walaupun dalam prakteknya perjanjian

waralaba yang telah berjalan selama ini selalu dibuat dalam bentuk perjanjian

kontrak baku, artinya segala persyaratan dan isi perjanjian telah ditentukan

sepenuhnya oleh pemberi waralaba.

Peraturan pemerintah tentang Waralaba sebagai dasar hukum yang baru

dalam mengatur bisnis waralaba di Indonesia telah menentukan bahwa isi

perjanjian waralaba memuat klausul paling sedikit, yaitu :98 a. Nama dan alamat para pihak;

b. Jenis Hak Kekayaan Intelektual;

c. Kegiatan usaha;

d. Hak dan kewajiban para pihak;

96

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek Buku Keempat, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.91

97

Ibid., hlm.94.

98

(7)

e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang

diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba;

f. Wilayah usaha;

g. Jangka waktu perjanjian;

h. Tata cara pembayaran imbalan;

i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;

j. Penyelesaian sengketa;

k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

Walaupun suatu kesepakatan kerjasama adalah antara dua pihak yang

bersepakat, namun dalam sisi kesepakatan tersebut paling tidak, ada dua pihak

lain yang terkena pula dampaknya, yaitu :99

a. Pewaralaba/Franchisee lain dalam sistem pewaralaba (franchising system)

yang sama;

b. Konsumen atau klien dari pewaralaba (franchisee) maupun masyarakat

umumnya.

Selain itu para pihak dalam perjanjian waralaba juga diberikan kebebasan

untuk mengatur ketentuan lain yang belum diatur dalam PP Waralaba tersebut

diatas sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata.

Misalnya suatu ketentuan yang memungkinkan penerima waralaba untuk

memberikan waralaba lanjutan kepada pihak lain dengan ketentuan bahwa

penerima waralaba tersebut harus mengoperasikan sekurang-kurangnya 1 (satu)

gerai waralaba dan perjanjian waralaba lanjutan tersebut dibuat dengan

sepengetahuan pemberi waralaba. Dalam memberikan waralaba lanjutan,

99

(8)

penerima waralaba utama wajib membuktikan kepada penerima waralaba lanjutan

bahwa ia memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut dan juga hal-hal

yang dapat mengakibatkan pemutusan atau berakhirnya perjanjian waralaba.

Secara garis besar pada umumnya perjanjian waralaba memuat sebagai

berikut :100

1. Hak yang diberikan oleh franchisor pada franchisee.

Hak yang diberikan meliputi antara lain penggunaan metode atau resep

yang khusus, penggunaan merek dan atau nama dagang, jangka waktu hak

tersebut dan perpanjangannya, serta wilayah kegiatan dan hak yang lain

sehubungan dengan pembelian kebutuhan operasi bila ada;

2. Kewajiban dari franchisee sebagai imbalan atas hak yang diterima dan

kegiatan yang dilakukan oleh franchisor pada saat franchisee memulai

usaha maupun selama menjadi anggota dari sistem waralaba (franchise)

3. Hal yang berkaitan dengan kasus penjualan hak waralaba (franchisee)

kepada pihak lain. Bila pewaralaba tidak ingin meneruskan sendiri usaha

tersebut dan ingin menjualnya kepada pihak lain, maka suatu tata cara

perlu disepakati sebelumnya;

4. Hal yang berkaitan dengan pengakhiran perjanjian kerjasama dari

masing-masing pihak.

Martin Mendelson menyebutkan ada 10 (sepuluh) hal-hal yang harus

diperhatikan dalam pembuatan kontrak dibuat secara terperinci, yang terdiri dari

:101

100

Martin Mandelson, Franchising : Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, (Jakarta : Binaman Perssindo, 1997), hlm. 54.

101

(9)

1. Perencanaan dan identifikasi kepentingan pemberi waralaba sebagai pemilik,

hal ini tentunya akan menyangkut hal-hal seperti merek dagang, hak cipta dan

sistem bisnis pemberi waralaba beserta know-how.

2. Sifat serta luasnya hak-hak yang diberikan kepada penerima waralaba, hal ini

menyangkut wilayah operasi dan pemberian hak-hak secara formal untuk

menggunakan merek dagang, nama dagang dan seterusnya.

3. Jangka waktu perjanjian. Prinsip dasar dalam mengatur hal ini bahwa

hubungan waralaba harus dapat bertahan pada jangka waktu yang lama, atau

setidak-tidaknya selama waktu 5 (lima) tahun dengan klausula kontrak

waralaba dapat diperpanjang.

4. Sifat dan luasnya jasa-jasa yang diberikan, baik pada masa-masa awal

maupun selanjutnya. Ini akan menyangkut jasa-jasa pendahuluan yang

memungkinkan penerima waralaba untuk memulai, di training dan dilengkapi

dengan peralatan untuk melakukan bisnis. Pada masa selanjutnya, pemberi

waralaba akan memberikan jasa-jasa secara terperinci hendaknya diatur

dalam kontrak dan juga diperkenankan untuk memperkenalkan ide-ide baru.

5. Kewajiban-kewajiban awal dan selanjutnya dari penerima waralaba. Ini akan

mengatur kewajiban untuk menerima beban keuangan dalam mendirikan

bisnis sesuai dengan persyaratan pemberi waralaba serta melaksanakan sesuai

dengan sistem operasi, akunting dan administrasi lainnya untuk memastikan

bahwa informasi yang penting tersedia untuk kedua belah pihak.

Sistem-sistem ini akan dikemukakan dalam petunjuk operasional yang akan

disampaikan kepada penerima waralaba selama pelatihan dan akan terus

(10)

6. Kontrol operasional terhadap penerima waralaba. Kontrol-kontrol tersebut

untuk memastikan bahwa standar operasional dikontrol secara layak, karena

kegagalan untuk mempertahankan standar pada satu unit penerima waralaba

akan mengganggu keseluruhan jaringan waralaba.

7. Penjualan bisnis. Salah satu kunci sukses dari waralaba adalah motivasi yang

ditanamkannya kepada penerima waralaba, disertai sifat kewirausahaan

penerima waralaba, serta insentif yang dihasilkan dari capital gain. Untuk

alasan ini, bisnis diwaralabakan harus dapat dijual. Seorang pemberi waralaba

hendaknya sangat selektif ketika mempertimbangkan lamaran dari penerima

waralaba, terutama terhadap orang-orang yang akan bergabung dengan

jejaring dengan membeli bisnis dari waralaba yang mapan.

8. Kematian penerima waralaba. Untuk memberikan ketenangan bagi penerima

waralaba, harus dibuat ketentuan bahwa pemberi waralaba akan memberikan

bantuan untuk memungkinkan bisnis dipertahankan sebagai suatu aset yang

perlu direalisir atau jika tidak bisa diambil alih oleh ahli warisnya apabila ahli

waris tersebut memenuhi syarat sebagai penerima waralaba.

9. Arbitrase. Dalam kontrak sebaiknya ditentukan mengenai penyelesaian

sengketa yang mungkin timbul dengan melalui arbitrase, dengan harapan

penyelesaiannya akan lebih cepat, murah dan tidak terbuka sengketanya

kepada umum.

