• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaitan Oligopoli dan Arsitektur Perusaha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kaitan Oligopoli dan Arsitektur Perusaha"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KAITAN OLIGOPOLI DAN ARSITEKTUR PERUSAHAAN

DALAM INDUSTRI MINUMAN BERKARBONASI

DI INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi tugas Ekonomi Manajerial

dengan dosen pengampu Prof. Dr. H. Suyudi Mangunwihardjo

DISUSUN OLEH:

SETYONINGSIH SUBROTO (12010112130063)

MANAJEMEN KELAS E

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS DIPONEGORO

(2)

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Minuman berkarbonasi, atau yang lebih akrab disebut soft drink merupakan suatu varian minuman yang sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Definisi dari minuman berkarbonasi sendiri adalah minuman yang ditambahkan gas karbondioksida. Semua kalangan tentu pernah, bahkan sering mengonsumsi minuman tersebut. Selain mudah didapat, beberapa restoran waralaba terkenal menyertakan soft drink

sebagai bagian dari menu minumannya. Rasanya yang nikmat, menyegarkan, dan tersedia dalam berbagai varian rasa membuat minuman berkarbonasi begitu lekat dalam kehidupan masyarakat.

Penulis melihat bahwa industri minuman berkarbonasi di Indonesia termasuk dalam bentuk pasar oligopoli, di mana hanya terdapat beberapa produsen saja, yaitu; PT. Coca-Cola Amatil Indonesia (produsen Coca-Cola, Fanta, Sprite, dan lain-lain), PT. Prima Cahaya Indobeverages (produsen Pepsi, 7up, dan lain-lain, awalnya bernama PT. Pepsi-Cola Indobeverages, namun kemudian diakusisi oleh salah satu anak perusahaan Indofood), dan PT. AJE Indonesia (produsen Big Cola). Setiap perusahaan tersebut memiliki ciri tersendiri, baik dari segi produk, strategi pemasaran, hingga manajemennya.

Penulis melihat bahwa bentuk pasar oligopoli dalam industri minuman berkarbonasi ini sangat menarik untuk diteliti, karena industri ini bukan merupakan industri yang bisa berdiri sendiri di Indonesia. Dapat dilihat dari tiga perusahaan yang telah disebutkan penulis sebelumnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan cabang dari perusahaan internasional dan telah memiliki reputasi yang kuat, sehingga tidak menciptakan celah bagi produsen baru (lokal) untuk ikut serta meramaikan industri tersebut.

I.2 Rumusan Masalah

I.2.1 Apakah model pasar oligopoli yang tepat bagi industri minuman berkarbonasi di Indonesia?

I.2.2 Perusahaan manakah yang tepat untuk disebut sebagai perusahaan dengan arsitektur yang ideal?

I.3 Tujuan dan Manfaat

(3)

memberi wawasan tambahan bagi penulis dan sebagai pelengkap tugas akhir mata kuliah Ekonomi Manajerial.

I.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam 5 bab yang terdiri dari:

BAB I (Pendahuluan), berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II (Tinjauan Pustaka), berisi landasan teori yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini, kerangka pemikiran, serta hipotesis.

BAB III (Metode Penelitian), berisi segala sesuatu yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV (Hasil dan Pembahasan), berisi hasil penelitian dan pembahasan dari rumusan masalah.

BAB V (Penutup), berisi kesimpulan dan saran.

II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Landasan Teori

II.1.1Oligopoli dan Konsentrasi Pasar

Oligopoli adalah suatu bentuk organisasi pasar di mana penjual atas sebuah produk yang homogen atau terdiferensiasi jumlahnya sedikit. Jika hanya terdapat dua penjual, maka yang terjadi adalah duopoli (duopoly). Jika produknya homogen, maka yang terjadi adalah oligopoli murni (pure oligopoly). Jika produknya terdiferensiasi, maka yang terjadi adalah oligopoli terdiferensiasi (differentated oligopoly).

Ciri istimewa oligopoli adalah adanya saling ketergantungan atau persaingan antara berbagai perusahaan dalam industri. Ini merupakan akibat alamiah karena sedikitnya jumlah perusahaan. Setiap oligopolis harus pandai memperkirakan reaksi pesaingnya ketika melakukan berbagai terobosan bagi produknya. Karena saling ketergantungan ini, maka pengambilan keputusan manajerial lebih rumit dalam pasar oligopoli dibanding bentuk struktur pasar lainnya.

Sumber terjadinya oligopoli pada umumnya sama dengan sumber terjadinya monopoli, yaitu:

(4)

2. Investasi modal yang besar dan input yang terspesialisasi biasanya dibutuhkan untuk memasuki industri yang oligopolistik dan ciri ini merupakan penghalang alamiah untuk masuk ke dalam pasar.

3. Beberapa perusahaan bisa jadi memiliki hak paten untuk secara eksklusif memproduksi suatu komoditas atau memanfaatkan suatu proses produksi tertentu.

4. Perusahaan yang sudah berdiri mungkin memiliki pelanggan setia karena kualitas produk dan pelayanannya, sehingga perusahaan baru sulit untuk menyainginya.

