93
PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD
Fransiskus Timu1 Melkior Wewe2 Maria I.K Meo Nau3
1,2,3STKIP Citra Bakti, NTT
1fancytimu@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang belajar dengan model Problem Based Learning dan siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Langsung pada siswa kelas IV SDK Ngedukelu. Jenis penelitian ini ialah Quasi Eksperimen dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Control Group Design. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian terdiri atas dua yaitu: pengambilan kelas penelitian dengan menggunakan teknik Random, sedangkan pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Intac group. Populasi penelitian ini ialah seluruh siswa kelas IV SDK Ngedukelu yang terdiri dari dua kelas yang berjumlah 45 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVA sebanyak 22 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas IVB yang berjumlah 23 siswa sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes. Uji hipotesis menggunakan uji-t. Sebelum menghitung uji-t, terlebih dahulu dicari nilai Gain Score dinormalisasi (GSn). Dari perhitungan tersebut diperoleh rata-rata hasil belajar matematika, yakni rata-rata hasil belajar matematika kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata hasil belajar matematika kelompok kontrol (0,49 > 0,29). Hasil uji-t diperoleh thitung (37,037) dan ttabel (2,021) dengan derajat kebebasan (db) = n1 + n2 – 2 = 43 dan taraf signifikansi 5%, maka thitung > ttabel. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya dimana terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dengan kelompok siswa yang menggunakan model pembelajaran langsung. Dengan demikian disimpulkan bahwa model problem based learning berpengaruh terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SDK Ngedukelu tahun ajaran 2015/ 2016.
94
THE EFFECT OF PROBLEM BASED LEARNING UPON MATHEMATIC LEARNING ACHIEVEMENT OF PRIMARY STUDENTS
Fransiskus Timu1 Melkior Wewe2 Maria I.K Meo Nau3
1fancytimu@yahoo.co.id
1,2,3STKIP Citra Bakti, NTT
ABSTRACT
This present study aimed at investigating the difference in students’ mathematic learning achievement between students who were taught by using problem based learning and those who were treated by direct learning method of the fourth grade students of Ngedukelu Catholic Primary School. This was a quasi experimental research with non equivalent control group design. The sample was selected through multistages sampling where the class was selected through random sampling and intac group was applied to select the members of the sample. The population was 45 students of ngedukelu catholic primary school. From the total population number, 22 students were selected as the experimental group, while 23 students were as the control group. The researcher administered achievement test to gather the data, while t-test was used to test the hypothesis. However, before administering the t-test, gained score normalisation (GSn) was calculated. It was to gather the mean score of students’ mathematic learning achievement. The result of the calculation showed that the mean score of the experimental group was higher than the control group (0,49 > 0,29). Further, the t-test revealed that tvalue (37,037) and ttable (2,021) with degree of freedom (df)= n1 + n2- 2= 43 and 5% of significant level made the tvalue > ttable. This means that H0 was rejected and H1 was accepted. Hence, this study showed that there was a significant difference between students who were treated by problem based learning compared to those who were treated by direct learning method. It can be concluded that problem based learning positively contributed to the mathematic learning achievement of the fourth grade students of Ngedukelu catholic primary school in academic year 2015/2016.
Keywords: Problem Based Learning, Mathematic Learning Achievement
PENDAHULUAN
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Darmodiharjo (dalam
Sadulloh, 2011 : 7), pendidikan pada hakikatnya mengandung tiga unsur, yaitu
95
kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa
kesusilaan, ketakwaan dan lain-lainnya. Mengajar berarti memberi pelajaran
tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan
berpikirnya. Melatih ialah usaha untuk memperoleh keterampilan dengan berlatih
secara berulang-ulang sehingga terjadi kebiaasaan. Pendidikan memiliki
prinsip-prinsip yang perlu dilaksanakan, yaitu : (1) pendidikan berlangsung seumur hidup
sejak manusia lahir sampai pada tutup usianya, (2) tanggung jawab pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama semua manusia, (3) untuk manusia,
pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia
akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.
