BAB III
BENTUK DAN PENGATURAN PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE AGREEMENT) TOKO OMI KPRI IAIN – SU DAN PT.
INTI CAKRAWALA CITRA
A. Bentuk dan Pengaturan Perjanjian Waralaba Toko OMI KPRI IAIN – SU dan PT. Inti Cakrawala Citra
1. Bentuk Perjanjian Waralaba
Franchise atau yang dengan istilah Indonesianya dikenal sebagai waralaba
tersebut memiliki batasan dan defenisi yang sangat bervariasi. Namun pada
dasarnya variasi batasan tentang franchise tersebut paling tidak memiliki
elemen-elemen dasar yang sama, baik dari aspek perjanjian atau kontraknya, maupun dari
segi hak milik intelektual yang melekat di dalamnya.
Bentuk perjanjian / kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
tertulis dan lisan.88 Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu
perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan.
Sehubungan denga bentuk perjanjian waralaba, Pasal 4 ayat (1) PP tentang
Waralaba, menentukan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian
tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan
memperhatikan hukum Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) PP
tentang Waralaba ini jelas dimengerti bahwa apabila pemberi dan penerima
88
waralaba telah sepakat maka perjanjian waralaba harus dibuat dalam bentuk
perjanjian tertulis.
Salim H.S menyebutkan ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu :89
a. Perjanjian di bawah tangan di tandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja.
b. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
c. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta
notaris.
Bila dihubungkan pendapat Salim H.S dengan ketentuan bentuk perjanjian
waralaba dalam Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba di atas maka bentuk perjanjian
waralaba yang termaktub dalam PP Waralaba tidak menjelaskan dengan tegas
bagaimana bentuk perjanjian tertulis tersebut, dengan keadaan seperti ini tentunya
bentuk perjanjian waralaba yang ada dilapangan dapat berbentuk 3 (tiga) bentuk
yaitu perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian di bawah tangan yang
ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian waralaba
dengan bentuk perjanjian yang disaksikan notaris untuk melegalisir tanda tangan
para pihak dan perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang dibuat
dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notaris.90
Namun ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) PP Waralaba dapat berubah
apabila dalam prakteknya, sarana komunikasi dan instruksi yang dipergunakan
antara para pihak dalam pembuatan perjanjian bukanlah bahasa Indonesia, maka
perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini,
harus ada suatu klausul yang secara eksplisit menyatakan bahwa bahasa Indonesia
89
Ibid., hlm 33-34
90
adalah bahasa resmi dari perjanjian waralaba tersebut, bukan terjemahannya ke
dalam bahasa-bahasa lain. Pemberi waralaba asing harus memenuhi persyaratan
keabsahan di negara asalnya dan dokumen-dokumen yang berkaitan telah
disahkan oleh instansi yang berwenang di negaranya serta diketahui oleh Pejabat
Perwakilan Republik Indonesia di negara pemberi waralaba.
Sebelum para pihak terikat dalam suatu perjanjian waralaba, pemberi
waralaba wajib menyampaikan keterangan tertulis kepada penerima waralaba
mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba selama 2 (dua)
tahun terakhir, hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha
yang menjadi obyek waralaba. Pemberi waralaba juga harus merinci
fasilitas-fasilitas atau bantuan- bantuan yang akan ditawarkan kepada penerima waralaba,
persyaratan- persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba, hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak, cara-cara pengakhiran, pembatalan dan
perpanjangan perjanjian tersebut, serta hal-hal lain yang perlu diketahui oleh
penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian waralaba.
2. Waralaba Sebagai Bentuk Perjanjian
Dalam franchise, dasar hukum dari penyelenggaraannya adalah kontrak
antara kedua belah pihak. Kontrak franchise biasanya menyatakan bahwa
franchise adalah kontraktor independent dan bukannya agen atau pegawai
franchisor. Namun demikian perusahaan induk dapat membatalkan franchise
tersebut, bila franchisee melanggar persyaratan-persyaratan dalam persetujuan
itu.91
91
Sebagaimana halnya lisensi adalah suatu bentuk perjanjian yang isinya
memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak penerima waralaba. Unsur
yang terdapat dalam waralaba tersebut adalah :92 a. Merupakan suatu perjanjian.
b. Penjualan produk / jasa dengan merek dagang pemilik waralaba
(franchisor).
c. Pemilik waralaba membantu pemakai waralaba (franchisee) di bidang
pemasaran, manajemen dan bantuan tehnik lainnya.
d. Pemakai waralaba membayar fee atau royalty atas penggunaan merek
pemilik waralaba.
Undang-undang menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan
sebagai undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan
itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.93 Karena itu pula suatu perjanjian franchise yang dibuat oleh para pihak yaitu franchisor dan franchisee
berlaku sebagai undang-undang pula bagi mereka. Undang-undang (KUH
Perdata) tidak menempatkan perjanjian franchise sebagai suatu perjanjian
bernama secara langsung, seperti jual-beli, sewa-menyewa dan sebagainya.
92
Wan Sadjaruddin Baros, Aspek Hukum Waralaba, Fakultas Hukum Bagian
Keperdataan, Universitas Sumatera Utara, hlm. 1.
93
Teori baru lain juga menyebutkan, yang diartikan dengan perjanjian adalah
“Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum”.
Teori baru tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga
harus dilihat perbuatan sebelumnya atau yang mendahuluinya. Adanya tiga tahap
dalam membuat perjanjian, menurut teori baru yaitu :94
a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan.
b. Tahan contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak.
c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.
Didalam fase prakontrak terjadi kesepakatan tentang hal-hal pokok, di
dalam perjanjian telah disepakati sejumlah prinsip. Apabila perjanjian
pendahuluan ini tidak dilanjutkan, maka di antara kedua belah pihak tidak
dipertimbangkan masalah ganti rugi. Apabila di dalam fase prakontrak tercapai
kesepakatan secara terperinci mengenai hak dan kewajiban antar kedua belah
pihak. Sifat perjanjian tersebut dinamakan “pactum de contrahendo” yaitu
perjanjian untuk mengadakan perjanjian maka masalah ganti rugi dapat
dipermasalahkan sebagai perjanjian tidak tercapai.95
Dewasa ini perkembangan suatu bentuk perjanjian dinamakan
“Memorandum of Understanding” (MOU), yang didalam bahasa Inggris
dinamakan juga “letter of intent”. Pada hakekatnya, MOU merupakan suatu
perjanjian pendahuluan dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam
94
Salim HS, Hukum Kontrak Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hlm.26.
95
perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detil karena itu MOU hanya
berisikan hal-hal pokok saja.96
MOU ini tidak dikenal dalam sistem hukum konvensional Indonesia.
Karenanya tidak ada pengaturan hukum tentang MOU. Dan KUH Perdata yang
merupakan dasar hukum dari setiap perjanjian khususnya yang berkaitan dengan
waralaba ini tidak pernah mengecualikan berlakunya hukum perjanjian terhadap
suatu MOU.97 Secara yuridis formal, MOU berlaku ketentuan KUH Perdata sebagaimana juga terhadap perjanjian-perjanjian lainnya.
3. Isi Perjanjian Waralaba
Eksistensi bisnis waralaba di Indonesia sebenarnya telah dapat diakui
sebab dalam bisnis waralaba terdapat kedua aspek tersebut, yaitu aspek
perjanjian/kontrak dan aspek lisensi, walaupun dalam prakteknya perjanjian
waralaba yang telah berjalan selama ini selalu dibuat dalam bentuk perjanjian
kontrak baku, artinya segala persyaratan dan isi perjanjian telah ditentukan
sepenuhnya oleh pemberi waralaba.
Peraturan pemerintah tentang Waralaba sebagai dasar hukum yang baru
dalam mengatur bisnis waralaba di Indonesia telah menentukan bahwa isi
perjanjian waralaba memuat klausul paling sedikit, yaitu :98 a. Nama dan alamat para pihak;
b. Jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. Kegiatan usaha;
d. Hak dan kewajiban para pihak;
96
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek Buku Keempat, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.91
97
Ibid., hlm.94.
