• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLEH: DEZA ARMAN SUAIBI NIM:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OLEH: DEZA ARMAN SUAIBI NIM:"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DALAM

PERNIKAHAN BEDA AGAMA

(Studi kasus di Kecamatan Kalideres dan Kecamatan

Cengkareng Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (SH)

OLEH: DEZA ARMAN SUAIBI

NIM: 11140440000088

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441/2021

(2)

PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DALAM

PERNIKAHAN BEDA AGAMA

(Studi kasus di Kecamatan Kalideres dan Kecamatan

Cengkareng Jakarta Barat)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Hukum (SH)

Oleh

Deza Arman Suaibi

NIM: 11140440000088

Pembimbing

Dr.H.Abdul Halim.,M.Ag

NIP:1967060081994031005

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441/2021

(3)
(4)

ii

Abstrak

Deza Arman Suaibi, NIM: 11140440000088. PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DALAM PERNIKAHAN BEDA AGAMA (Studi kasus di Kecamatan Kalideres dan Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat). Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H\2021 M. x + 133 halaman.

Seorang anak di anatra haknya adalah hak memiliki

kewaranegaraan sehingga negara memiliki andil dalam hal ini

untuk memberikan perlindungan bagi hak anak begitu juga agama

karena dalam konteks Indonesia agama dan negara saling

menguatkan. Dewasa ini, problematika akan maraknya

pernikahan beda agama di Indonesia menuntut untuk mengkaji

kembali prihal perkawinan beda agama ini dan begitu pula yang

berkaitan dengannya seperti membahas mengenai hak-hak anak

yang disebabkan oleh pernikahan beda agama sehingga penelitian

ini hadir sebagai respon akan hal itu.

Dikarenakan agama dan negara saling menguatkan di

Indonesia maka mengkolaborasikan dua hukum yaitu hukum

agama dan hukum positif di negara Indonesia yang memiliki

masyarakat yang begitu majemuk merupakan suatu tuntutan

dalam memandang hak perlindungan anak beda agama sehingga

membutuhkan penalaran yang komprehensif protektif agar dapat

diterima dengan baik oleh semua lapisan masyarakat. Pada kali

(5)

iii

ini pemaparan penelitian yang digunakan adalah bersifat

deskriptif namun metode yang digunakan oleh penelitian ini yaitu

dengan menggunakan metode kualitatif lebih khususnya dengan

penelitian lapangan (field research). Sedangkan pendekatan

penelitiannya adalah yuridis-empiris.

Adapun ulasan secara umum yang dapat diambil dalam

pembahasan ini bahwa hak-hak anak dalam pernikahan beda

agama di Indonesia telah diatur oleh agama dan disesuaikan

dengan hukum-hukum yang berlaku dan hal itu diilustrasikan

pada enam hak ditinjau dari beberapa aspek yang sesuai dengan

pasal 1 dan pasal 2 mengenai undang-undang perkawinan yaitu

aspek undang-undang dasar NKRI 1945, aspek perkawinan,

aspek kesejahtraan, aspek hak asasi manusia (HAM), aspek

kewarganegaraan, aspek perlindungan anak. Namun tetap bahwa

pembinaan atas pemahaman agama hendaknya terus untuk

diajarkan karena dalam realitasnya beda agama memang

memberikan kerugian terhadap pelaku pernikahan beda agama

baik itu permasalahan bersifat internal ataupun eksternal.

Kata Kunci : Pernikahan Beda Agama, Hak-Hak Anak

Pembimbing: Dr.H.Abdul Halim.,M.Ag

(6)

iv

KATA PENGANTAR

ِمي ِح هرلٱ ِن َٰ م ۡح هرلٱ ِ هللَّٱ ِم ۡسِب

(7)

v

syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala, Atas limpahan

rahmat, hidayah, rizki, serta keberkahan-Nyalah sehingga penulis

di berikan kemudahan dalam mengerjakan penulisan skripsi ini

dengan judul ”Perlindungan Hak-Hak Anak dalam

Pernikahan Beda Agama (Studi Kasus di Kecamatan

Kalideres Dan Kecamatan Cengkareng)” sebagai salah satu

syarat mencapai gelar Sarjana Hukum Program Studi rat

mencapai gelar Sarjana Hukum Program Studi rat mencapai gelar

Sarjana Hukum Program Studi rat mencapai gelar Sarjana Hukum

Program Studi Hukum Keluarga pada Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Sholawat serta Salam senantui. Sholawat serta Salam

senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad

Shalallahu „alaihi Wasalam, Semoga kita mendapatkan syafa‟at

yang kelak menyelamatkan kita di akhirat.

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua

penulis yang selama ini membesarkan dan membimbing hidup

penulis sehingga bisa sampai seperti saat ini, peulis juga meminta

maaf yang sebesar-besarnya apabila skripsi ini kurang berkenan

bagi yang membaca, karna penulis menyadari bahwa skripsi

penulis jauh dari kata sempurna.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin

terselesaikan tanpa adanya dukungan, bimbingan, arahan,

nasehat, dan bantuan dari berbagai pihak selama penyusunan

skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

(8)

setulus-vi

tulusnya khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A.,

Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para wakil Dekan

I,II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Dr. Mesraini, S.H., M.Ag., Dan Ahmad Chairul Hadi,

M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Keluarga

dan Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga

Fakultas Syariah dan Hukum. Berkat beliau berdualah

yang membuat penulis semangat dan yakin bahwa

penulis bisa menyelesaikan skripsi secepat-cepatnya.

4. Dr. Hj. Azizah, M.A. selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang selalu menasehati penulis dari awal

masuk perkuliahan sampai penulis menyelesaikan

skripsi ini , sehingga menjadi suatu kebanggaan

sendiri bisa sampai di bimbing oleh orang seperti

beliau.

5. Dr.

H.

Abdul

Halim.,M.Ag.,

selaku

Dosen

Pembimbing

Skripsi

Penulis,

yang

selalu

membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan

ketulusan di tengah kesibukan beliau, serta beliau

selalu memberikan arahan arahan terbaiknya untuk

(9)

vii

penulis sehingga menjadi suatu kebanggaan untuk

penulis karena di bimbing oleh orang yg sangat hebat

seperi beliau.

6. Kepada seluruh para Dosen Fakultas Syariah dan

Hukum, yang telah mendidik dan mengajar penulis

sehingga skripsi ini bisa selesai.

7. Kedua orang tua penulis , teruntuk bapak ku tersayang

Syahroni HR Dan mamah ku tercinta Rahmawati,

terima kasih atas kasih sayangmu yang tiada tara,

pengertianmu yang tidak terbandingi, doa doamu tiap

hari, dukungan mu yg selalu menyemangati, jerih

payahmu yang selalu ada ketika ananda sakit terbaring

lemah, serta didikanmu yang menjadikan ananda

menjadi kuat dalam menjalani hidup ini, sehingga

karena kalian berdualah ananda dapat menyelesaikan

skripsi ini.

8. Nur‟aini S.ft., Ftr., terima kasih Istriku tercinta yang

selama ini selalu menyemangatiku ketika aku malas

dalam menulis skripsi , yang selalu mau menemani ku

dalam menulis skripsi ini ,sehingga aku dapat

menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada Adik-Adik ku tercinta, Yunisa Azqiyah, Rania

Khumairah

yang

selalu

tersenyum

untuk

menyemangati penulis dalam menyemangati penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

(10)

viii

10. Seluruh Narasumber, terimakasih telah bersedia

untuk penulis wawancarai dalam penelitian, semoga

amal kebaikan kalian selalu di berkahi dan di balas

dengan amal yang tiada tara oleh Allah SWT.

11. Kepada Sahabat serta Saudara, Ahmad Baidowi,

Rofiqi Akmal, terimakasih telah bersedia membantu

serta memberi motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

12. Kepada seluruh anggota Team Hadroh Akma Qolbi,

terima kasih telah memberikan semangat serta

kegembiraan kepada penulis , sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT

membalas jasa-jasa mereka, kebaikan mereka, ketulusan

mereka, serta melindungi mereka baik di dunia maupun di

akhirat kelak, Amiin, semoga skripsi ini menjadi suatu

keberkahan dan kemanfaatan bagi pembaca, walaupun masih

banyak

kekurangan

dan

belum

sempurna,

karna

kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Wallahu A‟lam Bi

al-Showab.