Menurut Henderson (dalam Sadulloh, 2011:6), pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakan oleh manusia, suatu perbuatan yang “tidak
boleh” tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk
mencapai suatu generasi yang lebih baik. Pemerintah telah mengupayakan
dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal maupun non formal.
Salah satu lembaga pendidikan formal yaitu pendididikan Sekolah Dasar. Menurut
Buchori (dalam Trianto, 2007:1), pendidikan yang baik adalah pendidikan yang
tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan
tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Lembaga pendidikan sekolah dasar merupakan suatu lembaga yang
diyakini sangat penting keberadaannya. Lembaga ini memiliki peranan sangat
penting setelah pendidikan dalam keluarga. Dalam dunia pendidikan, lembaga
pendidikan sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang bersifat mendasar
untuk melatih, membimbing dan mengarahkan peserta didik dalam
mengembangkan ilmu serta keterampilan sebagai bekal untuk mengenyam
pendikan pada sekolah lanjutan serta interaksi dalam hubungan sosial
kemasyarakatan.
Dari sekian banyak mata pelajaran yang dibelajarkan pada peserta didik,
matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib dibelajarkan pada setiap
jenjang pendidikan baik jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah maupun
pendidikan tinggi. Menurut Kline (dalam Karso, 2006:40), matematika itu bukan
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi
beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan
96
penting dalam berbagai disiplin ilmu yang pada akhirnya dapat memajukan daya
pikir manusia. Matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk
mempelajari ilmu-ilmu lain. Hal ini karena konsep-konsep dalam matematika
merupakan suatu rangkaian sebab akibat. Suatu konsep disusun berdasarkan
konsep-konsep sebelumnya dan akan menjadi dasar bagi konsep-kosep
selanjutnya.
Pelajaran matematika sering dipandang sebagai mata pelajaran yang paling
sulit, kurang diminati bahkan dihindari. Banyak orang yang tidak menyukai
matematika, termasuk anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Mereka menganggap bahwa matematika sulit dipelajari serta kebanyakan dari
gurunya tidak menyenangkan, membosankan, menakutkan dan angker.
Anggapan ini membuat mereka semakin takut untuk belajar matematika yang
mengakibatkan hasil belajar matematika menjadi rendah.
Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari para guru serta calon guru
sekolah dasar untuk melakukan suatu upaya agar dapat meningkatkan hasil
belajar matematika peserta didik. Dari kenyataan tersebut dapat diduga penyebab
hasil belajar siswa rendah pada setiap tes dalam pembelajaran matematika, yaitu:
siswa kurang memahami serta tidak menyukai pembelajaran matematika,
pembelajaran matematika yang kurang menyenangkan, tidak terdapat motivasi
belajar dari diri sendiri, orang tua, guru dan masyarakat, minat belajar terhadap
mata pelajaran matematika rendah, siswa kurang berani bertanya akan hal-hal
yang tidak diketahui dalam pembelajaran matematika serta cara mengajar guru
yang sering menggunakan metode konvensional dan model yang itu-itu saja.
Dari sejumlah permasalahan diatas terdapat salah satu yang menjadi
permasalahan utama dalam pembelajaran yaitu berkaitan dengan hasil belajar
peserta didik. Hasil belajar akan meningkat jika penerapan model sejalan dengan
materi yang diajarkan, namun jika model yang diajarkan tidak sesuai dengan
materi ajar, karakteristik serta tingkat perkembangan siswa maka hasil belajar
tidak akan bisa dicapai. Dalam pembelajaran matematika sekolah dasar hampir
sebagian besar siswa kurang berminat dalam pembelajaran matematika
disebabkan guru yang masih menggunakan model pembelajaran langsung
sehingga materi yang dibelajarkan menjadi verbal/ hafalan semata. Kita
mengetahui bahwa dengan terus menerus menerapkan model konvensional akan
menimbulkan proses belajar yang jenuh dan membosankan karena disini tidak
97
teacher center. Hal ini akan berdampak pada rendahnya hasil belajar yang
diperoleh.
