• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file PENGARUH PENGGUNAAN JENIS ADITIF SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA SILASE RUMPUT MULATO | Anas | AGRISAINS 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file PENGARUH PENGGUNAAN JENIS ADITIF SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA SILASE RUMPUT MULATO | Anas | AGRISAINS 1 PB"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

J. Agrisains 18 (1) : 13 - 22, April 2017 ISSN :1412-3657

PENGARUH PENGGUNAAN JENIS ADITIF SEBAGAI SUMBER KARBOHIDRAT TERHADAP KOMPOSISI KIMIA

SILASE RUMPUT MULATO

Moch Rizky Anas dan Syahrir

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako, Palu E-mail: [email protected]

ABSTRACT

This study was aimed to determine the effect of additive typesas chemical composition onchemical composition of Mulato grass silage. The study lasted for 1 month and 3 days, in two phases, 21-days for ensilase process and 12-days for proximate analysis. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 5 replications. Such treatment includes: R0 (mulato grass + 0% additives), R1 (mulato grass + 5% rice bran), R2 (mulato grass + 5% cassava waste) and R3 (mulato grass + 5% molasses). The parameters measured were the content of dry matter, organic matter, crude protein, crude lipid and crude fiber. Analysis of variance showed that the use of different additives was highly significant (P <0.01) on dry matter content, organic matter, crude protein, crude lipid and crude fiber Mulato grass silage. The addition of additives such as rice bran as much as 5% in the main grass silage made from mulato grass give the best effect to the nutrient content of 27.44% (dry matter), 88.63% (organic matter), 11.20% (crude protein), 3.53% (crude lipid) were highest of all treatments. The conclusion, use of types of additives as carbohydrates source (rice bran, cassava waste and molasses) produced mulato grass silage with better quality compared to control (without additive).

Key words: mulato grass, silage, additives, rice bran, cassava waste, molasses.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia silase rumput mulato(Brachiaria mulato) sebagai respon dari penambahan jenis aditif sumber karbohidrat yang berbeda. Penelitian ini berlangsung selama 1 bulan 3 hari dalam dua tahap, yaitu 21 hari proses ensilase dan 12 hari proses analisis proksimat. Rancangan yang digunakan ialah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan tersebut meliputi: R0 (rumput mulato + 0% bahan aditif), R1 (rumput mulato + 5% dedak padi halus), R2(rumput mulato + 5% onggok) dan R3(rumput mulato + 5% molases). Variabel yang diamati meliputi kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar silase. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan bahan aditif yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar pada silase rumput mulato. Penambahan aditif berupa dedak padi halus sebanyak 5% dalam silase berbahan utama rumput mulato memberikan pengaruh terbaik dengan kandungan nutrien sebesar 27.44% (bahan kering), 88.63 (bahan organik), 11.20% (protein kasar), 3.53 (lemak kasar) tertinggi dari semua perlakuan. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah penggunaan jenis aditif sebagai sumber karbohidrat (dedak padi halus, onggok dan molases) menghasilkan silase rumput mulato dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan silase kontrol (tanpa penambahan aditif).

(2)

PENDAHULUAN

Hijauan merupakan komponen utama pada usaha peternakan ternak ruminansia. Hijauan sebagai bahan pakan ruminansia memegang peranan yang penting karena mengandung berbagai zat makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan penampilan produksi ternak (Sudarmo dan Sugeng, 2008). Produksi hijauan di daerah tropis umumnya terhambat pada musim kemarau karena rendahnya curah hujan sedangkan pada musim penghujan produksi hijauan pakan meningkat dan cenderung melimpah namun pemanfaatannya masih terbatas (Sanjaya

et al., 2010). Upaya untuk menstabilkan ketersediaan hijauan sepanjang tahun perlu dilakukan agar produktivitas ternak tidak mengalami gangguan terutama karena produksi hijauan yang fluktuatif akibat perubahan musim.

