• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Kukis KAGUM (KAsava SorGUM) dari Tepung Komposit Berbasis Mocaf Kaya Beta-Karoten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengembangan Kukis KAGUM (KAsava SorGUM) dari Tepung Komposit Berbasis Mocaf Kaya Beta-Karoten"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis UNS Ke 43 Tahun 2019

“Sumber Daya Pertanian Berkelanjutan dalam Mendukung Ketahanan dan Keamanan Pangan Indonesia pada Era Revolusi Industri 4.0”

Pengembangan Kukis KAGUM (KAsava SorGUM) dari Tepung Komposit Berbasis

Mocaf Kaya Beta-Karoten

Laudavian Dhanasatya1, Defry Lesmana1, Warsono Elkiyat1, Hartati2, Ahmad Fathoni2* 1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Hayati, Universitas Surya, Tangerang

2

Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong *Corresponding Author: ahmad.fathoni1737@gmail.com

Abstrak

Diversifikasi pangan fungsional berbasis ubi kayu dapat menjadi terobosan penting dalam mendukung program pencegahan resiko stunting pada balita karena kandungan nutrisinya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi terbaik tepung komposit berbasis mocaf kaya beta-karoten dan sorgum berdasarkan evaluasi sensori produk kukis yang meliputi penampilan, aroma, rasa, dan tekstur. Bahan mocaf yang digunakan berasal dari tiga jenis ubi kayu kaya beta-karoten antara lain Adira 1 (A), Mentega 2 (B) dan Carvita (C). Tepung sorgum digunakan sebagai sumber protein dalam tepung komposit. Komposisi tepung komposit mocaf kaya beta-karoten dan sorgum yang digunakan antara lain TK1 (75% mocaf+25% sorgum) dan TK2 (50% mocaf+50% sorgum). Sedangkan 100% tepung terigu digunakan sebagai kontrol. Pengujian organoleptik telah dilakukan kepada 63 responden dengan metode pengisian lembar kuisioner penilaian tingkat kesukaan terendah (1) hingga tertinggi (5). Secara keseluruhan, hasil skor uji organoleptik kukis menunjukkan bahwa tepung komposit dengan komposisi TK1 paling disukai oleh responden meski skornya masih lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Terdapat peningkatan kesukaan dari semua aspek dengan meningkatnya konsentrasi mocaf dari 50% ke 75%. Namun terdapat penurunan tingkat kesukaan keseluruhan dengan meningkatnya konsentrasi mocaf ke 100%. Dari penampilan didapatkan bahwa mocaf A memiliki skor kesukaan penampilan paling tinggi. Aroma terbaik diperoleh dari mocaf C dan tingkat kesukaan aroma berada pada konsentrasi mocaf 75% untuk seluruh varian mocaf. Dari hasil uji penilaian rasa, mocaf B lebih cocok untuk meningkatkan penerimaan rasa. Tekstur kukis tepung komposit yang paling disukai adalah kukis dengan konsentrasi mocaf 75% untuk semua jenis mocaf. Penggunaan sorgum justru mengurangi kualitas sensori produk terutama pada penampilan dan tekstur. Hal ini diduga terjadi karena kandungan protein sorgum yang tinggi sehingga menyebabkan adonan kukis tidak stabil dan tekstur kukis yang dihasilkan menjadi terlalu keras. Dari hasil uji organoleptik dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan keseluruhan tertinggi secara berurutan adalah kukis kontrol, TK1, kemudian TK2 dari setiap genotip.

Kata kunci: Ubi kayu, mocaf, pangan fungsional, stunting, tepung komposit

Pendahuluan

Penggunaan tepung terigu sebagai bahan baku pangan olahan yang semakin meningkat menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap gandum tinggi mengingat gandum merupakan komoditas impor. Oleh karena itu, diperlukan komoditas sumber daya pangan lokal yang dapat menggantikan atau mengurangi penggunaan tepung terigu sebagai bahan baku pangan olahan

(2)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) F. 2

(Alwin, 2013). Di Indonesia terdapat beberapa komoditas lokal yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku produk pangan salah satunya adalah ubi kayu (Manihot esculenta C.). Beberapa varietas ubi kayu dengan daging berwarna kuning memiliki kandungan bioaktif seperti beta karoten (Nusa, Suarti, dan Alfiah, 2012). Selain tidak mengandung gluten, kandungan beta karoten dalam ubi kayu dapat meningkatkan nilai fungsionalnya sebagai antioksidan (Mora, Iwata, dan Andrian, 2008) dan kemampuan menjaga fungsi indera penglihatan (Erawati, 2006). Melalui teknologi pascapanen dan fermentasi, umbi ubi kayu kuning dapat diproses lebih lanjut menjadi tepung terfermentasi atau disebut mocaf (modified cassava flour) (Vinsensia dan Bella, 2013) atau mocaf kaya beta-karoten (Hartati et al., 2017).