5. Beberapa perusahaan bisa jadi memiliki atau menguasai seluruh penawaran bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk

6. Pemerintah bisa jadi memberikan hak monopoli hanya kepada beberapa perusahaan untuk beroperasi dalam pasar.

Berbagai hal tersebut tidak hanya merupakan sumber terjadinya oligopoli, tetapi juga merepresentasikan hambatan bagi perusahaan lain untuk memasuki pasar dalam jangka panjang. Jika masuknya perusahaan baru ke dalam pasar tidak dibatasi, industri tersebut tidak akan bersifat oligopolistik dalam jangka panjang. Hambatan lainnya adalah berupa penentuan harga limit (limit pricing), yaitu perusahaan yang ada mengenakan harga yang cukup rendah untuk menghalangi perusahaan baru masuk ke dalam industri. Dengan melakukan hal tersebut, mereka secara sukarela mengorbankan laba jangka pendek agar dapat memaksimumkan laba jangka panjang.

II.1.2Model Kurva Permintaan Terpatah

Model kurva permintaan terpatah (kinked demand curve) dikemukakan oleh Paul Sweezy pada tahun 1939 dalam usahanya menjelaskan harga yang sulit diubah, seperti yang sering terjadi dalam berbagai model oligopolistik. Sweezy merumuskan bahwa jika seseorang oligopolis menaikkan harga produknya, dia akan kehilangan hampir seluruh pelanggannya karena perusahaan lain dalam industri tidak akan ikut menaikkan harga. Sebaliknya, seorang oligopolis tidak dapat meningkatkan pangsa pasarnya dengan menurunkan harga karena pesaingnya akan dengan cepat melakukan hal yang sama.

(5)

jika harganya diturunkan. Dalam model ini, para oligopolis menyadari kesalingtergantungan mereka, tetapi bertindak tanpa adanya persekongkolan untuk mempertahankan tingkat harga yang mereka kenakan, meskipun faktor biaya dan permintaan yang mereka hadapi berubah, artinya mereka lebih memilih untuk bersaing dalam hal kualitas, iklan, pelayanan, dan bentuk-bentuk lain persaingan nonharga.

II.1.3Arsitektur Perusahaan yang Ideal

Istilah arsitektur perusahaan (firm architecture) berarti jalan atau cara suatu perusahaan diorganisasi, bergerak/beroperasi, dan merespons berbagai perusahaan di pasar. Perusahaan yang ideal adalah:

1. Melakukan spesialisasi pada kompetensi intinya dan mensubkontrakkan (outsourcing) seluruh aktivitas yang lain untuk memaksimumkan penciptaan nilai oleh perusahaan.

2. Suatu organisasi pembelajar yang melakukan inovasi dan menciptakan kompetensi baru dengan cepat di sekitar kompetensi intinya

3. Mempunyai struktur organisasi yang datar dan garis perintah yang pendek untuk mempermudah komunikasi dan interaksi

4. Mengoperasikan pabrik yang sangat terspesialisasi dan mampu berpindah dengan cepat untuk memproduksi pabrik baru

5. Mengombinasikan fisik (physic) dan maya (virtual) 6. Bisa dengan segera bereaksi (real-time enterprise)

7. Aktif dan mampu merespon dengan cepat berbagai perubahan kondisi pasar

II.2 Kerangka Pemikiran

II.2.1 Fokus Pemikiran

Fokus pemikiran dalam tulisan ini terdiri dari unit analisa. Unit analisa adalah unit yang perilakunya akan dijelaskan dalam penelitian. Unit analisa dalam penelitian ini adalah bentuk pasar oligopoli dalam industri minuman berkarbonasi di Indonesia.

III. METODE PENELITIAN

III.1 Metode Pengumpulan Data

(6)

media cetak seperti buku, koran, majalah, jurnal dan media elektronik seperti televisi, internet, dan lain-lain.

III.2 Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif dimana data-data yang diperoleh tidak dapat ditabulasi maupun diklarifikasi. Dengan menggunakan berbagai data sekunder penulis akan menggali lebih dalam melalui analisisnya sendiri.

III.3 Tipe Penelitian

Penulis menggunakan tipe deskriptif dimana tujuan utamanya adalah untuk menggambarkan suatu kondisi yang ada pada suatu waktu uji.

III.4 Jangkauan Penelitian

Cakupan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah seputar model pasar oligopoli yang tepat bagi industri minuman berkarbonasi di Indonesia berdasarkan aspek-aspek yang ada, serta menentukan perusahaan mana yang memiliki arsitektur yang ideal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Profil Perusahaan

1. PT. Coca-Cola Amatil Indonesia

SejarahDi Indonesia, Coca-Cola mulai dikenal pada tahun 1927 melalui De Nederland Indische Mineral Water Fabrieck yang membotolkannya untuk pertama kali di Batavia. Selanjutnya perusahaan tersebut diambil alih oleh pedagang Indonesia dan berubah nama menjadi The Indonesian Bottles Ltd. N. V. (IBL) yang berstatus perusahaan nasional.

