BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada umumnya hampir semua investasi mengandung unsur ketidakpastian (uncertainty) atau risiko, demikian juga halnya investasi dalam bentuk saham yang tergolong berisiko tinggi. Di sisi lain, investor juga dihadapkan kepada peluang mendapatkan return yang lebih besar dalam waktu singkat. Seorang investor dalam pengambilan keputusan investasi harus mempertimbangkan seberapa besar keuntungan yang diharapkan dan seberapa jauh toleransi investor terhadap risiko atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan tersebut. Apabila investor mengharapkan return yang lebih tinggi, maka harus bersedia menanggung risiko yang tinggi pula. Hal ini sejalan dengan konsep Trade Off; High Risk High Return.
bersifat fundamental, analisis teknikal, analisis ekonomi dan analisis rasio keuangan (Anoraga dan Pakarti, 2006:108).
Risiko investasi saham tercermin pada variabilitas pendapatan (return) saham, baik pendapatan saham individual maupun pendapatan saham pasar (market return) di pasar modal. Besar kecilnya risiko investasi pada saham dapat diukur dengan varians atau standart deviasi dari pendapatan saham tersebut. Risiko ini disebut risiko total yang terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis.
Risiko sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Risiko sistematis ini juga dikatakan sebagai risiko pasar karena disebabkan oleh faktor yang secara serentak mempengaruhi harga semua saham di bursa efek.
Risiko yang kedua adalah risiko tidak sistematis yaitu risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena risiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu (Halim, 2005:44). Fluktuasi risiko ini besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena perbedaan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya faktor struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan, dan sebagainya (Halim, 2005:44). Risiko tidak sistematik ini disebut juga Risiko Perusahaan (Unique, Diversifiable, or Firm-Specific Risk).
Sektor Trade, Service, and Investment merupakan salah satu sektor yang yang termasuk dalam Indeks Saham Sektoral BEI. Indeks saham sektoral adalah sub indeks dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dimana pada sektor ini terbagi menjadi 8 sub sektor, yaitu sub sektor perdagangan besar barang produksi, sub sektor perdagangan eceran, sub sektor restoran, sub sektor hotel dan pariwisata, sub sektor advertising, printing, and media , sub sektor jasa komputer, sub sektor investasi, dan sub sektor lainnya.
Gambar 1.1
Pergerakan Indeks Saham Sektor Perdagangan Tahun 2007 – Tahun 2009
Sumber : IDX Statistics, 2009
Pada gambar 1.1 dapat dilihat bahwa pergerakan indeks saham perdagangan secara tren menurun ditahun 2008, hal ini dikarenakan laju pertumbuhan impor 23,3% tumbuh lebih cepat daripada laju pertumbuhan ekspor 14,3% (sumber: bappenas.go.id). Namun pada tahun 2009, sektor ini mengalami peningkatan dikarenakan tingginya tingkat konsumsi masyarakat seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi sehingga pelaku usahaa dalam sektor ini pun meningkat. Hal tersebut dijadikan peluang bagi para investor untuk berlomba- lomba dalam menanamkan model pada sektor ini.
bagi para investor untuk berlomba-lomba dalam menanamkan model pada sektor ini.
Ada beberapa sumber risiko yang bisa mempengaruhi besarnya risiko investasi seperti risiko suku bunga, risiko pasar, risiko inflasi, risiko bisnis, risiko finansial, risiko likuiditas, risiko nilai tukar mata uang, dan risiko negara. (Tandelilin, 2001:48). Pada perusahaan sektor Trade, Service, and Investment
memiliki sumber risiko yang berbeda - beda tiap subsektornya.
Hexindo dengan alat beratnya yang bermerek Hitachi ini melaporkan kenaikan laba bersih 25,25% menjadi US$38,52 juta, dibandingkan US$30,75 pada periode yang sama tahun 2011 (sumber:
Yang menjadi sumber risiko pada perdagangan besar barang produksi adalah iklim. Iklim memberikan dampak bagi pendistribusian subsektor ini. Seperti bencana gempa dan tsunami yang menimpa Jepang pada Maret tahun lalu membuat tersendatnya pendistribusian barang-barang produksi tersebut. Selain itu ada risiko kebijakan pemerintah. Perubahan kebijakan – kebijakan ekonomi pemerintah dari waktu ke waktu yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.
Subsektor perdagangan eceran di Indonesia merupakan pasar besar dengan jumlah penduduk Indonesia pada awal tahun 2010 sekitar 237.556 jiwa. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, total belanja rumah tangga akhir 2010 mencapai 115 triliun rupiah (http://us.detikfinance.com). Belanja tersebut mencakup seluruh kebutuhan rumah tangga, mulai dari kebutuhan sehari-hari seperti gula, sabun mandi, pakaian, hingga kebutuhan barang tahan lama (durable) seperti kulkas, dan peralatan elektronik lainnya.
perubahan selera konsumen dan tren belanja, risiko usangnya persediaan barang dagangan.