98
e. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang
diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba;
f. Wilayah usaha;
g. Jangka waktu perjanjian;
h. Tata cara pembayaran imbalan;
i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;
j. Penyelesaian sengketa;
k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.
Walaupun suatu kesepakatan kerjasama adalah antara dua pihak yang
bersepakat, namun dalam sisi kesepakatan tersebut paling tidak, ada dua pihak
lain yang terkena pula dampaknya, yaitu :99
a. Pewaralaba/Franchisee lain dalam sistem pewaralaba (franchising system)
yang sama;
b. Konsumen atau klien dari pewaralaba (franchisee) maupun masyarakat
umumnya.
Selain itu para pihak dalam perjanjian waralaba juga diberikan kebebasan
untuk mengatur ketentuan lain yang belum diatur dalam PP Waralaba tersebut
diatas sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata.
Misalnya suatu ketentuan yang memungkinkan penerima waralaba untuk
memberikan waralaba lanjutan kepada pihak lain dengan ketentuan bahwa
penerima waralaba tersebut harus mengoperasikan sekurang-kurangnya 1 (satu)
gerai waralaba dan perjanjian waralaba lanjutan tersebut dibuat dengan
sepengetahuan pemberi waralaba. Dalam memberikan waralaba lanjutan,
99
penerima waralaba utama wajib membuktikan kepada penerima waralaba lanjutan
bahwa ia memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut dan juga hal-hal
yang dapat mengakibatkan pemutusan atau berakhirnya perjanjian waralaba.
Secara garis besar pada umumnya perjanjian waralaba memuat sebagai
berikut :100
1. Hak yang diberikan oleh franchisor pada franchisee.
Hak yang diberikan meliputi antara lain penggunaan metode atau resep
yang khusus, penggunaan merek dan atau nama dagang, jangka waktu hak
tersebut dan perpanjangannya, serta wilayah kegiatan dan hak yang lain
sehubungan dengan pembelian kebutuhan operasi bila ada;
2. Kewajiban dari franchisee sebagai imbalan atas hak yang diterima dan
kegiatan yang dilakukan oleh franchisor pada saat franchisee memulai
usaha maupun selama menjadi anggota dari sistem waralaba (franchise)
3. Hal yang berkaitan dengan kasus penjualan hak waralaba (franchisee)
kepada pihak lain. Bila pewaralaba tidak ingin meneruskan sendiri usaha
tersebut dan ingin menjualnya kepada pihak lain, maka suatu tata cara
perlu disepakati sebelumnya;
4. Hal yang berkaitan dengan pengakhiran perjanjian kerjasama dari
masing-masing pihak.
Martin Mendelson menyebutkan ada 10 (sepuluh) hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pembuatan kontrak dibuat secara terperinci, yang terdiri dari
:101
100
Martin Mandelson, Franchising : Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, (Jakarta : Binaman Perssindo, 1997), hlm. 54.
101
1. Perencanaan dan identifikasi kepentingan pemberi waralaba sebagai pemilik,
hal ini tentunya akan menyangkut hal-hal seperti merek dagang, hak cipta dan
sistem bisnis pemberi waralaba beserta know-how.
2. Sifat serta luasnya hak-hak yang diberikan kepada penerima waralaba, hal ini
menyangkut wilayah operasi dan pemberian hak-hak secara formal untuk
menggunakan merek dagang, nama dagang dan seterusnya.
3. Jangka waktu perjanjian. Prinsip dasar dalam mengatur hal ini bahwa
hubungan waralaba harus dapat bertahan pada jangka waktu yang lama, atau
setidak-tidaknya selama waktu 5 (lima) tahun dengan klausula kontrak
waralaba dapat diperpanjang.
4. Sifat dan luasnya jasa-jasa yang diberikan, baik pada masa-masa awal
maupun selanjutnya. Ini akan menyangkut jasa-jasa pendahuluan yang
memungkinkan penerima waralaba untuk memulai, di training dan dilengkapi
dengan peralatan untuk melakukan bisnis. Pada masa selanjutnya, pemberi
waralaba akan memberikan jasa-jasa secara terperinci hendaknya diatur
dalam kontrak dan juga diperkenankan untuk memperkenalkan ide-ide baru.
5. Kewajiban-kewajiban awal dan selanjutnya dari penerima waralaba. Ini akan
mengatur kewajiban untuk menerima beban keuangan dalam mendirikan
bisnis sesuai dengan persyaratan pemberi waralaba serta melaksanakan sesuai
dengan sistem operasi, akunting dan administrasi lainnya untuk memastikan
bahwa informasi yang penting tersedia untuk kedua belah pihak.
Sistem-sistem ini akan dikemukakan dalam petunjuk operasional yang akan
disampaikan kepada penerima waralaba selama pelatihan dan akan terus
6. Kontrol operasional terhadap penerima waralaba. Kontrol-kontrol tersebut
untuk memastikan bahwa standar operasional dikontrol secara layak, karena
kegagalan untuk mempertahankan standar pada satu unit penerima waralaba
akan mengganggu keseluruhan jaringan waralaba.
7. Penjualan bisnis. Salah satu kunci sukses dari waralaba adalah motivasi yang
ditanamkannya kepada penerima waralaba, disertai sifat kewirausahaan
penerima waralaba, serta insentif yang dihasilkan dari capital gain. Untuk
alasan ini, bisnis diwaralabakan harus dapat dijual. Seorang pemberi waralaba
hendaknya sangat selektif ketika mempertimbangkan lamaran dari penerima
waralaba, terutama terhadap orang-orang yang akan bergabung dengan
jejaring dengan membeli bisnis dari waralaba yang mapan.
8. Kematian penerima waralaba. Untuk memberikan ketenangan bagi penerima
waralaba, harus dibuat ketentuan bahwa pemberi waralaba akan memberikan
bantuan untuk memungkinkan bisnis dipertahankan sebagai suatu aset yang
perlu direalisir atau jika tidak bisa diambil alih oleh ahli warisnya apabila ahli
waris tersebut memenuhi syarat sebagai penerima waralaba.
9. Arbitrase. Dalam kontrak sebaiknya ditentukan mengenai penyelesaian
sengketa yang mungkin timbul dengan melalui arbitrase, dengan harapan
penyelesaiannya akan lebih cepat, murah dan tidak terbuka sengketanya
kepada umum.
10. Berakhirnya kontrak dan akibat-akibatnya. Dalam kontrak harus selalu ada
ketentuan yang mengatur mengenai berakhirnya perjanjian. Perlu
ditambahkan dalam kontrak, penerima waralaba mempunyai kewajiban
atau penerima waralaba lainnya, juga tidak diperkenankan menggunakan
sistem atau metode pemberi waralaba.
Jika dalam pembuatan perjanjian waralaba para pihak dalam perjanjian
waralaba membuat perjanjian dengan memperhatikan hal-hal yang dikemukakan
oleh Martin Mendelson dan PP Waralaba di atas, maka sudak ada kejelasan dan
ketegasan bagi penerima waralaba sehingga antara pemberi dan penerima
waralaba tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya.
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba
Kemampuan untuk menghasilkan suatu bentuk kerjasama yang saling
menguntungkan dalam jangka waktu panjang merupakan faktor penting dalam
mengimplementasikan konsep bisnis waralaba. Sebagai suatu konsep bisnis
pemasaran, waralaba memiliki konsep bisnis total (Total business concept) yang
merupakan kombinasi 4 (empat) P 102, yaitu product, price, place / distribution dan promotion. Konsep itu dikemas dalam suatu format bisnis atau paket usaha
terpadu yang memiliki standart dan mudah ditransferkan, serta dapat dijalankan
secara universal (dapat diterapkan oleh para calon wirausaha dari beragam kultur
di berbagai tempat/mancanegara). Khusus dalam sistem waralaba yang disebut
dengan business format franchise, pemberi waralaba tidak hanya menggunakan
penerima waralaba sebagai sarana pemasaran hasil produksinya, melainkan lebih
terfokus pada upaya mentransferkan paket-paket usaha barang/jasa tertentu secara
natural.