(11)

ix

Deza Arman Suaibi

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

E. Review Studi Terdahulu ... 8

F. Metode Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II HAK-HAK ANAK PERKAWINAN BEDA

AGAMA ... 14

(12)

x

B. Hak-Hak Anak Dalam Undang-Undang di Negara

Indonesia ... 21

C. Hak-Hak Anak Dalam Perkawinan Beda Agama .... 23

D. Implikasi Hukum Perkawinan Beda Agama Bagi

Hak-Hak Anak ... 32

BAB III PRAKTIK PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK

PERKAWINAN BEDA AGAMA ... 38

A. Tinjauan Struktural Terhadap Praktik Perkawinan Beda

Agama ... 38

1. Demografi Kecamatan Cengkareng ... 38

2. Demografi Kecamatan Kalideres ... 39

3. Profil Pelaku Perkawinan Beda Agama ... 41

4. Tingkat Pendidikan Pelaku Perkawinan Beda

Agama ... 49

5. Corak Keagamaan Pelaku Perkawinan Beda

Agama ... 50

6. Strata Ekonomi Keluarga Pelaku Perkawinan

Beda Agama ... 52

7. Faktor-Faktor Terjadinya Perkawinan Beda

Agama ... 53

B. Bentuk Perlindungan Hak-Hak Anak Dalam Perkawinan

Beda Agama ... 55

1. Perlindungan Terhadap Hak Waris Dari Orang

Tua Pasangan Beda Agama ... 55

2. Perlindungan Terhadap Hak Pendidikan,

Ekonomi Dan Keamanan ... 56

(13)

xi

3. Perlindungan Terhadap Hak Kebebasan Memilih

Dan Menjalankan Agama ... 59

BAB IV HAK-HAK PERLINDUNGAN ANAK DALAM

PERKAWINAN BEDA AGAMA ... 61

A. Konflik, Negosiasi Dan Kompetisi Agama Dalam

Keluarga ... 61

B. Perlindungan Negara Terhadap Anak Dalam

Perkawinan Beda Agama ... 68

C. Implikasi Perkawinan Beda Agama Terhadap

Perlindungan Hukum Bagi Anak ... 74

BAB V PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan beda agama sering menjadi perdebatan di kalangan peneliti, akademisi, ulama dan bahkan di tengah-tengah masyarakat di Indonesia. Perdebatan terjadi melibatkan tiga institusi yang sangat menentukan, yakni otoritas hukum agama, perundang-undangan di Indonesia dan pengadilan dan semuanya memiliki cara pandangnya sendiri-sendiri dalam menilai praktik perkawinan beda agama sedangkan hakim-hakim di pengadilan yang ada di Indonesiapun belum seragam memandang dalam keabsahan perkawinan beda agama.

Fenomena perkawinan beda agama bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia, berikut adalah perkawinan beda agama di kalangan artis Indonesia seperti Marecel Siahan beragama Budha dengan Rima Melati Adams yang beragama islam kemudian pasangan Dimas Anggara yg beragama Islam dengan Nadine Chandrawinata yang beragama katolik. Kemudian menurut aktifis LSM pusat studi agama dan perdamaian yaitu Ahmad Nurcholis menjelaskan bahwa jumlah pasangan beda agama di tahun 2011 saja sudah mencapai 229 pasangan dan sejak tahun 204 hingga tahun 2012 tercatat sudah mencapai 1.109 pasangan. Paling besar pasangan nikah beda agama itu adalah antara Islam dengan Kristen lalu Islam dengan Khatolik lalu Islam dengan Hindu lalu Islam dengan Budha dan paling sedikit adalah Kristen dengan Budha, dan paling banyak pasangan nikah beda agama itu peringkat nomer satu adalah JABODETABEK dengan 174 kepala keluarga jelasnya saat dialog bertema “Pernikahan Beda Agama Ini Masalahnya dan Solusinya” pada hari jum‟at (30/30/2012) siang yang

(15)

2

di selenggarakan Persatuan Gereja Indonesia yang bertempat di gedung PGI jalan salemba Jakarta.1

Perkawinan beda agama terjadi apabila seorang pria dan seorang wanita menganut agama yang berbeda tetapi keduanya melakukan perkawinan dengan tetap mempertahankan agamanya masing-masing.2 Namun demikian, perkawinan beda agama ini melahirkan persoalan baru terutama terkait dengan hak-hak anak. Akibat dari suatu perkawinan akan dilahirkan seorang anak. Pada dasarnya masyarakat dan negara menghendaki perlu adanya perlindungan hukum bagi anak yang dilahirkan akibat suatu perkawinan. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. Upaya memberikan perlindungan hukum kepada anak merupakan tindak lanjut dalam mewujudkan hal-hal yang telah diatur dalam Undang-Undang nomer 23 tahun 2002 berbunyi:3 “setiap anak berhak atas nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan” (Pasal 5). Pasal 6: “ setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekpresi dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam

1

Cholis Akbar “Sejak 2004-2011 ada 1190 Pernikahan Beda Agama” https://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2012/03/31/58025/sejak-2004-2011-ada- 1190-pernikahan-beda-agama.html (akses 10 Desember 2020. Pukul 16.46).

2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Mandar Maju,

Bandung, 2007, h. 17.

(16)

3

bimbingan orang tua.” Pasal 9 : 1). Setiap anak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. 2). selain hak anak sebagaimana di maksud dalam ayat 1, khusus anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak medapatkan pendidikan khusus.

Kemudian tentang hak waris anak yang di ataur dalam pasal 43 ayat 1 undang-undang no 1 tahun 1974 yang berbunyi “ anak yang di lahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya,keluarga ibunya.selama ini perbedaan agama di pandang sebagai salah satu faktor yang menghambat seseorang tidah dapat mewarisi dari orang tuanya di karenakan pernikahan yang di anggap tidak sah.4

Masalah yang muncul selanjutnya adalah ketika perkawinan beda agama tetap tidak dicatatkan walaupun anak dari perkawinan tersebut telah dilahirkan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dengan perlindungan hak yang diperoleh oleh anak akibat perkawinan beda agama akibat perkawinan beda agama yang tidak dicatat maupun yg di catat baik dari tanggung jawab dan hubungan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak tersebut, hak kesejahteraan anak, hak- hak sipil serta kewarganegaraannya. Apakah sama dengan anak dari perkawinan beda agama yang dicatat.

Praktek yang ada dimasyarkat ada beberapa perlakuan yang beda diberikan oleh negara secara administrasi. Misalnya akta lahir anak dari perkawinan beda agama yang tidak dicatat hanya disebutkan anak dari

(17)

4

seorang ibu. Pada perkawinan yang telah dicatat, anak yang lahir memperoleh akta kelahiran dengan keterangan anak dari pasangan yang telah melakukan perkawinan. Jelas terlihat ada sedikit perbedaan perlakuan yang diterima oleh anak tersebut. Mengenai ke mana perkawinan beda agama harus kemana di catatkan pada pasal 34 ayat 4 UU Adminduk hanya menyatakan bahwa perkawinan yang sah di lakukan oleh penduduk yang beragama islam dilaporkan kepada KUA kecamatan. Undang undang nomer 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan sebagaimana telah diubah oleh undang nomer 24 tahun 2013 tentang administrasi kependudukan membuka peluang pencatatan perkawinan yang di lakukan oleh mereka yang berbeda agama. 5

Dalam Pasal 2 ayat 1 Undang- Undang Perkawinan menyebutkan:6 “Perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan.” Dari bunyi pasal di atas, H. Hilman Hadikusuma menyimpulkan bahwa Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan menyimpulkan bahwa perkawinan beda agama adalah perkawinan yang tidak sah.7 Pada pasal 10 PP No.9 Tahun 1975 dinyatakan bahwa perkawinan yang sah ialah jika dilakukan dihadapan pegawai pencatat nikah dan di hadiri dua orang saksi serta tata cara perkawinaan dilakukan menurut masing masing agamnya dan kepercayaanya,8 jadi UU No.1 tahun 1974 tidak mengenal perkawinan beda agama sehingga perkawianan beda agama tidak dapat dilakukan.

5 Undang-undang nomer 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

6 Pasal 2 ayat 1 Undang- Undang Perkawinan

7 Hilman Hadikusuma. h.18t .

(18)

5

Dalam Kompilasi Hukum Islam pernikahan beda agama turut diatur pada pasal 40 huruf C dan pasal 44 berbunyi : “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu : C. Seorang wanita yang tidak beragama Islam” kemudian pada pasal 44 yang berbunyi : “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam” sehingga bagi orang yang memeluk agama Islam di larang melakukan perkawinan beda agama.9

Dengan demikian undang-undang menegaskan bahwa atas terjadinya suatu perkawinan, maka perkawinan itu dihendaki dicatatkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Untuk dapat mencatatkan perkawinan beda agama dibutuhkan pemenuhan syarat-syarat materil perkawinan yang diatur dalam Undang-undang perkawinan dan syarat formil perkawinan. Tidak jarang pasangan perkawinan buda agama mengalami kesulitan dalam mencatat perkawinan karena sulitnya pemenuhan syarat formil.

