KAJIAN KEEFEKTIFAN ZONASI BERDASARKAN KOMUNITAS IKAN KARANG DI TAMAN NASIONAL BUNAKEN, SULAWESI UTARA
Oleh:
Fakhrizal Setiawan1, Gatot Santoso2, Eko Wahyu Handoyo2, Titi Setiyawati2, Yuyun Saeful Uyun 2
- Wildlife Conservation Society Indonesia Marine Program1
- Balai Taman Nasional Bunaken2
Abstract
Research on the effectiveness of zoning based on reef fish communities conducted in 26 sites in the Bunaken National Park (BNP) recorded 368 species in 46 families of reef fish. Bunaken Island coral reef ecosystems have conditions favorable to the island / location. Community structure viewed from the ecological index indicates the condition of coral reef fish communities are still in the good category. The results of cluster analysis and correspondence factorial analysis (AFK) grouped locations in the South Coast BNP is different from other North Shore BNP locations, Nain Island, Mantehage Island, Bunaken Island and Manado Tua Island. The effectiveness of zoning in BNP based on data in coral cover and reef fish are still good with an indication of reef fish biomass in the core zone of the highest relative to the size of a large fish / mature larvae that are expected to contribute to other zones.
Keywords : zonation, reef fish community structure, Bunaken National Park
Abstrak
dengan ukuran ikan relatif besar/dewasa sehingga diharapkan mampu menyumbang larva untuk zona lainnya.
Kata kunci: zonasi, struktur komunitas ikan karang, Taman Nasional Bunaken.
Pendahuluan
Terumbu karang di Taman Nasional Bunaken selama kurun waktu 10 tahun terakhir mengalami tekanan yang tinggi. Beban limbah dan sampah yang di buang melalui Teluk Manado secara terus menerus, penambahan penduduk di dalam kawasan serta aktifitas pariwisata yang tidak ramah lingkungan memberikan andil bagi penurunan degradasi ekosistem terumbu karang di dalam kawasan Taman Nasional Bunaken.
Taman Nasional Bunaken adalah kawasan pelestarian alam berbasis lautan yang dikelola oleh pemerintah dan ditetapkan berdasarkan SK. Menteri Kehutanan No.730/Kpts-II/1991 dengan luas 89.065 Ha. Adapun wilayah TN Bunaken meliputi kawasan pulau-pulau yakni Pulau Bunaken, Manado Tua, Siladen, Mantehage, dan Nain, Pesisir Tongkaina, Tiwoho, serta wilayah pesisir Arakan-Wawontulap. Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem yang ada di TN Bunaken memberikan peranan tidak sedikit. Masyarakat desa yang berada di dalam dan sekitar bahkan luar TN Bunaken menggantungkan hidupnya pada terumbu karang sebagai tempat menangkap ikan. Melalui pengelolaan kawasan Taman Nasional diharapkan produksi perikanan dapat terjamin dan dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Namun disayangkan data dan informasi mengenai kondisi ekologis sangat minim di dapat sehingga diperlukan kajian mengenai kondisi status karang dan ikan karang untuk menopang kesejahteraan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keefektifan penetapan zonasi dan berjalan tidaknya zonasi di Kawasan Taman Nasional Bunaken berdasarkan data ekologinya.