Beberapa kelebihan mocaf dari tepung terigu adalah serat terlarutnya memiliki daya cerna yang lebih baik (Noviasari, Widara, dan Budijanto, 2017), kadar mineral yang tinggi (Gunawan et al., 2015), telah terhidrolisisnya oligosakarida (Firdaus et al., 2013), dan kemampuan pengembangan volume yang setara dengan tepung terigu berprotein tinggi (Raharja et al., 2017). Sifat fisik yang membedakan mocaf dengan tepung terigu adalah tingginya amilopektin dan rendahnya pati dalam mocaf (Enny, Lukman, dan Susanti, 2017). Mocaf juga memiliki kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kelarutan yang lebih baik dibandingkan dengan tepung terigu (Fajrin, Bambang, dan Nur, 2013). Meskipun aplikasi tepung komposit campuran mocaf dengan tepung lainnya seperti tepung beras (Fajrin, Bambang, dan Nur, 2013), tepung umbi gadung (Vinsensia dan Bella, 2013) telah dilakukan namun penelitian penggunaan mocaf sebagai bahan substitusi tepung terigu masih terus dilakukan guna mengoptimalkan kualitasnya dikarenakan kandungan proteinnya yang rendah (Risti, 2013) dengan kisaran 1,5 – 3,1 % pada ubi kayu berdaging putih maupun kuning (Fathoni, Hartati, dan Mayasti, 2016). Sehingga diperlukan bahan lain sumber protein tinggi seperti sorgum agar diperoleh hasil produk pangan olahan yang berkualitas.

Sorgum juga merupakan salah satu komoditas lokal yang juga umum dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat (Alfian et al., 2014). Sorgum mengandung 72% karbohidrat, 4% lemak, 11% protein, dan juga nutrien esensial seperti serat pangan dan zat besi (USDA, 2016). Sorgum dapat diproses menjadi tepung (Elkhalifa, Schiffler, dan Bernhardt, 2005). Kelebihan sorgum yang juga dimiliki oleh mocaf adalah ketiadaan gluten (Normell, Sajid, dan Scott, 2010), kemampuan menghambat pertumbuhan kanker (Yang, Browning, dan Awika, 2009), kemampuan mengatasi permasalahan diabetes dan resistensi insulin (Farrar et al., 2008), dan aman dari kontaminasi jamur Fusarium (Isaacson, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisiko kimia tepung komposit berbasis mocaf dan sorgum dan menentukan formula terbaik tepung komposit mocaf¬-sorgum dalam pembuatan produk kue kering.

(3)

Metodologi Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah mocaf kaya beta-karoten yang dibuat dari ubi kayu genotip Adira 1, Mentega 2, dan Carvita hasil seleksi dan pemuliaan di Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Cibinong. Starter untuk fermentasi pada proses pembuatan mocaf adalah Bimo-CF. Tepung sorgum yang digunakan adalah tepung sorgum komersil yang dibeli dari Ganesha Farmhouse. Tepung terigu yang digunakan sebagai kontrol adalah Tepung Terigu Kunci Biru Bogasari. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan kue kering adalah telur, mentega, garam, dan gula.

Pembuatan Mocaf Kaya Beta-Karoten

Pembuatan mocaf yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini dibuat dengan metode yang dilakukan oleh Fathoni, Hartati, dan Mayasti (2016) dengan alur yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar1. Diagram Alur Pembuatan mocaf kaya beta-karoten

Formulasi Tepung Komposit

Formulasi terhadap campuran tepung dilakukan dengan desain penelitian rancangan acak lengkap dengan 2 faktor yang masing-masing terdiri dari 3 tingkat sehingga diperoleh 9 kombinasi. Faktor pertama adalah varietas singkong yang digunakan dan faktor kedua adalah komposisi tepung sorgum yang digunakan dalam campuran (Tabel 1).

(4)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) F. 4 Tabel1. Formulasi Tepung Komposit Mocaf-Sorgum

Formula Sampel Komposisi Tepung Mocaf Sorgum Terigu

1 Kontrol 1 (TRG) 0% 0% 100% 2 Kontrol 2 (SRG) 0% 100% 0% 3 ADR 100% 0% 0% 4 31ADR 75% 25% 0% 5 11ADR 50% 50% 0% 6 MTG 100% 0% 0% 7 31MTG 75% 25% 0% 8 11MTG 50% 50% 0% 9 CVT 100% 0% 0% 10 31CVT 75% 25% 0% 11 11CVT 50% 50% 0%

Keterangan: TRG = tepung terigu, SRG = tepung sorgum, ADR = mocaf Adira 1, MTG = mocaf Mentega 2, CVT = mocaf Carvita, 31x = campuran mocaf x 3:1 tepung sorgum, 11x = campuran mocaf x 1:1 tepung sorgum.