10. Berakhirnya kontrak dan akibat-akibatnya. Dalam kontrak harus selalu ada

ketentuan yang mengatur mengenai berakhirnya perjanjian. Perlu

ditambahkan dalam kontrak, penerima waralaba mempunyai kewajiban

(11)

atau penerima waralaba lainnya, juga tidak diperkenankan menggunakan

sistem atau metode pemberi waralaba.

Jika dalam pembuatan perjanjian waralaba para pihak dalam perjanjian

waralaba membuat perjanjian dengan memperhatikan hal-hal yang dikemukakan

oleh Martin Mendelson dan PP Waralaba di atas, maka sudak ada kejelasan dan

ketegasan bagi penerima waralaba sehingga antara pemberi dan penerima

waralaba tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya.

B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba

Kemampuan untuk menghasilkan suatu bentuk kerjasama yang saling

menguntungkan dalam jangka waktu panjang merupakan faktor penting dalam

mengimplementasikan konsep bisnis waralaba. Sebagai suatu konsep bisnis

pemasaran, waralaba memiliki konsep bisnis total (Total business concept) yang

merupakan kombinasi 4 (empat) P 102, yaitu product, price, place / distribution dan promotion. Konsep itu dikemas dalam suatu format bisnis atau paket usaha

terpadu yang memiliki standart dan mudah ditransferkan, serta dapat dijalankan

secara universal (dapat diterapkan oleh para calon wirausaha dari beragam kultur

di berbagai tempat/mancanegara). Khusus dalam sistem waralaba yang disebut

dengan business format franchise, pemberi waralaba tidak hanya menggunakan

penerima waralaba sebagai sarana pemasaran hasil produksinya, melainkan lebih

terfokus pada upaya mentransferkan paket-paket usaha barang/jasa tertentu secara

natural.

102

(12)

Pengaturan mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam franchise

sangat penting dalam suatu perjanjian. Pengaturan hak dan kewajiban harus jelas,

seimbang dan mempunyai batas-batas tertentu, agar tidak terjadi tindakan yang

sewenang-wenang dari satu pihak kepada pihak lainnya. Dengan

ditandatanganinya perjanjian berarti calon Penerima Waralaba telah sepakat untuk

melaksanakan dan mematuhi perjanjian dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3)

KUH Perdata). Setelah penandatanganan perjanjian waralaba, dimulailah hak dan

kewajiban diantara kedua belah pihak.

Pengaturan yang ada di dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007

tentang waralaba menyangkut hak dan kewajiban para pihak yaitu pihak pemberi

waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) dapat diuraikan

sebagai berikut : 103

1. Pemberi waralaba wajib memberikan prospektus penawaran waralaba

kepada calon penerima waralaba pada saat melakukan penawaran (Pasal 7

PP Waralaba).

2. Pemberian waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk

pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan

pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan

(Pasal 8 PP Waralaba).

3. Pemberi waralaba dan penerima waralaba wajib mengutamakan

penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang

memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara

tertulis oleh pemberi waralaba (Pasal 9 ayat (1) PP Waralaba).

103

(13)

4. Pemberi waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan

menengah di daerah setempat sebagai penerima waralaba atau pemasok

barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang

ditetapkan oleh pemberi waralaba (Pasal 9 ayat (2) PP Waralaba)

5. Pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba

sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba (Pasal

10 PP Waralaba).

6. Penerima waralaba wajib mendaftarkan perjanjian waralaba (Pasal 11 PP

Waralaba).

Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang

diberikan kepada Penerima Waralaba, adalah sebagai berikut :104 Pemberi waralaba berkewajiban untuk :

1. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan hak atas

kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem

manajemen cara penjualan, atau penataan, atau cara distribusi yang

merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, dalam

rangka pelaksanaan waralaba yang diberikan tersebut;

2. Memberikan bantuan pada Penerima waralaba (franchisee) pembinaan,

bimbingan dan pelatihan kepada Penerima waralaba (franchisee).

Pemberi waralaba memiliki hak untuk :

1. Berhak menerima fee atau royalty dari penerima waralaba. Biaya-biaya

dalam waralaba yang menjadi hak dari pemberi waralaba antara lain :

104

(14)

a. Royalty, menurut Agus Yudha Hernoko yaitu pembayaran royalty

merupakan bentuk pembayaran terhadap hasil penggunaan atau

pemanfaatan hak (HAKI)105, yang pada kegiatan usaha jasa makanan dan minuman dapat berupa pembayaran terhadap izin

penggunaan logo restoran atau kafe, dan izin penggunaan resep

makanan dan minuman milik pemberi waralaba (franchisor)

b. Initial Fee, menurut Moch. Basarah dan M. Faiz Mufidin yaitu

biaya yang dibayarkan franchisee pada saat pertama kali menutup

perjanjian dengan franchisor.106 Biaya ini biasanya dibebankan kepada penerima waralaba atas jasa-jasa awal yang telah dilakukan

atau disediakan oleh pemberi waralaba.

c. Continuing Fee, menurut Moch. Basarah dan M. Faiz Mufidin

yaitu biaya yang dikeluarkan franchisee kepada franchisor secara

periodik. Biasanya besarnya biaya ini didasarkan pada omzet

penjualan franchisee.107

d. Biaya-biaya lain, contohnya seperti biaya pemasaran dan biaya

iklan.

2. Melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba;

3. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha

penerima waralaba (franchisee).

105

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Jakarta : Kencana, 2011),hlm.206.

106

Moch. Basarah dan M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise Dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hlm.61.

(15)

4. Melaksanakan inspeksi pada daerah kerja Penerima Waralaba guna

memastikan bahwa waralaba yang diberikan telah dilaksanakan

sebagaimana mestinya;

5. Sampai batas tertentu mewajibkan penerima waralaba, dalam hal-hal

tertentu, untuk membeli barang modal dan atau barang-barang tertentu

lainnya dari pemberi waralaba;

6. Mewajibkan penerima waralaba untuk menjaga kerahasiaan Hak atas

Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem

manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang

merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek waralaba;

7. Mewajibkan agar penerima waralaba tidak melakukan kegiatan yang

sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung

dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang

mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas

usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara

distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek

waralaba;

8. Menerima pembayaran royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang

dianggap layak olehnya;

9. Meminta dilakukannya pendaftaran atas waralaba yang diberikan kepada

penerima waralaba;

10.Atas pengakhiran waralaba, meminta kepada Penerima waralaba untuk

mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang

(16)

11.Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk

memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun keterangan

yang diperoleh oleh penerima waralaba selama masa pelaksanaan

waralaba;

12.Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk tetap

melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung

maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan

mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas

usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara

distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek

waralaba;

13.Pemberian waralaba, kecuali yang bersifat eksklusif, tidak menghapuskan

hak pemberi waralaba untuk tetap memanfaatkan, menggunakan atau

melaksanakan sendiri Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri

khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau

cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek

waralaba;

Adapun kewajiban penerima waralaba, yaitu antara lain :108

1. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi waralaba

kepadanya guna melaksanakan hak atas kekayaan intelektual, penemuan

atau ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau

penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang

menjadi obyek waralaba;

108

(17)

2. Memberikan keleluasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan

pengawasan maupun inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba, guna

memastikan bahwa penerima waralaba telah melaksanakan waralaba yang

diberikan dengan baik;

3. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan

khusus dari pemberi waralaba;

4. Sampai batas tertentu membeli barang modal tertentu ataupun

barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba dari pemberi

waralaba;

