• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Kuliah Filsafat Kontemporer.do

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Catatan Kuliah Filsafat Kontemporer.do"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

FILSAFAT KONTEMPORER

FENOMENOLOGI

Fenomenologi tidak hanya dipelajari dalam filsafat tetapi juga dalam psikologi. Filsuf-filsufnya antara lain Edmund Husserl, Martin Heidegger, dll.

Slogan penting para fenomenolog ialah “Back to the things themselves.” Perlu bagi kita semua untuk kembali ke realitas sebagaimana realitas itu menghadirkan dirinya kepada manusia, karena dalam sejarah perkembangan filsafat dan sains, filsafat terlalu dipengaruhi oleh metafisika (1). Karena filsafat terjerat dalam metafisika, slogan ini mengajak manusia untuk kembali kepada objek semula, realitas semula sebagaimana adanya. Slogan ini juga menjadi reaksi atas empirisme David Hume (2) yang mengatakan bahwa yang ada itu adalah realitas. Di luar realitas tidak ada apa-apa. Makna muncul karena adanya realitas. Karya akal budi adalah verbalisasi realitas. Yang nyata dan menjadi sumber adalah realitas, maka untuk mencapai realitas orang harus memakai metode empirisme. Slogan fenomenolog juga menjadi reaksi atas idealisme Immanuel Kant (3). Setiap pengalaman yang mau dimaknai, harus dimasukkan dalam kerangka pengetahuan atau sistem pengetahuan. Realitas sesungguhnya sangat dipengaruhi kerangka sistem metafisika yang diciptakan Kant.

Jadi Slogan fenomenologi ini adalah reaksi empirisme dan idealisme.

Apa kelemahan ilmu-ilmu empiris? Metode empiris sangat terbatas dan tidak bebas nilai. Sains misalnya, tidak terbuka bagi umum. Sains masih berada dalam kontrol kekuasaan. Maka tampak bahwa metode yang paling ilmiah sekali pun tidak bebas nilai, bebas dari kepentingan pihak-pihak tertentu. Sains menjadi sumber kekuasaan dan kekayaan.

Fenomenologi sebagai reaksi atas skeptisisme dan relativisme (4), pandangan yang mengatakan bahwa tidak ada kebenaran universal. Kebenaran itu selalu relatif.

Berdasarkan kecenderungan-kecenderungan ini, fenomenologi mencanangkan slogan “Back to the things themselves.”

Sosiologi misalnya, penelitian dapat dilakukan tidak hanya dari penelitian lapangan, tetapi juga dari data-data, namun bisa jadi data-data tersebut sudah dimanipulasi. Maka para fenomenolog bergerak langsung menuju realitas agar terbebas dari manipulasi dan berbagai pengandaian. Fenomenolog mencari kebenaran yang pasti dan jelas agar kebenaran tersebut tidak dapat disangkal. Maka muncul metode baru untuk sampai kepada kebenaran yaitu fenomenologi.

Husserl ingin keluar dari jebakan metafisis dalam memahami siapa itu manusia dengan kembali ke manusia itu sendiri. Tidak hanya berhenti atau terjebak pada skema bahwa manusia adalah animal rationale. Fenomenologi adalah upaya subjek untuk sungguh-sungguh kembali melihat atau mengalami bagaimana realitas itu menyodorkan diri atau menampilkan dirinya kepada subjek.

Fenomenologi dilihat sebagai metode deskrispsi dan analisis kesadaran (subjek) dan segala sesuatu yang hadir dalam kesadaran (di luar subjek) melalui mana filsafat menjadi ilmu yang ketat. Dalam dunia psikologi fenomenlogi, mendeskripsikan perasaan seseorang. Dari deskripsi ini baru dianalisis. Hal ini dilakukan agar manusia tidak cepat-cepat mengambil kesimpulan.

Yang penting dipahami istilah tentang INTENSIONALITAS. Bagi fenomenolog, pemahaman intensionalitas berbeda dengan filsuf-filsuf sebelumnya. Bagi fenomenolog, intensionalitas / kesadaran SELALU DAN HARUS merupakan KESADARAN AKAN sesuatu di luar kesadaran itu.