Proses Pembuatan Kue Kering

Pembuatan kue kering dilakukan sesuai dengan metode yang dipraktikan oleh Saputra, Basito, dan Nurhatadi (2014) dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan oleh Sativa Cake, Bogor. Proses pembuatan diawali dengan mencampurkan 220 gram margarin dengan 175 gram gula halus dan diaduk selama kurang lebih satu menit hingga tercampur. Campuran kemudian ditambahkan 1 buah telur kocok dengan 1 gram garam. 220 gram tepung sampel kemudian ditambahkan dan diaduk rata hingga menjadi adonan. Adonan kemudian dicetak di loyang yang telah diolesi margarin dan kemudian dipanggang pada suhu 150 – 160 °C selama 20 menit. Alur pembuatan kue kering dapat dilihat pada Gambar 2.

(5)

Analisis Granula Tepung

Analisis granula tepung sampel dilakukan dengan mengambil gambar dari tepung menggunakan mikroskop Leica DFC310 FX untuk mengambil gambar perbesaran mikroskopis granula tepung setelah penambahan lugol. Pengukuran panjang dan lebar granula dilakukan setelah pengambilan gambar dan diproses dengan menggunakan aplikasi Leica Application Suite V3.

Uji Proksimat

Pengujian parameter kimia proksimat dilakukan secara komersil di laboratorium terakreditasi. Parameter kimia yang diujikan untuk tepung komposit dan produk akhir kue kering yang akan diuji adalah kadar air, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, dan abu (AACC, 2000) seperti yang telah dipraktikan oleh Serrem, Kock, dan Taylor (2011). Dalam penelitian ini, pengujian parameter kimia dilakukan pada seluruh jenis mocaf yang digunakan, kue kering tepung komposit, dan kue kering tepung terigu sebagai pembanding.

Evaluasi Sensori Produk

Pengujian organoleptik produk dilakukan pada sekurang-kurangnya 50 panelis tak terlatih yang dipilih secara acak untuk memberikan penilaian hedonik (Kemp, Hollowood, dan Hort, 2009) terhadap kualitas rasa, warna, aroma, tekstur, serta tingkat kesukaan pada keseluruhan produk. Respon kemudian akan dianalisa dengan metode statistik yang disesuaikan dengan hasil data untuk menentukan formulasi mana yang paling diterima oleh responden.

Hasil dan Pembahasan Analisis Granula Tepung

Gambar 3. Granula tepung terigu dengan perbesaran 400 X (3 ulangan)

Gambar 4. Granula mocaf Adira1 dengan perbesaran 400 X (3 ulangan)

(6)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) F. 6 Gambar 6. Granula mocaf Carvita dengan perbesaran 400X (3 ulangan)

Gambar 7. Granula tepung Sorgum dengan perbesaran 400X (3 ulangan)

Dari hasil pengamatan mikroskopik, tepung terigu memiliki ukuran granula yang tidak seragam. Terdapat perbedaan ukuran granula kecil maupun besar yang sangat nyata secara visual. Perbedaannya dibandingkan dengan mocaf secara visual adalah granula mocaf memiliki bentuk yang cukup membulat dan memiliki ukuran yang lebih seragam dibandingkan dengan terigu. Hal yang berbeda terlihat pada tepung sorgum dimana tepung sorgum memiliki bentuk granula yang tidak beraturan dan ukuran yang juga tidak seragam.

Rata-rata ukuran granula tepung dapat dilihat pada Gambar 8. Pengujian Kruskall-Wallis menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05) dan perbandingan seluruh sampel mocaf dan tepung sorgum terhadap tepung terigu menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05).

Gambar 8. Rata-rata Ukuran Granula Tepung (µm)

Variasi ukuran granula tepung dapat berpengaruh pada beberapa karakter seperti sifat gelatinisasi dan karakteristik sensori pada produk yang dihasilkan (Fu et al. 2016). Hasjim, Li, dan Dhital (2013) menyatakan bahwa temperatur gelatinisasi dapat dipengaruhi oleh ukuran granula tepung dimana semakin kecil ukuran granula, semakin rendah pula suhu yang diperlukan untuk terjadi gelatinisasi. Semakin mudah tepung mengalami gelatinisasi maka akan semakin tinggi juga air yang masuk ke dalam adonan kue kering pada saat pemanasan.

Tepung komposit yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan dua jenis tepung yaitu mocaf dan sorgum dengan ukuran granula yang lebih besar dari tepung terigu sehingga gelatinisasi

(7)

akan terjadi pada suhu yang lebih tinggi (Hasjim, Li, dan Dhital, 2013). Efeknya akan terlihat pada kue kering yang memiliki tekstur yang lebih keras dan kadar air yang lebih rendah dari tepung terigu (Taylor, 2009). Perubahan karakter organoleptik produk pangan berdasarkan ukuran granula tepung yang digunakan akan terlihat dari warna, tekstur, dan rasa (Sakhare et al., 2014) yang dipengaruhi juga oleh kadar air kue kering (Ho dan Latif, 2016). Hasil ini menunjukkan bahwa mocaf dan tepung sorgum yang digunakan sebagai sampel dapat digunakan untuk menghasilkan kue kering dengan kadar air yang lebih rendah dari kue kering tepung terigu namun dengan tekstur yang lebih keras.