Berkembangnya sektor pariwisata sebagai suatu industri yang bersifat quick yielding, menimbulkan efek yang sangat luas bagi masyarakat. Pada masa sekarang ini perkembangan pariwisata telah menjadi sasaran perekonomian dunia, sarana dalam menjalin persahabatan antar bangsa, serta dijadikan alat promosi untuk menarik menarik investasi global. Komdisi ini merupakan suatu kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan berbagai program pengembangan sektor pariwisata nasional. Peranan industri pariwisata dalam perekonomian Indonesia semakin penting keberadaannya sebagai salah satu sumber penerimaan devisa negara. Oleh karena adanya pertumbuhan arus kunjungan wisatawan baik wisatawan nasional maupun mancanegara pada setiap tahunnya harus diimbangi dengan peningkatan penyediaan berbagai fasilitas akomodasi yang memadai seperti restoran dan hotel.
Subsektor industri restoran hingga saat ini masih diyakini sebagai salah satu bentuk usaha ekonomi yang memiliki prospek cukup bagus. Menurut Keputusan Menteri Parposter No.KM.95/KH.103/MPPT-87 Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya (Sudiarto,1999:15).”
dan layanan restoran mempunyai proporsi yang seimbang, yaitu mencakup makanan dan minuman, suasana, pelayanan, reputasi, dan harga. Pesatnya perkembangan ini terjadi pada daerah perkotaan karena didukung oleh jumlah populasi yang tinggi dan daya beli yang baik, disamping pola makan masyarakat bisnis (middle-up) yang cenderung makan diluar. Selain itu, kebutuhan wisatawan akan variasi makanan dan minuman dalam kegiatan berwisata menimbulkan semakin tumbuh berkembangnya usaha restoran disekitar tempat wisata. Adapun yang menjadi sumber risiko pada subsektor ini adalah terdapatnya ancaman berupa produk pengganti maupun pendatang baru. Persaingan dalam industri ini semakin berkembang terlihat dengan semakin banyaknya restoran yang berdiri dan menyebabkan adanya perang harga promosi dalam menarik konsumen.
Tabel 1.1
Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Kebangsaan Tahun 2008 – 2011
Asal 2008 2009 2010 2011
Asia Pasifik 4888203 4917083 5527342 6050406
Amerika 249968 237670 255465 293306
Eropa 989854 1028405 1048543 1110871
Lainnya (Timur Tengah dan Afrika) 106472 140572 171594 195148
Sumber :
Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia antara tahun 2008 hingga 2011 mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Pada tahun 2011 jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia sebanyak 7.649.731 orang yang meningkat dari tahun 2010 sebanyak 7.002.944 orang. Diperkirakan dalam waktu sepuluh tahun kedepan, wisatawan dari ekonomi APEC akan tumbuh rata – rata sebanyak 4,7 persen setahun dan itu merupakan 3,9 persen dari seluruh ekspor APEC, atau pada kisaran 750 miliar dolar AS (sumber :
Meningkatnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia menyebabkan nilai investasi atau penanaman modal pada sektor ini dari tahun 2010 sampai dengan 2012 mengalami peningkatan.
Tabel 1.2
Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri
Perumahan 3 261,7 8 732,7 6 58,0 Jasa lainnya 69 3.328,6 95 1.621,9 63 2.825,1 P: Price
I: Investment
Sumber : Bappenas.go.id
Pada tahun 2012 sektor hotel memiliki nilai investasi PMDN sebesar Rp 1.015 trilyun mengalami peningkatan dari tahun 2011 yang hanya memiliki Rp 394,4 trilyun. Dukungan saran dan prasarana yang terus dikembangkan akan memungkinkan peluang yang cukup besar untuk menarik kunjungan wisatawan. Besarnya pertumbuhan ini menimbulkan efek positif dan menguntungkan pada perkembangan sektor hotel di Indonesia. Namun demikian terdapat beberapa yang menjadi sumber risiko pada sektor ini antara lain seperti keadaan infrastruktur di Indonesia. Keadaan infrastruktur yang belum optimal akan membuat jumlah turis ke Indonesia bisa jadi kalah dengan negara lainnya.Selain itu buruknya citra pariwisata Indonesia akibat berbagai aksi kerusuhan, penjarahan, terorisme, dan demonstrasi yang terjadi sepanjang tahun 1998 sampai dengan tahun 1999.
serta perkembangan yang pesat di dunia teknologi informasi dan tekhnologi komunikasi sehingga media tumbuh dalam model yang kapitalistik (Griffin : 368.). Masa ini ditandai dengan: a). dijadikannya informasi sebagai komoditas, b). munculnya media baru dan terjadi penggabungan media, c). berpengaruhnya ekonomi dan pasar.
Rantai hubungan antara pengirim – pesan – pengguna juga tergantung beberapa komponen lain yang terlibat dalam sistem periklanan, diantaranya media massa. Media massa berperan ganda dalam periklanan, yaitu menyediakan pengetahuan teknologi pengiriman pesan dan aktif mengambil bagian di dalam menentukan pesan apa yang harus dikirmkan oleh siapa, kepada siapa, dan kapan.
