• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No: 124k Tun 2013, Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Yang Masih Dalam Sengketa Di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No: 124k Tun 2013, Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan Di Atas Tanah Yang Masih Dalam Sengketa Di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

SF. Marbun menjelaskan “Pemerintah wajib meningkatkan seluruh kepentingan

masyarakat, untuk itu pemerintah aktif berperan mencampuri bidang kehidupan sosial

ekonomi masyarakat dilimpahkan bestuurszorg (kesejahteraan umum) suatu public

service.”1

Perizinan merupakan suatu bentuk manisfestasi yang melintasi aspek-aspek

tersebut. Dimana perizinan menjadi instrumen kebijakan Pemerintah untuk menciptakan

kesejahteraan umum dan perizinan untuk menjaga ketertiban perbuatan hukum dalam

kegiatan atau usaha yang dilakukan seseorang/ badan hukum di tengah-tengah

masyarakat.2 Posisi perizinan sebagai pelayanan publik tujuannya tidak lepas dari tujuan

Negara Indonesia yaitu untuk menciptakan kesejahteraan bangsa, sebagai mana yang

tercantum dalam pembukan UUD 1945 alinea IV.

Hukum perizinan bagian dari hukum publik yaitu Hukum Administrasi Negara.

Dimana izin adalah kewenangan dari Pejabat Administrasi Negara atau izin diterbitkan

Pejabat Tata Usaha Negara. Kualitas pelayanan publik menjadi sesuatu yang sangat

penting dalam upaya mengujudkan cita-cita bangsa dan Negara Indonesia.3 Kualitas

Hukum Publik adalah hukum yang berkenaan dengan kesejahteraan negara dan

kesejahteraan masyarakat.4 Maka tujuan perizinan adalah untuk menciptakan

1

S.F. Marbun Dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm. 73.

2

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik,(Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm. 190

3

Ibid., hlm. 4.

4

(2)

xv

kesejahteraan masyarakat.5 Namun realitanya perizinan di tengah-tengah masyarakat,

masih kerap jadi objek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara.6 Sebagaimana contoh,

kasus dalam Putusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013, tentang terbitnya Surat

Izin Mendirikan Bangunan, di atas tanah yang masih dalam sengketa di PTUN Medan.

Menurut Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Izin

Mendirikan Bangunan, Pasal 13 huruf (b); Permohonan IMB ditunda, bila ada laporan

secara tertulis maupun lisan dari masyarakat tentang keadaan tanah dalam sengketa

maupun adanya proses hukum.7 Sejalan dengan Peraturan Daerah Kota Medan, sebelum

terbit IMB No. 648/ 1441/ 21.06/ 2011, dan No. 648/1363 K Penggugat telah lebih

dahulu melaporkan status tanah kepada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan Kota

Medan.8 Penggugat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Dinas Tata

Ruang dan Tata Bangunan Kota Medan agar tidak memproses penerbitan Izin

Mendirikan Bangunan di atas lahan sengketa, di jalan Platina (Sudut Platina VII)

Kecamatan Medan Deli karena dalam proses hukum. Tetapi Tergugat I ( Kepala Dinas

Tata Ruang Dan Tata Bangunan Kota Medan) tidak menanggapi permohonan Penggugat,

sebagaimana adanya surat dari Law Firm Fachruddin Rifai, SH.,M.Hum & Associates

tertanggal 27 Juli 2011 No.199/LF-FR/MTMI/ VIII/2011. Di samping itu Penggugat juga

membuat Pengumuman di Media, meminta kepada instansi terkait agar tidak melayani

5

Ali Mufliz, Materi Pokok Pengantar Administrasi Negara, (Jakarta : Karunika,1998), hlm. 177

6

Hery Kelana, Pelaksana harian Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Jakarta Utara,

“setiap tahunnya terdapat lebih dari seribu kasus pelanggaran izin mendirikan bangunan (IMB)”. Tempo,

Rabu, 15 Juni 2014.

7

Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Mendirikan Bangunan, Pasal 13 Permohonan IMB ditunda; butir(b)adanya keberatan masyarakat dan/ sengketa maupun adanya proses hukum yang sedang berlangsung pada bangunan maupun tanah yang dimohon secara tertulis maupun lisan

8

(3)

urusan lainnya bidang tanah dimaksud terkait pengalihan bidang tanah sebagaimana

adanya Iklan Pengumuman di Harian Analisa Edisi Kamis, 14 Juli 2011. Oleh karena

perbuatan Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan yang telah menerbitkan IMB di atas

tanah yang dimohon Penggugat menimbulkan ketidak adilan dan kerugian bagi

penggugat, dimana penggugat sedang memproses kepastian hukum atas kepemilikan

tanah di PTUN Medan.