Rumput mulato (Brachiaria mulato) merupakan jenis rumput unggul yang baru diintroduksi di Indonesia (Setiawan, 2016). Rumput ini merupakan jenis rumput yang ideal untuk dikembangkan di daerah tropik. Rumput mulato memiliki banyak keunggulan yaitu memiliki produksi yang tinggi, mampu beradaptasi pada suhu ekstrem dan memiliki nilai nutrisi yang baik sehingga mampu memenuhi kebutuhan ternak. Menurut CIAT (2002) bahwa nilai nutrisi yang tinggi pada rumput mulato ditunjukkan dengan tingginya kandungan protein kasar (11-13%) dan kecernaan bahan kering (70%). Pemberian rumput mulato sebagai pakan tunggal pada sapi potong dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,90 kg/hari (CIAT, 2002). Marsetyo et al. ( 2009) melaporkan bahwa pemberian rumput mulato dengan tambahan dedak padi (1% bobot badan/hari) secara ad libitum

mampu meningkatkan konsumsi dan bobot harian sapi Bali.

Kendala yang sering dihadapi dalam penyediaan hijauan segar adalah terjadinya penurunan produksi hijauan yang diakibatkan oleh perubahan musim. Teknologi pengawetan hijauan dalam bentuk segar (silase) diharapkan mampu menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar pada musim kesulitan pakan (Ridwan et al., 2005). Terdapat beberapa kendala teknis pada karakteristik hijauan tropis yang kurang ideal untuk dibuat silase.

Water soluble carbohydrate (karbohidrat mudah larut) yang diperlukan untuk menghasilkan silase berkualitas baik terdapat dalam konsentrasi rendah. Hijauan tropis memiliki buffering capacity tinggi yang menyebabkan protein mudah mengalami proteolysis (Woolford,1984). Kandungan bahan kering hijauan yang rendah (< 30%) pada hijauan tropis menyediakan lingkungan yang lebih sesuai bagi Clostridia

pembusuk dibandingkan bakteri asam laktat (BAL) yang diperlukan dalam ensilase (Titterton dan Bareeba, 1999). Pembuatan silase kadang kala menggunakan bahan aditif seperti dedak padi, bungkil, onggok dan molases sebagai sumber gula terlarut yang mampu menstimulir fermentasi dan mempertahankan kualitas silase (Isnandar

et al., 2010).

Agar ketersediaan hijauan terjaga sepanjang tahun, maka teknologi pengolahan silase perlu diaplikasikan termasuk pada rumput mulato. Namun, secara umum hijauan tropis memiliki kandungan karbohidrat mudah larut yang rendah dan kandungan fraksi serat yang tinggi (Sanjaya et al., 2010).Oleh karena itu, penggunaan bahan aditif sumber karbohidrat terbaik dalam pembuatan silase rumput mulato perlu untuk diketahui sehingga diharapkan mampu menjaga kualitas hijauan pakan yang diawetkan dalam bentuk silase.

(3)

untuk mengetahui kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar silase rumput mulato yang dicampurkan dengan dedak, onggok atau molases sebagai aditif pada bahan dasarnya.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2016. Bahan yang digunakan meliputi rumput mulato (Brachiaria mulato), dedak padi, onggok, dan molasses dan silo plastik.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Adapun perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berkut:

R0: 1 kg rumput mulato + 0% aditif R1: 1 kg rumput mulato + 5% dedak R2: 1 kg rumput mulato + 5% onggok R3: 1 kg rumput mulato + 5% molases

Hijauan dicacah sepanjang 3 5 cm secara manual dengan menggunakan parang. Selanjutya, rumput dilayukan selama 24 jam hingga kadar air berkisar 60-75%. Hijauan yang telah dicacah dan

dilayukan ditimbang sebanyak 1 kg/silo dan selanjutnya dimasukkan ke dalam 20 buah silo atau plastik yang berbeda. Silo yang telah berisi rumput mulato tersebut dipisahkan menjadi 4 perlakuan. Masing-masing aditif dicampur pada rumput sebanyak 5% dari total bahan kering jenis aditif yang digunakan. Proses pencampuran dilakukan secara perlahan hingga merata. Bahan pembuatan silase yang telah tercampur lalu dipadatkan sehingga udara yang tertinggal dalam silo dapat diminimalkan. Selanjutnya, silo ditutup dan dilapisi dengan plastik lainnya untuk mencegah terjadinya kebocoran. Bahan silase kemudian diinkubasi selama 21 hari pada suhu ruang (28o-30oC). Setelah 21 hari, silase kemudian digunakan untuk tahapan selanjutnya yaitu analisis proksimat.