Oleh karena itu butuh adanya perlindungan hak anak yg lahir dari pernikahan beda agama, sehingga muncul dalam pemikiran penulis bagaimana praktik perlindungan hak hak anak dalam pernikahan beda agama ,dalam hal ini penulis sudah mendapatkan obyek untuk di wawancarai untuk mengetahui secara langsung bagaimana pernikahan beda agama ini bisa berlangsung dengan di catat maupun tidak terecatat, kemudian bagaimana hak yg diterima oleh anak hasil nikah beda agama ini apakah sudah tercukupi atau jauh dari kata cukup secara langsung di masyarakat.

(19)

6 B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka dapat disebutkan beberapa identifikasi masalah dibawah ini sebagai berikut: a. Pernikahan beda agama dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia.

b. Implementasi pasal 40 dan 44 kompilasi hukum Islam tentang larangan nikah beda agama.

c. Pencatatan pernikahan beda agama berdasarkan undang undang di Indonesia.

d. Hak-hak anak dalam Undang-undang nomer 23 tahun 2002 pada pasal 5,6 dan 9

e. hak waris anak yang diatur dalam pasal 43 ayat 1 undang-undang no 1 tahun 197

f. Praktik pernikahan beda agama di masyarakat. C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka dapat disebutkan beberapa pembatasan masalah dibawah ini sebagai berikut: Sesuai dengan latar belakang yang telah di paparkan di atas dan untuk mempertajam pembahasan maka penulis akan membatasi masalah tentang perlindungan hak-hak anak hasil nikah beda agama yg terjadi di wilayah kecamatan Kalideres dan Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang sudah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

(20)

7 beda agama?

2.

Bagaimana praktik perlindungan hukum hak anak dalam perkawinan beda agama di masyarakat wilayah kecamatan Kalideres dan Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat ? D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana praktik pasangan pernikahan beda agama di Jakarta Barat dalam pencatatan pernikahannya ?

b. Untuk mengetahui bagaimana praktik perlindungan hukum hak anak dalam perkawinan beda agama di masyarakat wilayah Jakarta Barat ?

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yakni :

a. Secara teoritis diharapkan :

1. Memberikan wawasan keilmuan di bidang hukum keluarga khususnya di bidang perlindungan hukum hak anak dalam perkawinan beda agama di masyarakat wilayah Jakarta Barat.

2. Menjadi rujukan bagi akademisi tentang bagaimana perlindungan hukum hak anak dalam perkawinan beda agama di masyarakat wilayah Jakarta Barat.

3. Selanjutnya menjadi bahan tambahan terhadap mahasiswa yang akan melakukan penelitian berkaitan dengan perlindungan hukum hak anak dalam perkawinan beda agama di masyarakat wilayah Jakarta

(21)

8 Barat.

b. Secara praktis diharapkan dapat :

1. Memberikan informasi yang bermanfaat kepada masyarakat pada umumnya dan secara khusus kepada praktisi hukum.

2. Menjadi pedoman bagi akademisi hukum keluarga. E. Review Kajian Terdahulu

Setelah peneliti melakukan peninjauan terhadap kajian terdahulu terdapat kajian yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu: Christiyanti Simanjuntak (2017) membahas tentang Analisis Yuridis Perlindungan Anak Akibat Perceraian dari Perkawinan Beda Agama menurutnya hak anak dari pekawinan beda agama itu perlu diberi perlindungan oleh lembaga hukum, namun, ia hanya membahas melalui aspek hukum tidak secara langsung di masyarakat yang melangsungkan perkawinan beda agama.10 Abdul Wahid Hasyim (2018) membahas tentang Perkawinan Beda Agama Serta Kewarisan Anak Pandangan Sayyid Sabiq, dalam hal ini ia membahas kewarisan bagi anak dari perkawinan beda agama menurut pandangan Sayyid Sabiq serta menurut pandangan para Imam Mazhab yaitu Imam Abu Hanifah Imam Maliki dan Imam Syafi‟i .11

Rahma Nurlinda Sari (2018) membahas tentang perkawinan beda agama yang berada di indonesia yang ditinjau

10 Christiyanti Simanjuntak, Analisis Yuridis Perlindungan Anak Akibat

Perceraian dari Perkawinan Beda Agama,Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Tanjungpura Pontianak ,2017.

11 Abdul Wahid Hasyim,Perkawinan Beda Agama Serta Kewarisan

Anak Pandangan Sayyid Sabiq,Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

(22)

9

melalui hukum Islam secara hak asasi manusia.12 Suripto Bero (2018) membahas hukum perkawinan beda agama menurut perspektif tafsir al-misbah serta fiqih lintas ,menurut analisa ia perkawinan beda agama boleh dilangsungkan berdasarkan surat Al-Maidah ayat 5 yaitu memperbolehkan pernikahan antara pria muslim dengan wanita Ahlul Kitab.13

Mencermati studi terdahulu, terdapat fokus penelitian dengan studi ini, perbedaannya terletak pada sumber data yang di peroleh yaitu penulis memperoleh data langsung dari para pasangan perkawinan beda agama yang terdapat di kecamatan Kalideres dan kecamatan Cengkareng.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif lebih khususnya dengan penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang sumber datanya terutama diambil dari objek penelitian secara langsung 2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah

12 Rahma Nurlinda Sari,Pernikahan Beda Agama di Indonesia di Tinjau dari

Hukum Islam dan Ham,Skripsi Fakultas Syariah Universitas Islam Negri

Raden Intan Lampung, 2018.

13 Suripto Bero, Perkawinan Beda Agama Persefektif Tafsir Al-Misbah dan

Fiqih Lintas Agama, Skripsi fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri

(23)

10

empiris. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.14

3. Data Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini sumber data yang penulis gunakan terdiri dari data primer dan sekunder yakni: a. Data Primer

Sumber data primer disini adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari subyek penelitiannya, yaitu dari pelaku perkawinan nikah beda agama. Dalam penelitian ini ada 6 keluarga dijadikan sebagai sample dari studi ini.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah dokumen terkait informasi atau hasil kajian tentang perlindungan hak anak dari pernikahan beda agama yg tercatat maupun yang tidak tercatat yang di ambil dari buku-buku, jurnal-jurnal hukum, artikel, dan tulisan lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok dalam bahasan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

a)

Observasi, yaitu mengadakan pengamatan terhadap objek penelitian terutama tentang perlindungan hak anak dari hasil pernikahan beda agama yang terjadi di wilayah kecamatan Kalideres dan kecamatan Cengkareng Jakarta Barat.

14 Abdulkadir Muhammad, “Hukum dan Penelitian Hukum” , Bandung: Citra

(24)

11

b)

Wawancara, yaitu suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, maksudnya adalah proses tanya jawab antara peneliti dan objek yang diteliti dengan tujuan mengumpulkan keterangan-keterangan dari responden, yaitu mewawancarai para praktik pernikahan beda agama di wilayah Jakarta Barat yang sudah penulis temui dan siap untuk di wawancarai sebanyak enam pasangan praktik nikah beda agama. Untuk selanjutnya peneliti bisa menjamin akan rahasia dari keluarga tersebut.

5. Teknik Pengelolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengen metode analisis yakni diawali dengan mengumpulkan berbagai informasi dengan wawancara kepada masyarakat yang melakukan pernikahan beda agama serta bahan hukum lainnya yang berhubungan dengan judul dalam penelitin ini.. Kemudian dari hasil tersebut, dikaji isi (content), baik terkait kata-kata (word), makna (meaning), simbol, ide, tema-tema dan berbagai pesan lain yang dimaksud dalam isi peraturan perundang-undangan tersebut.15 Sehingga dari hasil pengumpulan data tersebut dapat menjadi sebuah kesimpulan atau teori sebagai temuan peneliatian yang akan memperkaya data bagi tujuan dari penelitian tersebut.16

15 Soerjono Sukanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif”, (Jakarta

: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.24

16 Ulber Silalahi, “Metode Penelitian Sosial”, (Bandung: PT Refika Aditama,

2009), h. 339.

(25)

12 6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017.