5. Menjaga kerahasiaan atas hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau

ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan

atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi

obyek waralaba, baik selama maupun setelah berakhirnya masa pemberian

waralaba;

6. Melaporkan segala pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, penemuan

atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penualan atau

penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang

menjadi obyek waralaba yang ditemukan dalam praktek;

7. Tidak memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri

khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau

cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek

waralaba selain dengan tujuan untuk melaksanakan waralaba yang

diberikan;

(18)

9. Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara

langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan

kegiatan usaha yang mempergunakan hak atas kekayaan intelektual,

penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan

atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi

obyek waralaba;

10.Melakukan pembayaran royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang telah

disepakati secara bersama;

11.Atas pengakhiran waralaba, mengembalikan seluruh data informasi

maupun keterangan yang diperolehnya;

12.Atas pengakhiran waralaba, tidak memanfaatkan lebih lanjut seluruh data,

informasi maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima waralaba

selama masa pelaksanaan waralaba;

13.Atas pengakhiran waralaba, tidak lagi melakukan kegiatan yang sejenis,

serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat

menimbulkan persaingan dengan mempergunakan hak atas kekayaan

intelektual penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen,

cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan

karakteristik khusus yang menjadi obyek waralaba.

Tidak hanya kewajiban, penerima waralaba (franchisee) juga memiliki

haknya, antara lain :109

1. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan hak atas

kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem

(19)

manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang

mreupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek waralaba, yang

diperlukan olehnya untuk melaksanakan waralaba yang diberikan tersebut;

2. Memperoleh bantuan dari pemberi waralaba atas segala macam cara

pemanfaatan dan atau penggunaan hak atas kekayaan intelektual

penemuan atau ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen, cara

penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik

(20)

BAB IV

PENYELESAIAN SENGKETA TOKO OMI KPRI IAIN-SU DAN PT. INTI CAKRAWALA CITRA

A. Pelaksanaan Perjanjian Waralaba PT. Inti Cakrawala Citra dan Toko OMI KPRI IAIN-SU

1. Sejarah terbentuknya OMI

PT. Inti Cakrawala Citra (Indogrosir) selaku franchisor Toko OMI,

merupakan jaringan supermarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan

kebutuhan sehari-hari. OMI ini sendiri merupakan bisnis retail minimarket yang

dijalankan melalui kerjasama “WARALABA”, dimana pihak pewaralaba

(pemegang merk) bekerjasama dengan terwaralaba (investor), dan dituangkan

dalam bentuk perjanjian waralaba OMI.

Sejak tahun 2001 Indogrosir dengan pola kemitraan melakukan pembinaan

terhadap toko tradisional menjadi toko modern (minimarket) yang dikelola secara

mandiri, dan di tahun 2003 berkembang menjadi “waralaba” dengan merk OMI.

Waralaba OMI dapat dimiliki baik secara perorangan maupun secara badan

hukum, menggunakan nama toko sesuai dengan keinginan dari terwaralaba dan

toko dioperasionalkan secara mandiri. Sampai dengan pertengahan tahun 2013

toko yang telah bergabung dengan waralaba OMI mencapai lebih dari 400 toko,

dari jumlah tersebut 60% adalah toko Pabrikan, Rumah Sakit, Sekolah /

Universitas, Instansi Pemerintah, Bank, Perumahan, Stasiun, Tempat Wisata,

(21)

Bandung, Yogya, Medan, Palembang dan Surabaya. Visi dan Misi pembentukan

OMI yaitu : 110

Visi : Menjadi aset nasional dalam jaringan distribusi modern yang unggul dalam

persaingan global.

Misi : Mengembangkan mitra usaha menjadi tangguh melalui bisnis retail.

2. Toko OMI Sebagai Konsep Bisnis

Sebagai waralaba dalam bentuk ritel, sistem franchise OMI memiliki

beberapa keunggulan seperti :

a. Nama toko menggunakan nama sendiri yang ditentukan pemilik.

b. Jaminan pasokan barang dagangan.

c. Penataan toko dan pemajangan/display barang dagangan yang teratur rapi

sesuai planogram.

d. Program promosi yang berkesinambungan.

e. Mendapatkan pelatihan dan pengawasan, sehingga terwaralaba bisa

mengelola bisnisnya secara mandiri.

f. Pengelolaan karyawan dan keuangan dilakukan pemilik.

g. Boleh menjual item barang diluar yang bisa disupply Indogrosir milik PT.

Inti Cakrawala Citra.

h. Transaksi penjualan bisa dilakukan secara kredit.

i. Tergabung dengan jaringan usaha yang besar dan modern.

j. Memperoleh peminjaman software yang terintegrasi dengan sistem

operasioinal minimarket meliputi penjualan, pemesanan barang, serta

penetapan harga jual.

110

(22)

Manfaat yang diperoleh dalam format bisnis waralaba OMI adalah :

a. Penggunaan merek OMI

Dapat digunakan selama masa waralaba dan di wilayah waralaba

b. Proteksi wilayah waralaba

Mendapatkan hak eksklusif menjalankan usaha Toko OMI di wilayah

waralaba yang akan ditentukan dalam perjanjian waralaba.

c. Pendampingan Pra-operasional hingga pembukaan

Mendapatkan tuntunan dan konsultasi dalam melaksanakan

langkah-langkah pra-operasional seperti rekomendasi kelayakan lokasi toko yang

dimaksud, perencanaan, pelaksanaan dan supervisi renovasi toko sesuai

standar design eksterior dan interior toko, dan pengadaan dan pemasangan

seluruh peralatan toko sesuai standar toko. Selain itu, juga mendapatkan

pendidikan dan latihan dalam suatu program latihan terpadu dengan materi

dan jadwal yang telah ditetapan.

d. Supply produk dan perlengkapan

Mendapat jalur supply dengan harga bersaing, dari pewaralaba maupun

dari supplier yang menjadi rekanan pewaralaba. Penentuan barang

dagangan, termasuk komposisi jenis, dan sumber barang dagangan toko di

jamin oleh pihak pertama (franchisor)

e. Dukungan promosi bersama secara berkesinambungan

f. Dukungan konsultasi operasional

Bagaimanapun juga suatu bisnis franchise di dalamnya melekat suatu

(23)

1. Unsur Dasar

a. Pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai franchisor.

b. Pihak yang menjalankan bisnis franchise yang disebut sebagai

franchisee.

c. Adanya bisnis franchise itu sendiri.

2. Produk bisnisnya unik

Maksudnya, produk bisnis tersebut (barang ataupun jasa) belum dimiliki

oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain dari yang dimiliki oleh

pihak franchisor sendiri, dan yang lebih penting lagi produk bisnis tersebut

tidak mudah ditiru, tetapi juga mempunyai pasar yang baik, karena jika

mudah ditiru pihak franchisor tidak akan bisa melindungi konsep, image,

proses atau model usaha yang di franchisekan.

3. Konsep bisnis total

Penekanan pada bidang pemasaran dengan konsep P4 yakni, Product,

Price, Place serta Promotion.

4. Franchise memakai / menjual produk

Hak dari franchisee untuk menggunakan atau menjual franchise yang

didapat dari franchisor kepada pihak lain (subfranchisee)

5. Franchisor menerima fee dan royalty

Sebagai bentuk imbalan, maka pihak franchisor berhak memperoleh fee

dalam berbagai bentuk dan royalty atas franchise yang diberikannya

kepada franchisee.