(2)

Problem penampilan atau hal-hal yang disodorkan pada kita bukan hanya realitas yang natural seperti alam, tetapi juga di era pos modern ini, realita hadir dalam berbagai representasi berupa gambar, kata, produksi dan reproduksi realitas. Kata kunci fenomenologi, bahwa kesadaran manusia adalah selalu intensional, kesadaran akan sesuatu. Kesadaran tidak pernah berdiri in se, kesadaran tidak pernah ada tanpa objek. Preposisi bahwa kesadaran akan, itu mengindikasikan bahwa subjek tidak pernah terisolasi dari subjek2 lain, maupun realitas di mana subjek hidup. Subjek selalu terjebak dalam lautan realitas, di mana dalam realitas tersebut sudah ada asumsi budaya tertentu, sosial, politik, agama, dll. Manusia-manusia ini tumbuh dan terbentuk oleh konteks yang melingkupinya.

Kesadaran ternyata punya struktur. Ada berbagai macam bentuk kesadaran. Ketika kita menonton sebuah film, tentu berbeda dengan kesadaran seseorang ketika mengikuti kuliah. Disposisi setiap orang dapat berbeda-beda seturut realitas yang dihadapi. Hal-hal semacam ini belum dipelajari oleh para filsuf sebelum fenomenologi.

Fenomenologi adalah metode filsafat yang radikal, menurut Husserl. Fenomenologi menjadi instrumen untuk mencapai kebenaran radikal. Fenomenologi meliputi seluruh eksistensi manusia, etika, hermeneutik, dll. Inilah yang harus dihayati secara fenomenologis. Husserl mengatakan bahwa radikalitas fenomenologi terletak pada bahwa fenomenologi itu bebas dari aneka pengandaian, atau paling tidak fenomenolog selalu bercita-cita membangun sistem filsafat yang bebas dari pengandaian. Ada TIGA PENGANDAIAN. (1) fenomenologi berusaha membebaskan diri dari aneka pengandaian atau presuposisi dari aneka bentuk otoritas. Sebelumnya, kebenaran ditentukan oleh otoritas. Might is right. Otoritas memiliki instrumen untuk menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Dalam banyak bidang, sering kali yang menentukan kebenaran adalah otoritas. Bahkan sejarah pun merupakan hasil dari kepentingan sejarah. Dalam dunia sains pun banyak politik. (2) fenomenologi adalah metode radikal karena ingin membebaskan diri dari asumsi-asumsi tradisi kultural, asumsi-asumsi tradisi sains, dan dari teori-teori sains termasuk pengandaian metafisika. Fenomenologi ingin menjadi metode filsafat yang bersih dari prasangka-prasangka yang sudah ditanamkan agama atau sains tertentu untuk mencapai kebenaran yang lebih baik. (3) fenomenologi juga ingin melepaskan diri dari pengandaian-pengandaian ilmu-ilmu positif. Misalnya, psikologi eksperimentasi Freud. Freud menyimpulkan bahwa kalau manusia diperas, yang terdalam adalah nafsu (desire). Fenomenologi ingin lepas dari asumsi semacam ini agar dapat mengenal manusia secara lebih tuntas.

Fenomenologi menjadi metode radikal karena sistem filsafat ini ingin lepas bebas sepenuhnya dari segala bentuk pengandaian / asumsi. Bagaimana caranya? Salah satunya dengan melakukan REDUKSI. Reduksi yang dimaksud adalah menaruh dalam tanda kurung aneka asumsi-asumsi yang bercokol dalam kesadaran kita sebagai subjek. Reduksi membersihkan atau menahan asumsi atas suatu objek agar objek ini dapat muncul dari dirinya sendiri agar objek dapat menunjukkan realitasnya secara lebih mendalam. Konsep yang dimiliki oleh subjek ditunda agar realitas dapat menghadirkan dirinya secara lebih utuh di hadapan subjek. Reduksi bukan berarti mengurangi atau memotong sesuatu. Ada DUA REDUKSI. (1) Reduksi EIDETIS ( aides, essence, esensi). (2) Reduksi FENOMENOLOGIS. (3 - tambahan) Reduksi TRANSENDENTAL.

REDUKSI EIDETIS adalah usaha untuk memproduksi variasi dalam fakta-fakta individual sampai kita melihat apa yang tidak bisa dibuat variasi dalam fakta tersebut. Misalnya, apa esensi suatu kursi? Fungsinya masih untuk duduk, ketika beberapa bagian yang tidak esensial diambil. Ketika benda “kursi” divariasikan, kita dapat melihat apa yang tetap yaitu benda yang sedemikian rupa yang digunakan untuk duduk, namun hal ini masih ada batasannya, misalnya batu besar kendati bisa digunakan untuk duduk, tidak dapat disebut kursi. Jadi yang perlu diletakkan dalam tanda kurung ialah asumsi-asumsi metafisik yang sering kita terima sebagai hakikat dari sesuatu.