G. Sistematika Penelitian

Untuk memperoleh gambaran yang dapat dimengerti dan menyeluruh mengenai isi dalam skripsi ini secara global dapat dilihat dari sistematika pembahasan skripsi dibawah ini:

Pada Bab I Laporan ini akan menjelaskan tentang pendahuluan. Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah dan adanya masalah. Di dalam masalah terdiri dari beberapa aspek, rumusan masalah dengan berdasarkan permasalahan yang ada. Selain itu, menguraikan tentang tujuan penelitian yang disusun dengan kegunaan, serta penggunaan data yang berupa jenis penelitian, pendekatan penelitian, bahan hukum, serta sistematika pembahasan. Dan adapun tujuan dari pengklasifikasi pendahuluan ini adalah untuk mempermudah pembaca untuk memahami bahasan yang dikaji.

Pada Bab II yang berisi tentang penjelasan hukum pernikahan beda agama yang terdapat dalam undang undang di Indonesia serta undang undang yang membahas tentang perlindungan anak dari pernikahan beda agama.

Pada Bab III yang berisi hasil wawancara dengan narasumber dari proses pernikahan beda agama yang dicatat maupun yang

(26)

13

tidak tercatat serta cara pasangan tersebut memberikan hak hak anak hasil pernikahannya.

Pada Bab IV Merupakan bab analisis permasalahan yang membahas dan menjawab permasalahan pada penelitian skripsi ini. Dalam bab ini, peneliti menjabarkan bagaimana pasangan tersebut bias melangsungkan pernikahan beda agama serta apakah sudah terpenuhi hak anak dari hasil pernikahan beda agama.

Pada Bab V merupakan bab akhir dalam laporan ini. Dimana pada bab tersebut mengemukakan kesimpulan dari hasil yang telah didapat, beserta adanya saran-saran sebagai masukan baik bagi para praktisi keagamaan maupun penulis maupun pembaca yang dilanjutkan dengan lampiran dan daftar riwayat hidup.

(27)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Hak-Hak Anak dalam Hukum Islam

Keindahan agama Islam di antaranya adalah memberikan hak terhadap anak yang dijamin oleh orang tuanya semenjak ia mulai melihat dunia sampai anak itu bisa bertanggung jawab untuk menjalankan kehidupannya. Dan hak seorang anak dalam Islam sangat diperhatikan dan pada kali ini kita akan melihat pengklasifikasian hak bagi anak dalam pandangan Islam.

Dalam Islam hak-hak bagi seorang anak dari orang tuanya itu secara umum bisa diklasisfikasikan menjadi dua bagian yaitu pertama, hak material dan kedua yaitu hak immaterial.

a. Hak Material

1. Hak Memperoleh Nafkah dari Orang Tua.

Syariat Islam memberikan kewajiban mengenai tentang hak nafkah bagi anak dan dalam hak nafkah ini yang bertanggung jawab adalah seorang ayah. Nafkah menurut Muhammad Sayyid at-Tanthawi dalam kitab Tafsirnya Tafsir al-Wasit adalah mengeluarkan harta untuk kebergaman kemaslahatan yang dibolekan oleh Allah Swt berupa makanan, minuman, pakaian, tepat tinggal dan memberikan orang yang berhak hak kepada orang yang memiliki17. Pendapat Muhammad Sayyid at-Tanthawi ini senada dengan yang disebutkan oleh departemen agama bahwa nafkah yang dimaksud dalam kewajiban orang tua untuk anaknya adalah

(28)

15

berupa sandang, pangan, papan, biaya dalam menjalankan pendidikan dan apa saja yang berkaitan untuk pertumbuhan anak agar bisa menjadi orang yang bisa berdiri sendiri sebagaimana orang tuanya18.

Dalam hal ini Allah Swt berfirman dalam Alquran:

ِِ ٍخَعَع ُٚر ْكِفُْٕيٌِ ُفٍَِّىُي َلَ ُ َّاللَّ ُٖبَرَآ بَِِّّ ْكِفُْٕيٍَْف ُُٗل ْص ِس ِْٗيٍََع َسِذُل َِْٓ َٚ ِِٗزَعَع ْٓ

اًشْغُي ٍشْغُع َذْعَث ُ َّاللَّ ًَُعْجَيَع بَ٘بَرَآ بَِ َّلَِإ بًغْفَٔ ُ َّاللَّ Artinya:

“Hendaklah orang yang memiliki kekayaan berinfak sesuai kemempuannya, dan orang yang terbatas rizekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah Swt kepadanya. Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan yang diberikan Allah kepadanya. Allah Swt kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan19”.

Pada ayat di atas dijelaskan bahwa ini merupakan salah satu ayat yang menjelaskan kewajiban menafkahi anak seperti memberikan makanan dan pakaian dari seorang ayah, namun nafkah yang dimaksudkan bukanlah nafkah yang begitu membebankan orang tua melainkan nafkah yang disesuaikan dengan keadaan orang tua dalam hal ini adalah keadaan ayah20.

18 Departemen Agama RI, Alquran dan Pemberdayaan Kaum Duafa, (Jakarta:

Aku Bisa 2012), 136-137

19 QS. At-Thalaq. (56): 7

20 Abu al-Fida‟ Isma‟il Ibn Umar Ibn Katsir al-Qurasyi ad-Dimasqi “Tafsir

(29)

16 2. Hak Waris dari Orang Tua

Bagi seorang anak diantara hak yang tidak akan terlepas dari ikatan orang tua adalah hak anak dalam harta warisan selama anak itu tidak melanggar ketentuan-ketentuan hak waris karena hak waris dalam Islam baru diberikan kepada ahli waris setelah dikatakan bahwa anak itu sudah sah menjadi ahli waris dalam artian jika dia melanggar ketentuan-ketentuan itu maka anak itu tidak berhak mendapatkan ahli waris dalam pandangan Islam seperti pindah agama atau membunuh orang tua. Sebagaimana dalam hadits dikatakan: يبل ٍُع ٚ ٗيٍع الله ٍٝص يجٌٕا ْأ ذيص ٓث خِبعأ ٓع ْبفع ٓث ْبّضع ٓث ٚشّع ٓع

ٍَُِْغٌُّْا ُشِفبَىٌْا ُس ِشَي َلَ َٚ َشِفبَىٌْا ٍُُِْغٌُّْا ُس ِشَي َلَ 21

Artinya:

“Diriwayatkan dari Amr Ibn Utsman Ibn Affan dari Usamah Ibn Zaid bahwasanya Rasulallah Saw bersabda: Orang muslim tidak mewariskan (harta) orang kafir dan orang kafir tidak mewariskan (harta) orang muslim”.

Imam Hambali menyebutkan tiga hal yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan harta yaitu karena budak, membunuh dan berbeda agama22. Maka jika tiga hal ini tidak berada pada seorang anak tentu Islam memberikan hak kepada anak dalam harta warisan.

Adapun dalil mengenai adanya hak waris ini selain melihat

21 Muhammaad Ibn Nasr Ibn alHajjaj al-Marwazi Abu Abdillah “As-Sunnah li

al-Marwazi”, Jilid 1, h 104. Cet. Muassasah al-Kutub ats-Saqofiyyah. Bairu

22 Wahbah az-Zuhaili “Alfiqhu al-Islami wa Adillatuhu” Jilid 10, h. 384 Cet.

(30)

17

pandangan para ulama yang telah penulis paparkan yaitu firman Allah Swt dalam Alquran:

َن َشَر بَِِّّ ٌتي ِصَٔ ِءبَغٌٍِِّٕ َٚ َُْٛثَشْلَ ْلْا َٚ ِْاَذٌِا ٌَْٛا َنَشَر بَِِّّ ٌتي ِصَٔ ِيبَج ِّشٌٍِ َذٌِا ٌَْٛا بًضُٚشْفَِ بًجي ِصَٔ َشُضَو َْٚأ ُِِْٕٗ ًََّل بَِِّّ َُْٛثَشْلَ ْلْا َٚ ِْا Artinya:

“Bagi para lelaki memiliki hak dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan yang ditinggalkan oleh karib kerabatnya, begitu pula para wanita memiliki hak dari harta yang ditinggalkan oleh orang tuanya dan karib kerabatnya baik harta itu sedikit atu pun banyak sesuai bagian yang telah ditentukan23”.

b. Hak immaterial

Disamping anak mendapatkan hak material Islam pun memperhatikan hak selain itu yaitu hak immaterial. Adapun hak-hak yang dimaksud diantaranya:

1. Hak mendapatkan nama yang baik.

Nama merupakan identitas sebagai pembeda antara satu mahluk hidup dengan yang lainnya24. Dalam Islam nama merupakan sebuah hal yang diperhatikan sebab Rasulallah Saw mengajak para sahabatnya untuk memberikan nama pada anak-anaknya dengan nama yang baik sebagaimana firman Allah Swt:

23 QS. An-Nur (4): 7

24 Abu Bakr Muhammad Ibn Abi Ishaq Ibrahim Ibn Ya‟qub Kalabazi

Bukhori. 1999 M/1420 H “Bahru Fawaid Masyhur bi Ma’ani

(31)

18 ٌءبَغِٔ َلَ َٚ ُُِِْْٕٙ اًشْيَخ اُُٛٔٛىَي َْْأ َٝغَع ٍَ َْٛل ِِْٓ ٌَ َْٛل ْشَخْغَي َلَ إََُِٛآ َٓيِزٌَّا بَُّٙيَأ بَي اًشْيَخ َُّٓىَي َْْأ َٝغَع ٍءبَغِٔ ِِْٓ َظْئِث ِةبَمٌَْ ْلْبِث اُٚضَثبََٕر َلَ َٚ ُُْىَغُفَْٔأ اُٚضٍَِّْر َلَ َٚ َُِِّْٕٓٙ ٌَُِّْٛبَّظٌا ُُُ٘ َهِئٌَُٚأَف ْتُزَي ٌَُْ َِْٓ َٚ ِْبَّيِ ْلْا َذْعَث ُقُٛغُفٌْا ُُْع ِلَا Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jagan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan-perempuan lain karena boleh jadi perempuan (yang diolok-olok) itu lebih baik dari permpuan yang mengolok-olok. Janganlah kamu saling cela-mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Dan seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fisik) setelah beriman”25

. 2. Hak keturunan

Hak mendapatkan cap keturunan bagi seorang anak dari kedua orang tua sangat perlu sehingga status anak bisa jelas, seperti siapa ibu dan ayahnya, sebab di antara ikatan darah antara anak dan orang tua secara langsung telah memnculkan hak keturunan terhadap anak yang dilahirkan. Hak keturunan ini sangat penting karena dengan adanya hak keturunan akan lahir hak-hak yang lain sebagaimana yang penulis jelaskan yaitu hak material dan hak immaterial.

3. Hak mendapatkan pengasuhan 25 QS. Al-Hujurat (49): 11

(32)

19

Seorang anak ketika melihat dunia ini tentu sangat membutuhkan siapa yang akan merawat dan menjaganya hingga ia bisa mengerti bagaimana cara hidup di dunia ini. untuk mendapatkan bimbingan agar tumbuh menjadi dewasa maka Islam memberikan hak kepada anak dari orang tuanya untuk mendapatkan hak pengasuhan. Allah Swt pernah berfirman dalam Alquran:

بَْٙيٍََع ُحَسبَج ِحٌْا َٚ ُطبٌَّٕا بَُ٘دُٛل َٚ اًسبَٔ ُُْىيٍَِْ٘أ َٚ ُُْىَغُفَْٔأ اُٛل إََُِٛآ َٓيِزٌَّا بَُّٙيَأ بَي َُْٚشَِْؤُي بَِ ٍََُْٛعْفَي َٚ َُُْ٘شََِأ بَِ َ َّاللَّ َُْٛصْعَي َلَ ٌداَذِش ٌظ َلَِغ ٌخَىِئ َلََِ

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan kayu, di neraka itu terada malaikat-malaikat kasar dan kuat yang tidak akan melanggar apa yang diperintahkan oleh Allah Swt dan mereka akan melakukan apa yang mereka diperintahkan”26.

Dalam ayat di atas telah jelas bahwa orang tua dituntut untuk menjaga anak-anaknya dan membimbing mereka hingga bisa membedakan mana yang baik dan tidak baik. Dalam tafsir at-Thobari dijelaskan bahwa penjagaan yang dimaksud adalah pengajaran yang dapat mereka amalkan untuk taat kepada Allah Swt sehingga dengan mengamalkan pekerjaan itu mereka bisa selamat dari api neraka27. Dan

26 QS. At-Tahrim Ayat: 6

(33)

20

dikarenakan lingkungan sangat mempengaruhi potensi dalam perkembangan anak maka tentu orang tua harus memberikan pengasuhan terbaik sebagai sekolah pertama mereka dengan menanamkan pada diri anak itu hal-hal yang bersifat positif untuk perkembangannya dikemudian hari.

4. Hak memperoleh pendidikan

Pendidikan merukapan suatu hal yang tidak kalah penting dari hak-hak di atas sebab pendidikan merupakan pengembangan intelektual seorang anak untuk mendapatkan pandangan hidup yang cerah kedepan maka seorang anak harus mendapatkan pendidikan yang bersifat komprehensif baik dalam aspek intelektual, berbudi luhur dan memeiliki keterampilan untuk menunjang kehidupannya di kemudian hari. Dan dengan salahnya pendidikan anak di awal akan menyebabkan generasi selanjutnya tidak memiliki moral28. Dalam Alquran Allah Swt pernah berfirman:

ٌشْيَخ َٚ بًثا ََٛص َهِّثَس َذِْٕع ٌشْيَخ ُدبَحٌِبَّصٌا ُدبَيِلبَجٌْا َٚ بَئُّْذٌا ِحبَيَحٌْا ُخَٕي ِص ََُْٕٛجٌْا َٚ ُيبٌَّْا ًلَََِأ Artinya:

“Harta dan anak merupakan perhiasan dunia sedangkan amalan-amalan soleh yang kekal lebih baik pahalanya di sisi tuhanmu dan lebih baik harapannya”29

.

at-Thobari 200 M/ 1420 H. “Jami’ul Bayan fi Ta’wil al-Qur’an” Muassasah ar-Risalah. Jilid 23. h. 491

28 Ali Gufron, “Lahirlah dengan Cinta; Fiqih Hamil dan Menyusui” (Jakarta:

Amzah, 2007) 294.

(34)

21

Pendidikan dalam Islam kita bisa bagi secara umum menjadi tiga baigian sebagaimana yang telah diajarkan oleh Lukman al-Hakim kepada anaknya

1. Menanamkan nilai akidah 2. Melakukan ibadah dan kebajikan

3. Dan akhlak dan tidak durhakan kepada orang tua30

Dari paparan-paparan di atas maka kita tahu bahwa hak anak aspek materialnya seperti nafkah, hak waris dan dalam aspek immaterial hak anak itu seperti curahan cinta dan kasih sayang, keamanan, pendidikan dan lain-lain.31

B. Hak-Hak Anak dalam Undang-Undang di Indonesia

Membicarakan anak dalam konteks undang-undang maka perlu rasanya kita melihat kapan anak itu dikatakan anak dalam kacamata undang-undang atau hukum di Indonesia. Dalam undang-undang RI No. 35 Tahun 2014 mengenai hubungan perlindungan anak menjelaskan bahwa di pasal 1 yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang masih dibawah umur 18 tahun, dan itu termasuk anak yang masih dalam perut atau kandungan seorang ibu. Dari pasal ini dapat kita lihat bahwa kewajiban orang tua untuk memberikan hak-hak anak dimulai dari kandungan dan sampai mencapai dewasa agar seorang anak bisa menjadi dewasa dan berkembang dengan

30 Departemen Agama RI, Alquran dan Pemberdayaan Kaum Dhuafa, (Jakarta:

Aku Bisa, 2012), 136-137.

31 Hilman Adi Kusuma, “Hukum Perkawinan Indonesia” (Bandung: Mandar

(35)

22 baik.32

Dalam menjalankan proses perlinungan anak dan memberikan hak-hak anak dilakukan sesuai dengan logis serta bertanggung jawab dan memberikan suatu usaha yang efektif dan tidak membuang-buang banyak waktu atau dengan kata lain hendaknya harus efisien. Pemberian hak terhadap anak terkhusus dalam perlindungan anak tidak boleh menyebabkan pasifnya inisiati, inovasi dan keraifitas sehingga menyebabkan bergantung kepada orang lain atau bahkan akan menyebabkan seorang anak tidak bisa menggunakan hak dan tidak memiliki keinginan untuk mengambil kewajibannya.33

Adapun kewajiban orang tua kepada anaknya dalam undang-undang di Indonesia pasal 26 di ayat 1 dan 2 No.35 tahun 2014 mengenai tentang perlindungan anak dijelaskan bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anaknya adalah mengasuh, memelihara, melindungi, dan menyesuaikan perkembangan anak di sisi mana ia ingin berkembang dengan melihat bakat, kemampuan dan minatnya. Dalam ayat 2 dijelaskan bahwa, jika tidak terdapat atau tidak ada yang mengetahui keberadaan anak atau dikarenakan ada suatu sebab sehingga tidak bisa melakukan kewajibannya dan tanggung jawabnya sebagaimana disebutkan dalam ayat 1 dapat berpindah kepada keluarga yang dilakukan berdasarkan