Hasil yang berbeda nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk melihat perbedaan antar perlakuan (Steel and Torrie, 1995). Peubah yang diamati dalam penelitian ini berupa kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar dari silase rumput mulato (Brachiaria mulato). Adapun rumus yang digunakan ialah sebagai berikut:

a. Kandungan Bahan Kering

b. Kandungan Bahan Organik

(4)

d. Kandungan Lemak Kasar

e. Kandungan Serat Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jenis aditif sebagai sumber karbohidrat dapat meningkatkan kualitas fisikdan kimia silase rumput mulato dibandingkan silase tanpa penambahan aditif (Tabel 1).

Kondisi Umum Silase Rumput Mulato Salah satu indikator keberhasilan proses pembuatan silase dapat dilihat dari kualitas fisik silase yang dihasilkan. Menurut Haustein (2003), Subekti (2013) dan Kojo (2015), kriteria penilaian kualitas silase yang baik dapat dilihat dari karakteristik fisik yang dihasilkan seperti warna, bau dan tekstur. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa tiga dari empat silase memiliki warna hijau kecoklatan (R3) dan hijau kekuningan (R1, R2), mengeluarkan bau manis khas silase, tidak berair, tekstur baik serta tidak menggumpal. Silase tanpa aditif (R0) berwarna kecoklatan serta mengeluarkan bau amonia.Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan bahan aditif pada silase menghasilkan kualitas silase lebih baik dari pada silase kontrol (tanpa penambahan aditif). Menurut Utomo (1999), Indah (2016) dan Herlinae et al.(2015), secara umum, silase yang bermutu baik memiliki bau harum (bebas dari bau amonia), berwarna hijau kekuningan atau kecoklatan, tidak berwarna coklat tua atau kehitaman, tekstur halus serta tidak terjadi perubahan

bentuk. Penambahan aditif bertujuan untuk mempercepat penurunan pH sehingga mencegah terjadinya proses fermentasi yang tidak dikehendaki, mempercepat pembentukan asam laktat dengan menyediakan sumber energi bagi bakteri asam laktat serta sebagai suplemen zat gizi dalam hijauan sehingga kualitas silase yang dihasilkan oleh penambahan aditif menjadi lebih baik dibandingkan dengan tanpa aditif (Hapsariet al.,2014).

Kandungan Nutrien Silase

Nilai rataan kandungan nutrien silase berbahan utama rumput mulato yang mendapatkan perlakuan berbeda tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Kandungan Nutrien Silase Rumput Mulato dengan Penambahan Aditif Berbeda yang Diinkubasi Selama 21 Hari

Variabel R0 R1PerlakuanR2 R3 BK (%) 21,66b 27,44a 27,21a 27,29a

BO(%BK) 86,75b 88,63a 88,61a 88,11a

PK(%BK) 5,14c 11,20a 7,62b 7,23b

LK(%BK) 2,60b 3,53a 2,08c 1,99c

SK (%BK) 29,38a 24,28c 26,25b 22,79d Keterangan: Superskrip yang berbeda kearah baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). R0 = 1 kg

rumput mulato + 0% aditif, R1= 1 kg rumput mulato + 5%

dedak padi halus, R2= 1 kg rumput mulato + 5% onggok dan

R3= 1 kg rumput mulato + 5% molases. BK = bahan kering,

(5)

Kandungan Bahan Kering

Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bahan kering silase rumput mulato dengan pemberian aditif berbeda. Uji lanjut duncan menunjukkan bahwa kandungan bahan kering pada perlakuan R0 berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan R1, R2 dan R3 sedangkan antara perlakuan R1, R2dan R3 tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Kandungan bahan kering tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (27,44%), disusul oleh perlakuan R3 (27,29%) dan R2 (27,21%), sedangkan kandungan bahan kering terendah terdapat pada perlakuan R0 (21,66%). Tingginya kandungan bahan kering pada silase rumput mulato dengan penambahan aditif dikarenakan adanya penambahan bahan kering yang terkandung dalam bahan aditif. Hasil penelitian Santi et al.