Berdasarkan hasil wawancara serta pengamatan di SDK Ngedukelu
khususnya di kelas IV, proses pembelajaran yang dijalankan adalah pembelajaran
yang lebih banyak menggunakan model pembelajaran langsung. Kegiatan belajar
cenderung berpusat pada guru atau teacher center. Makna dari cara belajar siswa
aktif (CBSA) telah hilang dari pandangan para guru. Siswa sering bersifat pasif
dalam menerima pembelajaran. Peran guru lebih mendominasi dibandingkan
siswanya. Kegiatan siswa lebih kepada mencatat dan menyimak penjelasan guru
saja. Siswa jarang bertanya, tidak berani mengemukakan pendapatnya, serta
tidak mampu menyelesaikan masalah atau menemukan jawaban dari soal yang
diajukan gurunya. Sebagian siswa kelas IV SDK Ngedukelu sulit untuk menggali
pemahaman sendiri serta sulit pula untuk memecahkan sebuah masalah dalam
pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa belum dibiasakan untuk menemukan
masalah sendiri dan berani untuk memecahkan masalah yang dihadapi sebagai
bagian dari penyelesaian masalah tersebut. Dampak dari kegiatan tersebut,
menyebabkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SDK Ngedukelu
masih relatif rendah.
Guru yang kreatif adalah guru yang memilih model sesuai dengan materi
ajar, karakteristik serta tingkat perkembangan siswa sehingga siswa merasa
tertarik dengan mata pelajaran yang dibelajarkan. Menurut Trianto (2007:67),
model problem based learning atau pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya
permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan nyata.
Menurut Bruner (dalam Trianto, 2007:67), berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya akan menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu konsekuensi logis, karena
dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan
memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman tersebut dapat
digunakan pula untuk memecahkan masalah-masalah serupa, karena
pengalaman itu memberikan makna tersendiri bagi peserta didik. Model Problem
Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan
98
berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.
Menurut Panen (dalam Rusmono, 2012: 74), dalam strategi pembelajaran
dengan PBL, siswa diharapkan untuk terlibat aktif dalam proses penelitian yang
mengharuskannya untuk mengidentifikasi permasalahan, mengumpulkan data,
dan menggunakan data tersebut untuk pemecahan masalah.
Menurut Duch (dalam Riyanto, 2012:284), pembelajaran berbasis masalah
adalah suatu model pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tantangan “belajar untuk belajar”. Siswa aktif bekerja sama di dalam kelompok untuk mencari solusi permasalahan dunia nyata. Permasalahan ini sebagai acuan
bagi peserta didik untuk merumuskan, menganalisis dan memecahkannya. Lebih
lanjut ia menyatakan bahwa model ini dimaksudkan untuk mengembangkan siswa
berpikir kritis, analitis dan untuk menemukan serta menggunakan sumber daya
yang sesuai untuk belajar. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa model Problem Based Learning adalah salah satu model pembelajaran
yang lebih menekankan pada proses pemecahan masalah yang diawali dengan
penemuan masalah serta proses menganalisis demi pemerolehan hasil sebagai
bagian dari penemuan solusi.
Menurut Nur (dalam Rusmono, 2012 : 81), tahapan pembelajaran berbasis
masalah atau Problem Based Learning adalah sebagai berikut: (1)
mengorganisasikan siswa kepada masalah, guru menginformasikan tujuan
pembelajaran, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
yang mereka pilih, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, guru membantu
siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut, (3) membimbing penyelidikan individual dan kelompok,
Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, (4)
Mengembangkan dan mempresentasikan hasil, guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai serta membantu mereka
berbagi tugas dengan teman mereka, (5) menganalisis dan mengevalusi proses
pemecahan masalah, guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap proses-proses yang mereka gunakan.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007: 29), model pengajaran langsung
adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang
99
pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah.