Metodologi
Penelitian ini dilakukan dari Juli - Oktober 2012. Metode pencatatan tutupan
karang dan makro benthos, menggunakan transek titik yaitu point intercept
trancet (PIT) sepanjang 50 meter sebanyak 3 kali ulangan pada dua kedalaman yaitu dangkal (2 - 4 meter) dan dalam (8 - 10 meter) (Marnane, et al, 2003). Ikan karang menggunakan metode fisual sensus pada transek yang sama dengan karang, transek pengamatan menggunakan garis maya yang ditarik paralel dengan transek garis membentuk luasan persegi panjang. Transek jenis ini dikenal dengan
transek sabuk (Hill & Wilkinson, 2004). Analisis data tutupan karang:
Jumlah tiap Komponen
% Kemunculan Komponen = --- X 100 % 100 (Total Komponen)
Analisis ikan karang meliputi: Kelimpahan komunitas terpilih dapat dihitung
dengan rumus (Odum, 1971): Xi = ni / A, dengan: Xi = Kelimpahan komunitas
terpilih pada stasiun pengamatan ke-i; A = Luas transek pengamatan. Biomassa ikan karang: Data panjang ikan (cm) kemudian dikonversi ke dalam berat (kg) dengan menggunakan rumus hubungan panjang dan berat ikan untuk tiap spesies
(Kulbicki, 2005): W = a x Lb , dimana: W: Berat (gr); L : Panjang Total (cm); a &
b : indeks spesifik (per species). Struktur komunitas ikan karang meliputi indeks
keanekaragaman Shanon-Weiner: H’
S
i1
pi ln pi, indeks kesamaan: E = H’/
H maks dan indeks dominansi: D =
S
i 1
pi2(Ludwig & Reynolds, 1988). Untuk
mengetahui tingkat pengelompokkan berdasarkan kesamaan species ikan karang
digunakan Indeks kesamaan Bray-Curtis (Krebs, 1989): B = (� −� )
(� −� ) dimana:
B = Pengukuran Ketidaksamaan Bray-Curtis, Xij, Xik = No. Individu dalam
species I dalam tiap sampel, I,j = baris dan kolom ke-1,2,3….x. Pengukuran
indeks kesamaan Bray-Curtis dapat menggunakan rumus komplemen indeks
pengukuran Bray-Curtis yaitu 1,0 – B (Krebs, 1989). Hasil perhitungan indeks
Bray Curtis ditampilkan dalam bentuj bentuk dendogram dan juga dilakukan analisis menggunakan Analisis faktorial Korespondensi (AFK). Pengolahan data menggunakan perangkat lunak MVSP dan SAS.
Hasil dan Pembahasan Tutupan Karang
Hasil pengamatan kondisi tutupan karang hidup Taman Nasional Bunaken yang terdiri dari karang keras dan karang lunak berkisar antara 6,5 % - 71%
dengan rata – rata 41,03 %. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
No.4 Tahun 2001, tentang kriteria baku kerusakan terumbu karang , maka kondisi terumbu karang tersebut berkisar antara kategori buruk hingga baik. Tutupan karang tertinggi sebesar 71% terdapat di site Pangalisan dan terendah sebesar 6,5 % terdapat di Poopoh. Lokasi/site yang masuk dalam kategori baik ( 50 - 74,9 %) ada 8 site, sedang (25 - 49,9%) ada 13 site dan site yang masuk kategori buruk (0
– 24,9%) ada 5 site (Tabel 1).
Pangalisan merupakan daerah di sisi timur Pulau Bunaken dimana kontur terumbunya landai sehingga penetrasi cahaya dapat masuk dan merata di semua area, hal ini sesuai dengan pendapat Adrim (2007), Hewan koralia untuk membangun terumbu karang, sangat tergantung pertumbuhannya pada sinar matahari.
Tabel 1. Posisi geografis dan persentase tutupan karang hidup di TN. Bunaken.
tua Zona
Tradisional EcoReef 01o 37' 26,2" 124o 42' 53,5"
13.92 Buruk Zona
Pariwisata Papindangan 01o 38' 01,2" 124o 43' 08,4"
Tidak ada satupun lokasi pengamatan dimana tutupan karangnya masuk dalam kategori sangat baik atau tutupannya lebih dari 75 % (Tabel 1). Menurut
Makatipu et al (2010) rendahnya tutupan karang di beberapa lokasi di TN.
Bunaken disebabkan oleh pernah dilakukannya penangkapan ikan dengan cara merusak oleh masyarakat serta letaknya yang berada di daerah terbuka sehingga pada musim tertentu ombak sangat keras, sedangkan lokasi yang memiliki tutupan karang dalam kondisi baik berada pada daerah yang terlindung dan letaknya yang dekat dengan Pulau Bunaken sehingga pengawasan lebih mudah.