Jawaban Tergugat; Surat izin Mendirikan Bangunan No. 648/ 1441/ 21.06/ 2011

tanggal 14 Juni 2011, dan No. 648/1363 K tertanggal 1 Agustus 2011 yang ada di plank

adalah nomor agenda penerimaan surat permohonan IMB dari Tergugat II Intervensi.

DTRTB tidak pernah menerbitkan IMB sebanyak dua kali pada satu lokasi tanah yang

dimohonkan, tetapi hanya menerbitkan IMB No. 648/1363 K tanggal 28 Juli 2011.9

Pengadilan Tata Usaha Negara Medan memberi putusan No.

22/G/2012/PTUN-MDN tanggal 19 Juli 2012 yang amarnya sebagai berikut :

1. Dalam Eksepsi : Menolak Eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat II Intervensi

untuk seluruhnya ;

2. Dalam Pokok Perkara :

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian.

9

(4)

xvii

b. Menyatakan Batal Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB) Nomor : 648/13.63 K

tanggal 1 Agustus 2011 atas nama Charles Tigor Silalahi.

c. Mewajibkan kepada Tergugat II untuk mencabut Surat Izin Mendirikan Bangunan

(SIMB) Nomor : 648/13.63 K tanggal 1 Agustus 2011, atas nama Charles Tigor

Silalahi.

Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan N0.

137/B/2012/PT.TUN.MDN. tanggal 16 Oktober 2012 ; Mengkuatkan putusan PTUN

Medan N0. 22/G/2012/PTUN.MDN.

Pihak Tergugat II (intervensi) mengajukan Kasasi (pemohon),10 dan Tergugat I,

Tergugat II, Penggugat sebagai yang termohon. Alasan Pemohon Kasasi dalam memori

kasasi pada pokoknya menyatakan bahwa Judex Facti pada tingkat banding salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku, kurang tepat dan tidak berdasar

hukum.

Pertimbangan Hukum. Menimbang, bahwa terlepas dari alasan-alasan kasasi

tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Bahwa Judex Facti telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan.

Mahkamah Agung; Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ;

Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan No.

10

(5)

137/B/2012/PT.TUN-MDN tanggal 16 Oktober 2012 yang menguatkan Putusan

Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No. 22/G/2012/ PTUN-MDN. tanggal 19 Juli

2012. Menolak gugatan Penggugat dan menghukum Termohon Kasasi untuk membayar

biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi.

Uraian di atas memaparkan bahwa dalam setiap tingkat Pengadilan memberikan

putusan yang berbeda terhadap permasalahan yang sama. Tentu Putusan yang membuat

perbedaan itu menjadi suatu masalah yang perlu diteliti dan dianalisis dalam aspek

hukum perundang-undangan Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN) serta

dihubungankan dengan Hukum Perizinan secara khusus Peraturan proses Izin Mendirikan

Bagunan Kota Medan, guna menemukan nilai kebenaran dalam perbedaan itu.

Perizinan yang mengakibatkan isu hukum penting untuk dikaji adalah untuk

menemukan hukum yang benar karena perizinan telah memiliki peraturan tersendiri.

Contoh; Membangunan gedung diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung,11maka setiap permasalahan bangunan dalam hukumnya bisa dilihat di

undang-undang tersebut.

Izin adalah keputusan administratif yang lazim disebut Keputusan Tata Usaha

Negara. Keputusan Tata Usaha Negara berisi pengaturan mengenai kegiatan yang dapat

atau tidak dapat dilakukan oleh Badan Hukum/masyarakat.12 Bagir Manan mengatakan :

“Izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan

11

Lihat, Republik Indonesia,Undang-undang RI Nomor. 28 Tahun 2002tentang Bagunan Gedung. Bagian Keenam. Hak dan Kewajiban Pemilik Bangunan Gedung, huruf (b) melaksanakan pembangunan gedung sesuai dengan perizinan yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah.

12

(6)

xix

perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu

yang secara umum dilarang.”13

Penegakan hukum perizinan diperlukan pengawasan, agar dalam menjalankan

aktivitas izin sesuai dengan norma-norma hukum sebagai suatu upaya bersifat preventif (pencegahan), dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum

terjadinya pelanggaran norma-norma hukum sebagai upaya represif.14 Dalam pengawasan sebagai sarana penegakan hukum perizinan terdapat juga sanksi. Sanksi

merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan. Sanksi biasanya

diletakkan pada bagian akhir setiap peraturan (bahasa latin : cauda venenum, artinya di ujung suatu kaidah hukum terdapat sanksi).15 Arti sanksi adalah reaksi tentang tingkah

laku, dibolehkan atau tidak dibolehkan atau reaksi terhadap pelanggaran norma. Dalam

Hukum Administrasi Negara dikenal beberapa macam sanksi, yaitu: 16

a. Paksaan Pemerintah (Bestuursdwang)

b. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan;

c. Pengenaan denda administratif

d. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom)

Salah satu sanksi dalam Hukum Administrasi Negara adalah pencabutan atau

penarikan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menguntungkan. Pencabutan ini

dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali

13

Ibid., hlm. 170.