Uji Proksimat

Hasil dari pengujian proksimat dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan standar mutu kue kering (Badan Standarisasi Nasional, 2011) maka diketahui bahwa kadar protein yang terkandung dalam 3 varian sampel yang paling disukai masih belum memenuhi standar minimum kandungan protein. Standar kadar protein untuk kue kering adalah 5% sedangkan ketiga sampel kue kering yang paling disukai.

Tabel2. Hasil Uji Proksimat Kue Kering

Varian TRG 31ADR 31CVT 31MTG %Kadar air 2,67 2,54 2,61 2,40 %Bahan Kering 97,33 97,46 97,39 97,60 %Kadar Abu 1,78 1,95 1,92 1,96 %Protein Kasar 5,00 2,70 2,82 2,55 %Lemak Kasar 25,09 24,81 25,94 25,56 %Serat Kasar 3,44 4,12 6,27 5,71

Meskipun hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa sampel kue kering tepung komposit dapat diterima oleh konsumen, hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan lain atau reformulasi tepung komposit masih dapat dilakukan untuk memenuhi standar mutu kue kering di Indonesia. Kadar protein kue kering tepung komposit yang lebih rendah dibandingkan dengan kue kering tepung terigu terjadi karena rendahnya protein mocaf yaitu 1,55%.

Selain itu meskipun dilakukan penambahan tepung sorgum yang memiliki kadar protein 11%, akan diperlukan komposisi tepung sorgum yang lebih tinggi untuk menyesuaikan dengan kadar protein tepung. Dalam hal ini tepung sorgum dengan komposisi yang tinggi juga tidak disarankan mengingat penilaian kesukaan semakin rendah seiring dengan penambahan komposisi sorgum diatas 25% (75% mocaf) sesuai dengan pernyataan Mridula, Gupta, dan Manikantan (2007) yang melaporkan bahwa penggunaan tepung sorgum dengan kadar diatas 50% akan memberi pengaruh negatif pada penilaian.

Dari hasil uji diketahui juga bahwa kue kering yang dibuat dengan tepung komposit memiliki kadar air yang lebih rendah. Kusumayanti, Handayani, dan Santosa (2015) menyatakan bahwa

(8)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) F. 8

kadar air memiliki pengaruh negatif terhadap daya simpan produk turunan ubi kayu. Namun bila dilihat dari hasil pengujian daya serap air yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan maka dapat diprediksi bahwa perbedan umur simpan antara kue kering tepung komposit juga tidak memiliki perbedaan nyata dengan kue kering tepung terigu.

Monti, Virgilio, dan Venturi (2008) menyebutkan bahwa kadar abu memiliki hubungan positif dimana semakin tinggi kadar abu maka semakin tinggi juga kadar mineral yang terkandung. Hal ini menunjukkan bahwa lebih tingginya kadar abu pada kue kering tepung komposit dibandingkan kue kering tepung terigu merupakan hal yang baik. Kadar abu pada kue kering tepung komposit yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu mengindikasikan bahwa ada kemungkinan kandungan mineral yang terdapat pada kue kering tepung komposit lebih tinggi dibandingkan dengan kue kering tepung terigu. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan uji proksimat mineral untuk penelitian selanjutnya.

Evaluasi sensori Produk

Uji organoleptik dilakukan pada lebih dari 50 orang (63 orang) yang dilakukan di daerah LIPI Cibinong dan Universitas Surya dengan kategori pengujian berupa penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan kesukaan keseluruhan. Data hasil uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel3. Hasil Uji Organoleptik

Penilaian Sampel Tepung Nilai Rata-rata nilai penampilan TRG (Terigu) 3,83 SRG (Sorgum) 2,65 ADR (Adira) 3,81 MTG (Mentega) 3,71 CVT (Carvita) 3,78 11ADR 3,38 31ADR 3,75 11MTG 3,44 31MTG 3,68 11CVT 3,37 31CVT 3,71 Rata-rata nilai aroma TRG (Terigu) 3,92 SRG (Sorgum) 2,62 ADR (Adira) 3,11 MTG (Mentega) 3,27 CVT (Carvita) 3,11 11ADR 2,89 31ADR 3,14 11MTG 3,00 31MTG 3,37 11CVT 3,14 31CVT 3,46

(9)