(24)

Karakteristik lain dari suatu franchise yaitu melakukan pelatihan kepada

franchisor, untuk mendidik dan melatih para manajer (dari pihak

franchisee) tentang data dan mengelola bisnis franchise tersebut.

7. Pendaftaran merek dagang, paten atau hak cipta

Merupakan inti dari konsep dagang tentang franchise, keuntungan sistem

bisnis franchise bagi franchisee adalah dapat berbisnis dengan

merek-merek terkenal tanpa harus bersusah payah melakukan promosi.

8. Bantuan pendanaan dari pihak franchisor

Dalam hal ini pihak franchisor memberikan bantuan modal dengan

menjalin kerjasama dengan pihak ketiga, oleh sebab itu pihak franchisor

menginginkan keterbukaan dari pihak franchise dalam hal manajemen dan

keuangan.

9. Pembelian produk langsung dari franchisor

Dalam suatu sistem franchise, biasanya sebagian atau seluruh produk yang

akan diolah dengan sistem franchise oleh franchisee harus dipasok oleh

franchisor atau ditentukan pemasoknya dengan tujuan dapat terjaminnya

kualitas maupun dari keseragamannya.

10.Bantuan promosi dan periklanan dari franchisor

Agar bisnis dapat berkembang dengan baik diharuskan bisnis tersebut

menyisihkan dana untuk keperluan promosi. Ini dimaksudkan agar produk

yang telah di franchise dapat dikenal luas oleh pasar.

(25)

Lokasi merupakan aspek yang dominan dalam menentukan kelangsungan

bisnis franchise, maka penentuan lokasi sangat diperhatikan secara

seksama oleh franchisor.

12.Daerah pemasaran yang ekslusif

Biasanya lokasi daerah pemasaran untuk suatu wilayah hanya

diperuntukkan untuk satu franchise saja.

13.Pengendalian / penyeragaman mutu

Penyeragaman mutu ini sangat penting dalam bisnis franchise, karena

mutu yang rendah akan dapat menghancurkan image produk (brand

image) di mata konsumen yang sudah sekian lama dibangun oleh pihak

franchisor.

14.Mengandung unsur merek dan sistem bisnis

Sistem bisnis ini meliputi penggunaan ramuan khusus untuk

diperdagangkan, pengontrolan, kualitas, marketing, appearance (termasuk

pemilihan lokasi, bentuk bangunan) dan sebagainya.

3. Mekanisme Pelaksanaan Perjanjian Waralaba PT. Inti Cakrawala Citra dan

Toko OMI KPRI IAIN-SU

Untuk menjadi franchisee OMI melalui tahapan sebagai berikut :111

Gambar 1.1 Tahapan

Presentasi

111

(26)

Menentukan Lokasi / MOU

Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)

Pra-Operasional

Pelatihan Awal

Pembukaan Gerai

Pada awalnya waralaba dimulai dari keberhasilan usaha dari pemilik

merek atau franchisor. Melalui format bisnis waralaba, franchisor akan

menularkan keberhasilan usahanya, yang tentu saja mempunyai ciri tersendiri

kepada franchisee. Franchisor sebelumnya telah melakukan dan membuat satu

formula standar untuk sukses sesuai dengan pengalamannya. Standarisasi usaha

merupakan jantungnya usaha waralaba karena waralaba berprinsip dimanapun

outlet berada maka konsumen akan memperoleh produk, pelayanan dan

mekanisme yang sama di setiap outlet. Proses ini dilakukan melalui riset dan

pengembangan konsep, promosi, aktivitas pemasaran, serta membangun suatu

reputasi yang baik dan citra yang dikenal. Setelah berhasil menguji konsep

tersebut dengan dibukanya outlet di lebih satu lokasi, franchisor kemudian

menawarkan waralaba tersebut kepada calon franchisee. Selanjutnya seorang

(27)

franchisor, kemudian mengevaluasinya guna memutuskan bahwa waralaba

tersebut menguntungkan atau tidak.

Untuk menjadi pengusaha waralaba Toko OMI, diperlukan minat dan

kesukaan di bidang minimarket atau ritel, bersedia mengikuti sistem dan prosedur

yang berlaku di Toko OMI dan tentu saja harus memiliki dana investasi yang

cukup. Franchisor biasanya telah menyiapkan dokumen untuk dilengkapi oleh

kandidat franchisee guna mengetahui apakah kandidat mampu dan memiliki

motivasi untuk memulai usaha. Isi dari dokumen ini misalnya tentang siapa dan

mengapa kandidat tertarik membeli hak waralaba, serta seberapa besar

kemampuan finansial dari kandidat dan lain sebagainya.112 Pada prinsipnya bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi, dimana pemilik waralaba (franchisor)

dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama,

tidak berdasarkan SARA. Bisnis waralaba ini adalah bisnis jangka panjang

dimana keuntungan yang diperoleh digunakan untuk investasi lagi agar bisnisnya

semakin kokoh, selain itu juga dipergunakan untuk riset dan perbaikan

manajemen.

Sebelum memutuskan untuk membeli hak waralaba, franchisor

berkewajiban menyajikan fakta berupa kondisi penjualan, personalia maupun

keuangan kepada calon franchisee. Fakta-fakta yang diberikan ini, merupakan

dokumen yang sifatnya rahasia, dan tidak boleh digunakan oleh calon franchisee

untuk kepentingan pribadi, selain untuk mengetahui kondisi usaha dari franchisor

sebelum memutuskan pembelian hak waralaba.

112

(28)

Selanjutnya franchisor memberikan dokumen penawaran yang disebut

Franchise Offering Circular (FOC) kepada kandidat franchisee yang telah

terkualifikasi, sebelum franchisee memutuskan penandatanganan perjanjian

waralaba. FOC ini berisi fakta-fakta financial maupun non-financial berkaitan

dengan franchisor dan para franchisee yang ada saat ini dan yang telah berhenti.

Laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh akuntan publik dan diberikan paling

tidak 10 hari sebelum calon franchisee memutuskan untuk membeli atau tidak hak

waralaba yang ditawarkan franchisor.113

FOC ini merupakan dokumen sah yang komprehensif yang mencerminkan

strategi bisnis perusahaan dan kebijakan operasinya. Dokumen penawaran ini

disiapkan berdasarkan hukum setempat, dan karena dibuat dalam wilayah Hukum

Indonesia maka menggunakan Hukum Indonesia.

Kewajiban franchisor untuk memberikan informasi tentang kondisi

perusahaan sebelum penandatanganan perjanjian waralaba adalah merupakan

salah satu bentuk perlindungan hukum untuk melindungi calon franchisee atas

investasi yang akan ditanamkannya.

Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah RI

Nomor 42 Tahun 2007 mengenai kewajiban pemberi waralaba bahwa pemberi

waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon

penerima waralaba pada saat melakukan penawaran waralaba yang memuat

paling sedikit beberapa klausul seperti :114 a. Data identitas pemberi waralaba;

113

Anonymous, Kamus Franchise, http://www.waralabaku.com, diakses pada tanggal 6 Juli 2017.

114

(29)

b. Legalitas usaha pemberi waralaba;

c. Sejarah kegiatan usahanya;

d. Struktur organisasi pemberi waralaba;

e. Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;

f. Jumlah tempat usaha;

g. Daftar penerima waralaba;

h. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.