Ikan Karang
Survey ikan karang di Taman Nasional Bunaken sebanyak 26 site tercatat 368 species dalam 46 famili. Famili dominan antara lain Pomacentridae (60 species), Labridae (58 species), Chaetodontidae ( 31 species), Acanthuridae (23 species), Scaridae (23 species), Serranidae (19 species), Balistidae (11 species), Bleniidae (10 species), Pomacanthidae (10 species), Holocentridae (9 species), dan sisanya kurang dari 9 species per famili.
Kelimpahan ikan karang per site di Taman Nasional Bunaken sangat beragam dimana kelimpahan tertinggi terdapat site Pangalisan sebesar 47030
Ind/Ha dan terendah terdapat di site Kima Bajo sebesar 7715 Ind/Ha dengan rata –
Gambar 2. Histogram rata-rata kelimpahan ikan karang per pulau / group lokasi.
Hasil rata – rata kelimpahan per pulau / group lokasi tertinggi terdapat di Pulau
Bunaken sebesar 29.633 Ind/Ha dan terendah di Pesisir Selatan TN. Bunaken sebesar 12.160 Ind/Ha. Pulau Bunaken memiliki kelimpahan tertinggi dikarenakan pulau ini paling mudah pengawasannya. Setiap aktifitas merusak atau tidak ramah lingkungan paling mudah terpantau di Pulau Bunaken, hal inilah mengapa lokasi di Pesisir Selatan TN. Bunaken yang jauh atau susah untuk dilakukan pengawasan memiliki kelimpahan terendah.
a. Biomassa Ikan Karang
Hasil pengamatan menunjukkan biomassa ikan karang di semua site tertinggi terdapat di Pangalisan sebesar 2.574,78 Kg/Ha dan yang terendah di Wawantulap
sebesar 152, 64 Kg/Ha dengan biomassa rata – rata sebesar 692, 12 Kg/Ha
(gambar 3). Pangalisan memang lokasi terbaik selama di lakukannya survey, tutupan karang dan kelimpahan ikan yang tertinggi di semua lokasi sejalan dengan tertinggi biomassa ikan karangnya. Daerah seperti Wawantulap yang memiliki biomassa rendah harus menjadi perhatian yang serius dikarenakan produksi perikanan karang dari daerah ini sedikit banyaknya akan mempengaruhi ekonomi masyarakaya.
Gambar 2. Histogram biomassa ikan karang di semua lokasi penelitian.
Biomassa ikan karang rata-rata per pulau / group lokasi menunjukkan Pulau Bunaken memiliki biomassa tertinggi sebesar 1,331,30 Kg/Ha dan terendah di Pesisir Selatan TN. Bunaken sebesar 278,49 Kg/Ha. Pulau Bunaken dimana memiliki tutupan karang dan kelimpahan ikan karang tertinggi dibandingkan lokasi lainnya sejalan dengan stok biomassa ikan karang alaminya. Begitu pula di Pesisir Selatan TN. Bunaken, tutupan karang dan kelimpahan ikan karang yang rendah berdampak pula pada biomassa ikan karangnya.
Hal ini memang sesuai dimana tutupan karang yang tinggi akan mengakibatkan kelimpahan dan biomassa ikan karangnya juga tinggi dan begitu juga sebaliknya. Tutupan karang yang tinggi memberikan banyak manfaat bagi biota penghuninya. Menurut Hutomo (1986), tutupan karang yang baik akan memberikan keuntungan berupa tempat tinggal, perlindungan, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi ikan dan biota yang berasosiasi dengannya.