(2012)menyatakan bahwa peningkatan level akselerator memacu aktifitas fermentasi sehingga produksi H2O menurun dan kandungan BK meningkat. Sedangkan, rendahnya kandungan bahan kering pada perlakuan kontrol diakibatkan oleh rendahnya kandungan sumber energi bagi bakteri asam laktat menyebabkan fase aerob berlangsung lama sehingga menghasilkan panas, CO2 dan H2O. Peningkatan kadar H2O selama ensilase akan menyebabkan kandungan bakan kering pada silase menurun sehingga menyebabkan peningkatan kehilangan bahan kering (Surono et al., 2006). Menurut Riswandi (2014) sumber energi yang digunakan oleh mikroba hanya berasal dari hijauan. Mikroba akan memecah komponen bahan makanan dari hijauan sehingga menyebabkan kandungan bahan kering menjadi rendah.

Ridwan et al. (2005) dalam penelitiannya melaporkan bahwa, penambahan dedak padi pada silase rumput gajah hingga taraf 5%

menghasilkan bahan kering pada silase berkisar antara 20,04% 27,90%. Sawen

et al. (2003), penggunaan dedak padi pada taraf 0% hingga 5% pada berbagai tingkat produksi bahan kering dapat meningkatkan produksi bahan kering silase rumput Irian. Dedak padi yang diberikan kedalam silase menambah kandungan bahan kering silase menjadi lebih tinggi antara 26,93% 34,42%. Hasil penelitian Riswandi (2014) menunjukkan bahwa kandungan bahan kering silase eceng gondok terendah terdapat pada perlakuan silase tanpa penambahan aditif (kontrol) yaitu sebesar 11,21% sedangkan perlakuan silase yang ditambahkan dedak halus 2,5% dan ubi kayu 2,5% pada eceng gondok menghasilkan kandungan bahan kering silase tertinggi yaitu sebesar 13,43%.

Kandungan Bahan Organik

Rataan kandungan bahan organik silase rumput mulato yang mendapat perlakuan berbeda tertera pada Tabel 4. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bahan organik silase rumput mulato dengan pemberian aditif berbeda. Hasil uji lanjut duncan menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada perlakuan R0berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan R1, R2 dan R3. Namun, perlakuan R1, R2 dan R3 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05). Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (88,63%) dan disusul oleh perlakuan R2 (88,61%), R3 (88,11%) dan R0 (86,75%). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bahan aditif berupa (dedak, onggok dan molases) terbukti meningkatkan kandungan bahan organik silase rumput mulato dibandingkan silase kontrol (tanpa penambahan aditif). Santoso et al. (2009) dan Kurnianingtyas

(6)

penambahan aditif pada silase menyediakan tambahan karbohidrat mudah larut untuk dimanfaatkan oleh bakteri pencerna serat kasar misalnya bakteri selulotik, sehingga degradasi karbohidrat menjadi asam organik seperti asetat, propionat dan butirat menjadi lebih tinggi dan kandungan bahan organik meningkat.

Pada penelitian Ridwan et al.(2005) yang menggunakan dedak padi hingga taraf 5% menghasilkan kandungan bahan organik berkisar antara 76,83% hingga 78,92%. Fathurrohman et al. (2015) melaporkan bahwa penambahan molases 3% dan 5% terbukti menghasilkan kandungan bahan organik silase kulit umbi singkong sebesar 17,13% dan 18,50% lebih tinggi daripada silase tanpa penambahan aditif dan dengan aditif molases 1% yang hanya berkisar 16,21% dan 16,25%.

Kandungan Protein Kasar

Rataan kandungan protein kasar silase rumput mulato yang mendapat perlakuan berbeda tertera pada Tabel 4. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap protein kasar silase rumput mulato dengan pemberian aditif berbeda. Uji lanjut duncan menunjukkan bahwa protein kasar perlakuan R0 berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dari R1, R2dan R3. Kandungan protein kasar perlakuan R2 dan R3 tidak berbeda nyata (P>0,05). Namun, keduanya berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dari perlakuan R1.