Selain itu ada kewajiban lain dimana pemberi waralaba berkewajiban pula

untuk memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional

manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba

secara berkesinambungan dan mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa

hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau

jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba.

Di samping kewajiban yang disampaikan di atas, ada kewajiban lain yang

harus dilakukan oleh pemberi waraba yaitu wajib mendaftarkan prospektus

penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima

waralaba. Adapun pendaftaran prospektus penawaran waralaba dapat dilakukan

oleh pihak lain yang diberi kuasa. Permohonan pendaftaran prospektus penawaran

waralaba diajukan dengan melampirkan dokumen :115 a. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; dan

b. Fotokopi legalitas usaha.

Selanjutnya setelah calon penerima waralaba memutuskan untuk membeli

hak waralaba yang ditawarkan, maka diadakan MOU (Memorandum Of

115

(30)

Understanding) atau nota kesepakatan, perjanjian kerjasama, perjanjian

pendahuluan dan lain-lain. Namun lazimnya untuk terjemahan Bahasa Indonesia

adalah “Nota Kesepakatan”. Secara garis besar MOU itu berbentuk sebagai

berikut :116

1. Isinya ringkas bahkan sering sekali saja hanya satu halaman saja

2. Berisikan hal-hal pokok saja

3. Hanya bersifat pendahuluan saja yang akan diikuti oleh perjanjian lain

yang lebih rinci

4. Memiliki jangka waktu berlakunya, dan apabila dalam jangka waktu

tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan suatu perjanjian

yang lebih rinci, maka perjanjian tersebut batal kecuali diperpanjang oleh

para pihak

5. Biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian di bawah tangan saja

6. Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak

untuk harus membuat suatu perjanjian yang lebih detil setelah

penandatangan MOU, walaupun secara reasonable kedua belah pihak

tidak punya rintangan untuk membuat dan menandatangani perjanjian detil

tersebut.

MOU dibuat terlebih dahulu sebagai langkah antisipasi dan mencegah

kesulitan yang kemungkinan akan timbul jika terjadi pembatalan agreement,

karena MOU itu sifatnya mudah untuk dibatalakan oleh para pihak.

Langkah selanjutnya baru menentukan titik lokasi gerai, dimana Toko

OMI IAIN-SU ini merupakan sebuah koperasi sehingga titik lokasi gerainya

116

(31)

berada di dalam wilayah kampus IAIN-SU yang sekarang merupakan UIN-SU.

Namun untuk franchisee perseorangan, franchisee mendapatkan protected teritory

yaitu batas geografis yang diberikan oleh franchisor kepada franchisee secara

eksklusif. Di dalam area protected territory ini franchisor tidak diperbolehkan

memberikan hak waralaba untuk bisnis sejenis kepada pihak lain atau mendirikan

bisnis serupa dengan tujuan menyaingi ataupun tidak, usaha yang dimiliki

franchisee. Setiap lokasi franchise haruslah terlebih dahulu disetujui oleh pihak

franchisor.

Untuk pengaturan wilayah, pihak manajemen sudah membuat aturan

bahwa pembukaan toko baru hanya dapat dibuka dalam radius 100 (seratus) meter

dan ukuran sebuah toko adalah 40-100 m2 dan mempunyai area gudang. Apabila franchisor melihat adanya suatu nilai potensi yang baik atau dianggap perlu suatu

tindakan preventif. Franchisor akan memberikan prioritas kepada pihak kedua

(franchisee) berupa penawaran pertama secara tertulis, sebelum ditawarkan

kepada pihak lain. Apabila pihak kedua (franchisee) menolak tawaran pihak

pertama (franchisor) untuk membuka toko baru tersebut, baik secara tertulis

maupun tidak tertulis, dan pihak pertama membuka toko baru di lokasi yang

bersangkutan, maka pihak kedua dengan ini menyatakan akan melepaskan haknya

untuk menuntut pihak pertama.117

Area franchise ini merupakan hak waralaba yang diberikan kepada

individu atau perusahaan meliputi wilayah geografis yang telah ditentukan dalam

perjanjian waralaba. Pada prakteknya area franchise dapat diberikan target dan

deadline berkaitan dengan jumlah outler yang harus dibuka dalam kurun waktu

117

(32)

tertentu. Area franchise dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya kepada

individual franchisee atau multiple franchisee. Individual franchisee adalah

franchisee yang bertindak atas nama sendiri yang memegang hak waralaba untuk

satu outlet saja, dan tidak dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya.

Sedangkan multiple franchisee adalah franchisee yang memegang hak waralaba

untuk lebih dari satu outlet di area geografis tertentu, namun tidak dapat menjual

hak waralaba yang dimilikinya.

Dalam kontrak waralaba OMI berbentuk single unit / unit tunggal tapi

dimungkinkan kontrak baru untuk single unit bisnis ritel di tempat lainnya.

Artinya pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba untuk menjalankan

usaha atas nama usahanya, dengan panduan prosedur yang telah ditetapkan

sebelumnya. Terwaralaba hanya diperkenankan untuk menjalankan usahanya pada

sebuah cabang/ unit yang telah disepakati.

Pihak pertama tidak membantu dalam urusan pencarian modal bagi

penerima waralaba OMI tapi pihak pertama sendiri membantu merekomendasikan

kelayakan lokasi toko yang dimaksud, perencanaan, pelaksanaan dan supervisi

renovasi toko sesuai standar design eksterior dan interior toko serta pengadaan

dan pemasangan seluruh peralatan toko sesuai standar toko. Sedangkan untuk

promosi atau iklan pihak pertama memberikan support promosi belanja hemat

selama masa waralaba, sesuai jadwal dan jumlah yang ditentukan oleh pihak

pertama dengan mempertimbangkan kondisi potensi toko pihak kedua.

Waktu yang dibutuhkan untuk memproses Toko OMI sampai tahap soft

opening kurang lebih 2-3 bulan setelah lokasi diperoleh dan dipastikan.

(33)

tindak lanjut dari MOU yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan bersama.

Perjanjian waralaba (franchise agreement) adalah kumpulan persyaratan,

ketentuan dan komitmen yang dibuat yang dikehendaki oleh franchisor bagi para

franchiseenya di dalam perjanjian waralaba ini tercantum ketentuan yang

berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisor dan franchisee, misalnya hak

penggunaan HAKI seperti merek, logo, simbol serta tanda yang terkandung di

dalamnya, hak teritorial yang dimiliki franchisee persyaratan lokasi, ketentuan

pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor,

ketentuan yang berkaitan dengan lama pemberian waralaba dan perpanjangannya

dan ketentuan lain yang mengatur hubungan franchisee dan franchisor.

Dapat dikemukakan bahwa paket investasi awal untuk wilayah Medan

dibutuhkan modal sebesar 250 juta sampai dengan 400 juta rupiah tergantung

paket investasi atau tipe toko yang diambil. Investasi tersebut digunakan sebagai

modal untuk franchise fee, peralatan toko seperti rak, komputer (termasuk di

dalamnya central processing unit, layar monitor, keyboard, mouse, printer, UPS,

modem, dan scanner), air conditioner (AC), cooler dan/atau chiller dan/atau

derby, barang dagangan, training personil sesuai dengan SOP OMI, supervisi atas

operasional toko, peminjaman software dan support, support promosi belanja

hemat, promosi dan pembukaan toko dan juga termasuk Pajak Pertambahan Nilai

(PPN). Pada prinsipnya, meskipun paket investasi itu Rp. 250 juta sampai dengan

Rp. 400 juta namun tidak seluruhnya disetorkan ke franchisor.