102
Pengaturan mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam franchise
sangat penting dalam suatu perjanjian. Pengaturan hak dan kewajiban harus jelas,
seimbang dan mempunyai batas-batas tertentu, agar tidak terjadi tindakan yang
sewenang-wenang dari satu pihak kepada pihak lainnya. Dengan
ditandatanganinya perjanjian berarti calon Penerima Waralaba telah sepakat untuk
melaksanakan dan mematuhi perjanjian dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata). Setelah penandatanganan perjanjian waralaba, dimulailah hak dan
kewajiban diantara kedua belah pihak.
Pengaturan yang ada di dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007
tentang waralaba menyangkut hak dan kewajiban para pihak yaitu pihak pemberi
waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee) dapat diuraikan
sebagai berikut : 103
1. Pemberi waralaba wajib memberikan prospektus penawaran waralaba
kepada calon penerima waralaba pada saat melakukan penawaran (Pasal 7
PP Waralaba).
2. Pemberian waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk
pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan
pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan
(Pasal 8 PP Waralaba).
3. Pemberi waralaba dan penerima waralaba wajib mengutamakan
penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang
memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara
tertulis oleh pemberi waralaba (Pasal 9 ayat (1) PP Waralaba).
103
4. Pemberi waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan
menengah di daerah setempat sebagai penerima waralaba atau pemasok
barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang
ditetapkan oleh pemberi waralaba (Pasal 9 ayat (2) PP Waralaba)
5. Pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba
sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba (Pasal
10 PP Waralaba).
6. Penerima waralaba wajib mendaftarkan perjanjian waralaba (Pasal 11 PP
Waralaba).
Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang
diberikan kepada Penerima Waralaba, adalah sebagai berikut :104 Pemberi waralaba berkewajiban untuk :
1. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan hak atas
kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen cara penjualan, atau penataan, atau cara distribusi yang
merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, dalam
rangka pelaksanaan waralaba yang diberikan tersebut;
2. Memberikan bantuan pada Penerima waralaba (franchisee) pembinaan,
bimbingan dan pelatihan kepada Penerima waralaba (franchisee).
Pemberi waralaba memiliki hak untuk :
1. Berhak menerima fee atau royalty dari penerima waralaba. Biaya-biaya
dalam waralaba yang menjadi hak dari pemberi waralaba antara lain :
104
a. Royalty, menurut Agus Yudha Hernoko yaitu pembayaran royalty
merupakan bentuk pembayaran terhadap hasil penggunaan atau
pemanfaatan hak (HAKI)105, yang pada kegiatan usaha jasa makanan dan minuman dapat berupa pembayaran terhadap izin
penggunaan logo restoran atau kafe, dan izin penggunaan resep
makanan dan minuman milik pemberi waralaba (franchisor)
b. Initial Fee, menurut Moch. Basarah dan M. Faiz Mufidin yaitu
biaya yang dibayarkan franchisee pada saat pertama kali menutup
perjanjian dengan franchisor.106 Biaya ini biasanya dibebankan kepada penerima waralaba atas jasa-jasa awal yang telah dilakukan
atau disediakan oleh pemberi waralaba.
c. Continuing Fee, menurut Moch. Basarah dan M. Faiz Mufidin
yaitu biaya yang dikeluarkan franchisee kepada franchisor secara
periodik. Biasanya besarnya biaya ini didasarkan pada omzet
penjualan franchisee.107
d. Biaya-biaya lain, contohnya seperti biaya pemasaran dan biaya
iklan.
2. Melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba;
3. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha
penerima waralaba (franchisee).
105
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Jakarta : Kencana, 2011),hlm.206.
106
Moch. Basarah dan M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise Dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hlm.61.
4. Melaksanakan inspeksi pada daerah kerja Penerima Waralaba guna
memastikan bahwa waralaba yang diberikan telah dilaksanakan
sebagaimana mestinya;
5. Sampai batas tertentu mewajibkan penerima waralaba, dalam hal-hal
tertentu, untuk membeli barang modal dan atau barang-barang tertentu
lainnya dari pemberi waralaba;
6. Mewajibkan penerima waralaba untuk menjaga kerahasiaan Hak atas
Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang
merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek waralaba;
7. Mewajibkan agar penerima waralaba tidak melakukan kegiatan yang
sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang
mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas
usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara
distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek
waralaba;
8. Menerima pembayaran royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang
dianggap layak olehnya;
9. Meminta dilakukannya pendaftaran atas waralaba yang diberikan kepada
penerima waralaba;
10.Atas pengakhiran waralaba, meminta kepada Penerima waralaba untuk
mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang
11.Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk
memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun keterangan
yang diperoleh oleh penerima waralaba selama masa pelaksanaan
waralaba;
12.Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk tetap
melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung
maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan
mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas
usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara
distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek
waralaba;
13.Pemberian waralaba, kecuali yang bersifat eksklusif, tidak menghapuskan
hak pemberi waralaba untuk tetap memanfaatkan, menggunakan atau
melaksanakan sendiri Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri
khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau
cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek
waralaba;
Adapun kewajiban penerima waralaba, yaitu antara lain :108
1. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi waralaba
kepadanya guna melaksanakan hak atas kekayaan intelektual, penemuan
atau ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau
penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang
menjadi obyek waralaba;
108
2. Memberikan keleluasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan
pengawasan maupun inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba, guna
memastikan bahwa penerima waralaba telah melaksanakan waralaba yang
diberikan dengan baik;
3. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan
khusus dari pemberi waralaba;
4. Sampai batas tertentu membeli barang modal tertentu ataupun
barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba dari pemberi
waralaba;
5. Menjaga kerahasiaan atas hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau
ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan
atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi
obyek waralaba, baik selama maupun setelah berakhirnya masa pemberian
waralaba;
6. Melaporkan segala pelanggaran hak atas kekayaan intelektual, penemuan
atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penualan atau
penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang
menjadi obyek waralaba yang ditemukan dalam praktek;
7. Tidak memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual, penemuan atau ciri
khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau
cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek
waralaba selain dengan tujuan untuk melaksanakan waralaba yang
diberikan;
9. Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan
kegiatan usaha yang mempergunakan hak atas kekayaan intelektual,
penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan
atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi
obyek waralaba;
10.Melakukan pembayaran royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang telah
disepakati secara bersama;
11.Atas pengakhiran waralaba, mengembalikan seluruh data informasi
maupun keterangan yang diperolehnya;
12.Atas pengakhiran waralaba, tidak memanfaatkan lebih lanjut seluruh data,
informasi maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima waralaba
selama masa pelaksanaan waralaba;
13.Atas pengakhiran waralaba, tidak lagi melakukan kegiatan yang sejenis,
serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menimbulkan persaingan dengan mempergunakan hak atas kekayaan
intelektual penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen,
cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan
karakteristik khusus yang menjadi obyek waralaba.
Tidak hanya kewajiban, penerima waralaba (franchisee) juga memiliki
haknya, antara lain :109
1. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan hak atas
kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem
manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang
mreupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek waralaba, yang
diperlukan olehnya untuk melaksanakan waralaba yang diberikan tersebut;
2. Memperoleh bantuan dari pemberi waralaba atas segala macam cara
pemanfaatan dan atau penggunaan hak atas kekayaan intelektual
penemuan atau ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen, cara
penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA TOKO OMI KPRI IAIN-SU DAN PT. INTI CAKRAWALA CITRA
A. Pelaksanaan Perjanjian Waralaba PT. Inti Cakrawala Citra dan Toko OMI KPRI IAIN-SU
1. Sejarah terbentuknya OMI
PT. Inti Cakrawala Citra (Indogrosir) selaku franchisor Toko OMI,
merupakan jaringan supermarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan
kebutuhan sehari-hari. OMI ini sendiri merupakan bisnis retail minimarket yang
dijalankan melalui kerjasama “WARALABA”, dimana pihak pewaralaba
(pemegang merk) bekerjasama dengan terwaralaba (investor), dan dituangkan
dalam bentuk perjanjian waralaba OMI.