Perbedaan kandungan protein kasar pada silase dapat disebabkan oleh meningkatnya jumlah mikroba dalam silase yang disebabkan ketersediaan karbohidrat yang cukup besar pada perlakuan R1, R2 dan R3 (perlakuan dengan penambahan aditif). Menurut Mendoza et al. (1994), pada massa ensilase kadar protein kasar akan

meningkat oleh terbentuknya protein sel tunggal. Selaras dengan hasil penelitian Rizwandi (2014) bahwa mikroba merupakan protein sel tunggal yang akan mempengaruhi hasil silase.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan protein kasar tertinggi terkandung dalam silase dengan penambahan aditif berupa dedak padi halus atau R1 (11,20%), kemudian R2 (7,62%), R3 (7,63%) dan R0 (5,14%). Tingginya kandungan PK pada perlakuan R1 disebabkan oleh penggunaan dedak padi halus yang merupakan bahan aditif sumber karbohidrat yang mengandung protein tinggi dibandingkan sumber karbohidrat lain yang digunakan dalam penelitian ini yakni (9,68%) sangat tinggi dari onggok dan molases yang hanya sebesar (1,51%).Ohmomo et al. (2002) menyatakan bahwa kandungan protein dipengaruhi oleh lama penyimpanan, kadar air, kualitas dan kandungan protein bahan baku. Santi et al. (2012) melaporkan bahwa penambahan aditif dapat mempercepat penurunan pH sehingga membatasi pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme aerobik

merugikan.Lebih lanjut dijelaskan oleh Sandi et al. (2010) bahwa laju kecepatan penguraian protein sangat bergantung pada laju penurunan pH sehingga mencegah terjadinya perombakan protein hijauan yang berlebihan.Rendahnya kandungan PK pada perlakuan R0 disebabkan oleh rendahnya pasokan nutrient untuk bakteri asam laktat sehingga kondisi anaerob lambat tercapai dan menyebabkan tumbuhnya Clostridia

yang dapat mendegradasi protein menjadi NH3, H2O dan CO2 (Santi et al. 2012). Amonia (NH3) dalam sampel akan menguap saat proses pengeringan sehingga tidak terdeteksi saat penentuan kadar protein kasar silase.

(7)

sawit terbukti menaikkan kadar protein silase pada hari ke 21 dari 6,30% menjadi 16,49%. Riswandi (2014) melaporkan bahwa penambahan dedak padi halus 5% dalam silase eceng gondok meningkatkan kandungan protein kasar silase eceng gondok menjadi 20,17% lebih tinggi dari silase eceng gondok dengan penambahan aditif berupa ubi kayu 5% yaitu 17,94% dan tanpa penambahan aditif yang hanya 14,80%.

Kandungan Lemak Kasar

Rataan kandungan lemak kasar silase rumput mulato yang mendapat perlakuan berbeda tertera pada Tabel 4. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap lemak kasar silase rumput mulato dengan pemberian aditif sumber karbohidrat berbeda. Uji lanjut duncan menunjukkan bahwa Perlakuan R1 berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi (3,53%) dari perlakuan R0(2,60%), R2(2,08%) dan R3(1,99%). Perlakuan R2 dan R3 berbeda tidak nyata (P>0,05). Namun, keduanya berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dari perlakuan R0.

Rendahnya kandungan lemak kasar pada silase rumput mulato disebabkan oleh aktivitas mikroba yang mendegradasi lemak menjadi gliserol dan asam lemak sebagai sumber energi (Santosaet al.,2015). Pratiwiet al.(2015 ) menambahkan bahwa penurunan kandungan lemak kasar disebabkan oleh terpecahnya ikatan trigliserida menjadi ikatan yang lebih sederhana antara lain dalam bentuk asam lemak dan alkohol. Sejalan dengan pendapat Makmur (2006) dan Hading (2014) bahwa kandungan lemak bahan pakan terdiri dari vitamin, ester gliserol dan asam lemak mudah menguap sehingga kandungan lemak kasar menjadi menurun.