(3)

natural / disposisi natural ialah sikap tidak fokus pada suatu objek. Disposisi fenomenologis adalah disposisi menyadari suatu realitas sembari menatanya dalam korelasi dengan subjek. Bedanya adalah bahwa sikap natural subjek merasa berada dalam lingkup alam. Disposisi fenomenologis, sikap ini tidak merasa berada di suatu lingkungan tetapi berada dalam korelasi dengan realitas di sekitarnya. Fenomenologi menjadi metode untuk mencapai dasar suatu pengetahuan dengan kesadaran penuh. Fenomenologi Heidegger mengatakan bahwa kapan manusia menyadari eksistensinya? Yaitu ketika berhadapan dengan kematian.

Apa yang disebut dengan “Life World” / “Lebenswelt”? Subjek mengenal dunia melalui anek konsep dan asumsi yang diturunkan dan melekat pada diri subjek, misalnya melalui agama, kosmologi, biologi, dll. Maka cara berelasi subjek dengan dunia juga dipengaruhi asumsi-asumsi dan pengetahuan tentang dunia. Yang dimaksud Lebenswelt adalah dunia yang hadir dalam kesadaran kita terlepas dari aneka asumsi yang pernah kita dapat tentang dunia. Jadi dunia sejauh dunia menyodorkan diri di hadapan kesadaran subjek, dunia yang ontis, dunia sebagai dunia itu sendiri, dunia yang belum diteorikan.

12 Februari 2013

Lihat Powerpoint di Yahoo Groups

19 Maret 2013

Lihat Paper “Temporalitas”

Jean-Paul Sartre

Kesadaran bersifat intensional, menurut kodratnya terarah kepada dunia. Dalam Sartre, kesadaran (akan) dirinya berada sebagai kesadaran akan sesuatu. Kesadaran adalah kesadaran diri (sel-conciusness). Kesadaran akan dirinya “membonceng” pada kesadaran akan dunia. Karenanya cogito tidak menunjuk pada suatu relasi pengenalan, melainkan pada suatu relasi Ada. Kesadaran adalah “kehadiran” (pada) dirinya. Kehadiran (pada) dirinya merupakan syarat yang perlu dan cukup untuk kesadaran. Kesadaran adalah kesadaran akan sesuatu yang lain.

ADA: etre-en-soi (Being-in-itself)

It is what it is; etre-en-soi identik dengan dirinya. Tidak aktif, tidak pasif, tidak punya masa silam-masa depan, tidak punya tujuan. Kesadaran tidak boleh disamakan dengan benda. Etre-pour-soi (being-for-itself) ada bagi dirinya, bukan benda, beda dengan etre-en-soi.

Etre-pour-soi  kesadaran akan dirinya berada sebagai kesadaran akan sesuatu.

(4)

subjek. Sehingga realitas di luar dirinya idak punya dasar persepsi. Yang ada secara mutlak adalah subjek, sementara realitas di luar subjek punya makna sejauh jika dapat dipersepsi manusia. Sartre mau menunjukkan bahwa dalam fenomenologi Husserl, ada selalu nempel dengan fenomena, tidak ada fenomena yang punya dasar eksistensi sendiri.

Sartre mengatakan bahwa being punya dua cara berada:

Referensi

Dokumen terkait

PJPK tidak perlu mengajukan peniadaan pembagian atas kelebihan keuntungan ( claw back) dalam hal permohonan KSPI diajukan oleh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna

Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif proses fermentasi tanaman yang mengandung jumlah kandungan gula, pati, atau selulosa yang tinggi, sehingga menghasilkan etanol

Untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada pasien, rumah sakit dituntut memiliki kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif ini ditentukan oleh sinergi

• Semakin lengkap jasa bank yg tersedia maka semakin baik bank tsb.. Jasa-jasa

Rumah sakit mempunyai regulasi menentukan jangka waktu retensi rekam medis, data, dan informasi lainnya terkait pasien sesuai dengan peraturan perundang- undangan

Deskripsi Istilah-istilah yang mudah dimengerti adalah yang biasa digunakan dalam lingkup pergaulan anak kelas 3 SD Butir 14 Menggunakan kalimat yang mudah dipahami peserta

Bila terbukti data dan informasi tidak akurat atau dipalsukan maka rumah sakit siap menerima risiko gagal akreditasi dan rumah sakit mengajukan ulang permohonan

7 | Pentingnya Memahami Gaya Belajar.. Jika saya harus belajar cara melakukan sesuatu, saya belajar paling baik ketika saya: A. menonton seseorang menunjukkan caranya.