b. Struktur Komunitas Ikan karang
Hasil yang didapat selama penelitian menunjukkan indeks keanekaragaman
berada pada kategori sedang hingga tinggi, berkisar antara 2,35 – 3,21 dengan
nilai rata-rata 2,91 (Tabel 2). Nilai keanekaragaman ini menunjukkan bahwa keseluruhan lokasi masuk kategori sedang. Menurut Odum (1993) bahwa semakin
besar nilai keanekaragaman (H’) menunjukkan komunitas semakin beragam dan
indeks keanekaragaman tergantung dari variasi jumlah species yang terdapat dalam suatu habitat. Nilai keanekaragaman tertinggi terdapat di site Jalur Masuk Nain (3,21) dan terendah di site Wawantulap (2,35) (tabel 2). Hal ini berbeda
dengan hasil penelitian Leuna (2006), dimana rata –rata H’ masuk dalam kisaran
tinggi (3,50). Hal ini diduga terjadi tekanan terhadap komunitas baik dari
Nilai indeks kemerataan (E) menunjukkan kesetabilan sebuah komunitas. Nilai E dimana semakin mendekati 1 menunjukan komunitas semakin stabil dan
jika semakin mendekati 0, maka komunitas semakin tertekan (Setyobudiandy et
al, 2009 dalam Latucosina et al, 2012). Menurut Odum (1993) indeks kemerataan
(E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar species dalam suatu komunitas ikan. Semakin merata sebaran individu antar species maka keseimbangan komunitas akan semakin baik.
Indeks kemerataan tertinggi terdapat di site Timur Nain sebesar 0,74 dan
terendah di site Pangalisan sebesar 0,46 dengan rata – rata 0,56. Nilai tersebut
masuk dalam kategori tertekan hingga labil dan tidak ada satupun yang masuk dalam kategori stabil (tabel 2). Hasil yang berbeda dari penelitian Leuna, 2006 dimana nilai kemerataan masuk kategori stabil. Hal ini menunjukan telah terjadi penurunan status dari stabil menjadi labil. Nilai Dominansi (C) bekisar antara 0 hingga 1 dimana apabilai nilainya mendekati 1 menunjukkan terjadinya dominasi species, begitu juga jika nilainya mendekati 0 dimana tidak ada dominasi oleh
salah satu species (Setyobudiandy et al, 2009 dalam Latucosina et al, 2012). Nilai
dominansi (C) tertinggi terdapat di site Wawantulap (0,21) dan terendah di site Pulau Paniki (0,06) (tabel 2).
Hasil penelitian menunjukan semua lokasi masuk dalam kategori dominansi rendah, hal ini menunjukkan tidak adanya dominansi oleh salah satu species ikan karang di lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1993) dimana
indeks keanekaragaman (H’) dan kemerataan (E) bersifat terbalik dengan indeks
dominansinya. Nilai H’ dan E yang tinggi menunjukkan tingkat dominansi yang
rendah.
Tabel 2. Indeks keanekaragaman Shanon-weiner (H’), indeks kemerataan (E) dan
indeks dominansi (C).
Lokasi Site name H` E C
Pesisir Utara TN.. Bunaken
Batu Hitam 3.07 0.60 0.07
Dusun Bahowo 3.17 0.57 0.08
Kima Bajo 2.95 0.65 0.07
Tanjung Pisok 3.18 0.58 0.09
Pulau Bunaken
Fukui 3.02 0.51 0.08
Mandolin 2.87 0.52 0.12
Muka kampung 2.95 0.50 0.10
Pangalisan 2.87 0.46 0.12
Tawara 2.87 0.51 0.10
Pulau Manado Tua
Batu layar 2.90 0.58 0.08
Ecoreef 3.12 0.57 0.07
Papindangan 2.43 0.48 0.21
Tanjung Kopi 3.01 0.57 0.08
Pulau Mantehage
Batu Gepe 3.03 0.55 0.10
Buhias 3.10 0.59 0.09
Pulau Paniki 3.15 0.64 0.06
Tanjung Jangkar 3.19 0.63 0.06
Pulau nain Depan Negeri Nain 2.69 0.50 0.15
Tatampi Nain 2.82 0.51 0.14
Timur nain 2.80 0.74 0.12
Pesisir Selatan TN.. Bunaken
Wawantulap 2.35 0.52 0.21
Arakan 2.66 0.55 0.10
Poopoh 2.86 0.56 0.10
Sondaken 2.46 0.50 0.14
Tatapaan 2.91 0.57 0.10
c. Kesamaan Species Ikan Karang
Pada taraf penskalaan dendogram 49,7% yang merupakan nilai rata-rata dari indeks similaritas antar stasiun diperoleh 4 kelompok komunitas. Kelompok komunitas pertama adalah site Poopoh, kelompok habitat kedua adalah Arakan dan Wawantulap, kelompok komunitas ketiga adalah Sondaken dan Kima bajo, kelompok komunitas ke empat adalah Tanjung Jangkar, Negeri Nain, Tatampi Nain, Batu Layar, Timur Nain, Tatapaan/Popareng, Papindangan, Tawara, Pangalisan, Muka Kampung, Tanjung Kopi, Mandolin, Jalur Masuk nain, Fukui, Ecoreef, Pulau Paniki, Buhias, Dusun Bahowo, Tanjung Pisok, Batu Hitam dan Batu Gepe (gambar 6).