Tabel3. Hasil Uji Organoleptik (lanjutan) Penilaian Sampel Tepung Nilai Rata-rata nilai rasa TRG (Terigu) 4,17 SRG (Sorgum) 2,57 ADR (Adira) 2,71 MTG (Mentega) 2,79 CVT (Carvita) 3,17 11ADR 2,73 31ADR 3,40 11MTG 3,37 31MTG 3,60 11CVT 2,95 31CVT 3,35 Rata-rata nilai tekstur TRG (Terigu) 4,00 SRG (Sorgum) 2,56 ADR (Adira) 2,35 MTG (Mentega) 2,41 CVT (Carvita) 3,16 11ADR 2,75 31ADR 3,44 11MTG 3,70 31MTG 3,94 11CVT 3,37 31CVT 3,48 Rata-rata nilai keseluruhan TRG (Terigu) 4,16 SRG (Sorgum) 2,52 ADR (Adira) 2,77 MTG (Mentega) 2,83 CVT (Carvita) 3,23 11ADR 2,88 31ADR 3,33 11MTG 3,45 31MTG 3,70 11CVT 3,22 31CVT 3,50 Rata-rata nilai total TRG (Terigu) 4,02 SRG (Sorgum) 2,58 ADR (Adira) 2,95 MTG (Mentega) 3,01 CVT (Carvita) 3,29 11ADR 2,93 31ADR 3,41 11MTG 3,39 31MTG 3,66 11CVT 3,21 31CVT 3,50

(10)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) F. 10

Penggunaan tepung komposit menghasilkan penilaian penampilan (P) yang lebih rendah dibandingkan mocaf murni, rata-rata skor dari tiap jenis tepung komposit yang masih berada diatas 3 menunjukkan bahwa penampilan kue kering dari tepung komposit dapat diterima oleh responden. Penggunaan tepung sorgum murni sebagai bahan dari kue kering memberikan penilaian dibawah 3 yang menunjukkan bahwa kualitas penampilan kue kering dari tepung sorgum murni kurang diterima. Penyebab dari hal ini diduga berasal dari kemampuan pengembangan tepung sorgum yang rendah dalam pembuatan kue kering (Mridula, Gupta, dan Manikantan, 2007). Efek negatif terhadap penilaian dapat terjadi akibat penampilan kue kering sorgum yang berlubang, bergelombang, dan tidak rata dimana menurut Serrem, Kock, dan Taylor (2007), hal-hal tersebut dapat mempengaruhi penilaian responden secara negatif.

Bila dilihat dari penilaian antara 3 varietas mocaf yang digunakan dengan komposisi yang sama, dapat dilihat bahwa Adira1 memiliki tingkat penilaian aroma (A) yang lebih rendah dibandingkan dengan Mentega2 dan Carvita dengan pengecualian pada komposisi mocaf 100% dimana Adira1 memiliki penilaian rata-rata yang sama dengan Carvita. Bila dilihat dari konsentrasi penggunaan tepung sorgum dalam tepung komposit, dapat dilihat juga bahwa penggunaan sorgum dapat meningkatkan penerimaan responden terhadap aroma dari kue kering hingga pada komposisi tertentu. Hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya penilaian seluruh varietas kue kering yang diujikan pada komposisi mocaf 75% yang kemudian menurun kembali pada komposisi 100%.

Rata-rata nilai rasa (R) dari seluruh komposisi Adira1 yang digunakan memiliki penerimaan yang lebih rendah dibandingkan mocaf Mentega 2 sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan mocaf Mentega2 lebih disarankan untuk meningkatkan kualitas rasa pada kue kering. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa penerimaan rasa pada kue kering Mentega 2 akan berkurang setelah komposisi mocaf diatas 75% (3:1). Untuk penggunaan mocaf 100% dapat digunakan mocaf Carvita yang tingkat kesukaan terhadap rasanya lebih lebih tinggi dari Mentega 2 maupun Adira 1 dengan nilai kesukaan yang diatas 3 atau secara umum dapat diterima. Marston, Khouryieh, dan Aramouni (2016) melaporkan bahwa tingkat kesukaan produk yang menggunakan tepung sorgum akan menghasilkan penerimaan rasa yang lebih rendah bila penggunaannya tidak diawali dengan perlakuan awal seperti heat treatment. Dalam penelitian ini masih belum jelas apa yang menyebabkan penilaian terhadap rasa menurun pada penggunaan mocaf murni namun hal ini diduga disebabkan berasal dari karakteristik rasa ubi kayu yang kuat pada mocaf murni yang memberikan dampak negatif pada penilaian.

Pada pengujian kesukaan terhadap tekstur (T), seluruh kue kering yang dibuat dari tepung komposit menunjukkan nilai penerimaan diatas 3 dengan pengecualian kue kering yang dibuat dari tepung komposit Adira1 1:1 Sorgum. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa hampir semua varian kue kering dengan nilai penerimaan yang berada diatas 3 merupakan kue kering yang dibuat dengan

(11)

tepung komposit. Hal ini dapat terjadi karena pencampuran antara mocaf dengan sorgum memperbaiki klemahan mocaf yang kandungan proteinnya relatif rendah (Risti, 2013) sehingga menghasilkan tekstur yang lebih baik dibandingkan apabila kue kering dibuat dengan mocaf saja.

