• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Iklim pada Dinamika Populasi B (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perubahan Iklim pada Dinamika Populasi B (1)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BIOLOGI LINGKUNGAN

REVISI TUGAS KEDUA

FULL TERM PAPER

Perubahan Iklim pada Dinamika Populasi Beruang Kutub

DISUSUN OLEH:

LIANY DIANITA SUWITO

15/389612/PMU/08571

ILMU LINGKUNGAN

YOGYAKARTA

2015

(2)

Perubahan Iklim pada Dinamika Populasi Beruang Kutub

ABSTRAK

Beruang kutub sebagai salah satu predator utama di Arktik terkena dampak paling besar dari perubahan iklim. Diketahui bahwa meningkatnya suhu menyebabkan lapisan es menipis dan lebih cepat pecah atau mencair. Satu-satunya habitat beruang kutub ini terancam hilang dengan suhu di bumi yang terus meningkat. Oleh karena itu dilakukan berbagai pendalaman untuk mengevaluasi, membuktikan dan mempediksi sejauh mana perubahan iklim berdampak pada beruang kutub. Maka kemudian diketahui bahwa perubahan iklim dan meningkatnya suhu menyebabkan ekosistem dan ekologi beruang kutub terganggu. Beruang kutub harus bertahan tanpa makanan lebih lama karena es yang terlalu cepat pecah. Pecahnya dan berkurangnya luas lapisan es menghambat akses beruang untuk mencapai mangsa dan menyebabkan kelaparan serta kekurangan nutrisi. Pada

akhirnya terjadi peningkatan interaksi beruang kutub dengan manusia yang juga

meningkatkan jumlah perburuan beruang kutub. Menurunnya kondisi tubuh dan tingkat kelahiran serta habitat yang terancam juga menyebabkan berkurangnya jumlah beruang kutub. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa semakin memanasnya iklim dan

meningkatnya suhu maka luas lapisan es akan semakin berkurang sehingga pada akhirnya menyebabkan penurunan pada populasi beruang kutub di Arktik. Diperkirakan apabila iklim terus memanas, beruang kutub di Arktik akan punah pada akhir abad ini.

Kata kunci : beruang kutub, perubahan iklim, dinamika populasi, habitat, Arktik

PENDAHULUAN

Perubahan iklim hingga saat ini terus terjadi dan dibuktikan dengan meningkatnya

temperatur di berbagai belahan bumi. Salah satu daerah yang paling cepat terkena dan

merasakan dampak dari perubahan iklim ini adalah belahan Kutub bagian Utara atau Laut

Arktik. Peningkatan temperatur inilah yang kemudian menyebabkan penurunan luas

permukaan lapisan es di Arktik. Penurunan ini pada dasarnya diakibatkan oleh lapisan es

yang semakin menipis dan mencair lebih cepat. Diperkirakan setiap dekadenya luas

permukaan es di Arktik berkurang sekitar 11% dan akan hilang dalam satu abad bila suhu

terus meningkat (Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling & Parkinson,

2006; Regehr et al., 2007; Hunter et al., 2010).

Arktik juga merupakan habitat bagi beberapa spesies dan spesies yang paling

terpengaruh oleh perubahan iklim ini adalah beruang kutub. Selama ini menurunnya

populasi dari beruang kutub diasosiasikan dengan tingkat perburuan yang cukup tinggi dan

rendahnya kemampuan beruang kutub dalam bereproduksi. Namun setelah dilakukan

berbagai penelitian diketahui bahwa pemanasan global dan perubahan iklim yang menjadi

faktor utama dalam menentukan populasi beruang kutub (Stirling & Derocher, 1993;

(3)

Beberapa permasalahan pun bermunculan seiring dengan memanasnya iklim di bumi.