Modal awal yang harus disetorkan dan dimiliki oleh franchisee pada saat

memulai usaha waralaba ini, yang terdiri atas franchise fee, investasi untuk fixed

(34)

waralabanya tersebut di atas dinamakan Initial Investment. Sementara yang

dimaksud franchise fee disini adalah merupakan biaya pembelian hak waralaba

yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan

memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria franchisor dan

dibayarkan hanya satu kali saja pada saat penandatangan akta franchise. Nilai

franchise fee pada umumnya bersifat non-refundable artinya setelah disetorkan

tidak dapat diminta kembali. Franchisee berkewajiban membayar kepada

franchisor dalam hal ini PT. Inti Cakrawala Citra sebesar Rp. 20 juta belum

termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk masa waralaba 5 tahun yang

dibayar di muka (sudah termasuk ke dalam paket investasi). Pembayaran ini dapat

dibayar sekaligus maupun dalam beberapa kali pembayaran cicilan yaitu 90%

dilakukan pada saat penandatangan MOU dan 10% pada saat hari pertama

pelatihan awal.

Untuk pembayaran biaya distribusi (distribution fee) untuk pengiriman

barang dagangan ke toko pihak kedua (franchisee) wajib telah dilunasi oleh pihak

kedua kepada pihak pertama selambat- lambatnya pada saat jatuh tempo

pembayaran barang dagangan. Karena dalam penentuan barang dagangan,

termasuk komposisi jenis, dan sumber barang dagangan toko merupakan hak

pihak pertama (franchisor). Sesuai lokasi, luas dan potensi toko pihak kedua

(franchisee), pihak pertama (franchisor) menetapkan dan mengevaluasi tingkat

persediaan barang dagangan yang wajib dipenuhi oleh pihak kedua. Pihak kedua

wajib membeli seluruh barang dagangan toko dari pihak pertama (kecuali untuk

barang dagangan free rack). Yang dimaksud dengan free rack disini yaitu rak

(35)

diluar dari barang dagangan yang berasal dari pihak pertama (franchisor),

sehingga disini pihak kedua diperkenankan oleh pihak pertama untuk membeli

barang dagangan tersebut dari pihak lain selain pihak pertama namun hanya

maksimal sampai dengan 50 item barang untuk dijual di toko. Barang dagangan

free rack tersebut jenisnya tidak boleh sama dengan barang dagangan lain di

dalam toko, serta belum dan/atau tidak dapat disediakan oleh pihak pertama.

Barang dagangan free rack tersebut secara resmi dan sah diperkenankan untuk

diperjualbelikan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di wilayah

Republik Indonesia, serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan. Pihak kedua (franchisee) telah memenuhi segala dokumen dan/atau

perizinan yang diwajibkan oleh pemerintah untuk menjual barang dagangan free

rack tersebut. Sehingga segala risiko atas penempatan dan/atau pemajangan dan

penjualan barang dagangan free rack tersebut menjadi beban dan tanggung jawab

pihak kedua sepenuhnya.

Untuk royalty fee yang dikenakan oleh franchisor kepada franchisee OMI

memiliki ketentuan sebagai berikut :

a. Untuk nilai penjualan per bulan sampai dengan Rp. 60 juta rupiah, royalty

ditentukan sebesar 1% per bulan ditambah PPN sebesar 10% atau sesuai

dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

b. Untuk nilai penjualan per bulan selebihnya dari Rp. 60 juta rupiah sampai

dengan Rp. 165 juta rupiah , royalty ditentukan sebesar 2% per bulan

ditambah PPN sebesar 10% atau sesuai dengan peraturan perpajakan yang

(36)

c. Untuk nilai penjualan per bulan selebihnya dari Rp. 200 juta rupiah ,

royalty ditentukan sebesar 4% per bulan ditambah PPN sebesar 10% atau

sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Yang dimaksud dengan nilai penjualan disini adalah nilai penjualan

setelah dikurangi dengan nilai PPN yang terhutang, sesuai dengan isi laporan

penjualan.

Royalty fee ini adalah pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak

franchisor sebagai imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee. Royalty

ini dibayarkan setiap bulan dengan batas waktu pelunasan selambat-lambatnya

tanggal 20 setiap bulannya.

Selanjutnya untuk pengelolaan uang tunai, pihak kedua wajib memisahkan

hasil penjualan toko demi untuk kepentingan operasi toko dengan kepentingan

pribadi dan/atau usaha-usaha lain pihak kedua maupun keluarganya. Untuk

kepentingan hal tersebut, franchisee wajib memiliki satu rekening tabungan di

Bank. Franchisee wajib untuk memasukkan seluruh hasil usaha toko termasuk

namun tidak terbatas pada hasil penjualan toko setiap hari, pendapatan lain-lain

toko, juga melakukan pembayaran hutang barang dagangan dan biaya operasional

toko yang meliputi biaya royalty, gaji karyawan pihak kedua, biaya pemakaian

listrik, biaya rekening telepon, biaya rekening air, biaya perlengkapan toko seperti

kantong plastik serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan operasional toko

wajib menggunakan dana dari rekening tersebut. Sehingga franchisee dilarang

menggunakan rekening tersebut untuk melakukan pembayaran biaya-biaya yang

tidak ada kaitannya dengan usaha toko franchisee. Untuk kepentingan analisa

(37)

rekening milik franchisee tersebut setiap saat, dan dengan ini pihak kedua

memberi kuasa kepada pihak pertama untuk melihat dan memeriksa rekening

tersebut.

Investasi awal tersebut diperkirakan akan balik modal kurang lebih di

tahun ke-2 atau ke-3 setelah Toko OMI beroperasi, apabila target penjualan

terpenuhi dan tergantung potensi Toko OMI masing-masing. Karyawan Toko

OMI ditentukan oleh pemilik Toko OMI (franchisee) tersebut. Franchisor

mewajibkan franchisee untuk menggunakan sumber daya manusia minimal

lulusan SMU / sederajat untuk kepentingan toko franchisee. Segala biaya yang

menyangkut sumber daya manusia di toko pihak kedua, termasuk tetapi tidak

terbatas pada gaji, tunjangan, jaminan sosial, tunjangan hari raya, uang jasa

dan/atau pesangon adalah beban dan tanggung jawab franchisee. Tidak

diperkenankan kepemilikan pasif yang artinya penerima waralaba (franchisee)

harus aktif untuk terjun langsung / menjalankan sendiri bisnisnya khususnya

dalam pekerjaan accounting sehingga terdapat kontrol serta sinergi yang

berkesinambungan dalam manajemen. 118 Dalam format bisnis waralaba, paradigma yang menyatakan bahwa memiliki bisnis sendiri berarti memiliki

kebebasan dalam mengaktualisasikan diri mengelola bisnis tersebut adalah tidak

benar. Demikian halnya yang berlaku dalam bisnis waralaba retail OMI, jika ingin

membeli hak waralaba walaupun itu pemilik sekalipun harus tetap tunduk dengan

mengikuti seluruh prosedur / aturan main yang dibeli hak usahanya yang telah

memiliki identitas legal baik secara lengkap dengan perangkat kerasnya atau

terbatas pada penggunaan sistem dan identitasnya. Ini merupakan aspek penting

118

(38)

baik pengusaha waralaba maupun mitra usaha penerima waralaba yaitu masalah

kepastian dan perlindungan hukumnya. Banyak franchisee gagal dalam

mengembangkan konsep bisnisnya karena tidak paham dengan karakter bisnis

format waralaba itu sendiri.