Industri periklanan modern di Indonesia mulai tumbuh di awal tahun 1970-an untuk mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh akibat dikeluarkannya UU Penanaman Modal Asing (UU PMA) di tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) di tahun 1968. Hasilnya adalah cukup banyak perusahaan dan pabrik yang merambah pasar Indonesia. Bersamaan dengan masuknya perusahaan perusahaan multinasional yang memanfaatkan kebijakan baru di bidang PMA, produk-produk yang diluncurkan ke pasar pun harus dilakukan dengan kaidah- kaidah pemasaran modern.
membuat biro iklan multinasional harus memberikan layanan global untuk meningkatkan pelayanan klien-klien global mereka di Indonesia. Oleh karenanya, pada dekade 1990-an untuk meningkatkan efisiensi dan sebagai strategi menghadapi ketatnya kompetisi, sejumlah perusahaan periklanan menyatukan diri. Pada era tahun 1990-an sudah ada sekitar 20-an perusahaan periklanan yang berafiliasi dengan perusahaan periklanan Indonesia.
Walaupun usaha penerbitan pers kini merupakan bagian dari industri yang patuh pada hukum ekonomi, namun investasi untuk membangun usaha penerbitan pers tetap bukan investasi yang cepat kembali modal dan memberikan keuntungan dalam waktu singkat. Kondisi itu harus disadari oleh setiap pihak yang menanamkan modal pada industri pers. Pemahaman atas kondisi itu juga perlu tertanam pada operator penerbitan pers sehingga mereka senantiasa berhemat dalam memutar roda produksi media masssanya. Bagaimanapun, proses produksi merupakan sumber pemborosan sehingga biayanya perlu dikendalikan Di sisi lain, perusahaan penerbitan pers bisa mengembangkan potensi sumber pendapatan lain dengan mengoptimalkan pemanfaatan asset. Pada perusahaan pers yang telah dilengkapi percetakan bisa mengandalkan usaha jasa percetakan untuk meraup laba dalam kurun waktu yang lebih singkat. Dalam menjalankan roda usaha jasa percetakan biasanya perusahaan pers membentuk manajemen tersendiri yang berkonsentrasi pada pengembangan usaha tersebut.
kebutuhan secara elektronik seperti commerce, government, education, e-library, e-journal, e-medicine, e-laboratory, e-biodiversitiy, dan yang lainnya lagi yang berbasis elektronik.
Industri komputer tanah air setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Diperkirakan pertumbuhannya mencapai 20 sampai 25 persen per tahun. Menurutnya, pasar komputer Indonesia saat ini masih dikuasai oleh produksi dalam negeri. Untuk komputer built-up pangsa pasarnya 40 persen dan lokal 60 persen. Sedangkan, untuk jumlah komputer terjual di pasar Indonesia mencapai 2 juta unit tiap tahun.Jadi diharapkan, jika revisi undang-undang bea masuk komponen komputer telah disetujui pemerintah, pertumbuhan industri komputer tanah air diperkirakan dapat mencapai 30 sampai 40 persen.
Adapun yang menjadi sumber risiko pada sektor ini ialah .risiko perkembangan teknologi, pengacau program (hackers) dan virus komputer, pembajakan, dan risiko jaringan infrastruktur telekomunikasi.
bidang pengendalian, manajemen resiko dan kebijakan strategis dan faktor eksternal seperti kepercayaan investor untuk berinvestasi, risiko sebagai perusahaan induk dimana pendapatan perseroan tidak terlepas dari pendapatan usaha dari anak perusahaan, risiko anak perusahaan dimana masing-masing anak perusahaan menghadapi risiko sesuai dengan kegiatan usahanya.
Subsektor perusahaan lainnya adalah perusahaan – perusahaan yang juga bergerak di bidang perdagangan dan jasa dan telah terdaftar di BEI hanya saja masih berskala kecil. Didalam subsektor ini terdaftar 3 perusahaan yang terdaftar di BEI yakni, Gema Brahasarana Tbk, Multifing Mitra Indonesia Tbk, dan Sugih
Energy Tbk.PT Gema Grahasarana Tbk
ini bergerak dalam bidang kontraktor interior dan manufaktur furnitur. GEMA mencatatkan di BEI sejak 2002.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Risiko Saham Perusahaan
Trade, Service, and Investments yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
subsektor jasa komputer, dan subsektor perusahaan investasi yang terdaftar di BEI”
2. “Apakah terdapat perbedaan risiko tidak sistematis pada subsektor perdagangan besar barang produksi, subsektor perdagangan eceran, subsektor restoran, subsektor hotel dan pariwisata, subsector advertising, printing, dan media, percetakan subsektor jasa komputer, dan subsektor perusahaan investasi yang terdaftar di BEI”
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko sistematis dan risiko tidak sistematis yang ada pada setiap perusahaan-perusahaan perdagangan, jasa dan investasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia agar para investor maupun calon investor dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi di sektor ini.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermafaat bagi : 1. Investor atau calon investor
2. Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pola pikir penulis tentang risiko investasi.
3. Peneliti Lanjutan