Kandungan lemak kasar yang tinggi pada silase rumput mulato perlakuan R1 dikarenakan tingginya kandungan lemak

kasar dari pada bahan aditif berupa dedak padi halus.Selaras dengan hasil penelitian Bakrie et al. (2014) bahwa dedak padi merupakan bahan aditif yang memiliki kandungan protein, water soluble carbohydrate(WSC) serta kandungan minyak yang tinggi. Pratiwi et al. (2015) melaporkan bahwa pembuatan silase ransum berbahan ransum basal dan starter EM 4 sebanyak 4% terbukti menghasilkan kandungan lemak kasar pada silase ransum sebesar 6,74% lebih tinggi daripada perlakuan lain. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya asam lemak yang dihasilkan pada penambahan starter.

Kandungan Serat Kasar

(8)

dan aktivitas mikroba pendegradasi selulosa serta hemiselulosa meningkat.

Tingginya kandungan serat kasar pada perlakuan silase kontrol (R0) diduga disebabkan oleh terjadinya peningkatan populasi jamur akibat rendahnya ketersediaan sumber energi bagi bakteri asam laktat (BAL) sehingga proses fermentasi dalam silase tidak berjalan optimal. Hal ini selaras dengan pendapat Syahrir et al. (2015), peningkatan serat kasar dapat diakibatkan oleh peningkatan protozoa atau jamur karena panas dalam silase meningkat. Kitin pada protozoa atau jamur termasuk dalam kelompok serat kasar pada analisis proksimat.

Penelitian Riswandi (2014) yang melakukan pembuatan silase eceng gondok dengan penambahan 5% ubi kayu menghasilkan kandungan serat kasar terendah yaitu sebesar 17,45% sedangkan kandungan serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan silase tanpa penambahan aditif yaitu sebesar 21,92%. Naif et al.

(2015) melaporkan bahwa, kandungan serat kasar pada silase rumput gajah tertinggi dicapai oleh perlakuan silase tanpa penambahan aditif yaitu sebesar 29,11%.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penggunaan bahan aditif sumber karbohidrat seperti dedak padi halus,

onggok dan molases pada silase rumput mulato menghasilkan kualitas fisik dan komposisi kimia silase rumput mulato lebih baik dibandingkan dengan tanpa penggunaan bahan aditif;

Penambahan aditif berupa dedak padi halus sebanyak 5% dari total bahan kering aditif menghasilkan silase rumput mulato dengan komposisi kimia terbaik dengan kandungan nutrien tertinggi dari semua perlakuan;

Penambahan molases sebanyak 5% dari total bahan kering aditif menghasilkan silase rumput mulato dengan kandungan serat kasar (22,79%) terendah dari semua perlakuan;

Saran

Sebaiknya, pada penelitian lebih lanjut dilakukan perhitungan pada kandungan BETN silase untuk mengetahui nilai WSC yang terkandung dalam silase rumput mulato;

Lama pemeraman silase sebaiknya ditambah untuk mengetahui batasan maksimal fase stabil silase rumput mulato;

Agar amonia tidak menguap dan hilang, perlu adanya penambahan zat asam tertentu agar amonia dapat terhitung sebagai protein dalam analisis proksimat sehingga data yang diperoleh menjadi lebih tepat dan akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Bakrie, B., Sastro, Y., Bahar, S., Sente., U. dan Andayani, D. 2014. Perbandingan Efektivitas Penambahan Onggok atau Tepung Singkong dalam Pembuatan Silase Limbah Sayuran. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta

CIAT, 2002.Variety. Mulato .Application No. 2001/174. Plant Varieties Journal, (15):20-21

Fathurrohman, F., Budiman, A., Dhalika, T. 2015.Pengaruh Tingkat Penambahan Molases pada Pembuatan Silase Kulit Umbi Singkong(Mannihot eskulenta)terhadap Kandungan Bahan Kering, Bahan Organic dan HCN.Jurnal. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Semarang

Hading, A.R. 2014. Kandungan Protein Kasar, Lemak Kasar, Serat Kasar dan BETN Silase Pakan Lengkap Berbahan Dasar Rumput Gajah dan Biomasa Murbei.Skripsi. Universitas Hazanuddin, Makassar Hapsari Y.T., Suryapratama, W., Hidayat, N., dan Susanti, E. 2014. Pengaruh Lama Pemeraman terhadap