14

H. Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Medan : Medan Area University Press, 2014), hlm. 111.

15

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2006), hlm. 319.

16

(7)

dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan terdahulu.17 Penarikan kembali

ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam

ketetapan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku ke belakang,

yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum ketetapan itu dibuat. Dengan kata

lain, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul setelah terbitnya ketetapan tersebut

menjadi hapus atau tidak ada sebagaimana sebelum terbitnya ketetapan itu, dan sanksi ini

dilakukan reaksi terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum.18

Pencabutan suatu keputusan yang menguntungkan adalah merupakan sanksi yang

situatif, maksudnya dikeluarkan bukan dengan maksud sebagai reaksi terhadap perbuatan

yang tercelah dari segi moral, melainkan dimaksudkan untuk mengakhiri

keadaan-keadaan yang secara objektif tidak dapat dibenarkan lagi.19 Penarikan ketetapan sebagai

sanksi ini berkaitan erat dengan sifat dari ketetapan itu sendiri. Terhadap ketetapan yang

bersifat terikat, harus ditarik oleh organ pemerintahan yang mengeluarkan ketetapan

tersebut, dan hanya mungkin dilakukan sepanjang peraturan menjadi dasar ketetapan.20

Penarikan kembali ketetapan itu menimbulkan persoalan yuridis, karena dalam

Hukum Administrasi Negara (HAN) terdapat azas hetvermoeden van rechmatigheid atau

premsutiojusteacausa, yaitu bahwa pada azasnya setiap ketetapanya yang dikeluarkan

17

Mandiri Hadjon Philipus, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya : Yuridika, 1993), hlm. 69.

18

Lihat, H.D.Van Wijk/Willem Konijnenbelt. Hoodfdstukken, hlm. 379. Diedit kembali oleh Ridwan HR,

Prinsip Tanggung Jawab, hlm. 233. menyebutkan: “Hakim Administrasi dalam memutuskan perkara gugatan

pembatalan keputusan akan mengunakan kriteria: 1) Bertentangan dengan peraturan yang mengikat umum atau peraturan perundang-undangan (Strijd met een algmeen verbindend voorshrift). 2)Penyalah gunaan wewenang (

Detournement de pouvoir). 3) (Het administratieve organ heft bij afweging van de betrokken belangen niet in

redelijkheid tot de beschikking kunnen komen). 4) Organ pemerintah dalam mempertimbangkan berbagai kepentingan

terkait untuk mengambil keputusan tidak berdasarkan pada alasan yang rasional (Strijd anderzins met enig in het

algemeen). 5) bertentangan dengan apa yang dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang hidup/berlaku

tentang pemerintahan yang baik (rechtsbewustzijn levebd beginsel van behoorlijk berstuur),

19

Mandiri Hadjon Philipus, op. cit., hlm. 69.

20

(8)

xxi

oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum.21 Maka

Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak

untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh Hakim di Pengadilan.22

Meskipun pada dasarnya KTUN yang telah dikeluarkan tersebut tidak untuk dicabut

kembali sejalan dengan azas praduga (rechmatig) dan asas kepastian hukum, tetapi

tidaklah berarti menghilangkan kemungkinan untuk mencabut KTUN tersebut. Kaidah

HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut KTUN yang menguntungkan sebagai

akibat dari kesalahan si penerima KTUN sehingga pencabutanya merupakan sanksi

baginya.23

Penegakan hukum tidak lepas dari azas-azas dalam Hukum Administrasi Negara

yang biasa disebut Azas-azas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), dan menjadi

pedoman dalam penyelenggaraan Pemerintahan termasuk dalam Pemerintahan Daerah.

Hal ini sejalan dengan Pasal 58 ayat (1)24; yang mengatur penyelenggaraan Pemerintahan

berpedoman pada Azas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: azas kepastian

hukum, azas tertib penyelenggaraan Negara, azas kepentingan umum, azas keterbukaan,

azas proporsionalitas, azas profesionalitas, azas akuntabilitas, azas efisiensi dan azas

efektivitas.25

21

H. A. Muin Fahmal: Peran Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, ( Yogyakarta : Kreasi Total Media, 2008), hal. 290.

22

C. S.T. Kansil dan Chirtine S.T. Kansil, Modul Hukum Administrasi Negara,(Jakarta : Pradnya Paramita, 2005), hlm. 29.

23

Adrian Sutedi, op. cit.,hlm. 191.