Menurunnya luas permukaan dan perubahan karakter serta lapisan es di Arktik yang

mengancam kelangsungan hidup beruang kutub. Beruang kutub sendiri hidup bergantung

sepenuhnya pada lapisan es untuk mencari makan, melahirkan dan merawat anak-anaknya

serta beraktivitas. Selain itu keberadaan beruang kutub sendiri sebagai predator utama juga

berperan penting dalam keberlangsungan ekosistem di Arktik. Saat musim dingin dan semi

beruang kutub memburu anjing laut sebagai makanan utamanya, namun hal ini sulit

dilakukan saat musim panas atau gugur. Mereka harus bertahan dengan lemak di tubuh

mereka hingga es kembali membeku dan terbentuk (Stirling & Derocher, 1993; Derocher

et al., 2004; Regehr et al., 2007; Hunter et al., 2010).

Permasalahan lainnya adalah meski diketahui jumlahnya semakin menurun, namun

para pemburu Inuit di sekitar Arktik melaporkan bahwa beruang kutub semakin sering

terlihat. Hal ini kemudian dianggap sebagai peningkatan populasi oleh para pemburu

sehingga kuota perburuan meningkat (Stirling & Parkinson, 2006; Regehr et al., 2007).

Sedangkan diketahui bahwa semakin berkurangnya lapisan es akan memaksa beruang

kutub untuk pergi ke daratan dan mendekati pemukiman penduduk untuk mencari makan.

Permasalahan ini juga diperkirakan dapat meningkatkan interaksi antara beruang kutub

dengan manusia dan mengganggu ekosistem mereka.

Oleh karena itu maka dilakukan penyelidikan lebih lanjut yang bertujuan untuk

mempelajari dampak perubahan iklim bagi pada populasi beruang kutub. Kemudian pada

pembahasan kali ini juga akan diuraikan mengenai sejauh mana dampak perubahan iklim

memengaruhi kelangsungan hidup dan populasi beruang kutub di Arktik (Stirling &

Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling & Parkinson, 2006; Regehr et al., 2007;

Hunter et al., 2010). Dampak-dampak perubahan iklim yang akan dibahas diantaranya

terkait dengan perubahan perilaku dalam mencari makanan, pembuatan sarang, proses

reproduksi serta interaksi antara beruang kutub dengan manusia.

PEMBAHASAN

Peningkatan suhu dan memanasnya iklim membawa banyak dampak bagi kehidupan

beruang kutub di Arktik. Secara khusus dampak pada penurunan luas lapisan es yang

terdapat pada Teluk Hudson, Lembah Fox, Teluk Baffin, Selat Davis dan Selat Hudson.

Pada area-area yang dihuni oleh beruang kutub ini ditemukan perairan terbuka yang

(4)

menipis dan semakin cepat pecah sehingga tentunya dapat memengaruhi kehidupan

beruang kutub (Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling & Parkinson,

2006; Regehr et al., 2007; Hunter et al., 2010). Berikut ini adalah beberapa dampak yang

ditimbulkan oleh berkurangnya lapisan es akibat memanasnya iklim di Arktik terhadap

populasi beruang kutub.

Mencari makan-Beruang kutub merupakan predator yang memburu sebagian besar

mangsanya ketika mereka berada di atas permukaan es. Hal ini dikarenakan rendahnya

tingkat kesuksesan bila mereka berusaha menangkap mangsa utama mereka yaitu anjing

laut saat ada di dalam air. Beruang kutub merupakan hewan yang hidupnya bergantung

pada daratan es, namun ketika suhu meningkat lapisan es semakin menyempit dan lebih

cepat pecah. Hal ini menyebabkan semakin luasnya daerah perairan terbuka sehingga akan

mengurangi juga kesempatan berburu beruang kutub untuk memenuhi kebutuhan

nutrisinya selama musim panas dan musim semi. Pada dasarnya memang musim terbaik

bagi beruang kutub untuk berburu dan mencari makan adalah saat musim dingin dimana es

mulai terbentuk sehingga memudahkan mereka dalam mencari makan (Stirling &

Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling & Parkinson, 2006; Regehr et al., 2007;

Hunter et al., 2010).

Perubahan iklim dan meningkatnya suhu juga menyebabkan semakin berkurangnya

durasi terbentuknya es sehingga waktu mereka untuk memburu pun berkurang. Biasanya

rata-rata beruang kutub harus berpuasa selama 4 bulan hingga musim dingin datang

sementara bagi beruang kutub betina yang hamil harus bertahan selama 8 bulan tanpa

makanan. Hal ini karena beruang kutub yang sedang hamil harus membuat sarang,

melahirkan dan merawat anaknya hingga mereka cukup besar untuk keluar dan menjelajah

(Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling & Parkinson, 2006).

