• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Hukum Perkawinan Beda Agama Bagi Hak-Hak Anak Anak

Dalam dokumen OLEH: DEZA ARMAN SUAIBI NIM: (Halaman 45-51)

Terlaksananya pernikahan beda agama memiliki implikasi dampak setelahnya. Adapun diantara dampaknya adalah pada hak-hak anak yang terlahir dari nikah beda agama itu:

1. Hak Waris

Terealisasinya pernikah dengan beda agama akan memiliki pengaruh terhadap hukum waris dan ini merupakan di antara dampaknya terkhususnya agama Islam. Sebab dalam pernikahan beda agama, agama Islam begitu memperhatikan rumusan dan aturan hak waris sehingga tentu akan bersentuhan dengan rumusan dan aturan-aturan kewarisan. Sedangkan agama lain mengenai hak waris tidak diatur secara jelas sebagaimana yang diatur dalam agama Islam.

Dalam Agama Kristen dan Katholik misalnya mereka memlihat hukum kewarisan berbeda dengan Islam sebab menurut dua agama ini perbedaan agama dalam pernikahan tidak menghalangi seorang anak untuk mendapatkan hak dalam

33

masalah kewarisan dengan alasan bahwa anak dari kecil seharusnya tidak dibebani dengan tidak mendapatkan harta waris apalagi hanya dengan hanya perbedaan dalam segi agama karena harta orang tua merupakan hak seorang anak dari orang tuanya. Begitu juga dengan agama Budha dan Hindu, mereka dalam permasalahan hak waris menyerahkan aturan itu kepada hukum negara. Dan semua agama itu sangat berbeda dengan Islam karena dalam Islam ditemukan hukum dan bahwak pelajaran khusus yang membahas tentang hak waris yang disebut ilmu faraid yaitu ilmu yang membahas mengenai ketentuan-ketentuan siapa yang berhak mendapatkan harta warisan, siapa yang tidak berhak dan berapa yang harus diberikan bagi penerima harta warisan dari orang tua yang telah meninggal duina.45

Jika kita berbicara mengenai tentang hukum Islam maka kita tidak akan terlepas dari dasar-dasar hukum Islam yaitu Alquran, hadits, ijma‟ dan ijtihad46

. Dalam permasalahan hukum waris terdapat beberapa hal yang menghalangi seorang anak mendapatkan hak waris sebagaimana dalam kitab Hasyiah al-Bujairami ala Syarhi al-Minhaj at-Tullab47:

a. Berbeda Agama b. Berbeda Akad

c. Tidak diketahui kematian yang memberikan waris

45 Ahmad Rapiq, “Fiqih Mawarits”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) hl.

3

46 Ibid. h. 22-26

47 Sulaiman Ibn Umar Ibn Muhammad al-Bujairami, “Hasyiah al-Bujairami

34 d. Murtad

e. Budak f. Pembunuhan

Dalam kitab Hasyiah Bujairami disebutkan beda agama merupakan penghalang pertama untuk memperoleh hak waris, maka syarat yang harus terpenuhi bagi seorang anak adalah tidak berbeda agama karena dalam Islam berbeda agama merpakan penghalang mendapatkan hak waris. Dan landasan itu berdasakan Al-Quran dan hadits Rasulallah Saw.

Adapun dalam Alquran adalah firman Allah Swt:

ِْْإ َٚ ُُْىَعَِ ُْٓىَٔ ٌََُْأ اٌُٛبَل ِ َّاللَّ َِِٓ ٌحْزَف ُُْىٌَ َْبَو ِْْئَف ُُْىِث َُْٛصَّثَشَزَي َٓيِزٌَّا ُ َّللَّبَف َٓيِِِْٕؤٌُّْا َِِٓ ُُْىْعََّْٕٔ َٚ ُُْىْيٍََع ْرِْٛحَزْغَٔ ٌََُْأ اٌُٛبَل ٌتي ِصَٔ َٓي ِشِفبَىٌٍِْ َْبَو ًلَيِجَع َٓيِِِْٕؤٌُّْا ٍََٝع َٓي ِشِفبَىٌٍِْ ُ َّاللَّ ًََعْجَي ٌَْٓ َٚ ِخَِبَيِمٌْا ََ َْٛي ُُْىَْٕيَث ُُُىْحَي Artinya:

“(orang-orang) yang sedang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu. Apabila kamu mendapatkan kemenangan dari Allah Swt mereka berkata “Bukanlah kami (turut berperang) bersama kamu? Dan jika orang kafir mendapati bagian, mereka berkata “Bukankah kami turut memenagkanmu, dan membela kamu dari orang mukmin?” maka Allah Swt akan memberikan putusan antara kamu pada hari kiamat. Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman48.