24

Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 25

Bandingkan, Rebuplik Indonesia, Undang-undang RI Nomor. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,Pasal 3:

(9)

Kurang atau tidak dipenuhinya azas - azas tersebut dalam suatu tindakan

keputusan dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah. Artinya keputusan Pejabat Tata

Usaha Negara dapat digugat bila bertentangan dengan azas - azas tersebut. Hal ini

dimuat dalam UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, khususnya Pasal 53 ayat (2) huruf (b)

menyebutkan: Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

azas-azas pemerintahan yang baik. Kurang atau tidak dilaksanakannya azas-azas-azas-azas tersebut oleh

Pejabat Adiministrasi/ Pejabat Tata Usaha Negara dalam mengambil suatu keputusan

atau bilamana terindikasi ada penyalahgunaan wewenang, dapat menimbulkan suatu

konsekuensi hukum yakni pembatalan keputusan.26

Majelis Hakim di Peradilan Tata Usaha Negara, dalam memeriksa dan mengadili

suatu perkara juga dituntut untuk berpedoman kepada UU No. 14 Tahun 1970

sebagaimana direvisi menjadi UU No. 4 Tahun 2004, dan perubahan menjadi

Undang-undang No. 48 Tahun 2009; tentang Kekuasaan Kehakiman, yang di dalamnya diatur

tentang Azas – azas Umum Pemerintahan yang Layak (AAUPL).27

Menurut hasil penelitian Jazim Hamidi, defenisi AAUPL antara lain :28

a. AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan hukum Administrasi Negara.

Penyelenggaran Pemerintahan ; Azas Kepentingan Umum ; Azas Keterbukaan ;Azas Proporsionalitas;Azas Profesionalitas; Azas Akuntabilitas

26

Nomensen Sinamo, Hukum Administrasi Negara,(Jakarta : Jala Permata Aksara, 2010), hlm. 142.

27

Lihat, Pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970 tentang Kekuasaan Pokok Kehakiman: “Pengadilan

tidak boleh menolak menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.” Dalam Pasal

27 ayat (1) UU No. 14/1970 ditegaskan; “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Dengan ketentuan pasal ini, asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.

28Lihat,

(10)

xxiii

b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi hakim administrasi dalam menilai tindakan administrasi negara (yang berwujud penetapan atau beschikking) dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.

c. Sebagian besar dari AAUPL masih merupakan azas - azas yang tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik kehidupan di masyarakat.

d. Sebagian azas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif. Meskipun sebagian dari azas itu berubah menjadi kaida hukum tertulis, namun sifatnya tetap sebagai azas hukum.

AAUPL tersebut pada prinsipinya memuat azas kepastian hukum, azas

keseimbangan, azas kesamaan dalam mengambil keputusan, azas bertindak cermat, azas

motivasi untuk setiap keputusan, azas tidak boleh mencampuradukkan kewenangan, azas

permainan yang layak (fair play), azas keadilan atau kewajaran, azas kepercayaan dan penanggapi pengharapan yang wajar, azas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan

yang batal, azas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi, azas kebijakan,

azas penyelenggaraan kepentingan hukum.29Betapa pentingnya memperlakukan

ketentuan azas-azas hukum dalam penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dan

peradilan yang layak, karena sedikit banyaknya bila azas-azas itu tidak diperhatikan akan

menimbulkan masalah hukum yang serius. Sebagaimana melatarbelakangi gugatan dalam

kasus Putusan Mahkamah Agung N0.124 K/TUN/2013 dan menjadi penelitian penting

guna mendapatkan kebenaran dalam pertimbangan hukumnya.

Memulai penelitian ini Penulis menyimpulkan judul tulisan sebagai berikut;

“Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung N0. 124 K/TUN/2013

Tentang Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan di atas Tanah yang Masih Dalam

Sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan”

29

(11)

B. Rumusan Masalah

Untuk menemukan identifikasi masalah dalam penelitian, perlu dipertanyakan

apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut,30 maka

dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana Keberadaan IMB No. 648/1363 K dalam Hukum Administrasi Negara

(HAN) ?

2. Permasalahan apa yang terjadi dalam IMB No. 648/1363 K hingga menjadi objek

sengketa di PTUN?

3. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Agung terhadap

terbitnya IMB No. 648/1363 K di atas tanah yang masih sengketa di Pengadilan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka

tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian tesis ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dasar hukum materil yang berkaitan penerbitan Izin Mendirikan

Bangunan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa faktor kaidah-kaidah yang mengakibatkan

sengketa Izin Mendirikan Bangunan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa dasar pertimbangan hukum dalam menetapkan

putusan terhadap sengketa Izin Mendirikan Bangunan di atas tanah yang masih

sengketa di PTUN (kasus perkara No. 124 K/TUN/2013).