Oleh karena itu sebelum musim panas tiba mereka sudah harus memenuhi

kebutuhan gizi dan nutrisi agar mereka dapat bertahan dengan cadangan lemak di tubuh

mereka. Namun, sayangnya justru ditemukan semakin banyak beruang kutub yang

kekurangan gizi dan memiliki berat tubuh yang kurang dari rata-rata. Hal ini diakibatkan

karena setiap dekadenya es semakin cepat pecah dan mencair dengan luasan sekitar 9-11%

setiap dekadenya. Berkurangnya kesempatan untuk makan juga dapat membuat beruang

kutub menjadi stres sehingga akhirnya mereka memilih untuk mencari makan di area

(5)

(Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling & Parkinson, 2006; Regehr et

al., 2007).

Reproduksi dan berkembang biak- Seperti halnya manusia, kehidupan anak beruang

kutub yang baru lahir juga sangat bergantung pada induknya. Ketika perubahan iklim

terjadi, induk beruang akan kesulitan untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkannya saat

mengandung dan melahirkan. Tanpa nutrisi dan makanan yang cukup, maka kondisi anak

beruang kutub pun akan miskin nutrisi dan cenderung lemah. Padahal dibutuhkan nutrisi

dan tenaga yang cukup bagi anak beruang kutub untuk bertahan hidup di daratan Arktik

yang sulit. Oleh karena itu perubahan dan pemanasan iklim pun dapat mengurangi tingkat

keberhasilan hidup anak beruang itu sendiri serta pada akhinya mengurangi populasi

beruang kutub di Arktik (Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling &

Parkinson, 2006; Regehr et al., 2007; Hunter et al., 2010).

Apabila memiliki nutrisi dan makanan yang cukup biasanya berat minimum bagi

beruang betina untuk dapat menghasilkan keturunan adalah sekitar 189 kg. Padahal di satu

sisi ditemukan juga bahwa ketika beruang kutub harus berpuasa lebih lama saat es mencair

lebih cepat, berat mereka bisa berkurang hingga 65 kg. Semakin menurunnya berat badan

beruang kutub maka akan semakin menurun juga kondisinya sehingga semakin sedikit juga

anak yang dapat dihasilkan dengan tubuh dan kondisi yang sehat (Stirling & Derocher,

1993; Derocher et al., 2004; Stirling & Parkinson, 2006).

Membangun sarang- Seperti halnya mamalia lain di darat, beruang kutub memerlukan

sebuah tempat khusus untuk melahirkan dan merawat anak-anaknya. Beruang kutub yang

akan melahirkan biasanya melakukan perjalanan yang cukup jauh untuk menuju daratan.

Beruang kutub harus pergi menuju daratan untuk membuat sarang sebagai tempat

perlindungan yang aman untuk melahirkan dan merawat anak-anaknya. Namun,

meningkatnya suhu dan berkurangnya lapisan es di laut menyebabkan beruang kutub harus

berenang lebih jauh dan lama untuk mencapai daratan. Hal ini juga berdampak pada

peningkatan resiko kematian bagi beruang kutub serta menyebabkan semakin banyak

tenaga yang harus dikeluarkan. Perjalanan ini juga dapat membuat beruang kutub

mengalami kelaparan dan berkurangnya tenaga untuk melahirkan serta merawat

anak-anaknya (Stirling & Derocher, 1993; Stirling & Parkinson, 2006; Regehr et al., 2007).

Meningkatnya suhu juga memperbesar kemungkinan es atau salju tidak terbentuk

(6)

dipakai sebagai sarang bagi beruang kutub mencair. Ketika es mencair maka atap sarang

beruang kutub pun menjadi rapuh dan dapat tiba-tiba runtuh atau hancur. Tak hanya

menghilangkan tempat tinggal beruang tetapi runtuhnya sarang juga dapat berakibat pada

hilangnya nyawa induk beruang dan anak-anak beruang yang tertimpa reruntuhan sarang

(Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Regehr et al., 2007; Hunter et al., 2010).