Penerimaan tekstur kue kering pada komposisi mocaf 50% dan 100% lebih rendah dibandingkan dengan kue kering dengan komposisi mocaf 75%. Penurunan rata-rata nilai penerimaan pada komposisi mocaf 50% diduga akibat kandungan protein yang terlalu tinggi dari sorgum sehingga menghasilkan tekstur kue kering yang terlalu keras (Mridula, Gupta, dan Manikantan, 2007). Sebaliknya, pada komposisi mocaf 100%, nilai penerimaan tekstur diduga menurun kembali akibat rendahnya kandungan protein dalam mocaf sehingga tekstur kue kering yang dihasilkan menjadi terlalu lunak (Risti, 2013). Secara hasil keseluruhan, diperoleh varian kue kering yang paling disukai adalah kue kering yang dibuat dengan tepung komposit dengan komposisi mocaf 75% dengan tepung sorgum 25% atau mocaf 3:1 sorgum.

Komposisi yang optimal untuk mencapai kesukaan keseluruhan yang terbaik didapatkan dengan menggunakan tepung komposit dengan komposisi mocaf 75%. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya penilaian kesukaan keseluruhan kue kering tepung komposit ketika bahan yang digunakan adalah tepung komposit dengan komposisi mocaf 50% dan 100% dibandingkan dengan 75%. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Anggraeni, Handayani, dan Palupi (2017) yang menyebutkan bahwa kue kering kontrol yang terbuat dari 100% mocaf juga kurang disukai bila dibandingkan dengan kue kering dari campuran mocaf dan tepung beras.

Kesimpulan dan Saran

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa sifat tepung komposit yang digunakan memiliki ukuran granula yang lebih besar dibanding tepung terigu sehingga kelebihannya berupa kadar air yang lebih rendah serta karakteristik hidrofilik maupun hidrofobik yang tidak berbeda dengan tepung terigu namun kadar amilosanya diperkirakan lebih rendah dari tepung terigu. Penggunaan mocaf murni dalam pembuatan kue kering tidak dianjurkan karena justru akan mengurangi beberapa kualitas sensori (tekstur, rasa, dan aroma). Kue kering tepung komposit yang paling disukai berasal dari seluruh varian kue kering tepung komposit mocaf 3:1 sorgum dengan penerimaan keseluruhan diatas 3 yang menunjukkan bahwa kue kering tepung komposit dapat diterima dengan baik oleh responden.

Ucapan Terimakasih

Terima kasih kepada Ibu Yuni Soedirman dari Sativa Cakes Bogor atas bantuannya dalam pembuatan kukis mocaf.

(12)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) F. 12 Daftar pustaka

AACC International. 2000. Approved Methods of the AACC, 10th edition. Methods 10-50D. 44-15A, 32-10, 30-10, 08-10, 32-10. St Paul. MN: The Association.

Alfian, R. R., Syifaul, F., Nunut, N., Diana, N. F., dan Yeyen, I. K. 2014. Mie Kering Sorgum Sebagai Pangan Sehat dan Bergizi Khas Lamongan (Peluang Usaha Inovatif dan Dampak ekonomis). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sinergi Pangan Pakan Dan Energi Terbarukan. 21-23 Oktober 2014. Kedaulatan Pangan, Pakan, dan Energi di Indonesia, Yogyakarta.

Alwin. 2013. Acara Sriboga di Financial Hall CIMB Niaga Tower Jakarta. Selasa 26 Februari 2013, Jakarta.

Anggraeni, A. A., Handayani, T. H. W., dan Palupi, S. 2017. Physical and Sensory Properties of Gluten-Free Modified Cassava Flour-Based Cookies. Makalah disampaikan pada The 7th International Seminar on Tropical Animal Production. Contribution of Livestock Production on Food Sovereignty in Tropical Countries. 12-14 September 2017, Yogyakarta.

Elkhalifa, A. E. O. dan Bernhardt, R. 2013. Some physicochemical properties of flour from germinated sorghum grain. J Food Sci Technol. Vol. 50(1), pp:186-190.

Elkhalifa, A. E. O., Schiffler, B., dan Bernhardt, R. 2005. Effect of fermentation on the functional properties of sorghum flour. Food Chemistry. Vol 92(1), pp:1-5.

Enny, H. L., Lukman, J., dan Susanti, I. 2017. Karakterisasi Mutu dan Nilai Gizi nasi Mocaf dari Beras Analog. Biopropal Industri. Vol 8(1), pp:33-46.

Erawati, C. M. 2006. Kendali Stabilitas Beta-Karoten Selama Proses Produksi Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) IPB Press Bogor.

Fajrin, H. L., Bambang, S., dan Nur, K. 2013. Uji karakteristik mie instan berbahan-baku tepung terigu dengan substitusi mocaf. Jurnal bioproses komoditas tropis. Vol 1(2), pp:11-20.