Pengelompokkan ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komposisi species ikan karang antar groupnya. Terlihat pengelompokkan group 1 hingga group 3 umumnya berada di Pesisir Selatan Taman Nasional Bunaken. Pengelompokkan ini diduga karena lokasi di Pesisir Selatan Taman Nasional Bunaken kondisi habitatnya banyak yang telah rusak sehingga ikan karang yang mendiami area tersebut jauh berkurang.
Berdasarkan data ikan karang dalam tabel kontingensi dua arah yaitu 368 baris species dan 26 kolom stasiun, dilakukan Analisis Faktorial Korespondensi (AFK). Terlihat site Poopoh dan Wawantulap terpisah dari site lainnya, hal ini berarti kedua site tersebut memiliki species ikan karang yang berbeda dengan site lainnya. Kedua lokasi tersebut memang terletak di bagian selatan Taman Nasional Bunaken. Kondisi ekosistem terumbu karang yang kurang bagus ditambah kelimpahan dan biomassa ikannya yang terkecil dibandingan lokasi lainnya yang menyebabkan lokasi ini terpisah dalam pengelompokkannya.
Gambar 7. Proyeksi dari site dan species dalam bidang dua dimensi (sumbu 1 dan sumbu 2) dengan menggunakan Analisis Faktorial Korespondensi.
Tingkat Keefektifan Zonasi Di Taman Nasional Bunaken
Tutupan Karang Hidup di Taman nasional Bunaken tertinggi terdapat di zona inti (52,17 %) diikuti zona pariwisata (41,82%) dan yang terendah di zona tradisional (39,30%) (gambar 12). Rata-rata tutupan karang hidup di ketiga zona tersebut berdasarkan KEPMEN LH No. 4 tahun 2001 masuk dalam kategori sedang hingga baik. Berdasarkan tertingginya tutupan karang di zona inti menunjukkan pengawasan dan pengelolaan berjalan baik, begitu juga di zona pariwisata dimana di zona ini tidak diperkenankan aktifitas penangkapan memperlihatkan tutupan kedua terbaik setelah zona inti. Zona tradisional memiliki tutupan karang terendah, hal ini sang wajar dimana zona tradisional dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan bagi nelayan di sekitar kawasan TN. Bunaken.
Tabel 3. Nilai Rata-rata persentase tutupan karang, kelimpahan dan biomassa ikan di ketiga zonasi di Taman Nasional Bunaken.
Zonasi
Nilai rata-rata
Tutupan karang (%) Kelimpahan (Ind/Ha)
Biomassa (Kg/Ha)
Zona Pariwisata 41.82 20.330,14 810.46
Zona Tradisional 39.3 15.646,71 561.15
Kelimpahan ikan karang di Taman Nasional Bunaken tertinggi terdapat di zona pariwisata (20.330,14 Ind/Ha), diikuti zona inti (18.846,67 Ind/Ha) dan terendah di zona Tradisional (15.646,71 Ind/Ha). Biomassa ikan karang di TN. Bunaken tertinggi di zona inti (819,19 Kg/Ha), diikuti zona pariwisata (810,46 Kg/Ha) dan terendah di zona tradisional (561,15 Kg/Ha). Hal yang menarik disini adalah kelimpahan tertinggi terdapat di zona pariwisata sedangkan biomassa tertinggi terdapat di zona inti, hal ini menunjukkan di zona inti ukuran ikannya relatif lebih besar. Sedangkan di zona pariwisata ukuran ikannya relatif lebih kecil namun jumlahnya banyak.