30

(12)

xxv

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi pengembangan

secara teori maupun praktik.31

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi

teoritis dalam rangka menambah pengetahuan dalam bidang Ilmu Hukum Administrasi

Negara dan penetapan Keputusan Tata Usaha Negara tentang Izin Mendirikan Bangunan,

sekaligus sebagai bahan wacana dan acuan bagi pengembangan penelitian yang sejenis di

masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan gambaran

secara jelas kepada para praktisi, instansi yang terkait dan aparat penegak hukum

mengenai prosedural hukum acara serta melakukan pengujian (judicial review) terhadap

suatu putusan perizinan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi, pemeriksaan dan penelusuran yang telah dilakukan

terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di perpustakaan

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, maka belum ada penelitian yang sama dengan

apa yang menjadi bidang dan ruang lingkup penelitian ini, yaitu Analisis Yuridis

31

USU, Pedoman Penulisan Tesis, , “ Manfaat teoritis atau akademis akan berkaitan dengan

(13)

Terhadap Putusan Mahkamah Agung N0. 124 K/TUN/2013 Tentang Terbitnya Izin

Mendirikan Bangunan di atas Tanah yang Masih Dalam Sengketa di Pengadilan Tata

Usaha Negara”.

Terkait dengan judul penelitian penulis, selanjutnya penulis juga pemeriksaan dan

penelusuran pada beberapa tulisan, penulis hanya menemukan:

1. Tesis, dengan judul “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Mengenai Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) dalam rangka mewujudkan Good Governance (studi di

kota Medan),” oleh pengarang Hj. Zuraidah dan pembimbing Muhamad Abduh,

Bismar Nasution, Pendastaren Tarigan.

2. Tesis, dengan judul “Implementasi Pengawasan Pemerintahan Kota Medan terhadap

Izin Mendirikan Bangunan,” oleh pengarang Kasman Siburian dan pembimbing

Muhamad Abduh, Alvi Syahrin, Pendestaren Taringan.

3. Tesis, dengan judul, “Penerapan Azas-azas umum pemerintahan yang baik dalam

proses pemberian izin mendirikan Bangunan (Studi pada Dinas Tata Ruang dan Tata

Bangunan Kota Medan),” oleh pengarang Yuke Dwi Hidayat dan pembimbing

Jusmadi Sikumbang, Budiman Ginting, Pendasteran Taringan.

Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang Penulis lakukan ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan

ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijungjung tinggi bagi peneliti atau akademisi.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi

(14)

xxvii

Pentingnya kerangka teori menurut Ronny Hanitijo adalah setiap penelitian

haruslah selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini, disebabkan adanya

hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-kegiatan pengumpulan data,

konstruksi data, pengolahan data dan analisis data32. Sebagai mana juga dinyatakan M.

Solly Lubis bahwa, “landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran butir-butir pendapat,

teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan

perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang

dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan”33

Kerangka teori yang relevan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah

Teori Negara Hukum dan Teori Kepastian Hukum.

a. Teori Hukum Negara.

Secara teoritis Mokhtar Kusumaatmadja, mengemukakan Teori Negara Hukum

adalah kekuasaan tumbuh pada hukum dan semua orang tunduk kepada hukum. Hukum

menjadi dasar kebijakan.34 Negara hukum pertama kali dikemukakan oleh Plato. Menurut

Plato penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah diatur oleh hukum.35 Sementara D.

Mutiara memberikan defenisi teori Negara Hukum sebagai berikut:36

“Negara Hukum adalah Negara yang susunannya diatur dengan sebaik-baiknya dalam undang-undang sehingga segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan hukum. Rakyat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri menurut semuannya yang bertentangan dengan hukum. Negara hukum itu ialah Negara yang diperintah

32

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009.),hlm.41

33

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung : Mandar Maju, 1994.), hlm. 80.

34

Mokhtar Kusumaatmaja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional (Bandung : Bina Cipta, 2000), hlm. 2.

35

Lihat, H. Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, (Yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 1.

36

(15)

bukan oleh orang-orang, tetapi oleh undang-undang. Karena itu, di dalam Negara hukum, hak-hak rakyat dijamin sepenuhnya, kewajiban-kewajiban rakyat harus dipenuhi seluruhnya dengan tunduk dan taat kepada segala peraturan pemerintah dan undang-undang Negara.”