Menurut Kardi (dalam Trianto, 2007: 30), pembelajaran langsung dapat
berbentuk ceramah, demonstrasi dan pelatihan. Pembelajaran langsung
digunakan untuk menyampaikan pelajaran yang ditransformasikan langsung oleh
guru kepada siswa. Menurut Burowes (dalam Suryani, 2012: 18), model
pembelajaran langsung merupakan model pembelajaran yang menekankan
penyampaian materi dari guru ke siswa. Pembelajaran ini lebih didominasi oleh
guru dan siswa bersifat pasif selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran
langsung dalam penerapannya guru menstransfer pengetahuan yang dimilikinya
kepada peserta didik dengan teknik ceramah.
Model pembelajaran langsung atau model pembelajaran konvensional
merupakan model pembelajaran yang cendrung menekankan guru sebagai pusat
informasi (teacher centered). Model pembelajaran tersebut masih didasarkan pada
asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindah secara utuh dari pikiran guru ke
pikiran siswa. Dari defenisi-defenisi di atas disimpulkan bahwa model
pembelajaran langsung adalah model pembelajaran dimana guru lebih bersifat
aktif dalam pembelajaran dibandingkan siswanya. Pengetahuan yang diperoleh
dengan pembelajaran yang menggunakan model ini sebatas dari guru saja dengan
tidak memperhatikan sumber atau media-media pembelajaran lainnya.
Menurut Riyanto (2012: 281), adapun sintaks model pembelajaran
langsung adalah sebagai berikut: (1) menyampaikan kompetensi, tujuan
pembelajaran serta mempersiapkan siswa, guru menjelaskan kompetensi dan
tujuan pembelajaran, informasi latar belakang, pentingnya pelajaran,
mempersiapkan siswa untuk belajar, (2) mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan, guru mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang
benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap, (3) membimbing pelatihan,
guru merencanakan dan memberikan pelatihan awal, (4) mengecek pemahaman
dan memberi umpan balik, mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan
tugas dengan baik, memberikan umpan balik, (5) guru mempersiapkan
kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan, guru mempersiapkan
kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada
penerapan kepada situasi lebih komplek dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam
100
matematika antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model Problem Based
Learning dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran
langsung pada siswa kelas IV SDK Ngedukelu Kecamatan Bajawa Kabupaten
Ngada tahun ajaran 2015/ 2016”?
Dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika antara
siswa yang dibelajarkan menggunakan model Problem Based Learning dengan
siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran langsung pada siswa
kelas IV SDK Ngedukelu Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada tahun ajaran
2015/ 2016.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SDK Ngedukelu pada semester genap tahun
ajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini merupakan Quasi Eksperimen (eksperimen
semu) dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent
Control Group Pretest-Posttes Design. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas IV SDK Ngedukelu yang berjumlah 45 siswa. Pengambilan
kelas menggunakan teknik random sampling yakni dengan pengundian kelas
sedangkan pengambilan sampel menggunakan teknik intac group karena semua
subjek kelas dijadikan sampel penelitian.
Berdasarkan hasil pengundian dari kedua kelas maka diperoleh kelas IVA
sebagai kelas atau kelompok eksperimen dan kelas IVB sebagai kelas atau
kelompok kontrol. Siswa kelompok eksperimen berjumlah 22 siswa dan siswa
kelompok kontrol berjumlah 23. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan
dengan menggunakan model Problem Based Learning dan kelompok kontrol
diberi perlakuan dengan model pembelajaran langsung. Terdapat dua variabel
dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah model problem based learning dan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah hasil belajar matematika.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes
yakni pre-test dan post-test. Data hasil belajar matematika siswa diperoleh dari tes
objektif (pilihan ganda) dengan penskoran benar mendapat nilai 1 dan salah
mendapatkan nilai 0. Teknik penskoran akhir menggunakan skala 0-100.
Instrumen yang digunakan dalam tes dibuat sendiri oleh peneliti. Sebelum
melaksanakan penelitian di SDK Ngedukelu, peneliti melakukan te uji coba di SDN
101
Tes uji coba diujikan kepada siswa kelas IV SDN Watutura dengan jumlah
responden sebanyak 36 orang. Pemilihan siswa di kelas IV SDN Watutura
dikarenakan mereka juga mempelajari materi yang sama pada tes tersebut.