Pada tahun 1971, dengan pertambahan usaha dan modal, IBL berubah nama menjadi PT. Djaya Beverages Bottling Company (PT. DBBC) yang merupakan pabrik pembotolan modern pertama di Indonesia. Adanya penambahan modal tersebut meningkatkan kapasitas pabrik yang diikuti pula dengan penambahan macam produk yang dihasilkan dalam berbagai ukuran kemasan.

(7)

Indonesia (PT. CCAI). Tahun 2000, seluruh pabrik pembotolan minuman merek dagang Coca-Cola yang ada di Indonesia resmi bergabung menjadi satu dibawah PT. CCAI.

PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Bottling (PT. CCAIB) dan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia Distribution (PT. CCAID). PT. CCAIB bertugas untuk memproduksi minuman ringan (Soft Drink), sedangkan PT. CCAID yang bertugas untuk memasarkan dan mempromosikan minuman ringan (Soft Drink) yang dihasilkan PT. CCAIB. Untuk meningkatkan volume penjualan keseluruh wilayah Indonesia, maka PT. CCAI mengoperasikan pabrik pembotolan di 10 kota besar Indonesia, yaitu Medan, Padang, Lampung, Jakarta, Bandung, Semarang, Pandaan, Bali, Makassar, dan Banjar Baru.

Pada tahun 2002, PT. CCAIB berubah nama menjadi PT. Coca-Cola Bottling Indonesia (PT. CCBI) dan PT. CCAID menjadi PT. Coca-Cola Distribution Indonesia (PT. CCDI). Seluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di Indonesia berada dibawah manajemen PT. Coca-Cola Indonesia (PT. CCI). PT. Coca-Cola Indonesia ini merupakan perwakilan dari The Coca-Cola Company yang menyuplai bahan baku konsentrat keseluruh pabrik pembotolan Coca-Cola di Indonesia dan menetapkan seluruh standar bahan baku yang digunakan oleh pabrik.

Visi perusahaan adalah “Menjadi perusahaan produsen minuman terbaik di Asia Tenggara”. Sedangkan misi perusahaan adalah “Memberikan kesegaran kepada pelanggan dan konsumen kita dengan rasa bangga dan semangat sepanjang hari, setiap hari”. Agar perusahaan dapat memenuhi visi dan misinya, cara kerja dan cara berhubungan dengan semua pihak yang memiliki kepentingan atas perusahaan mulai dari konsumen dan pelanggan hingga ke pemasok, terhadap pemerintah dan diri perusahaan sendiri harus dibangun atas dasar nilai-nilai yang kuat. Bertumpu pada dasar kejujuran dan integritas, maka nilai-nilai inti perusahaan adalah:

 Sumber Daya Manusia: Mengembangkan Sumber Daya Manusia, menghargai prestasi serta menikmati apa yang perusahaan lakukan.

 Pelanggan: Menang untuk pelanggan dan untuk diri sendiri.

 Semangat: Semangat untuk bertindak, bertanggung jawab dan sukses.

 Inovasi: Selalu mencari cara yang terbaik

(8)

 Warga negara yang baik: Melakukan hal yang benar dari perusahaan, masyarakat dan sesama. Perusahaan diharuskan untuk memelihara nilai-nilainya dengan selalu mempertahankan standar dalam berperilaku.

Gambar 1.1 Value Chain Coca-Cola

(9)

Sales & Marketing–Selain bertindak sebagai produsen dan distributor, perusahaan juga memasarkan dan menjual produk Coca-Cola melalui lebih dari 120 pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia, memastikan bahwa produk perusahaan selalu tersedia di mana saja, kapan saja. Saluran penjualan perusahaan terdiri dari Foodstores (supermarket dan mini market di seluruh Indonesia) dan

General Trade (outlet tradisional). Dan dengan terbatasnya sumber daya dan kemampuan untuk melakukan pengembangan daerah tertentu, sekaligus berkomitmen untuk menciptakan peluang kerja yang luas di sektor informal, Coca-Cola Amatil Indonesia juga terdorong untuk secara serius dan berkesinambungan mengembangkan jaringan Distribusi Tak Langsung (Indirect Distribution) berbasis Usaha Kecil dan Menengah (UKM) melalui Manage Third Party (MTP) model di Indonesia. Sementara melalui saluran (Modern Immediate Consumption) MIC, perusahaan bekerjasama dengan berbagai hotel, restoran, dan

café ternama untuk memberikan penawaran menarik kepada para konsumen.

Perusahaan juga memiliki program untuk mendukung penjualan dan pemasaran produk-produknya, sekaligus untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen. Strategi pemasaran Coca-Cola mempunyai ciri khas tersendiri, yang unik dan kreatif. Berbagai program promosi diadakan sesuai dengan event dan tren yang sedang berlangsung, baik melalui promo penukaran tutup botol, hadiah kejutan, konser, pameran, maupun iklan di berbagai media. Promo Coca-Cola juga memanfaatkan momentum tertentu, seperti demam Piala EURO 2004 atau SEA GAMES 2011. Dengan memanfaatkan event berskala nasional dan internasional, Coca-Cola mencoba tampil dengan strategi pemasaran baru yang menarik masyarakat.