Sejak tahun 2001 Indogrosir dengan pola kemitraan melakukan pembinaan
terhadap toko tradisional menjadi toko modern (minimarket) yang dikelola secara
mandiri, dan di tahun 2003 berkembang menjadi “waralaba” dengan merk OMI.
Waralaba OMI dapat dimiliki baik secara perorangan maupun secara badan
hukum, menggunakan nama toko sesuai dengan keinginan dari terwaralaba dan
toko dioperasionalkan secara mandiri. Sampai dengan pertengahan tahun 2013
toko yang telah bergabung dengan waralaba OMI mencapai lebih dari 400 toko,
dari jumlah tersebut 60% adalah toko Pabrikan, Rumah Sakit, Sekolah /
Universitas, Instansi Pemerintah, Bank, Perumahan, Stasiun, Tempat Wisata,
Bandung, Yogya, Medan, Palembang dan Surabaya. Visi dan Misi pembentukan
OMI yaitu : 110
Visi : Menjadi aset nasional dalam jaringan distribusi modern yang unggul dalam
persaingan global.
Misi : Mengembangkan mitra usaha menjadi tangguh melalui bisnis retail.
2. Toko OMI Sebagai Konsep Bisnis
Sebagai waralaba dalam bentuk ritel, sistem franchise OMI memiliki
beberapa keunggulan seperti :
a. Nama toko menggunakan nama sendiri yang ditentukan pemilik.
b. Jaminan pasokan barang dagangan.
c. Penataan toko dan pemajangan/display barang dagangan yang teratur rapi
sesuai planogram.
d. Program promosi yang berkesinambungan.
e. Mendapatkan pelatihan dan pengawasan, sehingga terwaralaba bisa
mengelola bisnisnya secara mandiri.
f. Pengelolaan karyawan dan keuangan dilakukan pemilik.
g. Boleh menjual item barang diluar yang bisa disupply Indogrosir milik PT.
Inti Cakrawala Citra.
h. Transaksi penjualan bisa dilakukan secara kredit.
i. Tergabung dengan jaringan usaha yang besar dan modern.
j. Memperoleh peminjaman software yang terintegrasi dengan sistem
operasioinal minimarket meliputi penjualan, pemesanan barang, serta
penetapan harga jual.
110
Manfaat yang diperoleh dalam format bisnis waralaba OMI adalah :
a. Penggunaan merek OMI
Dapat digunakan selama masa waralaba dan di wilayah waralaba
b. Proteksi wilayah waralaba
Mendapatkan hak eksklusif menjalankan usaha Toko OMI di wilayah
waralaba yang akan ditentukan dalam perjanjian waralaba.
c. Pendampingan Pra-operasional hingga pembukaan
Mendapatkan tuntunan dan konsultasi dalam melaksanakan
langkah-langkah pra-operasional seperti rekomendasi kelayakan lokasi toko yang
dimaksud, perencanaan, pelaksanaan dan supervisi renovasi toko sesuai
standar design eksterior dan interior toko, dan pengadaan dan pemasangan
seluruh peralatan toko sesuai standar toko. Selain itu, juga mendapatkan
pendidikan dan latihan dalam suatu program latihan terpadu dengan materi
dan jadwal yang telah ditetapan.
d. Supply produk dan perlengkapan
Mendapat jalur supply dengan harga bersaing, dari pewaralaba maupun
dari supplier yang menjadi rekanan pewaralaba. Penentuan barang
dagangan, termasuk komposisi jenis, dan sumber barang dagangan toko di
jamin oleh pihak pertama (franchisor)
e. Dukungan promosi bersama secara berkesinambungan
f. Dukungan konsultasi operasional
Bagaimanapun juga suatu bisnis franchise di dalamnya melekat suatu
1. Unsur Dasar
a. Pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai franchisor.
b. Pihak yang menjalankan bisnis franchise yang disebut sebagai
franchisee.
c. Adanya bisnis franchise itu sendiri.
2. Produk bisnisnya unik
Maksudnya, produk bisnis tersebut (barang ataupun jasa) belum dimiliki
oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain dari yang dimiliki oleh
pihak franchisor sendiri, dan yang lebih penting lagi produk bisnis tersebut
tidak mudah ditiru, tetapi juga mempunyai pasar yang baik, karena jika
mudah ditiru pihak franchisor tidak akan bisa melindungi konsep, image,
proses atau model usaha yang di franchisekan.
3. Konsep bisnis total
Penekanan pada bidang pemasaran dengan konsep P4 yakni, Product,
Price, Place serta Promotion.
4. Franchise memakai / menjual produk
Hak dari franchisee untuk menggunakan atau menjual franchise yang
didapat dari franchisor kepada pihak lain (subfranchisee)
5. Franchisor menerima fee dan royalty
Sebagai bentuk imbalan, maka pihak franchisor berhak memperoleh fee
dalam berbagai bentuk dan royalty atas franchise yang diberikannya
kepada franchisee.
Karakteristik lain dari suatu franchise yaitu melakukan pelatihan kepada
franchisor, untuk mendidik dan melatih para manajer (dari pihak
franchisee) tentang data dan mengelola bisnis franchise tersebut.
7. Pendaftaran merek dagang, paten atau hak cipta
Merupakan inti dari konsep dagang tentang franchise, keuntungan sistem
bisnis franchise bagi franchisee adalah dapat berbisnis dengan
merek-merek terkenal tanpa harus bersusah payah melakukan promosi.
8. Bantuan pendanaan dari pihak franchisor
Dalam hal ini pihak franchisor memberikan bantuan modal dengan
menjalin kerjasama dengan pihak ketiga, oleh sebab itu pihak franchisor
menginginkan keterbukaan dari pihak franchise dalam hal manajemen dan
keuangan.
9. Pembelian produk langsung dari franchisor
Dalam suatu sistem franchise, biasanya sebagian atau seluruh produk yang
akan diolah dengan sistem franchise oleh franchisee harus dipasok oleh
franchisor atau ditentukan pemasoknya dengan tujuan dapat terjaminnya
kualitas maupun dari keseragamannya.
10.Bantuan promosi dan periklanan dari franchisor
Agar bisnis dapat berkembang dengan baik diharuskan bisnis tersebut
menyisihkan dana untuk keperluan promosi. Ini dimaksudkan agar produk
yang telah di franchise dapat dikenal luas oleh pasar.
Lokasi merupakan aspek yang dominan dalam menentukan kelangsungan
bisnis franchise, maka penentuan lokasi sangat diperhatikan secara
seksama oleh franchisor.
12.Daerah pemasaran yang ekslusif
Biasanya lokasi daerah pemasaran untuk suatu wilayah hanya
diperuntukkan untuk satu franchise saja.
13.Pengendalian / penyeragaman mutu
Penyeragaman mutu ini sangat penting dalam bisnis franchise, karena
mutu yang rendah akan dapat menghancurkan image produk (brand
image) di mata konsumen yang sudah sekian lama dibangun oleh pihak
franchisor.
14.Mengandung unsur merek dan sistem bisnis
Sistem bisnis ini meliputi penggunaan ramuan khusus untuk
diperdagangkan, pengontrolan, kualitas, marketing, appearance (termasuk
pemilihan lokasi, bentuk bangunan) dan sebagainya.