Penjelasan teori Negara Hukum ini kembali lagi ditegaskan Muhammad Yamin,

yang menyatakan Indonesia adalah Negara Hukum (rechstaat, government of law) tempat

keadilan Hukum tertulis berlaku.37 Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara

Indonesia negara hukum.” Negara Hukum dimaksud adalah negara yang menegakan

supermasi hukum yang menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang

tidak dipertanggungjawabkan.38

Secara umum, dalam setiap Negara yang menganut paham Negara Hukum, selalu

berlaku tiga prinsip dasar, yakni supermasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di

hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak

bertentangan dengan hukum (due process of law).39

Berkaitan dengan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dengan konsep negara

hukum (rechtstaat), PERATUN lahir dalam landasan Negara Hukum.40 Berdasarkan

konsep Negara Hukum atau Negara berdasarkan atas hukum (rechtstaat atau the rule of

law) yang mengandung prinsip-prinsip azas legalitas, azas pemisahan kekuasaan, dan

37

Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia,(Jakarta : Ghalia Indonesia,1989), hlm. 72

38

Lihat, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Makalah Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2009, hlm. 46.

39

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hlm. 207.

40

(16)

xxix

azas kekuasaan kehakiman yang merdeka, semuanya bertujuan untuk mengendalikan

negara atau pemerintah dari kemungkinan bertindak sewenang-wenang atau

penyalahgunaan kekuasaan.41 Dalam pengertian konsep hukum, Negara atau Pemerintah

(dalam arti luas) harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum dan menjamin

tercapainya tujuan hukum.42 Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atas

ketertiban ini syarat pokok untuk suatu masyarakat yang teratur. Untuk mencapai

ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam

masyarakat.43 Kepastian hukum dalam masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban

dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan

masyarakat dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak

main hakim sendiri. Keberadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana

kekacauan sosial.44

b. Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum ditemukan dalam teori tujuan hukum sebagai mana

dikemukakan Gustav Radbruch; tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian dan

kemanfaatan. Teori Kepastian hukum mengandung dua (2) pengertian yaitu :45

1. Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

41

Sudikno Mertokusomo, Penemuan Hukum,(Yokjakarta : liberty, 2009), hlm. 40.

42

Tahir Azhary, Negara Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang, 2010), hlm. 63.

43

Otje. H.R. Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan., (Bandung : Refika Aditama, 2004), hlm. 9.

44

Yahya Harahap, Pembahasan,Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta : Sinar Grafika, Edisi Kedua, 2006), hlm.76.

45

(17)

2. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang

melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu

dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.

Kepastian Hukum adalah Asas dalam Negara Hukum yang mengutamakan landasan

peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggaraan Negara.46

PERATUN merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap pencari kepastian hukum

yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu keputusan

yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan

penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan.47

Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih

tetap diandalkan sebagai katup penekan (pressure value) atas segala pelanggaran hukum,

ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum, juga peradilan masih tetap

diharapkan berperan sebagai “the last resort” yakni sebagai tempat terakhir mencari

kebenaran dan keadilan, sehingga pengadilan diandalkan sebagai badan yang berfungsi

menegakkan kebenaran dan keadilan dan kepastian hukum.48

Berdasarkan pengertian di atas, bahwa sengketa Izin Mendirikan Bangunan No.

648/1363 K dalam menemukan kepastian hukumnya adalah kewenangan PERATUN.

46

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Sinar Bakti : Jakarta 1988), hlm. 153.

47

Sudikno Mertokusuma, op.cit., hlm. 41.

48

(18)

xxxi

Dimana objek TUN adalah KTUN dan Hakim yang menetapkan kepastian hukum dari

sebuah Surat keputusan Izin Mendirikan Bangunan, adalah Hakim PTUN, dimana

keputusannya berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh IMB.49

2. Landasan Konsepsi

Konseptual adalah merupakan definisi operasional dari berbagai istilah yang

dipergunakan dalam tulisan ini. Kerangka konseptual ini dibuat untuk menghindari

pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arah dalam penelitian ini, maka

dirasa perlu untuk memberikan batasan judul penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi.50

b. Kompetensi Peratun adalah kewenangan Peratun untuk mengadili suatu perkara

menurut objek atau materi atau pokok sengketa yang timbul dalam bidang TUN

antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan/Pejabat TUN, baik di pusat

maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya KTUN.51

c. KTUN adalah keputusan tertulis (Beschikking) yang dikeluarkan oleh Badan/ Pejabat

TUN yang berisi tindakan hukum TUN yang berdasarkan peraturan

Perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.52

d. Badan/Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan

Pemerintahan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

49

Djoko Prakoso, Peradilan Tata Usaha Negara,(Yogyakarta : Litbang, 2003), hlm.23.

50

Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudraja, op. cit.,hlm.134.

51

SF. Marbun, Peradilan Tata Usaha Negara, (Yogyakarta : Liberty, 2006), hlm. 61.