InovasiInovasi adalah salah satu kunci keberhasilan yang menjadikan Coca-Cola Indonesia semakin besar, dikenal luas, serta memberikan kontribusi bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Melalui riset dan pengembangan (Research & Development), Coca-Cola terus berinovasi untuk menciptakan produk, kemasan, strategi pemasaran, serta perlengkapan penjualan baru yang lebih berkualitas, kreatif, serta mempunyai ciri khas tersendiri.

(10)

yang beragam. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara lebih spesifik, pada tahun 2002 Coca-Cola meluncurkan AQUARIUS, minuman isotonik yang diperuntukkan bagi mereka yang aktif dan gemar berolahraga. Pada tahun yang sama, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Frestea, teh dalam kemasan botol dengan aroma bunga melati yang khas. Pada tahun 2003, Fanta menghadirkan campuran dua rasa buah, orange dan mango, yang disebut “Fanta Oranggo”, setelah pada tahun sebelumnya sukses meluncurkan Fanta Nanas. Pada tahun ini pula, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Sunfill – produk minuman Sirup dan Serbuk instan rasa buah. Dengan inovasi, Coca-Cola yakin bahwa produk-produk yang ditawarkan akan mampu memenuhi kebutuhan pasar di Indonesia.

Selain berinovasi pada produk-produk baru, Coca-Cola juga mencoba mengembangkan desain kemasan minuman, serta meningkatkan kualitasnya. Setelah meluncurkan Frestea dalam kemasan botol, pada akhir tahun 2002, Coca-Cola Indonesia meluncurkan Frestea dalam kemasan Tetra Wedge yang lebih mudah dan praktis untuk dibawa. Pada akhir 2003, Coca-Cola, Sprite, dan Fanta hadir dalam kemasan kaleng ramping baru yang unik. Pada tahun 2004 ini, Coca-Cola hadir dengan inovasi terbaru yaitu botol gelas berbobot lebih ringan 30 % dengan desain mungil, imut, tapi kuat. Inovasi kemasan produk akan terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan teknologi terbaru.

Strategi pemasaran Coca-Cola mempunyai ciri khas tersendiri, yang unik dan kreatif. Berbagai program promosi diadakan sesuai dengan event yang sedang berlangsung, baik melalui konser musik, pameran, promo penukaran tutup botol, hadiah kejutan, maupun iklan TV. Pada tahun 2004 ini, iklan Coca-Cola versi Kabayan dinobatkan sebagai iklan paling efektif dalam bulan Februari dan Maret versi survey TV Ad Monitor MRI. Promo Coca-Cola juga memanfaatkan momentum tertentu, misalnya: Demam Piala EURO 2004. Dengan memanfaatkan event berskala nasional maupun internasional, Coca-Cola mencoba tampil dengan strategi pemasaran baru yang menarik masyarakat.

Selain berinovasi dalam produk, kemasan, dan strategi pemasaran, perlengkapan penjualan baru juga dikembangkan ke arah yang lebih baik. Berkaitan dengan inovasi ini, Coca-Cola Indonesia menciptakan jenis krat baru yang lebih ringan, dibuat dari bahan yang ramah lingkungan.

(11)

saji dengan rasa baru, serta keinginan untuk menjadikan Coca-Cola Indonesia sebagai perusahaan minuman cepat saji yang lengkap

Manufacture & Operation–Semua produk yang dijual dan didistribusikan oleh Coca-Cola Amatil Indonesia diproduksi langsung di Indonesia. Produk perusahaan berasal dari bahan baku pilihan berkualitas tinggi dan diproses melalui beberapa tahap; penyiapan bahan, pencampuran, pencucian, pengisian dan penutupan, pengkodean, pemeriksaan, pengemasan, dan pengangkutan.

Saat ini ada delapan pabrik pembotolan yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu di Cibitung-Bekasi, Medan, Padang, Lampung, Bandung, Semarang, Surabaya dan Denpasar. Semua pabrik diwajibkan untuk mematuhi dan bahkan kerap kali melampaui standarisasi internasional dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pabrik Coca-Cola juga teratur melaksanakan audit di bidang pengawasan mutu, lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.

Selama ini pabrik-pabrik di Indonesia telah menerima berbagai penghargaan dari The Coca-Cola Company atas pencapaian standar yang melampaui pabrik-pabrik sejenis di dunia. Atas kebanggan ini, perusahaan membuka kesempatan bagi semua orang yang ingin melihat langsung proses produksi perusahaan yang higienis dan berkualitas.

Outbound–Mayoritas dari produk perusahaan didistribusikan melalui lebih dari 120 pusat penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia. Produk-produk tersebut diangkut oleh truk berukuran besar, kemudian didistribusikan ke pedagang-pedagang eceran dengan kendaraan yang lebih kecil. Apabila diparkir berderetan, truk-truk penjualan akan membentuk garis sepanjang kurang lebih 17 km, membuat Coca-Cola resmi menjadi salah satu perusahaan distribusi terbesar di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 80% produk-produk perusahaan dijual melalui para pengecer dan grosir, di mana 90% diantaranya berasal dari kategori pengusaha usaha kecil, dan mereka mempekerjakan kurang dari lima karyawan dengan omset penjualan per tahun kurang dari 1 milyar rupiah.