3. Mekanisme Pelaksanaan Perjanjian Waralaba PT. Inti Cakrawala Citra dan
Toko OMI KPRI IAIN-SU
Untuk menjadi franchisee OMI melalui tahapan sebagai berikut :111
Gambar 1.1 Tahapan
Presentasi
111
Menentukan Lokasi / MOU
Perjanjian Waralaba (Franchise Agreement)
Pra-Operasional
Pelatihan Awal
Pembukaan Gerai
Pada awalnya waralaba dimulai dari keberhasilan usaha dari pemilik
merek atau franchisor. Melalui format bisnis waralaba, franchisor akan
menularkan keberhasilan usahanya, yang tentu saja mempunyai ciri tersendiri
kepada franchisee. Franchisor sebelumnya telah melakukan dan membuat satu
formula standar untuk sukses sesuai dengan pengalamannya. Standarisasi usaha
merupakan jantungnya usaha waralaba karena waralaba berprinsip dimanapun
outlet berada maka konsumen akan memperoleh produk, pelayanan dan
mekanisme yang sama di setiap outlet. Proses ini dilakukan melalui riset dan
pengembangan konsep, promosi, aktivitas pemasaran, serta membangun suatu
reputasi yang baik dan citra yang dikenal. Setelah berhasil menguji konsep
tersebut dengan dibukanya outlet di lebih satu lokasi, franchisor kemudian
menawarkan waralaba tersebut kepada calon franchisee. Selanjutnya seorang
franchisor, kemudian mengevaluasinya guna memutuskan bahwa waralaba
tersebut menguntungkan atau tidak.
Untuk menjadi pengusaha waralaba Toko OMI, diperlukan minat dan
kesukaan di bidang minimarket atau ritel, bersedia mengikuti sistem dan prosedur
yang berlaku di Toko OMI dan tentu saja harus memiliki dana investasi yang
cukup. Franchisor biasanya telah menyiapkan dokumen untuk dilengkapi oleh
kandidat franchisee guna mengetahui apakah kandidat mampu dan memiliki
motivasi untuk memulai usaha. Isi dari dokumen ini misalnya tentang siapa dan
mengapa kandidat tertarik membeli hak waralaba, serta seberapa besar
kemampuan finansial dari kandidat dan lain sebagainya.112 Pada prinsipnya bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi, dimana pemilik waralaba (franchisor)
dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama,
tidak berdasarkan SARA. Bisnis waralaba ini adalah bisnis jangka panjang
dimana keuntungan yang diperoleh digunakan untuk investasi lagi agar bisnisnya
semakin kokoh, selain itu juga dipergunakan untuk riset dan perbaikan
manajemen.
Sebelum memutuskan untuk membeli hak waralaba, franchisor
berkewajiban menyajikan fakta berupa kondisi penjualan, personalia maupun
keuangan kepada calon franchisee. Fakta-fakta yang diberikan ini, merupakan
dokumen yang sifatnya rahasia, dan tidak boleh digunakan oleh calon franchisee
untuk kepentingan pribadi, selain untuk mengetahui kondisi usaha dari franchisor
sebelum memutuskan pembelian hak waralaba.
112
Selanjutnya franchisor memberikan dokumen penawaran yang disebut
Franchise Offering Circular (FOC) kepada kandidat franchisee yang telah
terkualifikasi, sebelum franchisee memutuskan penandatanganan perjanjian
waralaba. FOC ini berisi fakta-fakta financial maupun non-financial berkaitan
dengan franchisor dan para franchisee yang ada saat ini dan yang telah berhenti.
Laporan keuangan tersebut telah diaudit oleh akuntan publik dan diberikan paling
tidak 10 hari sebelum calon franchisee memutuskan untuk membeli atau tidak hak
waralaba yang ditawarkan franchisor.113
FOC ini merupakan dokumen sah yang komprehensif yang mencerminkan
strategi bisnis perusahaan dan kebijakan operasinya. Dokumen penawaran ini
disiapkan berdasarkan hukum setempat, dan karena dibuat dalam wilayah Hukum
Indonesia maka menggunakan Hukum Indonesia.
Kewajiban franchisor untuk memberikan informasi tentang kondisi
perusahaan sebelum penandatanganan perjanjian waralaba adalah merupakan
salah satu bentuk perlindungan hukum untuk melindungi calon franchisee atas
investasi yang akan ditanamkannya.
Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 42 Tahun 2007 mengenai kewajiban pemberi waralaba bahwa pemberi
waralaba harus memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon
penerima waralaba pada saat melakukan penawaran waralaba yang memuat
paling sedikit beberapa klausul seperti :114 a. Data identitas pemberi waralaba;
113
Anonymous, Kamus Franchise, http://www.waralabaku.com, diakses pada tanggal 6 Juli 2017.
114
b. Legalitas usaha pemberi waralaba;
c. Sejarah kegiatan usahanya;
d. Struktur organisasi pemberi waralaba;
e. Laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir;
f. Jumlah tempat usaha;
g. Daftar penerima waralaba;
h. Hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba.
Selain itu ada kewajiban lain dimana pemberi waralaba berkewajiban pula
untuk memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional
manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada penerima waralaba
secara berkesinambungan dan mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa
hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau
jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba.
Di samping kewajiban yang disampaikan di atas, ada kewajiban lain yang
harus dilakukan oleh pemberi waraba yaitu wajib mendaftarkan prospektus
penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima
waralaba. Adapun pendaftaran prospektus penawaran waralaba dapat dilakukan
oleh pihak lain yang diberi kuasa. Permohonan pendaftaran prospektus penawaran
waralaba diajukan dengan melampirkan dokumen :115 a. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; dan
b. Fotokopi legalitas usaha.
Selanjutnya setelah calon penerima waralaba memutuskan untuk membeli
hak waralaba yang ditawarkan, maka diadakan MOU (Memorandum Of
115
Understanding) atau nota kesepakatan, perjanjian kerjasama, perjanjian
pendahuluan dan lain-lain. Namun lazimnya untuk terjemahan Bahasa Indonesia
adalah “Nota Kesepakatan”. Secara garis besar MOU itu berbentuk sebagai
berikut :116
1. Isinya ringkas bahkan sering sekali saja hanya satu halaman saja
2. Berisikan hal-hal pokok saja
3. Hanya bersifat pendahuluan saja yang akan diikuti oleh perjanjian lain
yang lebih rinci
4. Memiliki jangka waktu berlakunya, dan apabila dalam jangka waktu
tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penandatanganan suatu perjanjian
yang lebih rinci, maka perjanjian tersebut batal kecuali diperpanjang oleh
para pihak
5. Biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian di bawah tangan saja
6. Biasanya tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa kepada para pihak
untuk harus membuat suatu perjanjian yang lebih detil setelah
penandatangan MOU, walaupun secara reasonable kedua belah pihak
tidak punya rintangan untuk membuat dan menandatangani perjanjian detil
tersebut.
MOU dibuat terlebih dahulu sebagai langkah antisipasi dan mencegah
kesulitan yang kemungkinan akan timbul jika terjadi pembatalan agreement,
karena MOU itu sifatnya mudah untuk dibatalakan oleh para pihak.
Langkah selanjutnya baru menentukan titik lokasi gerai, dimana Toko
OMI IAIN-SU ini merupakan sebuah koperasi sehingga titik lokasi gerainya
116
berada di dalam wilayah kampus IAIN-SU yang sekarang merupakan UIN-SU.
Namun untuk franchisee perseorangan, franchisee mendapatkan protected teritory
yaitu batas geografis yang diberikan oleh franchisor kepada franchisee secara
eksklusif. Di dalam area protected territory ini franchisor tidak diperbolehkan
memberikan hak waralaba untuk bisnis sejenis kepada pihak lain atau mendirikan
bisnis serupa dengan tujuan menyaingi ataupun tidak, usaha yang dimiliki
franchisee. Setiap lokasi franchise haruslah terlebih dahulu disetujui oleh pihak
franchisor.