Dapat dijelaskan, penerima waralaba (franchisee) harus menjalankan

usahanya sendiri dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa serta

dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan

oleh pemberi waralaba (franchisor). Kewajiban untuk mempergunakan metode

dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba kepada

penerima waralaba membawa akibat lebih lanjut bahwa suatu usaha waralaba

adalah usaha yang mandiri, yang tidak digabungkan dengan kegiatan usaha

lainnya (milik penerima waralaba). Hal ini berarti pemberian waralaba menurut

eksklusifitas dan bahkan dalam banyak hal mewajibkan terjadinya

non-competition cause bagi penerima waralaba (franchisee), bahkan setelah perjanjian

pemberian waralabanya berakhir.119

Pemerintah dalam hal ini memandang perlu mengetahui legalitas dan

bonafiditas usaha pemberi waralaba guna menciptakan transparansi informasi

usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh usaha nasional dalam

memasarkan barang dan jasa denga waralaba. Di samping itu, Pemerintah dapat

memantau dan menyusun data waralaba baik jumlah maupun jenis usaha yang

diwaralabakan, oleh karena itu pemberi waralaba sebelum membuat perjanjian

waralaba dengan penerima waralaba harus menyampaikan prospektus penawaran

waralaba kepada Pemerintah dan calon penerima waralaba. Apabila terjadi

119

(39)

kesepakatan perjanjian waralaba, penerima waralaba juga berkewajiban

menyampaikan perjanjian waralaba ini ke Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini

diharapkan dapat memberikan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi

pemberi waralaba dan penerima waralaba dalam memasarkan produknya.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 memberikan kewajiban

kepada penerima waralaba agar mendaftarkan perjanjian waralaba, dan

pendaftaran perjanjian waralaba dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi

kuasa. Permohonan pendaftaran perjanjian waralaba diajukan dengan

melampirkan dokumen :

a. Fotokopi legalitas usaha;

b. Fotokopi perjanjian waralaba;

c. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; dan

d. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/ pengurus perusahaan.

Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi

waralaba dan penerima waralaba dengan memperhatikan Hukum Indonesia. Hal

ini juga berlaku bagi pewaralaba asing yang akan melakukan perjanjian waralaba

di Indonesia, maka harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tidak menjelaskan perjanjian

waralaba itu memakai akta Notaris atau tidak, baik dalam peraturan lama maupun

yang baru. Perjanjian tersebut bisa dilakukan di bawah tangan dengan mengikuti

ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Setelah format perjanjian

waralaba dibuat dan ditandatangani kedua belah pihak, langkah yang diambil oleh

Toko OMI KPRI IAIN-SU adalah dengan dibuat secara tertulis dan diberi tanda

(40)

Perjanjian waralaba pada Toko OMI KPRI IAIN-SU berpedoman pada

ketentuan pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba

yang memuat klausula paling sedikit :120 a. Nama dan alamat para pihak;

b. Jenis hak kekayaan intelektual;

c. Kegiatan usaha;

d. Hak dan kewajiban para pihak;

Kewajiban pemberi waralaba (franchisor) : bantuan, fasilitas, bimbingan

operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba serta

memberikan segala macam informasi yang menjadi obyek waralaba.

Kewajiban penerima waralaba (franchisee) : selain melakukan pendaftaran

waralaba, franchisor berkewajiban untuk menjalankan kegiatan usaha sebagai

mitra usaha pemberi waralaba (franchisor) menurut ketentuan dan tata cara yang

diberikan pemberi waralaba, garis besarnya seperti pelatihan awal, operasional

toko / gerai, pembayaran tepat waktu termasuk royalty dalam bentuk, jenis dan

jumlah yang telah disepakati, audit yaitu dengan memberikan laporan baik secara

berkala maupun atas permintaan khusus dari pemberi waralaba, memberikan

keleluasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan pengawasan maupun

inspeksi berkala maupun secra tiba-tiba guna memastikan penerima waralaba

telah melaksanakan waralaba dengan baik, memberli barang modal tertentu

maupun barang lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba, menjaga kerahasiaan

(trade secret) atas penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi karakteristik

khusus dimana rahasia dagang ini dapat berupa prosedur operasi, resep ataupun

120

(41)

daftar pelanggan dan pemasok ataupun racikan rahasia yang merupakan elemen

terpenting dalam setiap franchise, dan tidak peduli apapun bentuk franchise

tersebut, dan atas pengakhiran waralaba untuk mengembalikan seluruh data,

informasi, maupun keterangan yang diperolehnya, selanutnya menyangkut

kinerja, kepemilikan bisnis dan launching.

Hak Pemberi Waralaba (franchisor) : memperoleh segala macam

informasi yang berhubungan dengan penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi

obyek waralaba serta memperoleh bantuan- bantuan, fasilitas, bimbingan

operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba

(franchisor) serta memberikan segala macam informasi yang menjadi obyek

waralaba.

a. Wilayah usaha;

Penunjukan wilayah pemasaran dapat mencakup seluruh atau sebagian

wilayah Indonesia

b. Jangka waktu perjanjian;

Jangka waktu perjanjian waralaba ditentukan berlaku sekurang-kurangnya

5 tahun sejak mulai ditandatanganinya perjanjian waralaba.

c. Tata cara pembayaran imbalan;

Jenis pembayaran yang dilakukan terwujud dalam bentuk :

1) Dapat dilakukan sekaligus maupun dalam beberapa kali pembayaran.

2) Royalty yang besarnya dikaitkan dengan suatu persentase yang

dihitung dari jumlah produksi atau penjualan barang.

(42)

e. Penyelesaian sengketa, tata cara perpanjangan, pengakhiran dan

pemutusan perjanjian.

Penyelesaian sengketa ditempuh lewat jalur musyawarah dan mufakat, jika

tidak bisa diupayakan lewat jalur musyawarah dapat dilakukan melalui

forum pengadilan. Mengingat akan sifat dari pemberian waralaba

khususnya format bisnis, penyelesaian perselisihan lewat forum

pengadilan relatif tidak menguntungkan.

Selanjutnya untuk tata cara perpanjangan setelah masa perjanjian waralaba

berakhir, franchisee dapat memperpanjang lagi perjanjian waralabanya

berdasarkan:

1) Kinerja penerima waralaba mencapai target.

2) Tidak ada pelanggaran oleh penerima hak waralaba (franchisee)

terhadap perjanjian waralaba Toko OMI.

3) Mengajukan permohonan perpanjangan hak waralaba 3 (tiga) bulan

sebelum berakhirnya periode perjanjian, pihak kedua (franchisee)

wajib menyampaikan surat resmi atas hal ini kepada pihak pertama

(franchisor).

Sementara untuk pengakhiran dan pemutusan perjanjian, memiliki

jangka waktu berlakunya dan berakhirnya dengan habisnya jangka

waktu pemberian waralaba, kecuali jika diperpanjang oleh para pihak.