(12)

2. PT. Prima Cahaya Indobeverages

SejarahPT. Prima Cahaya Indobeverages/PT. PCI (sebelumnya bernama PT. Pepsi Cola Indobeverages, namun pada tahun 2013 diakusisi oleh anak perusahaan Indofood dan berganti nama), Ungaran diawali dengan berdirinya PT. Jafar Utama pada tahun 1975. PT. Jafar Utama memproduksi teh dan air minum dalam kemasan dengan merk dagang “Jafar”. Banyak permasalahan yang harus dihadapi sebelum akhirnya dilakukan pengambil alihan kepemilikan. Kemampuan produksi yang dicapai hanya sekitar 3000-3500 krat setiap bulan dengan waktu produksi kurang dari 4 jam sehari. Kondisi ini berada di bawah kapasitas produksi maksimal perusahaan sehingga mesin-mesin produksi lebih banyak menganggur. Selain itu, dengan armada penjualan empat buah menyebabkan jangkauan pemasaran yang terbatas. Dengan kondisi tersebut PT. Jafar Utama hanya mampu bertahan sampai dengan tahun 1985.

Akhir tahun 1985, PT. Mantrust mengambil alih kepemilikan perusahaan setelah PT. Jafar Utama menjualnya. PT. Mantrust mengambil alih seluruh aset dan memegang kendali penuh perusahaan pada tahun 1987. Lisensi dari Pepsi Cola Internasional kemudian dipegang untuk memproduksi produk minuman ringan. Pembenahan mulai dilakukan dengan cara menghentikan produksi air minum dalam kemasan dan mengubah merk teh “Jafar” menjadi “Tekita”. Secara perlahan perusahaan memperlihatkan grafik kemajuan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya kemampuan produksi dan penjualan, bertambahnya jumlah tenaga kerja serta armada penjualan hingga mencapai 32 armada. Kesalahan dalam manajemen perusahaan khususnya dalam pengaturan dana perusahaan untuk penambahan botol secara berkala mengakibatkan semakin lama jumlah botol semakin berkurang dan akibatnya kemampuan produksi semakin menurun. PT. Mantrust akhirnya menjual aset yang dimilikinya dan mengembalikan lisensi produk minuman ringan kepada pihak Pepsi Cola Internasional.

(13)

dengan nomor 187/I/PMA dengan masa pengelolaan selama 75 tahun, PT. Gapura Usaha Tama mulai menjalankan produksinya pada tanggal 20 Januari 1994.

Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 17/KP/XII/70 yang menetapkan bahwa setiap perusahaan industri joint venture tidak diperkenankan untuk langsung menjual hasil produksinya kepada konsumen maka dalam pengelolaan usaha PT. Gapura Usaha Tama dibagi menjadi 2 nama yaitu PT. Buana Distrindo yang berperan sebagai distributor dan PT. Pepsi Cola Indobeverages sebagai perusahaan produksi.

Kegagalan dari perusahaan terdahulu dijadikan bahan referensi dan pelajaran bagi PT. Prima Cahaya Indobeverages untuk mencegah terjadinya kegagalan kembali. PT. PCI mulai mengantisipasi dan mempelajari aspek penyebab kegagalan serta melakukan perubahan secara menyeluruh. Perubahan tersebut meliputi restrukturisasi dan perbaikan terhadap manajemen perusahaan, program dan perencanaan produksi, sistem produksi dan penjualan.

Perubahan-perubahan yang dilakukan tersebut efektif dan mampu meningkatkan kemampuan produksi hingga mencapai 50.000–60.000 krat setiap bulan. Dan bertambahnya jumlah armada penjualan. Sampai saat ini terjadi perkembangan yang cukup pesat yaitu selain dari kemampuan produksi yang meningkat dan armada penjualan yang mulai bertambah hingga mencapai 80 buah armada, PT. Prima Cahaya Indobeverages banyak menghasilkan variasi produk untuk memenuhi tuntutan konsumen yang sangat beragam. Selain itu, PT. PCI juga memperluas wilayah dan jaringan distribusi untuk memasarkan produk yang dihasilkan dengan mendirikan gudang-gudang distribusi atau warehousedi wilayah Yogyakarta, Pekalongan, Kudus, Ungaran, Solo dan Surabaya.

Misi dan Tujuan–Dalam usahanya untuk membangkitkan kembali keberadaan Pepsi di Indonesia, PT. Prima Cahaya Indobeverages bertekad untuk menjadi perusahaan total minuman yang handal dengan tingkat perkembangan tercepat di Indonesia. Berkaitan dengan misi tersebut telah ditetapkan sejumlah tujuan yang diantaranya adalah; meningkatkan penjualan, meningkatkan penerimaan, dan meminimalkan kerugian.