Setelah dilaksanakan uji validitas dengan menggunakan rumus Point Biserial
diperoleh perhitungan dari 20 butir tes yang diuji cobakan, terdapat 15 butir tes
dinyatakan valid dan 5 butir soal dinyatakan gugur. Uji reliabilitas terhadap butir
soal yang valid dengan menggunakan rumus KR-20. Uji reliabilitas yang diperoleh
adalah r20 = 0,80 (0,60≤ 0,80), dengan demikian tes hasil belajar matematika
dinyatakan memiliki realibilitas tinggi dan memenuhi syarat untuk digunakan dalam
penelitian. Perhitungan uji normalitas data dan homogenitas varians
menggunakan aplikasi SPSS 16.00 from windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis uji t dengan
menggunakan rumus Polled Varians, hal ini dikarenakan data penelitian ini
homogen dan n1≠n2, maka untuk menghitung t-test kita gunakan rumus polled
varians dengan db (n1+ n2) - 2. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih
dahulu menguji persyaratan analisis dan mencari nilai Gain score
dinormalisasikan. Uji persyaratan analisis terdiri dari dua yaitu uji normalitas dan
uji homogenitas varian. Pengujian persyaratan analisis menggunakan aplikasi
SPSS 16.00 from windows untuk mengetahui normalitas dan homogenitas varians.
Uji normalitas sebaran data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan statistik Kolmogrov-Smirnov. Berdasarkan uji normalitas data pada
kelompok eksperimen diperoleh angka statistik = 0,173 dengan df = 22, nilai
signifikan 0.086 lebih besar dari taraf signifikansi 5% (α= 0,05) dapat disimpulkan
bahwa data hasil belajar kelompok eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan,
uji normalitas data pada kelompok kontrol diperoleh angka statistik = 0,118 dengan
df = 23, nilai signifikan 0.200 lebih besar dari taraf signifikansi 5% (α= 0,05) dapat
disimpulkan bahwa data hasil belajar kelompok kontrol berdistribusi normal.
Rangkuman hasil belajar matematika dengan analisis uji persyaratan normalitas
102
Tabel 1. Hasil Analisis Data
No Uji Analisis Kelompok Taraf Signifikansi 5% Eksperimen Kontrol
1 Normalitas Data
0,086 0,200 0,05
2 Homogenitas 0,310 0,05
3 Hipotesis 37,037 2,021
Menguji homogenitas varians dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
varians hasil belajar pada sampel kelompok yang belajar menggunakan model
Problem Based Learning dan sampel kelompok dengan model Pembelajaran
Langsung berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama dari segi statistik.
Untuk menguji homogenitas varian dapat menggunakan teknik analisis program
SPSS 16.00 from Windows. Kriteria agar varians dikatakan homogen jika angka
signifikan yang dihasilkan lebih besar dari 0,05. Dari uji homogenitas yang
dilakukan diperoleh hasil uji homogenitas pada Levene statistic menunjukkan
angka 1,054 dengan taraf signifikan 0,310 lebih besar dari taraf signifikansi 5% (α=
0,05) dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data homogen.
Berdasarkan uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas data dan uji
homogenitas varians dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini
berdistribusi normal dan homogen. Oleh karena itu, uji hipotesis dengan t-test
dapat dilakukan. Dari perhitungan Gain score dinormalisasikan, rata-rata hasil
belajar matematika siswa kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata
kelompok kontrol, yakni 0,49 > 0,29. Diperoleh thitung = 37,037 dan ttabel = 2,021
untuk db = n1 + n2 – 2 = 43 dengan taraf signifikansi 5 % (α = 0,05). Ternyata t
-hitung = 37,037 > t-tabel = 2,021. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima
sehingga terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara
siswa yang belajar dengan menggunakan model Problem Based Learning dengan
siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran langsung. Dengan
demikian disimpulkan bahwa model problem based learning berpengaruh
terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SDK Ngedukelu tahun
ajaran 2015/ 2016.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa
adalah pada saat melaksanakan pembelajaran di dalam maupun luar kelas. Guru
hendaklah menggunakan model pembelajaran yang mampu merangsang daya
pikir dimana siswa dapat menemukan masalah serta mampu untuk mencari solusi
103
dengan materi yang diajarkan. Model Problem Based Learning yang digunakan
dalam proses pembelajaran membantu siswa baik secara individu atau kelompok
mengenal dan memahami soal matematika yang dijadikan sebagai permasalahan.