52

(19)

e. Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang dan

Badan hukum perdata dengan Badan/Pejabat TUN baik di Pusat atau pun di Derah

sebagai akibat dikeluarkannya KTUN termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan

perundang-undangan yang berlaku.53

f. IMB adalah izin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah, atau merenovasi

bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota atau Pejabat yang berwenang. Berlaku

selama bangunan tersebut berdiri dan tidak terjadi perubahan bentuk atau fungsi.54

G. Metode Penelitian

1. Jenis Metode Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Tesis “Analisis

Yuridis Terbitnya Izin Mendirikan Bangunan di atas tanah Tanah yang masih Sengketa di

PTUN” (Studi Putusan PTUN No. 22/G/2012/PTUN-Medan, Putusan Pengadilan Tinggi

Tata Usaha Negara Medan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, dan Putusan Mahkamah

Agung No. 124 K/TUN./2013, dalam satu perkara)” adalah jenis metode penelitian

hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah merupakan prosedur

penelitian untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

normatifnya.55 Penelitian normatif mencari pemecahan atas isu hukum serta

permasalahan yang timbul didalamnya,56sehingga hasil yang akan dicapai kemudian

memberikan justifikasi prespektif mengenai apa yang seyogianya atas isu yang

53

Adrian Sutedi, Hukum Pajak Retribusi Dalam Sektor Pelayana Publik. (Bogor : Kurnia, 2008), hlm 184-185.

54

Rinto Manulang, Segala Hal tentang Tanah, Rumah, dan Perizinannya, (Jakarta : Buku Pintar, 2011), hlm. 60.

55

Andi Prastowo, memahami metode-metode penelitian: suatu Tinjauan Teoristis danPraksis

(Yogyakarta : Ruzz Media, 2011), hlm. 1.

56

(20)

xxxiii

dimasalahkan, apakah sesuatu peristiwa sudah benar atau salah serta bagaimana

sebaliknya peristiwa itu menurut hukum.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan. Preskriptif adalah untuk

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep

hukum dan norma-norma hukum. 57 Terapan merupakan konsekuensi dari sifat

preskriptifnya,58 menerapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan dan rambu-rambu

dalam melaksanakan aturan hukum. Suatu penerapan yang salah akan berpengaruh

terhadap subtansial, misalnya suatu tujuan yang benar tetapi dalam pelaksanaannya tidak

sesuai akan berakibat tidak punya arti.59

3. Pendekatan Penelitian Hukum

Melihat dari latar belakang masalah dan tujuan penelitian, untuk memperoleh

jawaban atas pokok masalah digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach), pendekatan konseptual (conceptual approach).60

Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengkaji ketentuan hukum

yang bersangkut paut dengan isu hukum dalam penelitian serta guna kesempatan bagi

penulis untuk mempelajari konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang

57

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 22.

58

Ibid,. hlm. 24.

59

Ibid,. hlm. 25.

60

(21)

dengan undang-undang lainnya terhadap kewenangan Pengadilan dalam mengadili

perkara,61 serta mempelajari aturan proses terbitnya IMB yang sesuai dengan hukum

yang ditetapkan.

Adapun pendekatan undang-undang yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. UU No. 5 tahun 1986 Tentang PERATUN,

2. UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 Tentang

PERATUN.

3. UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung,

4. Undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

5. PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang no. 28

tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2010 Tentang Pedoman

Pemberian Izin Mendirikan Bangunan,

7. Peraturan Daerah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi IMB

8. Salinan Keputusan Walikota Medan No. 34 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan

Peraturan Daerah Kota Medan No. 9 Tahun 2002 Tentang Retribusi IMB.

9. Peraturan Daerah Kota Medan No. 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi IMB

10.Keputusan Pengadilan PTUN No. 22/ G/2012/ PTUN-Medan

11.Keputusan Pengadilan PTTUN No. 137/B/2012/PTTUN-Medan

12.Keputusan Pengadilan MA No. 124 K/TUN/2013

61

(22)

xxxv

Pendekatan kasus keputusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013 Tentang

Terbitnya IMB di atas tanah yang masih dalam sengketa dengan mempelajari dan

menelaah secara sistematis dokumen berkas-berkas salinan putusan No.

22/G/2012/PTUN-Medan, putusan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, putusan MA No.

124 K/TUN/2013 mengenai sengketa serta literatur yang berkaitan dengan masalah.

Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk memahami konsep yang berkaitan

dengan pokok masalah yang dibahas melalui pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

yang berkembang dalam ilmu hukum.62

4. Sumber Penelitian Hukum

Bahan Hukum untuk menjawab isu hukum dalam penelitian ini dan memberikan

preskripsi terhadap apa yang seyogianya, maka diperlukan bahan-bahan penelitian.

Bahan hukum dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder.63

a. Bahan hukum primer merupakan bahan yang bersifat autoritatif artinya mempunyai

otoritas64, yaitu berupa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan

Peradilan Tata Usaha Negara dan perundang-undangan perizinan khususnya izin

mendirikan bangunan, termasuk Putusan Pengadilan yang terkait dengan penulisan

Tesis ini;

62

Ibid,. hlm. 137.