(14)

yang dilakukan PT. PCI adalah menyangkut tiga faktor, yaitu availability,

acceptability, dan affordability (strategi pemasaran 3-A).

Faktor availibility (ketersediaan) merupakan strategi yang menggariskan pada kesiapan stok produk yang lebih dari cukup untuk memenuhi permintaan konsumen dan keberadaan outlet dimana-mana. Faktor acceptability (penerimaan) menekankan pada penerimaan masyarakat terhadap kualitas rasa, kemasan, dan logo dengan standar internasional. Faktor affordabilty (keterjangkauan) menyangkut kebisaan produk-produk PT. PCI dijangkau dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat melalui penentuan tingkat harga yang sesuai dengan segala lapisan masyarakat.

Produk minuman ringan yang dihasilkan diposisikan sebagai minuman ringan generasi baru (New Generation). Hal iniuntuk membedakan dari produk-produk pesaingnya terutama terhadap pesaing utamanya yaitu Coca-Cola Company. Segmen pasar yang dimasuki adalah orang muda dan masyarakat perkotaan dengan penyebaran yang lebih luas kepada mereka yang suka olahraga, musik, dan berjiwa petualang.

Mata rantai terakhir dari rantai pemasaran PT. PCI adalah konsumen. Konsumen dibagi menjadi dua kelompok yaitu customer (pelanggan) dan consumer (pemakai akhir). PT. PCI mengelompokkan para customer ke dalam kelompok agen, horeca (hotel, restauran, dan cafetaria), toko P&D, sekolah, warung, pedagang kaki lima, dan lain-lain. Kelompok consumer dibedakan atas mereka yang minum di tempat (on-premise) dan mereka yang membawa pulang produk (take-home). Perilaku pembelian untuk produk-produk PT. PCI didasari oleh faktor budaya dan faktor pribadi. Faktor budaya menunjukkan kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsi produk minuman ringan. Sedangkan faktor pribadi meliputi usia, gaya hidup, dan keadaan ekonomi yang mendasari konsumen untuk membeli produk-produk minuman ringan.

(15)

Produk minuman ringan yang dihasilkan dikemas dalam kemasan botol gelas, kaleng, botol plastik PET (polietilen), dan dalam kemasan khusus premix dan postmix. Botol gelas kemasan terdiri dari ukuran 5.8 oz, 7 oz, dan 10 oz. Kemasan kaleng berukuran 330 ml, sedangkan botol plastik PET memiliki ukuran 1.25 l.

Kualitas produk PT. PCI didefinisikan sebagai produk berkualitas dalam hal karakteristik produk (aroma dan rasa) dan penampilan yang sesuai dengan standar produk PepsiCo International. Penampilan produk melalui desain spesifik yang menjadi ciri khas produk-produk PepsiCo membantu untuk menanamkan citra produk ke dalam benak konsumen. Citra produk yang ada dalam benak konsumen diharapkan dapat menciptakan kelompok konsumen yang loyal sehingga memberikan keunggulan bersaing kepada perusahaan.

Harga–Tingkat harga produk-produk minuman ringan berkarbonasi seperti Pepsi-Cola, Seven-Up, Mirinda dan A&W adalah sama. Hal ini diterapkan agar konsumen diharapkan pada tingkat harga yang sama dapat membedakan merek dan kualitas tanpa meninggalkan selera. Kebijaksanaan penentuan harga berpengaruh besar dalam menunjang konsep affordability dimana harga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Penetapan harga didasarkan melalui perhitungan tersendiri terhadap variabel-variabel penentu harga baik dari biaya tetap maupun biaya variabel.

Ketersediaan Bahan Baku-Dalam proses pembuatan minuman ringan, air mempunyai peranan sebagai bahan baku paling utama. Salah satu pemilihan lokasi didasarkan atas ketersediaan air dalam jumlah yang memadai untuk mendukung proses produksi dalam waktu yang lama. Oleh karena itu, pendirian industri didasarkan pada daerah yang kandungan airnya dinilai cukup banyak dan melimpah. Bahan baku lainnya diperoleh perusahaan dengan memanfaatkan koneksi sebagai penyuplai bahan baku sehingga bahan-bahan tersebut dapat diperoleh dengan mudah dan kontinyu.

(16)

Ketersediaan Tenaga Kerja-Pencapaian tujuan perusahaan sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan kualitas tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja yang memadai akan memberikan efek secara langsung untuk efisiensi kerja dan penekanan biaya produksi. Lokasi PT. Prima Cahaya Indobeverages cukup strategis sehingga memungkinkan tersedianya tenaga kerja dalam jumlah yang mencukupi serta mempunyai kapabilitas dan kualitas untuk mendukung proses produksi.

Kemudahan Transportasi-Kelancaran distribusi produk dan pemenuhan bahan dasar serta bahan penunjang lainnya sangat tergantung pada kemudahan transportasi. PT. Prima Cahaya Indobeverages terletak di Jl. Jenderal Sudirman No. 23 Ungaran, Kabupaten Semarang yang mempunyai posisi sangat strategis dan menguntungkan karena merupakan poros jalan raya antar provinsi yang menghubungan beberapa kota antara lain Semarang, Yogyakarta, Solo dan kota-kota lain di Jawa Tengah. Letak lokasi ini sangat menunjang kemudahan akses bahan baku yangdibutuhkan dan kelancaran dari distribusi produk yang telah dihasilkan.