Tak hanya beruang kutub, sarang anjing laut sebagai mangsa utama beruang kutub

juga terancam saat hujan turun. Runtuhnya sarang dapat mengakibatkan anjing laut

semakin mudah diburu oleh predator lainnya ketika berada di daratan terbuka. Semakin

menurunnya populasi anjing laut akibat predasi secara langsung pada akhirnya dapat

menyebabkan berkurangnya jumlah ketersediaan makanan bagi beruang kutub. Tanpa

adanya anjing laut sebagai makanan utama tentunya tingkat keberlangsungan hidup dan

jumlah populasi beruang kutub akan semakin menurun (Stirling & Derocher, 1993; Stirling

& Parkinson, 2006).

Interaksi manusia dengan beruang kutub- Semakin kecil kesempatan untuk mencari

dan mendapatkan makanan, maka seperti halnya manusia dan spesies lainnya, beruang

kutub harus melakukan adaptasi. Beruang kutub akan mencari cara lain untuk

mendapatkan sumber makanan baru sebagai upaya untuk bertahan hidup dan salah satu

pilihannya adalah dengan menuju pemukiman penduduk. Namun, peningkatan frekuensi

terlihatnya beruang kutub di sekitar pemukiman warga Inuit seringkali disalahartikan

sebagai peningkatan jumlah populasi. Ketika jumlah populasi meningkat maka kuota

perburuan beruang kutub juga ikut meningkat. Namun kenyataannya yang terjadi adalah

sebaliknya. Semakin sering beruang kutub terlihat di sekitar penduduk justru menunjukkan

bahwa beruang kutub semakin kesulitan untuk mencari makan dan memenuhi kebutuhan

nutrisinya. Hal ini menyebabkan tak adanya plihan lain bagi beruang kutub selain

menjelajah dan berusaha mencari makanan di sekitar pemukiman penduduk (Derocher et

al., 2004; Stirling & Parkinson, 2006; Hunter et al., 2010).

Semakin sering dan terbiasa beruang kutub masuk ke pemukiman warga maka

semakin terancam juga kehidupan para penduduk karena ditemukan beberapa kasus

dimana beruang kutub yang kelaparan dan kekurangan nutrisi menyerang warga. Hal ini

secara tidak langsung juga dapat meningkatkan kematian beruang kutub itu sendiri yang

kemudian akhirnya dibunuh karena mengancam kehidupan warga sekitar (Stirling &

(7)

Selain itu semakin luasnya perairan terbuka juga memungkinkan warga untuk

berlayar mendekati habitat beruang kutub. Biasanya hal ini dilakukan untuk mencari

sumber makanan bagi kebutuhan penduduk. Perubahan perilaku ini secara langsung

berakibat pada peningkatan kompetisi dalam memperebutkan sumber makanan. Perebutan

yang terjadi antara manusia dan beruang kutub ini menyebabkan sumber makanan bagi

beruang kutub pun semakin berkurang. Pada akhirnya pemasanan iklim dapat

mengakibatkan perubahan bagi aktivitas manusia yang dapat mengganggu ekosistem dari

beruang kutub itu sendiri (Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004; Stirling &

Parkinson, 2006; Regehr et al., 2007).

Pergerakan beruang kutub- Menyempitnya luas lapisan es mengakibatkan beruang harus

lebih banyak bergerak untuk berenang mencapai permukaan es yang menyediakan

makanan. Semakin banyak pergerakan dan semakin jauh jarak yang harus ditempuh maka

semakin menipis juga cadangan nutrisi yang terdapat pada tubuh beruang kutub. Hal ini

meningkatkan resiko kematian beruang kutub ketika berenang dan mencari tempat berburu.

Hal ini juga dialami oleh para beruang kutub betina yang sedang hamil dan harus berenang

dengan jarak yang lebih jauh untuk menuju daratan dimana sarangnya berada (Derocher et

al., 2004; Regehr et al., 2007; Hunter et al., 2010).