Untuk pengaturan wilayah, pihak manajemen sudah membuat aturan
bahwa pembukaan toko baru hanya dapat dibuka dalam radius 100 (seratus) meter
dan ukuran sebuah toko adalah 40-100 m2 dan mempunyai area gudang. Apabila franchisor melihat adanya suatu nilai potensi yang baik atau dianggap perlu suatu
tindakan preventif. Franchisor akan memberikan prioritas kepada pihak kedua
(franchisee) berupa penawaran pertama secara tertulis, sebelum ditawarkan
kepada pihak lain. Apabila pihak kedua (franchisee) menolak tawaran pihak
pertama (franchisor) untuk membuka toko baru tersebut, baik secara tertulis
maupun tidak tertulis, dan pihak pertama membuka toko baru di lokasi yang
bersangkutan, maka pihak kedua dengan ini menyatakan akan melepaskan haknya
untuk menuntut pihak pertama.117
Area franchise ini merupakan hak waralaba yang diberikan kepada
individu atau perusahaan meliputi wilayah geografis yang telah ditentukan dalam
perjanjian waralaba. Pada prakteknya area franchise dapat diberikan target dan
deadline berkaitan dengan jumlah outler yang harus dibuka dalam kurun waktu
117
tertentu. Area franchise dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya kepada
individual franchisee atau multiple franchisee. Individual franchisee adalah
franchisee yang bertindak atas nama sendiri yang memegang hak waralaba untuk
satu outlet saja, dan tidak dapat menjual hak waralaba yang dimilikinya.
Sedangkan multiple franchisee adalah franchisee yang memegang hak waralaba
untuk lebih dari satu outlet di area geografis tertentu, namun tidak dapat menjual
hak waralaba yang dimilikinya.
Dalam kontrak waralaba OMI berbentuk single unit / unit tunggal tapi
dimungkinkan kontrak baru untuk single unit bisnis ritel di tempat lainnya.
Artinya pewaralaba memberikan hak kepada terwaralaba untuk menjalankan
usaha atas nama usahanya, dengan panduan prosedur yang telah ditetapkan
sebelumnya. Terwaralaba hanya diperkenankan untuk menjalankan usahanya pada
sebuah cabang/ unit yang telah disepakati.
Pihak pertama tidak membantu dalam urusan pencarian modal bagi
penerima waralaba OMI tapi pihak pertama sendiri membantu merekomendasikan
kelayakan lokasi toko yang dimaksud, perencanaan, pelaksanaan dan supervisi
renovasi toko sesuai standar design eksterior dan interior toko serta pengadaan
dan pemasangan seluruh peralatan toko sesuai standar toko. Sedangkan untuk
promosi atau iklan pihak pertama memberikan support promosi belanja hemat
selama masa waralaba, sesuai jadwal dan jumlah yang ditentukan oleh pihak
pertama dengan mempertimbangkan kondisi potensi toko pihak kedua.
Waktu yang dibutuhkan untuk memproses Toko OMI sampai tahap soft
opening kurang lebih 2-3 bulan setelah lokasi diperoleh dan dipastikan.
tindak lanjut dari MOU yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan bersama.
Perjanjian waralaba (franchise agreement) adalah kumpulan persyaratan,
ketentuan dan komitmen yang dibuat yang dikehendaki oleh franchisor bagi para
franchiseenya di dalam perjanjian waralaba ini tercantum ketentuan yang
berkaitan dengan hak dan kewajiban franchisor dan franchisee, misalnya hak
penggunaan HAKI seperti merek, logo, simbol serta tanda yang terkandung di
dalamnya, hak teritorial yang dimiliki franchisee persyaratan lokasi, ketentuan
pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor,
ketentuan yang berkaitan dengan lama pemberian waralaba dan perpanjangannya
dan ketentuan lain yang mengatur hubungan franchisee dan franchisor.
Dapat dikemukakan bahwa paket investasi awal untuk wilayah Medan
dibutuhkan modal sebesar 250 juta sampai dengan 400 juta rupiah tergantung
paket investasi atau tipe toko yang diambil. Investasi tersebut digunakan sebagai
modal untuk franchise fee, peralatan toko seperti rak, komputer (termasuk di
dalamnya central processing unit, layar monitor, keyboard, mouse, printer, UPS,
modem, dan scanner), air conditioner (AC), cooler dan/atau chiller dan/atau
derby, barang dagangan, training personil sesuai dengan SOP OMI, supervisi atas
operasional toko, peminjaman software dan support, support promosi belanja
hemat, promosi dan pembukaan toko dan juga termasuk Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Pada prinsipnya, meskipun paket investasi itu Rp. 250 juta sampai dengan
Rp. 400 juta namun tidak seluruhnya disetorkan ke franchisor.
Modal awal yang harus disetorkan dan dimiliki oleh franchisee pada saat
memulai usaha waralaba ini, yang terdiri atas franchise fee, investasi untuk fixed
waralabanya tersebut di atas dinamakan Initial Investment. Sementara yang
dimaksud franchise fee disini adalah merupakan biaya pembelian hak waralaba
yang dikeluarkan oleh pembeli waralaba (franchisee) setelah dinyatakan
memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria franchisor dan
dibayarkan hanya satu kali saja pada saat penandatangan akta franchise. Nilai
franchise fee pada umumnya bersifat non-refundable artinya setelah disetorkan
tidak dapat diminta kembali. Franchisee berkewajiban membayar kepada
franchisor dalam hal ini PT. Inti Cakrawala Citra sebesar Rp. 20 juta belum
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk masa waralaba 5 tahun yang
dibayar di muka (sudah termasuk ke dalam paket investasi). Pembayaran ini dapat
dibayar sekaligus maupun dalam beberapa kali pembayaran cicilan yaitu 90%
dilakukan pada saat penandatangan MOU dan 10% pada saat hari pertama
pelatihan awal.
Untuk pembayaran biaya distribusi (distribution fee) untuk pengiriman
barang dagangan ke toko pihak kedua (franchisee) wajib telah dilunasi oleh pihak
kedua kepada pihak pertama selambat- lambatnya pada saat jatuh tempo
pembayaran barang dagangan. Karena dalam penentuan barang dagangan,
termasuk komposisi jenis, dan sumber barang dagangan toko merupakan hak
pihak pertama (franchisor). Sesuai lokasi, luas dan potensi toko pihak kedua
(franchisee), pihak pertama (franchisor) menetapkan dan mengevaluasi tingkat
persediaan barang dagangan yang wajib dipenuhi oleh pihak kedua. Pihak kedua
wajib membeli seluruh barang dagangan toko dari pihak pertama (kecuali untuk
barang dagangan free rack). Yang dimaksud dengan free rack disini yaitu rak
diluar dari barang dagangan yang berasal dari pihak pertama (franchisor),
sehingga disini pihak kedua diperkenankan oleh pihak pertama untuk membeli
barang dagangan tersebut dari pihak lain selain pihak pertama namun hanya
maksimal sampai dengan 50 item barang untuk dijual di toko. Barang dagangan
free rack tersebut jenisnya tidak boleh sama dengan barang dagangan lain di
dalam toko, serta belum dan/atau tidak dapat disediakan oleh pihak pertama.
Barang dagangan free rack tersebut secara resmi dan sah diperkenankan untuk
diperjualbelikan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di wilayah
Republik Indonesia, serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan. Pihak kedua (franchisee) telah memenuhi segala dokumen dan/atau
perizinan yang diwajibkan oleh pemerintah untuk menjual barang dagangan free
rack tersebut. Sehingga segala risiko atas penempatan dan/atau pemajangan dan
penjualan barang dagangan free rack tersebut menjadi beban dan tanggung jawab
pihak kedua sepenuhnya.
Untuk royalty fee yang dikenakan oleh franchisor kepada franchisee OMI
memiliki ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk nilai penjualan per bulan sampai dengan Rp. 60 juta rupiah, royalty
ditentukan sebesar 1% per bulan ditambah PPN sebesar 10% atau sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
b. Untuk nilai penjualan per bulan selebihnya dari Rp. 60 juta rupiah sampai
dengan Rp. 165 juta rupiah , royalty ditentukan sebesar 2% per bulan
ditambah PPN sebesar 10% atau sesuai dengan peraturan perpajakan yang
c. Untuk nilai penjualan per bulan selebihnya dari Rp. 200 juta rupiah ,
royalty ditentukan sebesar 4% per bulan ditambah PPN sebesar 10% atau
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan nilai penjualan disini adalah nilai penjualan
setelah dikurangi dengan nilai PPN yang terhutang, sesuai dengan isi laporan
penjualan.