Ketersediaan Pembangkit Tenaga Listrik-Dalam menjalankan proses produksinya, PT. Prima Cahaya Indobeverages menggunakan alat-alat produksi yang menggunakan aplikasi kemajuan teknologi. Untuk menjalankan mesin-mesin, fasilitas penerangan serta fasilitas pendukung lainnya diperlukan suplai tenaga listrik dalam jumlah yang memadai. Kekurangan suplai tenaga listrik akan menyebabkan terganggunya kelancaran proses produksi. PT. Prima Cahaya Indobeverages didirikan di lokasi yang dekat dengan sentral pembangkit tenaga listrik “Piring Jabar Jaya” Ungaran sehingga suplai listrik dapat memenuhi kebutuhan produksi secara keseluruhan.

(17)

managerdan marketing service manager. Masing-masing manajer membawahi beberapa supervisor atau koordinator warehouse.

3. PT. AJE Indonesia

Sama seperti dua perusahaan yang lain, PT. AJE Indonesia merupakan bagian dari AJE Group, perusahaan multinasional yang berada di sekitar 20 negara dan berpusat di Peru. AJE Group mulai melakukan ekspansi ke Indonesia pada tahun 2011, dengan menghadirkan produk BIG Cola.

Tujuan PerusahaanSebagai perusahaan yang mempunyai filosofi "Think Big", PT. AJE Indonesia mempunyai keinginan untuk menggebrak pasar dunia dengan menjaga etos kerja keras untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu menjadi salah satu dari 20 perusahaan multinasional terpenting pada tahun 2020.

Strategi PemasaranStrategi pemasaran yang dilakukan oleh PT. AJE Indonesia adalah dengan merangkul distributor dan grosir tradisional. Cara ini terbukti ampuh dan mampu mendistribusikan produk hingga pelosok daerah.

ProdukPT. AJE Indonesia memiliki produk BIG Cola dengan berbagai varian rasa, yaitu cola, strawberry, lemon, dan orange. Produk BIG Cola juga memiliki beberapa keunggulan yaitu; berkualitas internasional, tidak mengandung kafein, kandungan CO2 lebih ideal, mempunyai berbagai macam ukuran dan rasa, harga lebih terjangkau untuk konsumen, isi dan ukuran lebih besar dari produk lain, kemasan botol plastik (PET) yang praktis.

IV.2 Bentuk Pasar Oligopoli

(18)

terjangkau oleh konsumen, sehingga tidak perlu menurunkan harga lagi. Jika harga turun, maka tentu ada perbedaan atau perubahan pada produk yang bersangkutan. Konsumen dapat bebas memilih kemasan mana yang akan dibeli sesuai dengan keinginan dan tentu saja finansial.

Persaingan nonharga ini juga jelas tampak ketika PT. AJE Indonesia muncul dengan produk BIG Cola-nya, yang sudah terkenal sebagai soft drink dengan harga murah. Menanggapi kemunculan BIG Cola, respon dari dua perusahaan lain biasa saja. Kedua perusahaan yang lain tidak serta merta menurunkan harga produknya (seperti yang lazim terjadi pada indsutri-industri besar lain), namun tetap bertahan dengan harga yang telah ditetapkan, pun dengan kualitasnya. Seperti yang sudah penulis bahas dalam profil masing-masing perusahaan, tiap perusahaan tersebut lebih bersaing dalam hal promo dan iklan untuk menarik konsumen baru dan tentu saja mempertahankan konsumen lama. Cara-cara tersebut terbukti ampuh dan tentu saja mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Perusahaan berperilaku sesuai kebutuhannya masing-masing, namun tetap mengawasi kondisi pasar, dan tidak berperang dengan harga.

IV.3 Perusahaan dengan Arsitektur Ideal

Berdasarkan aspek-aspek yang telah dibahas pada profil tiap perusahaan, maka perusahaan dengan arsitektur ideal adalah PT. Coca-Cola Amatil Indonesia dan PT. Prima Cahaya Indobeverages. Kedua perusahaan tersebut memenuhi syarat-syarat perusahaan dengan arsitektur yang ideal seperti yang telah dibahas oleh penulis pada landasan teori, yaitu:

1. Melakukan spesialisasi pada kompetensi intinya dan mensubkontrakkan (outsourcing) seluruh aktivitas yang lain untuk memaksimumkan penciptaan nilai oleh perusahaanPT.CCAI dan PT. PCI melakukan spesialisasi pada produk soft drink, disamping memproduksi produk non soft drink.

2. Suatu organisasi pembelajar yang melakukan inovasi dan menciptakan kompetensi baru dengan cepat di sekitar kompetensi intinyaPT.CCAI dan PT. PCI terbukti selalu melakukan inovasi pada produknya, seperti mengeluarkan kemasan baru, dan lain sebagainya.