32 Pasal 1 Ayat 1 dan 2 UU RI No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

33 Madiun Gultom, “Perlindungan Terhadap Anak”, (Bandung: Reflika

(36)

23

ketetapan-ketetapan yang diberlakukan.34 C. Hak-Hak Anak Dalam Perkawinan Beda Agama

Pada dasarnya pernikahan beda agama dalam Islam tidak diperbolehkan karena dalam ayat Alquran surah al-Baqarah ayat 221 sudah sangat jelas mengenai hal itu:

ٌَْٛ َٚ ٍخَو ِشْشُِ ِِْٓ ٌشْيَخ ٌخَِِْٕؤُِ ٌخََِ َلْ َٚ َِِّْٓؤُي َّٝزَح ِدبَو ِشْشٌُّْا اُٛحِىَْٕر َلَ َٚ

ْيَخ ٌِِْٓؤُِ ٌذْجَعٌَ َٚ إُِِْٛؤُي َّٝزَح َٓيِو ِشْشٌُّْا اُٛحِىُْٕر َلَ َٚ ُُْىْزَجَجْعَأ

ٍن ِشْشُِ ِِْٓ ٌش

ِِْٗٔرِئِث ِحَشِفْغٌَّْا َٚ ِخََّٕجٌْا ٌَِٝإ ُٛعْذَي ُ َّاللَّ َٚ ِسبٌَّٕا ٌَِٝإ َُْٛعْذَي َهِئٌَُٚأ ُُْىَجَجْعَأ ٌَْٛ َٚ

َْٚ ُشَّوَزَزَي ٍََُُّْٙعٌَ ِطبٌٍَِّٕ ِِٗربَيَآ ُِّٓيَجُي َٚ

Artinya:

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka beriman,. Sesungguhnya budak wanita yang beriman lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu, dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita beriman) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya dan Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (Q.S al-Baqarah 2:221).

Pada ayat ini dijelaskan bahwa kata musyrikat mencakup semua orang musyrik bahkan orang-orang yahudi dan nasrani sebab

34 Pasal 26 Ayat 1 dan 2 Undang-undang Republik Indonesia No. 35 Tahun

(37)

24 dalam ayat lain dijelaskan bahwa35

حيغٌّا ٜسبصٌٕا ذٌبلٚ ّاللَّ ٓثا شيضع دٛٙيٌا ذٌبلٚ

ّاللَّ ٓثا

Artinya:

“Dan Berkata orang-orang yahudi “Uzair adalah anak Tuhan dan orang-orang Nasrani juga berkata al-Masih itu adalah anak Tuhan”36

Namun dalam beberpa literatur, ayat yang mengenai tentang pernikahan beda agama yaitu surah al-Baqarah di atas telah dijelaskan dengan ayat lain yaitu ayat 5 pada surah al-Maidah sehingga maksud orang musyrik pada ayat al-Baqarah itu hanya berlaku pada orang-orang musyrik yang menyembah berhala atau tidak merupakan agama samawi. Namun dalam kontes pernikahan antara muslim dan ahlul kitab hanya untuk laki-laki dan itu pun diperibolehkan apabila terpenuhinya beberapa syarat yaitu37:

1. Perempuannya tidak merupakan wanita pezina 2. Nikahnya dilakukan sesuai dengan cara agama Islam 3. Ayahnya tidak khawatir jika terhadap konsekuensi yang

akan terjadi sekiranya akan ada hal yang menyalahi syariat.

4. Dan terpenuhi syart-syarat nikah dalam Islam

Dari perkawinan beda agama ini tentu akan adanya konflik baik itu eksternal dan tidak eksternal yang nantinya bisa saja berimbas pada anak sehingga perlu adanya hukum yang tetap menjaga kesejahtraan

35 Muhammad Ibn Ali Ibn Alan Ibn Ibrahim Ibn al-Bakri as-Siddiq as-Syafi‟i,

“Dalil al-Falihin li Turuq as-Shalihin” Jilid. 6, h. 163

36 Surah al-Maidah, Ayat 5

37 Khalid Ibn Muhammad Majid, “Ahkam at-Ta’amul Ma’a Ghair

(38)

25

anak. Maka dari itu pemerintah, khsuusnya di Indonesia membentuk suatu aturan agar anak yang dihasilkan dari beda agama itu bisa diberikan hak untuk bisa tetap tumbuh dan berkembang.

Dalam Agama terkhususnya Islam seorang anak yang disebabkan karena pernikahan beda agama akan mempengaruhi beberapa aspek dalam haknya karena dalam agama Islam hal ini sudah diatur, berbeda dengan agama lain dalam beberapa hak anak yang tidak teratur secara jelas seperti keristen yang menyerahkan hak warisnya kepada perinsip kenegaraan dan perbedaan agama tidak menghalangi seorang anak mendapatkan warisan sedangkan dalam Islam perbedaan agama menjadi problem atau penghalang bagi seorang anak untuk mendapatkan hak waris sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulallah Saw:

َلَ يبل ٍُع ٚ ٗيٍع الله ٍٝص يجٌٕا ْأ ذيص ٓث خِبعأ ٓع ْبفع ٓث ْبّضع ٓث ٚشّع ٓع ٍَُِْغٌُّْا ُشِفبَىٌْا ُس ِشَي َلَ َٚ َشِفبَىٌْا ٍُُِْغٌُّْا ُس ِشَي 38

Artinya:

“Diriwayatkan dari Amr Ibn Utsman Ibn Affan dari Usamah Ibn Zaid bahwasanya Rasulallah Saw bersabda: Orang muslim tidak mewariskan (harta) orang kafir dan orang kafir tidak mewariskan (harta) orang muslim”.

Permasalahan mengenai tentang hak dan kewajiban anak telah dijelaskan pada undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Adapun hak-hak itu adalah:

38 Muhammaad Ibn Nasr Ibn alHajjaj al-Marwazi Abu Abdillah “As-Sunnah li

(39)

26

1. Semua anak yang lahir berhak mendapatkan hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang bahkan diberikan hak untuk bisa berkonstribusi namun sesuai dengan harkat dan martabat norma kemanusiaan begitu juga seorang anak mendapatkan hak perlindungan dari deskriminasi berupa kekerasan.

2. Semua anak diberikan hak mendapatkan status agar menjadi warga negara.

3. Semua anak berhak melakukan ibadah sesuai kepercayaan yang ia yakini, dan berfikir serta berekspresi sesuai dengan kualitas intelektual dan usianya di bawah arahan orang tua. 4. Semua anak berhak mengetahui siapa orang tuanya dan

dibesarkan oleh orang tuanya.

5. Semua anak berhak mendapatkan pelayanan baik itu keseahatan atau jaminan sosial yang disesuaikan dengan kebutuhannya baik berupa fisik atau mental, spiritual atau pun sosial.

6. Semua anak diberikan hak untuk memperoleh pendidikan untuk mengembangkan dirinya baik itu kecerdasannya atau keahliannya sesuai yang diminatinnya.

7. Semua anak berhak memberikan pendapat dan diperhatikan pendapatnya, dan semua anak pula diberikan hak untuk menerima, mencari bahkan memberikan berita sesuai dengan tingkat kualitas kecerdasannya.