Dengan adanya model ini, siswa dapat menemukan sendiri jalan atau cara
memecahkan masalah yang diberikan. Dalam menerangkan materi kepada siswa
guru memberikan contoh soal yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
Soal latihan yang diberikan dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS)
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang mana dapat melatih siswa untuk
menerjemahkan soal tersebut sehinggga mampu untuk memahami konsep
matematika yang diberikan. Model yang digunakan dapat berjalan efisien
dikarenakan guru mampu menguasai langkah dari model tersebut secara baik.
Konsep yang diberikan dapat dipahami secara tuntas meskipun prosedur dalam
pembelajaran dilaksanakan secara perlahan.
Berdasarkan hasil analisis data, membuktikan bahwa ada perbedaan yang
signifikan hasil belajar matematika antara siswa yang dibelajarkan dengan model
Problem Based Learning dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran Langsung. Karena ada perbedaan tersebut maka disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar
matematika pada siswa kelas IV SDK Ngedukelu Kecamatan Bajawa Kabupaten
Ngada tahun ajaran 2015/2016.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata hasil belajar matematika
kelompok eksperimen lebih besar dari rata-rata hasil belajar kelompok kontrol yaitu
0,49 > 0,29. Hasil thitung = 37,037 > ttabel = 2,021, dengan derajat kebebasan (db)=
n1+ n2 –2 = 43 dan taraf signifikansi 5% (α=0,05). Hal ini berarti H0 ditolak dan H1
diterima sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima
kebenarannya dimana terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar
matematika antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan
model Problem Based Learning dengan kelompok siswa yang menggunakan
model pembelajaran langsung. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa model
Problem Based Learning berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa
kelas IV SDK Ngedukelu Kecamatan Bajawa Tahun Ajaran 2015/ 2016.
Berdasarkan beberapa temuan yang diperoleh dari penelitian ini, terdapat
104
siswa, hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dan acuan bagi siswa untuk selalu
meningkatkan kemampuan belajar dalam hal berpikir untuk dapat memecahkan
masalah matematika yang dihadapi demi pemahaman yang sesungguhnya, (2)
untuk guru, diharapkan agar mampu menggunakan model Problem Based
Learning dalam pembelajaran serta selalu memperhatikan karakter dari
masing-masing siswa demi meningkatkan kemampuan berpikir siswa dalam memecahkan
masalah matematika, (3) untuk penggiat pendidikan, disarankan menggunakan
hasil penelitian ini sebagai landasan dalam penelitian lebih lanjut dengan materi
dan ruang lingkup yang lebih luas, (4) untuk para peneliti yang berminat untuk
melakukan penelitian lanjutan dalam pembelajaran matematika atau mata
pelajaran lain, diharapkan agar mampu menggunakan penelitian ini sebagai
landasan dan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Karso. 2006. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka.
Koyan, I Wayan. 2007. Assesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Unit Penerbit Universitas Pendidikan Genesha.
..., 2012. Statistik Pendidikan Teknik Analisis Data Kuantitatif. Bali: Universitas Pendidikan Ganesha Press.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Rusmono. 2012. Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning. Bogor: Ghalia Indonesia.
Suryani, Ni Wayan Uci Risma. 2012. Pengaruh penggunaan metode eksperimen terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV semester I tahun pelajaran 2012/2013 di sekolah dasar Kelurahan Gilimanuk Kecamatan Malaya Kabupaten Jembrana. Skripsi (tidak diterbitkan). Bali: Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Sadulloh, Uyoh dkk. 2011. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.