Sedangakan dalil dari hadits adalah Sabda Rasulallah Saw yang diriwayatkan dari Usamah Ibn Zaid:

48 QS. An-Nisa‟ Ayat: 141

35 خِبعأ ٓع ْبفع ٓث ْبّضع ٓث ٚشّع ٓع الله ٍٝص يجٌٕا ْأ ذيص ٓث ٚ ٗيٍع ٍَُِْغٌُّْا ُشِفبَىٌْا ُس ِشَي َلَ َٚ َشِفبَىٌْا ٍُُِْغٌُّْا ُس ِشَي َلَ يبل ٍُع 49 Artinya:

“Diriwayatkan dari Amr Ibn Utsman Ibn Affan dari Usamah Ibn Zaid bahwasanya Rasulallah Saw bersabda: Orang muslim tidak mewariskan (harta) orang kafir dan orang kafir tidak mewariskan (harta) orang muslim”.

Selain dari hadit ini ada juga seperti peraktik Rasulallah Saw di mana karena perbedaan agama ini Rasulallah Saw tidak membagikan harta warisan dari kafir kepada muslim yaitu dalam kasus tatkala wafatnya Abu Thalib yang belum masuk Islam dan meninggalkan empat orang anak yaitu Ali dan Ja‟far yang sudah masuk Islam dan Uqoil dan Thalib yang belum masuk Islam. Pada kasus ini Rasulallah Saw tidak membagi harta warisan kepada Ali dan Ja‟far namun memberikan kepada Uqoil dan Tholib50

2. Perwalian dalam melangsungkan pernikahan

Adanya perwalian pada dasarnya hanya terdapat dalam Islam adapun selain Islam yang namanya perwalian merupakan penyempurn dan tidak sebagai syarat agar sahnya suatu pernikahan. Memang dalam Islam ada terdapat perbedaan dalam perwalian namun kebanyakan para ulama menggunakan pendapat bahwa perwalian adalah di antara rukun yang harus

49 Muhammaad Ibn Nasr Ibn alHajjaj al-Marwazi Abu Abdillah “As-Sunnah li

al-Marwazi”, Jilid 1, h. 104 Cet. Muassasah al-Kutub ats-Saqofiyyah. Bairu

36

terpenuhi dalam berlangsungnya proses pernikahan.

Maka dengan tidak adanya wali dalam suatu pernikahan maka tidaklah salah jika dipertanyakan mengenai tentang pernikahannya. Dan formulasi adanya pernikahan ini karena bersandar kepad sabda Rasulallah Saw:

بّيأ : يٛمي صلى الله عليه وسلم الله يٛعس ذعّع : يٛمر بٕٙع الله يضس خشئبع بٕرذيع ًطبث بٙحبىٕف ًطبث بٙحبىٕف ًطبث بٙحبىٕف بٙيٌٚ ْرإ شيغث ذحىٔ حأشِا لَ ِٓ يٌٚ ْبطٍغٌبف اٚشجبشر ْإٚ بٙثبصأ بّث ب٘شِٙ بٍٙف بٙثبصأ ْئف ع حيحص شيذح از٘ ،ٌٗ يٌٚ ٖبجشخي ٌُٚ ٓيخيشٌا طشش ٍٝ Artinya:

“Sayyidah Aisyah berkata bahasa saya pernah mendengar Rasulallah Saw bersabda ”Siapa saja dari permpuan menikah tanpada seizin walinya maka pernikahannya batal” (hadits in sahih berdasarkan syarat imam Bukhori dan Imam Muslim)51

لدع يدهاشو يلوب لاإ حاكن لا Artinya:

“Pernikahan itu tidak akan dianggap kecuali dengan menggunakan wali dan dua orang saksi yang adil”52

Wali nikah dianggap sebagai rukun agar sahnya suatu pernikahan dan ini telah ditetapkan dalam pasal 19 KHI. Maka apabila pernikahan tidak melengkapi perwalian ini maka

51 Muhammad Ibn Abdillah Abu Abdillah Hakim an-Naisaburi, “

al-Mustadrak al as-Shahihain”, Jilid 2. h. 182. Darul Kutub Ilmiyah, Bairut

37

pernikahan itu tidaklah dianggap dan landasan53. Maka dari paparan diatas orang muslim yang menikah dengan agama non Islam maka tidak sah dia menjadi wali bagi anaknya jika anaknya memilih.

Adapun jika ada terjadi sebuah pernikahan beda agama maka wali nikah yang non muslim tidak diperkenankan menjadi wali nikah anaknya yang muslim namun dalam kasus ini ia yang menjadi wali nikahnya adalah hakim sebagaimana yang telah ditentukan dalam beberapa pasal yaitu pasal 21, 22, 23 kompilasi hukum Islam (KHI).

53 Ahmad Sukardi dan Bakri. A. Rahman, “Hukum perkawinan menurut Islam,

38 BAB III

PRAKTIK PERLINDUNGAN HAK-HAK ANAK DALAM

Dalam dokumen OLEH: DEZA ARMAN SUAIBI NIM: (Halaman 45-51)

Dokumen terkait