8. Semua anak berhak memperoleh waktu untuk beristirahat, bermain, memanfaatkan waktu luangnya, mengembangkan kekreatifitasannya sesuai dengan bakat dan minatnnya

(40)

27

Ini semua merupakan permasalahan mengenai tentang hak bagi seorang anak dalam hukum terkait dengan beda agama yang dijelaskan di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.39 Namun, dikarekan anak merupakan calon generasi selanjutnya yang akan melanjutkan perjuangan dan kemajuan suatu negara dan bangsa maka anak perlu mendapatkan perhatian untuk dilindungi. Dan hal itu akan terealisasi dengan adanya pengakuan keeksistensian suatu hukum atas legalitasnya sebagai sarat mutlak dalam mencapai tujuan nasional yaitu tegaknya negara hukum yang telah diramu dalam UUD NKRI 1945 melalui proses hukum yang adil maka oleh karena itu anak bangsa perlu mendapatkan perhatian yang sama di depan hukum40

Sedangkan hak-hak beda agama dalam Islam sendiri ada beberapa hak yang diberikan kepada anak yang disebabkan karena pernikahan beda agama yang sesuai dengan pasal 1 dan pasal dua undang-undang perkawinan yaitu bisa diklasifikasikan dalam enam aspek41:

1. Aspek Undang-Undang Dasar NKRI 1945

a. Disebutkan dalam pasal 27 bahwa Setiap anak diberikan hak kedudukan yang sama dihadapan hukum, hak boleh untuk berkerja, berkumpul

39

Darwan Prints, “Hukum Anak Indonesia” (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) Cet-2,h. 150

40 Nyoman Sujana, “Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin dalam Perspektif

Putusan Mahkamah Konstitusi” Nomor 46/PUU-VII-2010, (Yogyakarta:

Aswanja Pressindo, 2011) h. 150

41 Tri Yunisari, DKK, “Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Akibat

Perkawinan Beda Agama Yang Tidak Tercatat”, JURNAL (Malang:

(41)

28

b. Disebutkan dalam pasal 28 setiap anak diberikan hak untuk hidup, kemudian diberikan hak untuk berkembang dan diberikan hak perlindungan dan kepastian hukum

c. Disebutkan dalam pasal 29 bahwa setiap anak berhak memilih agama, berhak untuk mendapatkan informasi atau pun memberikan informasi, berhak untuk hidup sejahtra dan tidak disiksa

d. Disebutka dalam pasal 30 setiap anak berhak untuk membela negara

e. Disebutkan dalam pasal 31 bahwa setiap anak berhak mendapatkan perolehan pendidikan dan pengajaran

2. Aspek Undang-undang Perkawinan

a. Dalam pasal 45 setiap anak berhak untuk diasuh dan dididik oleh orang tuanya.

3. Aspek Undang-undang Kesejahtraan

a. Disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 bahwa setiap anak berhak atas kesejahtraan perawatan, asuhan dan bimbingan

b. Disebutkan dalam pasal 2 ayat 2 bahwa setiap anak berhak mendapatan pelayanan

c. Disebutkan dalam pasal 2 ayat 3 bahwa setiap anak berhak mendapatakan pemeliharaan dan perlindungan

d. Disebutkan dalam pasal 2 ayat 4 bahwa setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam lingkungan hidupnya

e. Disebutkan dalam pasal 3 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak pertolongan pertama

f. Disebutkan pada pasal 5 bahwa setiap anak berhak memperoleh asuhan

(42)

29

g. Disebutkan dalam pasal 6 bahwa setiap anak berhak mendapatkan bantuan dan diberikan pelayanan yang khusus

4. Aspek Undang-undang Hak Asasi Manusia42

a. Disebutkan dalam pasal 52 bahwa setiap anak diberikan hak atas perlindungan

b. Disebutkan pada pasal 53 bahwa setiap anak berhak untuk hidup

c. Disebutkan pada pasal 55 bahwa setiap anak berhak untuk beribadah

d. Disebutkan pada pasal 56 bahwa setiap anak berhak untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya

e. Disebutkan pada pasal 57 bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari semua bentuk kekerasan f. Disebutkan pada pasal 58 bahwa setiap anak berhak

mendapatkan hak untuk memperoleh pendidikan

g. Disebutkan pada pasal 60 bahwa setiap anak berhak mendapatkan waktu beristirahat dan bermain

h. Disebtukan pada pasal 61 bahwa setiap anak berhak mendapatkan pelayanan dan kesehatan

i. Disebutkan pada pasal 63 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak untuk tidak terlibat dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.

42 Tri Yunisari, DKK, “Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Akibat

Perkawinan Beda Agama Yang Tidak Tercatat”, JURNAL (Malang:

(43)

30

j. Disebutkan pada pasal 64 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak perlindungan diri dari semua aktifitas eksploitasi seksual, penculikan, perdagangan anak, penyalahgunaan zat adiktif lainnya.

k. Pada pasal 65 disebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak untuk tidak menjadi sasaran penganiayaan

l. Pada pasal 66 disebutkan bahwa untuk anak penyandang disabilitas berhak untuk memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus.

5. Aspek Undang-undang Kewarganegaraan43

a. Disebutkan pada pasal 4B bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak untuk menjadi warga negara

6. Aspek Undang-undang Perlindungan Anak44

a. Disebutkan pada pasal 4 bahwa setiap anak berhak untuk hidup

b. Disebutkan pada pasal 5 bahwa setiap anak berhak mendapatkan nama sebagai identitas, status, kewarganegaraan.

c. Disebutkan pada pasal 6 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak beribadah sesuai agamanya.

43 Tri Yunisari, DKK, “Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Akibat

Perkawinan Beda Agama Yang Tidak Tercatat, JURNAL (Malang: Universitas

Briwijaya, 2017) h. 91-11

44 Tri Yunisari, DKK, “Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Akibat

Perkawinan Beda Agama Yang Tidak Tercatat”, JURNAL (Malang:

(44)

31

d. Disebutkan dalam pasal 7 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak mengetahui siapa orang tuanya

e. Dalam pasal 8 dan pasal 44 disebutkan bahwa anak berhak mendapatkan pelayanan kesehatan

f. Disebutkan pada pasal 9 dan pasal 48 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak pendidikan

g. Disebtukan pada pasal 10 bahwa anak berhak menyatakan pendapat dan didengar pendapatnya

h. Disebtukan pada pasal 11 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak untuk beristirahat dan bermain

i. Pada pasal 12 dijelaskan bahwa setiap anak berhak menyandang disabilitas, rehabilitias, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahtraan

j. Disebutkan pada pasal 13 bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak perlindungan diskriminasi, eksploitasi, penelantaran, kekerasam, ketidak adilan, dan perlakukan salah.

k. Pada pasal 14 disebtukan bahwa setiap anak berhak mendapatakan hak untuk diasuh orang tuanya sendiri l. Pada pasal 15 disebutkan bahwa setiap anak berhak

mendapatkan hak perlindungan dari penyalahgunaan politik dan sengketa yang mengandung kekerasan.

m. Pada pasal 17 disebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak diperlakukan sebagai manusia seperti yang lainnya

n. Pada pasal 42 dan 43 juga dijelaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak untuk beragama dan beribadah

(45)

32

o. Pada pasal 55 disebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak perlindungan sosial

p. Dan pada pasal 59 dijelaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan hak perlindungan khusus dalam situasi darurat, berhadapan hukum, anak dari kelompok minoritas, korban eksploitasi, ekonomi seksual, kecanduan zat adiktif, pronografi, terjangkit HIV/ Aids, korban kekerasan fisik, terorisme, penyandangan disabilitas, penelantaran, perilaku penyimpangan, korban stakmatisasi pelabelan terkait dengan kondisi orang tua.

D. Implikasi Hukum Perkawinan Beda Agama Bagi Hak-Hak Anak

Terlaksananya pernikahan beda agama memiliki implikasi dampak setelahnya. Adapun diantara dampaknya adalah pada hak-hak anak yang terlahir dari nikah beda agama itu:

1. Hak Waris

Terealisasinya pernikah dengan beda agama akan memiliki pengaruh terhadap hukum waris dan ini merupakan di antara dampaknya terkhususnya agama Islam. Sebab dalam pernikahan beda agama, agama Islam begitu memperhatikan rumusan dan aturan hak waris sehingga tentu akan bersentuhan dengan rumusan dan aturan-aturan kewarisan. Sedangkan agama lain mengenai hak waris tidak diatur secara jelas sebagaimana yang diatur dalam agama Islam.

Dalam Agama Kristen dan Katholik misalnya mereka memlihat hukum kewarisan berbeda dengan Islam sebab menurut dua agama ini perbedaan agama dalam pernikahan tidak menghalangi seorang anak untuk mendapatkan hak dalam

(46)

33

masalah kewarisan dengan alasan bahwa anak dari kecil seharusnya tidak dibebani dengan tidak mendapatkan harta waris apalagi hanya dengan hanya perbedaan dalam segi agama karena harta orang tua merupakan hak seorang anak dari orang tuanya. Begitu juga dengan agama Budha dan Hindu, mereka dalam permasalahan hak waris menyerahkan aturan itu kepada hukum negara. Dan semua agama itu sangat berbeda dengan Islam karena dalam Islam ditemukan hukum dan bahwak pelajaran khusus yang membahas tentang hak waris yang disebut ilmu faraid yaitu ilmu yang membahas mengenai ketentuan-ketentuan siapa yang berhak mendapatkan harta warisan, siapa yang tidak berhak dan berapa yang harus diberikan bagi penerima harta warisan dari orang tua yang telah meninggal duina.45

Jika kita berbicara mengenai tentang hukum Islam maka kita tidak akan terlepas dari dasar-dasar hukum Islam yaitu Alquran, hadits, ijma‟ dan ijtihad46

. Dalam permasalahan hukum waris terdapat beberapa hal yang menghalangi seorang anak mendapatkan hak waris sebagaimana dalam kitab Hasyiah al-Bujairami ala Syarhi al-Minhaj at-Tullab47:

a. Berbeda Agama b. Berbeda Akad

c. Tidak diketahui kematian yang memberikan waris

45 Ahmad Rapiq, “Fiqih Mawarits”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) hl.

3

46 Ibid. h. 22-26

47 Sulaiman Ibn Umar Ibn Muhammad al-Bujairami, “Hasyiah al-Bujairami

(47)

34 d. Murtad

e. Budak f. Pembunuhan

Dalam kitab Hasyiah Bujairami disebutkan beda agama merupakan penghalang pertama untuk memperoleh hak waris, maka syarat yang harus terpenuhi bagi seorang anak adalah tidak berbeda agama karena dalam Islam berbeda agama merpakan penghalang mendapatkan hak waris. Dan landasan itu berdasakan Al-Quran dan hadits Rasulallah Saw.