(19)

manajemen yang ringkas dan ampuh untuk menghadapi situasi pasar minuman berkarbonasi di Indonesia.

4. Mengoperasikan pabrik yang sangat terspesialisasi dan mampu berpindah dengan cepat untuk memproduksi pabrik baruPT.CCAI dan PT. PCI mempunyai beberapa pabrik yang tersebar di beberapa kota di Indonesia.

5. Mengombinasikan fisik (physic) dan maya (virtual)PT.CCAI dan PT. PCI memiliki fasilitas website.

6. Bisa dengan segera bereaksi (real-time enterprise)PT.CCAI dan PT. PCI mampu mengambil tindakan cepat dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi yang terjadi baik internal maupun eksternal.

7. Aktif dan mampu merespon dengan cepat berbagai perubahan kondisi pasarPT.CCAI dan PT. PCI mampu merespon situasi pasar dengan cepat melalui berbagai tindakan yang diambil.

V. PENUTUP V.1 Kesimpulan

Industri minuman berkarbonasi di Indonesia termasuk dalam pasar oligopoli. Hal ini terjadi karena hanya ada sedikit perusahaan dalam industri tersebut, yaitu PT. Coca-Cola Amatil Indonesia, PT. Prima Cahaya Indobeverages, dan PT. AJE Indonesia. Ketiga perusahaan tersebut merupakan hasil ekspansi dari tiga perusahaan multinasional, yaitu The Coca-Cola Company, PepsiCo International, dan AJE Group. Bentuk pasar oligopoli yang tepat bagi industri tersebut adalah model kurva permintaan terpatah, dimana persaingan yang terjadi adalah persaingan nonharga (promo, iklan, dan lain sebagainya).

Ketiga perusahaan tersebut memproduksi soft drink, beberapa di antaranya adalah Coca-Cola (PT. CCAI), Pepsi (PT. PCI), dan BIG Cola (PT. AJE Indonesia). Segala aspek yang ada di perusahaan-perusahaan tersebut mulai dari manajemen hingga distribusi produk, sudah terbukti berjalan dengan baik dan mampu meramaikan industri minuman berkarbonasi di Indonesia, di samping memenuhi kepuasan konsumen tentunya.

(20)

V.2 Saran

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Case, Karl E dan Ray C Fair. 2007. Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Jakarta: Indeks.

Gaspersz, Vincent. 2011. Ekonomi Manajerial: Landasan Analisis dan Strategi Bisnis untuk Manajemen Perusahaan dan Industri. Jakarta: Penebar Swadaya.

Salvatore, Dominick. 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global. Jakarta: Salemba Empat.

http://yushendratmo.blogspot.com/value-chain-ptcocacolaamatilindonesia.html. (diakses pada tanggal 1 Januari 2014, pukul 11.30 WIB)

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/30718/Bab%20IV_F96YYI.pdf? sequence=9.html (diakses pada tanggal 1 Januari 2014, pukul 13.41 WIB)

http://jembatanmatematikaku.blogspot.com/2013/08/laporan-pkl-smti-di-pepsi-cola-ungaran.html (diakses pada tanggal 1 Januri 2014, pukul 19.00 WIB)

http://tugaspom.wordpress.com/2011/12/08/laporan-company-visit-coca-cola-amatil-indonesia/ (diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 07.17 WIB)

http://roda2blog.com/2013/11/13/big-cola-dari-peru-mengguncang-coca-cola-di-indonesia/

(diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 08.55 WIB)

http://bigcolabandung.blogspot.com/2012/11/sejarah-big-cola.html (diakses pada tanggal 2 Januari 2014, pukul 08.55 WIB)

Gambar

Gambar 1.1 Value Chain Coca-Cola

Referensi

Dokumen terkait

Buta warna adalah penyakit keturunan yang menyebabkan seseorang tidak bisa membedakan warna merah dengan biru, atau kuning dengan

yang ditandai dengan terlihatnya warna merah ( disclosing solution ) menempel dipermukaan gigi khususnya pada sisi permukaan gigi palatal, lingual maupun bukal,

terhadap motilitas spermatozoa mencit ( M. musculus ) yaitu pada dosis dengan konsentrasi 1% terjadi penurunan motilitas, sedangkan pada konsentrasi 2% dan 8%

Selain itu, kulit berminyak juga sering timbul pada seorang wanita yang sedang menstruasi, maka jika anda sedang menstruasi sebaiknya rutinlah membersihkan wajah anda dan gunakan

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Berbeda dengan buruh tani, para buruh tani di Desa Sendangrejo memiliki pembagian kerja yang rendah, mereka lebih fleksibel dalam mengerjakan pekerjaan sawah, tenaga

Sebagai makhluk sosial, manusia akan memperoleh beberapa karakteristik yang memengaruhi tingkah lakunya. Faktor karakteristik ini sering disebut sebagai

Sesuai hasil pengamatan dilapangan, laju pertambahan diameter tanaman penghasil gaharu ( Gyrinops caudata ) lebih besar terjadi di lokasi B karena selain dari segi