Kementerian Keuangan Republik Indonesia DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
Analisis Existing DAU
Analisis Existing DAU
Persepsi Permasalahan DAU
Kebijakan perhitungan PDN Neto
DAU per daerah tidak selalu meningkat setiap tahun
kesulitan perkiraan DAU pada penyusunan APBD
Perhitungan yang kurang transparan akurasi data AD, KbF, dan KpF
Tidak semua daerah mendapat DAU masalah
Tidak semua daerah mendapat DAU masalah pemahaman konsep dana perimbangan
Pengaruh jumlah daerah pemekaran mengurangi
kesempatan daerah lain untuk mendapatkan peningkatan
Perhitungan DAU daerah pemekaran yang langsung setara dengan daerah lainnya pada tahun kedua
DAU tidak lagi menggunakan pendekatan
proxy, namun menggunakan alat ukur yang
mencerminkan kebutuhan riil tiap daerah
ISU DAU
Dalam Rakernas Bappeda di Surabaya 2 Maret 2010
mencerminkan kebutuhan riil tiap daerah
dan didasarkan atas kepentingan
Analisa terhadap isu di atas seyogyanya
dikaitkan dengan definisi, tujuan, dan kriteria
perhitungan DAU, agar dapat diketahui pada
posisi mana potensi
Alternatif Analisis
posisi mana potensi
permasalahannya, sehingga dapat
mengidentifikasikan isu utama untuk
DBH : Porsi atau Persentase
DAU : Formula
DAK : Kriteria
Trilogi Dana Perimbangan
DBH
Prinsip-prinsip Dana Perimbangan
Existing Definition
Four Components
Dana yang bersumber dari Pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan
Apakah Definisi DAU akan Berubah?
Four Components
Dari Pendapatan APBN Dalam rangka otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
mempertimbangkan/memperhitungkan pendapatan daerah dari PAD dan DBH
daerah dari PAD dan DBH
Mendanai kebutuhan daerah tidak secara spesifik
terkait dengan bidang/sektor tertentu (DAU adalah block grant)
DAU Vs Kebutuhan Daerah
Konsep Kebutuhan Daerah
Model Kebutuhan riil daerah setiap bidang
kegiatan
kegiatan
Model Standar Pelayanan Minimum (SPM)
Existing Model : Alokasi Dasar dan Celah
Konsep Kebutuhan Daerah (1)
Model Kebutuhan riil daerah setiap bidang kegiatan
Bagaimana mendeteksi kebutuhan riil
Existing DAU dengan Alokasi Dasar dan Celah Fiskal (Selisih Kebutuhan dng Kapasitas Fiskal) Fiskal (Selisih Kebutuhan dng Kapasitas Fiskal) Existing DBH tidak terkait dengan kebutuhan Daerah
Existing DAK dengan kriteria
Konsep Kebutuhan Daerah (2)
Model SPM
Apakah SPM mampu merepresentasikan kebutuhan daerah
Apakah setiap kementerian/lembaga mampunya Apakah setiap kementerian/lembaga mampunya menyelesaikan SPM mereka
Konsep Kebutuhan Daerah (3)
Prinsip Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Pada dasarnya dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal terdapat 3(tiga) substansi pelayanan, yaitu:
Obyek yang dilayani penduduk yang
Obyek yang dilayani penduduk yang
direprentasikan dengan jumlah dan kualitas
Obyek yang harus dikelola wilayah yang
direprentasikan dengan luas dan kondisi
Subyek yang melayani PNSD yang
Konsep Kebutuhan Daerah (3)
Existing Model FORMULA DAU
Karena SPM belum tersedia maka Formula DAU
dianggap dapat merepresentasikan kebutuhan daerah. Dengan menggunakan 3 (tiga) substansi pelayan.
Alokasi Dasar (AD) dihitung dari besaran belanja
Alokasi Dasar (AD) dihitung dari besaran belanja
gaji PNSD
Kebutuhan Fikal (KbF) dihitung dari besaran
rata-rata KbF Nasional dikalikan indeks penduduk dan wilayah, serta kombinasi keduanya
Kapasitas Fiskal (KpF) dihitung dari besaran
Konsep Kebutuhan Daerah (4)
Alternatif Model (yang diharapkan ?)
Kebutuhan riil (KR) untuk perhitungan DAU tidak bisa sama dengan KR untuk perhitungan DAK
Sifat DAU yang block grant seharusnya tidak perlu mempertimbangkan kepentingan daerah yang
mempertimbangkan kepentingan daerah yang spesifik.
Intervensi politik umumnya sulit dibendung karena pembahasan DAU adalah bagian dari pembahasan RAPBN, pembahasan RAPBN adalah kegiatan
Isu Politik dari Kebijakan DAU
Mengupayakan DAU untuk daerah pemilihan persepsi DAU sebagai instrumen bagi-bagi anggaran bukan mekanisme yang bertumpu pada formula
pada formula
persepsi ini sulit dipenuhi sepanjang data untuk membangun formula perhitungan tidak berubah.
Semakin banyak daerah mendapatkan DAU
semakin acceptable, dengan tetap berdasarkan
Rekomendasi
Prinsip Homogenitas atau Heterogenitas Indonesia
adalah heterogen: Berhati-hati dalam merumuskan suatu porsi, formula, dan kriteria yang akan berlaku untuk
semua (ONE FOR ALL)
Prinsip Simplifitas (Simple) atau Kompleksitas
(Complicated) Kebutuhan akan data untuk membangun
(Complicated) Kebutuhan akan data untuk membangun porsi, formula, dan kriteria hendaknya ditetukan secara sangat jelas jenisnya, mempertimbangkan kemampuan untuk menyediakan, dan menetapkan institusi yang
independen dan bertanggungjawab dan diupayakan hasil kerjanya menjadi sasaran audit.