Kandungan Lemak Kasar dan Serat Kasar Silase Complete Feed Limbah Rami. Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1):102-109

(9)

Herlinae., Yemima., Rumiasih. 2015. Effect of Additives and Palm Sugar on the Characteristics of Elephant Grass(Pennisetum purpureum)Silage. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. Universitas Kristen Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 4(1)

Indah, A.S. 2016.Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Silase Pakan Lengkap Berbahan Utama Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan Lama Inkubasi yang Berbeda.Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Isnandar, Chuzaemi, S., Sutariningsih, E., Yusiati, L.M., Utomo, R. 2010. Optimasi Bakteri Asam Laktat dan Level Penggunaan Bahan Aditive Molases terhadap Kualitas Silase Isi Rumen Kualitas II Rumen. Jurnal Ilmiah Agrisains, 11(2)

Jaelani, A., Gunawan A., Indra A. 2014. Pengaruh Lama Penyimpanan Silase Daun Kelapa Sawit terhadap Kadar Protein dan Serat Kasar.Jurnal. Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan. Universitas Islam Kalimantan, Banjarmasin, 39(1)

Jones, C.M., A.J. Heinrichs, G.W. Roth, and V.A. Issler. 2004. From Harvest to Feed: Understanding Silage Management, Pensylvania State University, Pensylvania

Kurnianingtyas, I.B., Pandansari, P.R., Astuti, I., Widyawati S.D., dan Suprayogo W.P.S. 2012.Pengaruh Macam Akselelator terhadap Kualitas Fisik, Kimiawi dan Biologis Silase Rumput Kalonjono. Tropical Animal Husbandry Journal, 1(1)

Makmur, Indrawati. 2006. Kandungan Lemak Kasar dan BETN Silase Jerami Jagung (Zea mays L)dengan Penambahan Beberapa Level Limbah WHEY. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar

Marsetyo., Damry and S. Syukur. 2009. Feed Intake, Digestibility and Live Waight Gain of Early Weaned Bali Calves Fed a Native Grass, Mulato Grass and Mulato Grass Supplemented with a Mixture of Rice Bran and Copra Meal. Proceeding of Natinal Seminar on Bali Cattle the Development of Sustainability of Bali Cattle under Small Holder Farming System. Held in Mataram on 28 October 2009, pp. 81-88 Mendoza, N.S., Arai, M., Kawaguchi, T., Cubol, F.S., Panerio, E.G., Yoshida, T., and Jonson, L.M. 1994.

Isolation of Mannan Utilizing Bacteria and The Culture Condition for Mannanase Production. World Journal of Microbiology and Biotechnologi, 10(1): 51-54

Naif, R., Oktovianus R., Nahak T.B., Nethan, A.A. 2015.Kualitas Nutrisi Silase Rumput Gajah(Pennisetrum

purpureum)yang Diberi Dedak Padi dan Jagung Giling dengan Level Berbeda.Journal of Peternakan.

Fakultas Pertanian Universitas Timor

Ohmomo, S., Tanaka, O., Kitamoto, H.K., Cai, Y. 2002. Silage and Microbial Performance, Old Story but New Problems, JARQ 36 (2):59-71

Pratiwi I., Fathul F., and Muhtarudin. 2015. The Effect of Different Additioning Starter to Making Silage of Crude Fiber Content, Crude Fat, Water Content, and Material Extract Without Nitrogen Silage. Scientific Journal. Department of Animal Husbandry Faculty of Agriculture Lampung University, 3(3): 116-120

Ridwan.R, S., Ratnakomala, G., Kartika, Y., dan Widyastuti.2005. Pengaruh Penambahan Dedak Padi dan

Lactobacillus plantarum 1BL-2 dalam Pembuatan Silase Rumput Gajah (Pennisetrum purpureum).