Bahwa pihak terhadap siapa suatu perikatan tidak dipenuhi dapat

menuntut penggantian, kerugian dan bungan seperti yang tercantum

(43)

Dalam perjanjian waralaba ini juga memuat pasal-pasal mengenai Force

Majeure, yaitu suatu peristiwa yang terjadi di luar kendali pihak pertama

(franchisor) dan pihak kedua (franchisee), termasuk tetapi tidak terbatas pada

bencana alam, huru-hara, perang, kerusuhan massa, pemogokan, dan keputusan

Pemerintah yang mempengaruhi kegiatan usaha OMI. Apabila Toko OMI tersebut

ditutup dan/atau tidak dapat beroperasi karena peristiwa force majeure, maka

segala kerugian yang timbul akan sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab

pihak kedua (franchisee).

Setelah perjanjian waralaba dibuat dan ditandatangani para pihak, tahap

selanjutnya adalah tahap pra-operasional, dilanjutkan tahap pelatihan awal dengan

berpijak pada SOP (Standard Operating Procedure) OMI hingga sampai pada

tahap pembukaan toko / gerai (launching).

4) Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba

Sebagai suatu transaksi yang melahirkan perjanjian, waralaba selalu

melibatkan dua pihak. Kedua belah pihak tersebut memiliki kepentingan yang

berdiri sendiri dan kadangkala bertolak belakang, meskipun secara konseptual

dapat dikatakan bahwa kedua belah pihak tersebut, yaitu pemberi lisensi dan

pemberi waralaba maupun penerima lisensi dan penerima waralaba, pasti akan

mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Maksud untuk mencari keuntungan

sebesar-besarnya ini jugalah yang pada pokoknya menjadi sumber perbedaan

kepentingan dan perselisihan yang dapat terjadi di antara kedua belah pihak

tersebut. Keuntungan yang besar ini hanya dapat dicapai oleh kedua belah pihak

jika antar kedua belah pihak dapat menjalin sinergisme yang saling

(44)

yang diberikan kepada para pihak, dan perjanjian baku timbal balik karena

masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang

mengedepankan prinsip win-win solution yang saling menguntungkan.

Dalam pendirian waralaba dapat terwujud karena adanya kesepakatan dari

kedua belah pihak antara franchisor dengan franchisee dan sebagai perjanjian

yang tunduk pada ketentuan dalam Hukum Perdata tentang Perjanjian yang diatur

dalam pasal 1313 KUH Perdata tentang perjanjian yang mengandung

konsekwensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak

dimana satu pihak adalah yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya

adalah pihak yang berhak atas prestasi (kreditur). Jadi disini baik pemberi

waralaba maupun penerima waralaba keduanya berkewajiban untuk memenuhi

prestasi tertentu.

Para pihak yang membuat kontrak telah sepakat dan berkesesuaian dalam

kemauan dan saling menyetujui kehendak masing- masing, yang dilahirkan oleh

para pihak tanpa ada paksaan, kekeliruan, dan penipuan. Pelaksanaan perjanjian

yang dibuat para pihak adalah sah karena telah memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu sebagai berikut :121

a. Adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian artinya

untuk membuat perjanjian tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada

penipuan dan tidak boleh ada kekhilafan. Jika perjanjian itu dibuat dengan

tidak adanya kesepakatan maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Dengan

ditandatangani perjanjian franchise OMI dapat disimpulkan bahwa kedua

121

(45)

belah pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya masing-masing kedalam

isi franchise agreement tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.

b. Para pihak cakap (wenang) bertindak dalam hukum, artinya pihak-pihak

yang membuat perjanjian cakap (wenang) untuk membuat perjanjian

seperti sudah dewasa, tidak berada dalam pengampuan (gila, pemabok,

penjudi dan sebagainya). Dalam franchise agreement OMI dapat

disimpulkan bahwa kedua belah pihak telah cakap untuk melaksanakan

perjanjian.

c. Suatu hal tertentu, artinya apa yang menjadi obyek perjanjian, dalam hal

ini adalah perjanjian waralaba dengan bidang usaha berupa minimarket /

retail dan sebagainya. Jika hal itu tidak dapat ditentukan maka perjanjian

tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut tidak sah.

d. Sebab yang halal, artinya perjanjian yang dibuat tidak bertentangan

dengan Undang-Undang, agama, ketertiban umum dan kesusilaan.

Kesepakatan dari para pihak adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian

yang mengandung arti “kemauan” (will) para pihak untuk saling berprestasi dan

ada kemauan untuk saling mengikatkan diri.122 Kemauan ini menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas konsensualisme

berhubungan erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat

yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan “semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya”.123

122

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Cetakan ketiga (Bandung : PT. Alumni, 2011), hlm.108.

123

(46)

Asas kebebasan berkontrak tidak memupunyai arti tidak terbatas, akan

tetapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak dengan meletakkan kedudukan

yang seimbang di antara para pihak dengan prinsip saling memberikan

keuntungan. Maksud dari pasal tersebut adalah memberikan kebebasa kepada para

pihak untuk:

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;

2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;

3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;

4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Perjanjian waralaba dapat dikatakan suatu perjanjian yang tidak

bertentangan dengan undang-undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Artinya perjanjian waralaba tersebut sah dan oleh karena itu perjanjian itu menjadi

undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa syarat-syarat

terhadap perjanjian franchise tersebut adalah sebagaimana dimuat dalam syarat

sahnya perjanjian yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif sebagaimana diatur

oleh Pasal 1320 KUH Perdata telah dipenuhi, maka perjanjian franchise yang

telah dibuat oleh kedua belah pihak tersebut telah mengikat dan berlaku sebagai

undang-undang bagi para pihak dan para pihak yang terikat tersebut harus tunduk

Referensi

Dokumen terkait

memberi petunjuk kepada Pelaksana/Pejabat Fungsional/Bawahan sesuai bidang tugas jabatannya dalam rangka pelayanan pemeriksaan di bidang mikrobiologi, fisika, kimia

PINTU SORONG KAYU DENGAN RODA GIGI (STANG DRAT GANDA)..

Sifat BY T dengan PBBH pascasapih termasuk kategori tinggi tetapi tidak handal (0,51+0,95) sedangkan pada sapi Bhagnari x Drugsmaster nilainya diluar kisaran normal yaitu

Tugas untuk mengendalikan dan meneruskan paket pada jaringan tradisional digabung menjadi satu dan dilakukan oleh router , sehingga jika protokol routing eBGP

Dari deskripsi hasil penelitian yang dilakukan tentang profil kondisi fisik Atlet Dayung Puslatda Jatim diperoleh hasil bahwa profil kondisi fisik Atlet Dayung

Anak usia sekolah dasar merupakan generasi muda yang jumlahnya besar serta terorganisir dengan sangat baik dalam sekolah. Kelompok ini merupakan salah satu kelompok

jika pengunaan nya secara aromatic jika dipakai sebelum tidur dengan dosis 5 tetes/hari minyak ini bisa anda gunakan sebanyak 50 kali atau 50 hari..

Pada pertemuan pertama metode pembelajaran adalah dalam bentuk ceramah dan diskusi kelas, sedangkan untuk pertemuan lainnya metode pembelajaran adalah dengan