Royalty fee ini adalah pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak
franchisor sebagai imbalan dari pemakaian hak franchise oleh franchisee. Royalty
ini dibayarkan setiap bulan dengan batas waktu pelunasan selambat-lambatnya
tanggal 20 setiap bulannya.
Selanjutnya untuk pengelolaan uang tunai, pihak kedua wajib memisahkan
hasil penjualan toko demi untuk kepentingan operasi toko dengan kepentingan
pribadi dan/atau usaha-usaha lain pihak kedua maupun keluarganya. Untuk
kepentingan hal tersebut, franchisee wajib memiliki satu rekening tabungan di
Bank. Franchisee wajib untuk memasukkan seluruh hasil usaha toko termasuk
namun tidak terbatas pada hasil penjualan toko setiap hari, pendapatan lain-lain
toko, juga melakukan pembayaran hutang barang dagangan dan biaya operasional
toko yang meliputi biaya royalty, gaji karyawan pihak kedua, biaya pemakaian
listrik, biaya rekening telepon, biaya rekening air, biaya perlengkapan toko seperti
kantong plastik serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan operasional toko
wajib menggunakan dana dari rekening tersebut. Sehingga franchisee dilarang
menggunakan rekening tersebut untuk melakukan pembayaran biaya-biaya yang
tidak ada kaitannya dengan usaha toko franchisee. Untuk kepentingan analisa
rekening milik franchisee tersebut setiap saat, dan dengan ini pihak kedua
memberi kuasa kepada pihak pertama untuk melihat dan memeriksa rekening
tersebut.
Investasi awal tersebut diperkirakan akan balik modal kurang lebih di
tahun ke-2 atau ke-3 setelah Toko OMI beroperasi, apabila target penjualan
terpenuhi dan tergantung potensi Toko OMI masing-masing. Karyawan Toko
OMI ditentukan oleh pemilik Toko OMI (franchisee) tersebut. Franchisor
mewajibkan franchisee untuk menggunakan sumber daya manusia minimal
lulusan SMU / sederajat untuk kepentingan toko franchisee. Segala biaya yang
menyangkut sumber daya manusia di toko pihak kedua, termasuk tetapi tidak
terbatas pada gaji, tunjangan, jaminan sosial, tunjangan hari raya, uang jasa
dan/atau pesangon adalah beban dan tanggung jawab franchisee. Tidak
diperkenankan kepemilikan pasif yang artinya penerima waralaba (franchisee)
harus aktif untuk terjun langsung / menjalankan sendiri bisnisnya khususnya
dalam pekerjaan accounting sehingga terdapat kontrol serta sinergi yang
berkesinambungan dalam manajemen. 118 Dalam format bisnis waralaba, paradigma yang menyatakan bahwa memiliki bisnis sendiri berarti memiliki
kebebasan dalam mengaktualisasikan diri mengelola bisnis tersebut adalah tidak
benar. Demikian halnya yang berlaku dalam bisnis waralaba retail OMI, jika ingin
membeli hak waralaba walaupun itu pemilik sekalipun harus tetap tunduk dengan
mengikuti seluruh prosedur / aturan main yang dibeli hak usahanya yang telah
memiliki identitas legal baik secara lengkap dengan perangkat kerasnya atau
terbatas pada penggunaan sistem dan identitasnya. Ini merupakan aspek penting
118
baik pengusaha waralaba maupun mitra usaha penerima waralaba yaitu masalah
kepastian dan perlindungan hukumnya. Banyak franchisee gagal dalam
mengembangkan konsep bisnisnya karena tidak paham dengan karakter bisnis
format waralaba itu sendiri.
Dapat dijelaskan, penerima waralaba (franchisee) harus menjalankan
usahanya sendiri dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa serta
dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan
oleh pemberi waralaba (franchisor). Kewajiban untuk mempergunakan metode
dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba kepada
penerima waralaba membawa akibat lebih lanjut bahwa suatu usaha waralaba
adalah usaha yang mandiri, yang tidak digabungkan dengan kegiatan usaha
lainnya (milik penerima waralaba). Hal ini berarti pemberian waralaba menurut
eksklusifitas dan bahkan dalam banyak hal mewajibkan terjadinya
non-competition cause bagi penerima waralaba (franchisee), bahkan setelah perjanjian
pemberian waralabanya berakhir.119
Pemerintah dalam hal ini memandang perlu mengetahui legalitas dan
bonafiditas usaha pemberi waralaba guna menciptakan transparansi informasi
usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh usaha nasional dalam
memasarkan barang dan jasa denga waralaba. Di samping itu, Pemerintah dapat
memantau dan menyusun data waralaba baik jumlah maupun jenis usaha yang
diwaralabakan, oleh karena itu pemberi waralaba sebelum membuat perjanjian
waralaba dengan penerima waralaba harus menyampaikan prospektus penawaran
waralaba kepada Pemerintah dan calon penerima waralaba. Apabila terjadi
119
kesepakatan perjanjian waralaba, penerima waralaba juga berkewajiban
menyampaikan perjanjian waralaba ini ke Pemerintah. Peraturan Pemerintah ini
diharapkan dapat memberikan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi
pemberi waralaba dan penerima waralaba dalam memasarkan produknya.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 memberikan kewajiban
kepada penerima waralaba agar mendaftarkan perjanjian waralaba, dan
pendaftaran perjanjian waralaba dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi
kuasa. Permohonan pendaftaran perjanjian waralaba diajukan dengan
melampirkan dokumen :
a. Fotokopi legalitas usaha;
b. Fotokopi perjanjian waralaba;
c. Fotokopi prospektus penawaran waralaba; dan
d. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/ pengurus perusahaan.
Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi
waralaba dan penerima waralaba dengan memperhatikan Hukum Indonesia. Hal
ini juga berlaku bagi pewaralaba asing yang akan melakukan perjanjian waralaba
di Indonesia, maka harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tidak menjelaskan perjanjian
waralaba itu memakai akta Notaris atau tidak, baik dalam peraturan lama maupun
yang baru. Perjanjian tersebut bisa dilakukan di bawah tangan dengan mengikuti
ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Setelah format perjanjian
waralaba dibuat dan ditandatangani kedua belah pihak, langkah yang diambil oleh
Toko OMI KPRI IAIN-SU adalah dengan dibuat secara tertulis dan diberi tanda
Perjanjian waralaba pada Toko OMI KPRI IAIN-SU berpedoman pada
ketentuan pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba
yang memuat klausula paling sedikit :120 a. Nama dan alamat para pihak;
b. Jenis hak kekayaan intelektual;
c. Kegiatan usaha;
d. Hak dan kewajiban para pihak;
Kewajiban pemberi waralaba (franchisor) : bantuan, fasilitas, bimbingan
operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba serta
memberikan segala macam informasi yang menjadi obyek waralaba.
Kewajiban penerima waralaba (franchisee) : selain melakukan pendaftaran
waralaba, franchisor berkewajiban untuk menjalankan kegiatan usaha sebagai
mitra usaha pemberi waralaba (franchisor) menurut ketentuan dan tata cara yang
diberikan pemberi waralaba, garis besarnya seperti pelatihan awal, operasional
toko / gerai, pembayaran tepat waktu termasuk royalty dalam bentuk, jenis dan
jumlah yang telah disepakati, audit yaitu dengan memberikan laporan baik secara
berkala maupun atas permintaan khusus dari pemberi waralaba, memberikan
keleluasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan pengawasan maupun
inspeksi berkala maupun secra tiba-tiba guna memastikan penerima waralaba
telah melaksanakan waralaba dengan baik, memberli barang modal tertentu
maupun barang lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba, menjaga kerahasiaan
(trade secret) atas penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi karakteristik
khusus dimana rahasia dagang ini dapat berupa prosedur operasi, resep ataupun
120
daftar pelanggan dan pemasok ataupun racikan rahasia yang merupakan elemen
terpenting dalam setiap franchise, dan tidak peduli apapun bentuk franchise
tersebut, dan atas pengakhiran waralaba untuk mengembalikan seluruh data,
informasi, maupun keterangan yang diperolehnya, selanutnya menyangkut
kinerja, kepemilikan bisnis dan launching.