63

Ibid., hlm. 141.

64

(23)

1. Putusan No. 22/G/2012/PTUN-Medan, Tanggal 19 Juli 2012. Oleh Majelis

Hakim Ketua: Ardoyo Wardhana, Hakim Anggota: Fatimah Nur Nasution,

Elfiany. dibantu Panitera Pengganti: Sheilla CH Sirait.

2. Putusan No. 137/B/2012/PT.TUN-Medan, Tanggal 16 Oktober 2012. Oleh

Majelis Hakim Ketua: Maskuri, Hakim Anggota : T. Sjahnur Ansjari, Nurman

Sutrisno.

3. Putusan Makamag Agung No. 124 K/TUN/2013, Tanggal 02 Mei 2013. Oleh

Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis : Marina Sidabutar, Anggota

Majelis: H.Yulius, H.M.Hary Djatmiko.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer

seperti karya ilmiah para pakar, buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah dan

jurnal ilmiah bidang hukum, serta sumber lainnya yang mendukung dengan topik

yang dibahas.65

5. Pengumpulan Bahan-bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui kepustakaan (library research)

megidentifikasi dan inventarisasi bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan hukum tersier secara kritis menyeleksi data dan mengklasifikasi data sesuai dengan

permasalahan yang dirumuskan dalam tujuan penelitian.66

Cara mengumpulkan bahan Hukum:

a. Menghimpun perundang-undangan yang berkaitan dengan isu hukum dalam topik,

serta menghimpun literatur-literatur hukum yang relevan dengan topik yang dibahas.

65

Ibid., hlm.155.

66

(24)

xxxvii

b. Menghimpun Putusan-putusan Pengadilan, khususnya dalam perkara yang terbitnya

IMB di atas tanah yang sedang bersengketa di Pengadilan, Putusan- putusan tersebut

berupa: Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No.

22/G/2012/PTUN-Medan, Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan No.

137/B/2012/PT.TUN-Medan, dan Putusan Mahkamah Agung No. 124 K/TUN/2013,

dengan memuat resume kasus dan analisis yuridisnya.

6. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan

(inventarisasi), kemudian dikelompokkan dan dikaji dengan pendekatan

perundang-undangan (Statute Approach) serta pedekatan kasus (Case Approach) guna memperoleh

gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum termasuk keputusan-keputusan.

Selanjutnya dilakukan sistemisasi dan klasifikasi secara kualitatif, kemudian dikaji serta

dibandingkan dengan teori dan prinsip hukum yang dikemukakan oleh para ahli, untuk

akhirnya dianalisis secara normatif.67 Putusan-putusan Pengadilan tersebut dianalisis

dengan cara pengujian, menelaah, mensistemasi, dan mengevaluasi secara kualitatif (data

yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung yang dituangkan

dalam bentuk pernyataan dan tulisan),68 untuk kemudian diolah dengan menggunakan

metode deduktif (cara pengambilan kesimpulan yang bersifat umum ke hal-hal yang

bersifat khusus.69 Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan untuk memberikan

67

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum,(Jakarta : Rajagrafindo, 1997), hlm.126.

68

Ronny Hanitijo Soemitro, op. cit., hlm. 51

(25)

solusi atas permasalahan dalam penelitian ini serta menemukan azas-azas hukum baru

Referensi

Dokumen terkait

Apabila seorang pelaksana akad (‘a>mil) memulai pekerjaan ju’a>lah tanpa izin dari pemberi upah (ja>’il), atau ia memberi izin kepada seseorang tapi

Isi pekerjaan, tugas yang diterima di perusahaan; Supervisi, perhatian yang diberikan oleh supervisi kepada karyawan; Organisasi dan manajemen, sistem manjemen perusahaan

9 Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 4891.. يزوتلا غ ةلملجا بُ رصانعلا ليدبت ناكمإ وى عيزوتلا نم ضرغلا

Dengan menggunakan pendekatan yang sistematik, terangkan potensi penghasilan tenaga bio daripada biojisim pepejal yang dihasilkan daripada industri kelapa sawit di Malaysia

Hasil dari tindakan tersebut pada akhirnya telah berhasil merubah kondisi wilayah Gunungkidul dari daerah kering yang tandus bertransisi menjadi lahan yang hijau dengan berbagai

Pengukuran karbon membutuhkan data biomassa tumbuhan yang dapat diukur dengan menggunakan 2 sistem, yaitu : sistem destruktive sampling merupakan metode pengukuran

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “hubungan perilaku penggunaan gadget dengan kualitas tidur pada anak usia remaja di SMA Nege ri 1 Srandakan Bantul”,

Dalam Laporan Tugas Akhir berbentuk Magang ini disusun sebagai syarat kelulusan yang harus dipenuhi agar mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Bisnis