103
Seli Yuliawati, 2016
PROFIL MISKONSEPSI SISWA SMA DI KOTA BANDUNG PADA MATERI GAYA ANTARMOLEKUL MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK BERBASIS PIKTORIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A.Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Miskonsepsi siswa SMA kelas XI di Rayon H Kota Bandung pada materi gaya
antarmolekul dengan persentase ≥10%, yaitu :
a. Gaya London hanya dapat terjadi karena adanya interaksi antarmolekul
yang bersifat nonpolar (50,70%).
b. Kekuatan ikatan hidrogen lebih besar dari pada ikatan kovalen (16,90%).
c. Perubahan wujud suatu senyawa tidak berkaitan dengan gaya antarmolekul,
pada saat suatu senyawa berubah wujud terjadi pemutusan ikatan antar atom
dalam senyawa tersebut (32,39%).
d. Ikatan hidrogen pada molekul air adalah ikatan langsung antara atom H dari
satu molekul dengan atom O dari molekul lain dan tidak termasuk gaya
antarmolekul (12,68%).
e. Interaksi antara atom H dengan atom F disebut ikatan hidrogen. Ikatan
hidrogen tidak termasuk gaya antarmolekul (14,44%).
f. Ikatan hidrogen terjadi karena adanya ikatan antara atom H dengan atom
elektronegatif (F, O, N) (13,73%).
g. Ikatan hidrogen terjadi karena adanya ikatan antara atom H dengan atom
elektronegatif, N di dalam molekul NH3 (32,04%).
h. Titik didih suatu senyawa tidak ada kaitannya dengan gaya antarmolekul
melainkan hanya dipengaruhi oleh massa molekul (50,00%).
2. Miskonsepsi yang paling banyak dialami siswa di sekolah kategori tinggi,
sedang dan rendah adalah mengenai gaya London. Sebanyak 56,12% siswa
sekolah kategori tinggi, 46,43% siswa sekolah kategori sedang, dan 49,12%
siswa kategori rendah memiliki konsepsi bahwa gaya London hanya dapat
terjadi karena adanya interaksi antarmolekul yang sejenis dan bersifat
nonpolar. Miskonsepsi siswa SMA kelas XI pada materi gaya antarmolekul di
104
Seli Yuliawati, 2016
PROFIL MISKONSEPSI SISWA SMA DI KOTA BANDUNG PADA MATERI GAYA ANTARMOLEKUL MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK BERBASIS PIKTORIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
perbedaan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji ANAVA satu
jalur dengan tingkat signifikansi sebesar 0,043. Hasil Post Hoc Test
menunjukkan terdapat perbedaan miskonsepsi yang signifikan antara siswa di
sekolah kategori tinggi dengan siswa di sekolah kategori rendah. Berdasarkan
persentase total miskonsepsi siswa untuk setiap konsep pada materi gaya
antarmolekul, miskonsepsi yang dialami siswa di sekolah kategori tinggi,
sedang dan rendah memiliki perbedaan yang signifikan.
3. Miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh siswa laki-laki adalah mengenai
gaya London. Sebanyak 54,14% siswa laki-laki memiliki konsepsi bahwa gaya
London hanya dapat terjadi karena adanya interaksi antarmolekul yang sejenis
dan bersifat nonpolar. Sedangkan miskonsepsi yang paling banyak dialami oleh
siswa perempuan adalah mengenai hubungan gaya antarmolekul dengan titik
didih. Sebanyak 51,66% siswa perempuan memiliki konsepsi bahwa titik didih
suatu senyawa tidak ada kaitannya dengan gaya antarmolekul melainkan hanya
dipengaruhi oleh massa molekul. Miskonsepsi siswa SMA kelas XI Rayon H
Kota Bandung pada materi gaya antarmolekul berdasarkan perbedaan gender
tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hal ini berdasarkan hasil uji-t yang
menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0,679. Berdasarkan persentase total
miskonsepsi siswa untuk setiap konsep pada materi gaya antarmolekul tidak
terdapat perbedaan miskonsepsi yang signifikan antara siswa laki-laki dan
perempuan.
B.Implikasi
Implikasi hasil penelitian ini adalah miskonsepsi-miskonsepsi yang
teridentifikasi pada materi gaya antarmolekul dapat digunakan oleh guru sebagai
acuan dalam perbaikan kegiatan pembelajaran, guru dapat merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini
tentunya dapat mengurangi kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada siswa.
Implikasi lain dari penelitian ini adalah memberi gambaran mengenai pemahaman
siswa pada level submikroskopis yang masih rendah dibandingkan dengan dua
level representasi yang lain. Hal ini didasarkan pada hasil analisis yang
105
Seli Yuliawati, 2016
PROFIL MISKONSEPSI SISWA SMA DI KOTA BANDUNG PADA MATERI GAYA ANTARMOLEKUL MENGGUNAKAN TES DIAGNOSTIK BERBASIS PIKTORIAL
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
miskonsepsi lebih mendalam atau dengan kata lain memiliki persentase yang
cukup tinggi. Hal ini tentunya menjadi perhatian guru untuk selalu
memperhatikan keterkaitan antara ketiga level representasi agar tidak terjadi lagi
miskonsepsi yang sama (telah teridentifikasi) ataupun miskonsepsi baru pada
siswa.
C.Rekomendasi
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data penelitian, maka peneliti
memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya perlu dikembangkan instrumen tambahan
(selain soal tes), seperti angket atau pertanyaan wawancara. Hasil angket dan
wawancara dapat digunakan sebagai data pendukung untuk mengidentifikasi
miskonsepsi siswa lebih mendalam serta faktor-faktor yang menyebabkan
siswa dapat mengalami miskonsepsi yang telah teridentifikasi.
2. Peneliti lain dapat melakukan penelitian mengenai profil miskonsepsi siswa
pada materi kimia lainnya menggunakan tes diagnostik pilihan ganda two-tier
baik berbasis piktorial atau berupa narasi yang telah banyak dikembangkan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya sehingga dapat mengungkap miskonsepsi
yang dialami siswa pada materi kimia lainnya.
3. Peneliti lain dapat melakukan penelitian mengenai pengembangan butir soal tes
diagnostik pilihan ganda two-tier berbasis piktorial pada pokok materi lainnya