Media Peternakan, 28(3)

Riswandi.2014. Kualitas Silase Eceng Gondok(Eichornia crassipers)dengan Penambahan Dedak Halus dan Ubi Kayu. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, 3(1) Sandi, S. Leconib, E. Sudarman, A. Wiryawan, K.G., dan Mangundjaja, D. 2010. Kualitas Nutrisi Silase

Berbahan Baku Singkong yang Diberi Enzim Cairan Rumen Sapi dan Leuconostoc

mesenteroides.Media Peternakan. 33(1): 25-30

Sanjaya, O.T., Dhalika, T., Budiman, A., Hernaman, I., Mansyur.2010. Pengaruh Lama Penyimpanan dan Aditif dalam Pembuatan Silase Terhadap Kandungan NDF dan ADF Silase Rumput Gajah. Jurnal Ilmu Ternak, 10(2),85-89

Santi, R.K., Fatmasari, D., Widyawati S.D, dan Suprayogi, W.P.S. 2012. Kualitas dan Nilai Kecernaan

InVitroSilase Batang Pisang (Musa paradisiaca) dengan Penambahan Beberapa akselerator. Tropical

Animal Husbandry Journal. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 1(1): 15-23 Santosa, H.P., Arifin, H.D., dan Eni, M.R. 2015. Pengaruh Perbedaan Rasio EM4 dan Tetes Tebu pada Silase

Daun Ketela Karet (Manihot glaziovii) terhadap Kadar Protein, Serat Kasar dan Lemak.Jurnal. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Muhamadiyah, Purwokerto, 4(1)

(10)

Schroeder, J.W. 2004.Silage Fermentation and Preservation. http://www.ext.nodak.edu/extpubs/ansci/dairy/ as1254w.btm.pdf, (08-09-2016)

Setiawan, D.G. 2016.Pengaruh Pemberian Hijauan yang Berbeda sebagai Pakan Dasar terhadap Konsumsi Pakan, Konsumsi Air Minum dan Kecernaan Pakan Kelinci Lokal.Skripsi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako, Palu

Steel, R.G.D., and Torrie, J.H. 1995.Prinsip dan Prosedur Statistik. Penerjemah: Sumantri, B. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Subekti, G., Suwarno., Hidayat., N. 2013. The Use of Several Additives and Lactic Acid Bacteria on the Physical Characteristics of Elephant Grass Silage at Day 14. Jurnal Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto, 3(1)

Sudarmono dan Sugeng, 2008.Sapi Potong.Penebar Swadaya. Jakarta

Syahrir, S., Sjamsudin, R., Mide, M.Z., dan Harfiah. 2015. Perubahan Massa Protein, Lemak, Serat dan BETN Silase Pakan Lengkap Berbahan Dasar Jerami Padi dan Biomasa Murbei. Jurnal. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddi, Makassar

Titterton, M., and Bareeba, F.B. 1999. Grass and Legum Silage in the Tropics FAO Electronic Conference on Tropical Silage

Gambar

Tabel 1. Rata-rata Kandungan NutrienSilase Rumput Mulato denganPenambahan Aditif Berbedayang Diinkubasi Selama 21Hari

Referensi

Dokumen terkait

mengelola emosi mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling angkatan tahun 2013 yang sedang menyelesaikan skripsi dan yang baru saja lulus tidak berbanding lurus dengan hasil

Aspek-aspek yang membentuk minat membaca komik Jepang pada diri seseorang merupakan penjabaran dari aspek-aspek minat, yang meliputi kesadaran akan manfaat objek minat, perhatian

Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 24 Januari 2014, melalui wawancara kepada siswa tentang motivasi belajar biologi

Manajer yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran diharapkan mempunyai komitmen yang lebih baik terhadap organisasi yaitu merasa sebagai bagian penting dari organisasi,

Kebudayaan Melayu Riau yang dibahas dalam penelitian ini tidak terlepas dari pandangan hidup, kesenian, sastra, kuliner, upacara adat, peralatan (teknologi),

Dari percobaan dengan pengulangan tiga kali didapatkan hasil bahwa sediaan Kanamycin dinyatakan steril karena setelah dilakukan pengamatan selama 14 hari tidak ditemukan

ascender huruf Kagana adalah keunikan yang dimunculkan mengambil bentuk dari ascender aksara Sunda, sedangkan pemilihan lebar glyph yang sama mer- upakan representasi

(3) ada hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dan konsep diri dengan perilaku reproduksi sehat pada siswa kelas XI di Madrasah Aliyah Negeri (MAN)