Hak Pemberi Waralaba (franchisor) : memperoleh segala macam
informasi yang berhubungan dengan penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi
obyek waralaba serta memperoleh bantuan- bantuan, fasilitas, bimbingan
operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba
(franchisor) serta memberikan segala macam informasi yang menjadi obyek
waralaba.
a. Wilayah usaha;
Penunjukan wilayah pemasaran dapat mencakup seluruh atau sebagian
wilayah Indonesia
b. Jangka waktu perjanjian;
Jangka waktu perjanjian waralaba ditentukan berlaku sekurang-kurangnya
5 tahun sejak mulai ditandatanganinya perjanjian waralaba.
c. Tata cara pembayaran imbalan;
Jenis pembayaran yang dilakukan terwujud dalam bentuk :
1) Dapat dilakukan sekaligus maupun dalam beberapa kali pembayaran.
2) Royalty yang besarnya dikaitkan dengan suatu persentase yang
dihitung dari jumlah produksi atau penjualan barang.
e. Penyelesaian sengketa, tata cara perpanjangan, pengakhiran dan
pemutusan perjanjian.
Penyelesaian sengketa ditempuh lewat jalur musyawarah dan mufakat, jika
tidak bisa diupayakan lewat jalur musyawarah dapat dilakukan melalui
forum pengadilan. Mengingat akan sifat dari pemberian waralaba
khususnya format bisnis, penyelesaian perselisihan lewat forum
pengadilan relatif tidak menguntungkan.
Selanjutnya untuk tata cara perpanjangan setelah masa perjanjian waralaba
berakhir, franchisee dapat memperpanjang lagi perjanjian waralabanya
berdasarkan:
1) Kinerja penerima waralaba mencapai target.
2) Tidak ada pelanggaran oleh penerima hak waralaba (franchisee)
terhadap perjanjian waralaba Toko OMI.
3) Mengajukan permohonan perpanjangan hak waralaba 3 (tiga) bulan
sebelum berakhirnya periode perjanjian, pihak kedua (franchisee)
wajib menyampaikan surat resmi atas hal ini kepada pihak pertama
(franchisor).
Sementara untuk pengakhiran dan pemutusan perjanjian, memiliki
jangka waktu berlakunya dan berakhirnya dengan habisnya jangka
waktu pemberian waralaba, kecuali jika diperpanjang oleh para pihak.
Bahwa pihak terhadap siapa suatu perikatan tidak dipenuhi dapat
menuntut penggantian, kerugian dan bungan seperti yang tercantum
Dalam perjanjian waralaba ini juga memuat pasal-pasal mengenai Force
Majeure, yaitu suatu peristiwa yang terjadi di luar kendali pihak pertama
(franchisor) dan pihak kedua (franchisee), termasuk tetapi tidak terbatas pada
bencana alam, huru-hara, perang, kerusuhan massa, pemogokan, dan keputusan
Pemerintah yang mempengaruhi kegiatan usaha OMI. Apabila Toko OMI tersebut
ditutup dan/atau tidak dapat beroperasi karena peristiwa force majeure, maka
segala kerugian yang timbul akan sepenuhnya menjadi beban dan tanggung jawab
pihak kedua (franchisee).
Setelah perjanjian waralaba dibuat dan ditandatangani para pihak, tahap
selanjutnya adalah tahap pra-operasional, dilanjutkan tahap pelatihan awal dengan
berpijak pada SOP (Standard Operating Procedure) OMI hingga sampai pada
tahap pembukaan toko / gerai (launching).
4) Analisis Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba
Sebagai suatu transaksi yang melahirkan perjanjian, waralaba selalu
melibatkan dua pihak. Kedua belah pihak tersebut memiliki kepentingan yang
berdiri sendiri dan kadangkala bertolak belakang, meskipun secara konseptual
dapat dikatakan bahwa kedua belah pihak tersebut, yaitu pemberi lisensi dan
pemberi waralaba maupun penerima lisensi dan penerima waralaba, pasti akan
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Maksud untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya ini jugalah yang pada pokoknya menjadi sumber perbedaan
kepentingan dan perselisihan yang dapat terjadi di antara kedua belah pihak
tersebut. Keuntungan yang besar ini hanya dapat dicapai oleh kedua belah pihak
jika antar kedua belah pihak dapat menjalin sinergisme yang saling
yang diberikan kepada para pihak, dan perjanjian baku timbal balik karena
masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang seimbang
mengedepankan prinsip win-win solution yang saling menguntungkan.
Dalam pendirian waralaba dapat terwujud karena adanya kesepakatan dari
kedua belah pihak antara franchisor dengan franchisee dan sebagai perjanjian
yang tunduk pada ketentuan dalam Hukum Perdata tentang Perjanjian yang diatur
dalam pasal 1313 KUH Perdata tentang perjanjian yang mengandung
konsekwensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak
dimana satu pihak adalah yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya
adalah pihak yang berhak atas prestasi (kreditur). Jadi disini baik pemberi
waralaba maupun penerima waralaba keduanya berkewajiban untuk memenuhi
prestasi tertentu.
Para pihak yang membuat kontrak telah sepakat dan berkesesuaian dalam
kemauan dan saling menyetujui kehendak masing- masing, yang dilahirkan oleh
para pihak tanpa ada paksaan, kekeliruan, dan penipuan. Pelaksanaan perjanjian
yang dibuat para pihak adalah sah karena telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu sebagai berikut :121
a. Adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian artinya
untuk membuat perjanjian tidak boleh ada paksaan, tidak boleh ada
penipuan dan tidak boleh ada kekhilafan. Jika perjanjian itu dibuat dengan
tidak adanya kesepakatan maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Dengan
ditandatangani perjanjian franchise OMI dapat disimpulkan bahwa kedua
121
belah pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya masing-masing kedalam
isi franchise agreement tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
b. Para pihak cakap (wenang) bertindak dalam hukum, artinya pihak-pihak
yang membuat perjanjian cakap (wenang) untuk membuat perjanjian
seperti sudah dewasa, tidak berada dalam pengampuan (gila, pemabok,
penjudi dan sebagainya). Dalam franchise agreement OMI dapat
disimpulkan bahwa kedua belah pihak telah cakap untuk melaksanakan
perjanjian.
c. Suatu hal tertentu, artinya apa yang menjadi obyek perjanjian, dalam hal
ini adalah perjanjian waralaba dengan bidang usaha berupa minimarket /
retail dan sebagainya. Jika hal itu tidak dapat ditentukan maka perjanjian
tersebut batal demi hukum artinya perjanjian tersebut tidak sah.
d. Sebab yang halal, artinya perjanjian yang dibuat tidak bertentangan
dengan Undang-Undang, agama, ketertiban umum dan kesusilaan.
Kesepakatan dari para pihak adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian
yang mengandung arti “kemauan” (will) para pihak untuk saling berprestasi dan
ada kemauan untuk saling mengikatkan diri.122 Kemauan ini menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas konsensualisme
berhubungan erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat
yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan “semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”.123
122
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Cetakan ketiga (Bandung : PT. Alumni, 2011), hlm.108.
123
Asas kebebasan berkontrak tidak memupunyai arti tidak terbatas, akan
tetapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak dengan meletakkan kedudukan
yang seimbang di antara para pihak dengan prinsip saling memberikan
keuntungan. Maksud dari pasal tersebut adalah memberikan kebebasa kepada para
pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Perjanjian waralaba dapat dikatakan suatu perjanjian yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, agama, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Artinya perjanjian waralaba tersebut sah dan oleh karena itu perjanjian itu menjadi
undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa syarat-syarat
terhadap perjanjian franchise tersebut adalah sebagaimana dimuat dalam syarat
sahnya perjanjian yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif sebagaimana diatur
oleh Pasal 1320 KUH Perdata telah dipenuhi, maka perjanjian franchise yang
telah dibuat oleh kedua belah pihak tersebut telah mengikat dan berlaku sebagai
undang-undang bagi para pihak dan para pihak yang terikat tersebut harus tunduk