Adapun dalam Alquran adalah firman Allah Swt:

ِْْإ َٚ ُُْىَعَِ ُْٓىَٔ ٌََُْأ اٌُٛبَل ِ َّاللَّ َِِٓ ٌحْزَف ُُْىٌَ َْبَو ِْْئَف ُُْىِث َُْٛصَّثَشَزَي َٓيِزٌَّا ُ َّللَّبَف َٓيِِِْٕؤٌُّْا َِِٓ ُُْىْعََّْٕٔ َٚ ُُْىْيٍََع ْرِْٛحَزْغَٔ ٌََُْأ اٌُٛبَل ٌتي ِصَٔ َٓي ِشِفبَىٌٍِْ َْبَو ًلَيِجَع َٓيِِِْٕؤٌُّْا ٍََٝع َٓي ِشِفبَىٌٍِْ ُ َّاللَّ ًََعْجَي ٌَْٓ َٚ ِخَِبَيِمٌْا ََ َْٛي ُُْىَْٕيَث ُُُىْحَي Artinya:

“(orang-orang) yang sedang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu. Apabila kamu mendapatkan kemenangan dari Allah Swt mereka berkata “Bukanlah kami (turut berperang) bersama kamu? Dan jika orang kafir mendapati bagian, mereka berkata “Bukankah kami turut memenagkanmu, dan membela kamu dari orang mukmin?” maka Allah Swt akan memberikan putusan antara kamu pada hari kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman48.

Sedangakan dalil dari hadits adalah Sabda Rasulallah Saw yang diriwayatkan dari Usamah Ibn Zaid:

48 QS. An-Nisa‟ Ayat: 141

(48)

35 خِبعأ ٓع ْبفع ٓث ْبّضع ٓث ٚشّع ٓع الله ٍٝص يجٌٕا ْأ ذيص ٓث ٚ ٗيٍع ٍَُِْغٌُّْا ُشِفبَىٌْا ُس ِشَي َلَ َٚ َشِفبَىٌْا ٍُُِْغٌُّْا ُس ِشَي َلَ يبل ٍُع 49 Artinya:

“Diriwayatkan dari Amr Ibn Utsman Ibn Affan dari Usamah Ibn Zaid bahwasanya Rasulallah Saw bersabda: Orang muslim tidak mewariskan (harta) orang kafir dan orang kafir tidak mewariskan (harta) orang muslim”.

Selain dari hadit ini ada juga seperti peraktik Rasulallah Saw di mana karena perbedaan agama ini Rasulallah Saw tidak membagikan harta warisan dari kafir kepada muslim yaitu dalam kasus tatkala wafatnya Abu Thalib yang belum masuk Islam dan meninggalkan empat orang anak yaitu Ali dan Ja‟far yang sudah masuk Islam dan Uqoil dan Thalib yang belum masuk Islam. Pada kasus ini Rasulallah Saw tidak membagi harta warisan kepada Ali dan Ja‟far namun memberikan kepada Uqoil dan Tholib50

2. Perwalian dalam melangsungkan pernikahan

Adanya perwalian pada dasarnya hanya terdapat dalam Islam adapun selain Islam yang namanya perwalian merupakan penyempurn dan tidak sebagai syarat agar sahnya suatu pernikahan. Memang dalam Islam ada terdapat perbedaan dalam perwalian namun kebanyakan para ulama menggunakan pendapat bahwa perwalian adalah di antara rukun yang harus

49 Muhammaad Ibn Nasr Ibn alHajjaj al-Marwazi Abu Abdillah “As-Sunnah li

al-Marwazi”, Jilid 1, h. 104 Cet. Muassasah al-Kutub ats-Saqofiyyah. Bairu

(49)

36

terpenuhi dalam berlangsungnya proses pernikahan.

Maka dengan tidak adanya wali dalam suatu pernikahan maka tidaklah salah jika dipertanyakan mengenai tentang pernikahannya. Dan formulasi adanya pernikahan ini karena bersandar kepad sabda Rasulallah Saw:

بّيأ : يٛمي صلى الله عليه وسلم الله يٛعس ذعّع : يٛمر بٕٙع الله يضس خشئبع بٕرذيع ًطبث بٙحبىٕف ًطبث بٙحبىٕف ًطبث بٙحبىٕف بٙيٌٚ ْرإ شيغث ذحىٔ حأشِا لَ ِٓ يٌٚ ْبطٍغٌبف اٚشجبشر ْإٚ بٙثبصأ بّث ب٘شِٙ بٍٙف بٙثبصأ ْئف ع حيحص شيذح از٘ ،ٌٗ يٌٚ ٖبجشخي ٌُٚ ٓيخيشٌا طشش ٍٝ Artinya:

“Sayyidah Aisyah berkata bahasa saya pernah mendengar Rasulallah Saw bersabda ”Siapa saja dari permpuan menikah tanpada seizin walinya maka pernikahannya batal” (hadits in sahih berdasarkan syarat imam Bukhori dan Imam Muslim)51

لدع يدهاشو يلوب لاإ حاكن لا Artinya:

“Pernikahan itu tidak akan dianggap kecuali dengan menggunakan wali dan dua orang saksi yang adil”52

Wali nikah dianggap sebagai rukun agar sahnya suatu pernikahan dan ini telah ditetapkan dalam pasal 19 KHI. Maka apabila pernikahan tidak melengkapi perwalian ini maka

51 Muhammad Ibn Abdillah Abu Abdillah Hakim an-Naisaburi, “

al-Mustadrak al as-Shahihain”, Jilid 2. h. 182. Darul Kutub Ilmiyah, Bairut

(50)

37

pernikahan itu tidaklah dianggap dan landasan53. Maka dari paparan diatas orang muslim yang menikah dengan agama non Islam maka tidak sah dia menjadi wali bagi anaknya jika anaknya memilih.

Adapun jika ada terjadi sebuah pernikahan beda agama maka wali nikah yang non muslim tidak diperkenankan menjadi wali nikah anaknya yang muslim namun dalam kasus ini ia yang menjadi wali nikahnya adalah hakim sebagaimana yang telah ditentukan dalam beberapa pasal yaitu pasal 21, 22, 23 kompilasi hukum Islam (KHI).

53 Ahmad Sukardi dan Bakri. A. Rahman, “Hukum perkawinan menurut Islam,

Gambar

Tabel Pemenuhan hak anak dari perkawinan beda agama:

Referensi

Dokumen terkait

Jika panci dan/atau bahan bagian dasar kompor berwarna hitam sulit didapatkan, bisa dengan menggunakan cat semprot hitam (yang tidak beracun ketika panas), cat tempera hitam

Untuk mengetahui fenomena jilboobs di kalangan mahasiswi IAIN Tulungagung, serta (2). Untuk mengetahui tinjauan hukum islam tentang jilboobs di kalangan mahasiswa IAIN

Meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat utamanya kegiatan promotif dan preventif untuk mewujudkan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan

• Sekarang, dengan akses yang relatif murah, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk..

Based on the research problems, the objective of the study is to find out the effect of KWL and translation methods on grade 11 th students’ reading

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang sifatnya eksploratif untuk mengetahui pengaruh gangguan terhadap kinerja sistem

wilayah pesisir timur Aceh masih dijual dalam bentuk biji kakao kering (bahan baku) ke pasar di luar Aceh, sehingga nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan

Untuk mendapat status gizi yang baik selama kehamilan maka ibu dalam keadaan hamil harus cukup mendapatkan makanan bagi dirinya sendiri maupun janinnya, makanan