Dengan ukuran yang relatif lebih besar di zona inti, mengindikasikan ikan karang di zona ini masuk kisaran dewasa atau matang gonad. Dengan asumsi yang sama diharapkan transfer larva atau penyebaran larva baik karang, ikan maupun biota lainnya kedaerah penyangga seperti zona pariwisata dan tradisional dapat terus berjalan. Hasil ini mengindikasikan pengelolaan di Taman Nasional Bunaken masih berjalan efektif selama regulasi pengelolaan zonasi tetap berjalan.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
- Selama penelitian tercatat 368 species dalam 46 famili ikan karang.
- Nilai persentase tutupan karang, kelimpahan dan biomassa ikannya
menunjukan Pulau Bunaken paling baik dibandingan lokasi lainnya.
- Struktur komunitas dilihat dari indeks ekologi (H’ di semua site masuk
kategori sedang, E kategori labil dan C kategori rendah) menunjukan kondisi komunitas ikan karang masih baik.
- Tingkat kesamaan species ikan karang mengelompokkan lokasi di Pesisir
Selatan TN. Bunaken berbeda dengan lokasi lainnya yaitu Pesisir Utara TN. Bunaken, Pulau Nain, Pulau Mantehage, Pulau Bunaken,dan Pulau Manado Tua.
- Tingkat keefektifan zonasi di TN. Bunaken berdasarkan data tutupan
karang dan ikan karang masih baik dengan indikasi biomasa di zona inti/perlindungan tertinggi dengan ukuran ikan relatif besar/dewasa sehingga sangat potensial dalam penyebaran larva untuk zona lainnya.
Daftar Pustaka
Adrim, M.2007. Komunitas Ikan Karang Di Perairan Pulau Enggano, Provinsi
Allen,G, R.Steene, P. Hulmann dan N. Deloach. 2003. Reef Fish Tropical Pacific Identification. New World Publication, Inc. Jackson ville. Florida. USA.
Hutomo, M. 1986. Komunitas Ikan karang dan Metode Sensus Visual. LON
LIPI.Jakarta.
Krebs,Ch.J. 1989. Ecological Methodology. Univ. of British Columbia. Harper
Collins Publisher.645
Kulbicki, M, N. Guillemot dan M. Amand. 2005. A General Aproach to
Length-Weight Relationships for New Caledonian Lagoon Fishes. Journal Cybium:
235-252p.
Latuconsina, H, M. N. Nessa dan RA. Rappe. 2012. Komposisi Spesies Dan Struktur Komunitas Ikan Padang lamun Di Perairan Tanjung Tiram-Teluk
Ambon Dalam. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.4 No.1. Hal
35-46.
Leuna, M.W., dan P.C. Makatipu. 2006. Struktur Komunitas Ikan karang Di
Perairan Terumbu Karang Taman Nasional Bunaken Sulawesi Utara. Laporan. WWF Indonesia. Bunaken Project. 19 hal.
Ludwig, J. A., & J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods
and Computing. John Wiley & Sons, New York: xviii + 337 hlm.
Makatipu, P.C., T. Peristiwady, dan M. Leuna. 2010. Biodiversitas Ikan target di Terumbu Karang Taman Nasional Bunaken, Sulawesi Utara. Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia. Jurnal.Volume 36(3). LIPI. Jakarta.
Marnane et al . 2003. Laporan Teknis Survey 2003-2004 Di Kepulauan
Karimunjawa, Jawa tengah. WCS.75p.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada Univerity Press.