Selain berbagai dampak negatif di atas, sebenarnya pemanasan iklim juga dapat

meningkatkan produktivitas di laut karena memungkinkan sinar matahari masuk dan

memicu proses fotosintesis di laut. Namun apabila suhu terus meningkat maka

diperkirakan pada akhir abad ini lapisan es di Arktik akan habis. Bila hal ini terjadi maka

beruang kutub terancam punah seiring dengan hilangnya habitat mereka. Oleh karena itu

penelitian dan manajemen implikasi dari hasil-hasil penelitian harus terus dikerjakan untuk

mencegah lenyapnya beruang kutub. Begitu juga penentuan dalam penetapan kuota

perburuan harus diikuti dengan data-data yang mendukung dan tidak sekadar dari hasil

observasi semata. Begitu juga dengan dinamika perubahan demografi beruang kutub dan

ketidakpastian di masa mendatang harus terus diteliti dan diimplementasikan. Diharapkan

dengan manajemen yang tepat, populasi beruang kutub akan bergerak stabil dan tidak

punah dalam satu abad mendatang (Stirling & Derocher, 1993; Derocher et al., 2004;

(8)

KESIMPULAN

Berbagai penemuan dan pemaparan pada hasil pembahasan membuktikan bahwa

perubahan dan memanasnya iklim membawa dampak yang signifikan pada berkurangnya

luas lapisan es dan durasi terbentuknya es saat musim dingin. Hal ini membawa dampak

negatif pada beruang kutub sebagai mamalia yang bergantung penuh pada lapisan es untuk

bertahan hidup. Berbagai dampak negatif dari perubahan iklim yang ditimbulkan ini pada

akhirnya mengurangi tingkat keberlangsungan hidup dan jumlah populasi beruang kutub di

Arktik. Besarnya ancaman bagi populasi beruang kutub ini akan semakin tinggi

keparahannya di pertengahan hingga akhir abad bila pemanasan iklim terus terjadi. Oleh

karena itu diperlukan penanganan dan manajemen yang cepat serta tepat untuk membantu

mengurangi serta mencegah terjadinya dampak-dampak negatif dari memanasnya iklim

pada kehidupan dan jumlah populasi beruang kutub di bumi.

DAFTAR ACUAN

Derocher, A. E., N. J. Lunn., & I. Stirling. 2004. Polar bears in a warming climate.

Integrative and Comparative Biology 44: 163-176.

Hunter, C. M., H. Caswell., M. C. Runge., E. V. Regehr., S. C. Amstrup., & I. Stirling.

2010. Climate change threatens polar bear populations : a stochastic demographic

analysis. Ecology 91(10): 2883–2897.

Regehr, E. V., N. J. Lunn, S. C. Amstrup, & I. Stirling. 2007. Effects of earlier sea ice breakup on survival and population size of polar bears in Western Hudson Bay.

Journal of Wildlife Management 71(8): 2673–2683.

Stirling, I., & A. E. Derocher. 1993. Possible impacts of climatic warming on polar bears.

Arctic 46 (3): 240-245.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi seorang anak diantara hak yang tidak akan terlepas dari ikatan orang tua adalah hak anak dalam harta warisan selama anak itu tidak melanggar ketentuan-ketentuan

Tahun 2007 bisa dikatakan merupakan tahun terbaik bagi Graha Niaga, karena pada tahun tersebut tingkat hunian di ge- dung Graha Niaga mencapai 100 % dan Gedung Graha Niaga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor

hal ini menunjukkan bahwa pengenalan pola dengan metode Template Matcing Correlation mempunyai tingkat keberhasilan yang cukup tinggi, serta nilai korelasi yang

percaya, ketika melakukan ritual-ritual tertentu, arwah nenek moyang masuk ke dalam wayang sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan arwah-arwah nenek moyang mereka.

Dalam penelitian ini ingin menguji pestisida biologi dari jamur  Beauveria bassiana  dengan membandingkan berbagai konsentrasi yang efektif dalam mengendalikan hama uret

Masalah yang dibahas pada studi ini adalah bagaimana karakteristik waktu kemacetan lalulintas di kota Palembang dan bagaimana menyelesaikan waktu macet tersebut

Penelitian dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai mekanisme ketahanan tanaman cabai secara biokimia ketika terinfeksi Pepper yellow leaf curl Begomovirus