Farrar, J. L., Hartle, D. K., Hargrove, J. L., dan Greenspan, P. 2008. A novel nutraceutical property of select sorghum (Sorghum bicolor) brans: inhibition of protein glycation. Phytother Res. Vol 22(8), pp:1052-6.

Fathoni, A., Hartati, N. S., dan Mayasti, N. K. I. 2016. Minimalisasi Penurunan Kadar Beta-Karoten dan Protein Dalam Proses Produksi Tepung Ubi Kayu. Pangan. Vol 25(2), pp:113-124.

Firdaus, M. R., Anisah, H. U., Widyarfendhi, W., dan Wandary, W. 2013. Analysis of Mocaf Substitution Capability to Wheat Flour and Its Business Feasibility. Konferensi Antar Universitas Se-Borneo Kalimantan. 19-21 November. Institut Pengajian Asia Timur. Universiti Malaysia Sarawak.

Fu, Z., Che, L., Li, D., Wang, L., dan Adhikari, B. 2016. Effect of partially gelatinized corn starch on the rheological properties of wheat dough. LWT – Food Science and Technology. Vol 66 pp:324-331.

Gunawan, S. et al. 2015. Effect of fermenting cassava with Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae, and Rhizopus oryzae on the chemical composition of their flour. International Food Research Journal. Vol 22(3), pp:1280-1287.

(13)

Hasjim, J., Li, E., dan Dhital, S. 2013. Milling of rice grains: Effects of starch/flour structures on gelatinization and pasting properties Carbohydrate Polymers. Vol 92, pp:682-690.

Haryanti, P., Setyawati, R., dan Wicaksono, R. 2014. Pengaruh Suhu dan Lama pemanasan Suspensi Pati serta Konsentrasi Butanol terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati Tinggi Amilosa dari Tapioka. Agritech. Vol 34(3), pp:308-315.

Ho, L. H. dan Latif, N. W. A. 2016. Nutritional composition, physical properties, and sensory evaluation of cookies prepared from wheat flour and pitaya (Hylocereus undatus) peel flour blends. Cogent Food & Agriculture. Vol 2, pp:1136369.

Isaacson, C. 2005. The change of the staple diet of black South Africans from sorghum to maize (corn) is the cause of the epidemic of squamous carcinoma of the eosophagus. Med Hypotheses. Vol 64(3), pp:658-60.

Kemp, S. E., Hollowood, T., dan Hort, J. 2009, Sensory Evaluation: A Practical handbook. United Kingdom: Wiley-Blackwell.

Konik, C. M., Miskelly, D. M., dan Gras, P. W. 1992. Contribution of starch and non-starch parameters to the eating quality of Japanese white salted noodles. Journal of the Science of Food and Agriculture. Vol 58, pp:403-406.

Kusumayanti, H., Handayani, N. A., dan Santosa, H. 2015. Swelling power and water solubility of cassava and sweet potatoes flour. Procedia Environmental Sciences. Vol 23, pp:164-167.

Labuschagne, M., Phalafala, L., Osthoff, G., dan Biljon, A. 2014. The influence of storage conditions on starch and amylose content of South African quality protein maize and normal maize hybrids. Journal of Stored Products Research. Vol 56, pp:16-20.

Marston, K., Khouryieh, H., dan Aramouni, F. 2016. Effect of heat treatment of sorghum flour on the functional properties of gluten-free bread and cake. LWT – Food Science and Technology. Vol 65, pp:637-644.

Mora, J. R., Iwata, M., Andrian, U. H. 2008. Vitamin effects on the imune system: vitamins A and D take centre stage. Nat Rev Immunol. Vol 8(9), pp:685-698.

Monti, A., Virgilio, N. D., dan Venturi, G. 2008. Mineral composition and ash content of six major crops. Biomass and Bioenergy Vol 32(3), pp:216-223.

Mridula, D., Gupta, R. K., dan Manikantan, M. R. 2007. Effect of Incorporation of Sorghum Flour to Wheat Flour on Quality of Biscuits Fortified with Defatted Soy Flour. American journal of Food Technology. Vol 2(5), pp:428-434.

Normell, J. M. S., Sajid, A., dan Scott, R. B. 2010. Sorghum proteins: the concentration, isolation, modification, and food applications of kafirins. Journal of Food Science. Vol 75(5), pp:90-104. Noviasari, S., Widara, S. S., dan Budijanto, S. 2017. Analogue Rice as the Vehicle of Public

Nutrition Diversity. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 13(1), pp:19-27.

Nusa, M. I., Suarti, B., dan Alfiah. 2012. Pembuatan tepung mocaf melalui penambahan starter dan lama fermentasi (modified cassava flour). Agrium, Vol 17(3), pp:210-217.

Raharja, S., Udin, F., Suparno, O., Febrianti, F. H., Nuraisyah, A. 2017. Mocaf cross-linking with gluten to improve the quality of mocaf dough. AIP Conference Proceedings. Vol 1823(1): 10.1063/1.4978123.

(14)

E-ISSN: 2615-7721 Vol 3, No. 1 (2019) F. 14

Risti, Y. 2013. Pengaruh penambahan telur terhadap kadar protein, serat, tingkat kekenyalan dan penerimaan mi basah bebas gluten berbahan baku tepung komposit. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Program Studi S1 Ilmu Gizi.

Sakhare, S. D., Inamdar, A. A., Sournya, C., Indrani, D., dan Rao, G. V. 2014. Effect of flour particle size on microstructural, rheological and physico-sensory characteristics of bread and south Indian parotta. J Food Sci Technol. Vol 51(12), pp:4108-4113.

Saputra, H. P., Basito, Nurhartadi, E. 2014. Pengaruh penggunaan tepung koro bengkuk (Mucuna pruriens) dan tepung mocaf (modified cassava flour) sebagai substitusi tepung terigu terhadap karakteristik fisik, kimia, dan sensori cookies. Jurnal Teknosains Pangan. Vol 3(1), pp:115-123. Singh, N., Chawla, D., dan Singh, J. 2004. Influence of acetic anhydride on physicochemical,

morphological and thermal properties of corn and potato starch. Food Chemistry. Vol 86(4), pp:601-608.

Serrem, C. A., Kock, H. L., dan Taylor, J. R. N. 2011. Nutritional quality, sensory quality and consumer acceptability of sorghum and bread wheat biscuits fortified with defatted soy flour. International Journal of Food Science and Technology. Vol 46, pp:74-83.

Taylor, A. J. 2009. Designing Functional Foods: Measuring and Controlling Food Structure Breakdown and Nutrient Absorption. New York: Woodhead Publishing.

United States Department of Agriculture (USDA). 2016. Full Report (All Nutrients): 20067, Sorghum grain. Natrional Nutrient Database for Standard Reference Release 28.

Vinsensia, I. R. dan Bella, N. M. 2013. Pemanfaatan tepung umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) dan tepung mocaf (Modified Cassava Flour) sebagai bahan substitusi dalam pembuatan mie basah, mie kering, dan mie instan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Vol 2(2), pp:246-256.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wuttisela, K., Shobsngob, S., Triampo, W., dan Triampo, D. 2008. Amylose/Amylopectin simple determination in acid hydrolyzed tapioca starch. J. Chil. Chem. Soc. Vol 53(3), pp:1565-1567. Yang, L., Browning, J. D., dan Awika, J. M. 2009. Sorghum 3-deoxyanthocyanins possess strong

phase II enzyme inducer activity and cancer cell growth inhibition properties. J Agric Food Chem. Vol 57(5), pp:1797-804.

Yuliasih, I., Irawadi, T. T., Sailah, I., Pranamuda, H., Setyowati, K., dan Sunarti, T. C. 2007. Pengaruh proses fraksinasi pati sagu terhadap karakteristik fraksi amilosanya. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol 17(1), pp:29-36.

Gambar

Gambar 1. Diagram Alur Pembuatan mocaf kaya beta-karoten  Formulasi Tepung Komposit
Gambar 2. Diagram alur pembuatan kue kering
Gambar 5. Granula mocaf Mentega2 dengan perbesaran 400X (3 ulangan)
Gambar 7. Granula tepung Sorgum dengan perbesaran 400X (3 ulangan)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah adanya produk pangan sarapan berbentuk flakes berbahan baku tepung pisang modifikasi yang memiliki sifat indeks glikemik

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah adanya produk pangan sarapan berbentuk flakes berbahan baku tepung pisang modifikasi yang memiliki sifat indeks glikemik

Selera konsumen terhadap tepung mocaf cukup tinggi, karena tepung mocaf yang berbahan baku dari singkong memiliki kualitas yang setara tepung terigu dengan dengan harga

Data di Tabel 4 menunjukkan bahwa sereal yang dibuat dari tepung kecambah kacang tunggak memiliki kadar serat pangan total yang signifikan lebih tinggi dibanding

Hal ini dikarenakan serat ampas tebu yang memiliki ukuran lebih besar dari partikel sabut kelapa dapat berperan sebagai penguat pada papan komposit yang

Dari Gambar 3, dapat dilihat bahwa roti terigu 100% (standar) memiliki pengembangan volume yang lebih baik dibandingkan roti tepung sorgum : terigu (30 : 70) dengan penambahan

Suhu gelatinisasi yang tinggi pada tepung komposit dengan penambahan tepung kacang kedelai dan tepung kacang merah mengindikasikan adanya pati yang tahan terhadap

Berdasarkan respon kadar air, mi kering dari tepung komposit terigu, keladi, dan ubijalar yang dikemas dalam plastik PE 0,35 mm pada suhu 30 0 C (kontrol) memiliki umur simpan