1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama dekade terakhir intervensi koroner perkutan (IKP) telah menjadi “senjata” utama dalam penanganan penyakit jantung koroner (PJK) (Toutouzas dkk, 2004). Prosedur revaskularisasi koroner dengan IKP atau operasi jantung pintas koroner telah dilakukan di seluruh dunia untuk mengobati gejala pasien dengan iskemik miokardium (Abrams, 2005). The American Heart Association (AHA) dan American College of Cardiology (ACC) merekomendasikan revaskularisasi koroner terhadap pasien dengan angina stabil dan penyakit arteri koroner untuk mengurangi gejala nyeri dada yang tidak terkontrol dengan terapi medis. Prosedur revaskularisasi tidak menjamin hilangnya angina secara menyeluruh dan nyeri dada berulang setelah prosedur. Penyebab dari angina berulang ini dapat merupakan akibat dari restenosis, progresivitas penyakit, dan revaskularisasi tidak lengkap (Abbate dkk, 2007).
Insidensi kejadian iskemik berulang terjadi sekitar 8,5-8,8% pasca IKP
meskipun pada pasien dengan terapi dual antiplatelet (Steinhubl dkk, 2002). Aktivasi dan agregasi platelet memegang peranan penting dalam pembentukan trombosis koroner, dan terapi dual antiplatelet dengan aspirin dan clopidogrel merupakan standar pengobatan dalam pencegahan trombosis stent pasca IKP (Holmes dkk, 2010)
2
cedera, serta membentuk kompleks trombosit-trombosit, trombosit-leukosit, dan leukosit-endotel yang diperantarai oleh molekul adhesif seperti selektin P. Reaksi
inflamasi pasca stenting ternyata lebih menonjol akibat akumulasi makrofag yang lebih lama pada arteri. Hal inilah yang menghubungkan inflamasi dan trombosis pasca IKP (Toutouzas, 2004).
Proses inflamasi dapat dideteksi pada darah perifer dengan menggunakan CRP, penanda respon fase akut yang mudah diukur dan telah dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan prognosis yang lebih buruk pada IKP (Libby dkk, 2009; Kaptoge dkk, 2010). CRP merupakan prediktor kuat untuk kejadian restenosis pasca angioplasti koroner (Buffon, 1999) dan risiko trombosis stent, kematian dan infark miokardium pada pasien yang menjalani IKP dengan
drug eluting stent (DES) (Park, 2009). Inflamasi berkaitan dengan progresivitas
penyakit jantung koroner dan proses molekuler inflamasi dan trombosis sangat erat terjalin. Risiko trombosis berbanding lurus dengan peningkatan CRP yang dihubungkan dengan perubahan prokoagulan dan fibrin clot strength (kekuatan bekuan fibrin) (Kreutz dkk, 2013).
Tromboelastografi merupakan salah satu alat untuk menganalisis aktivitas sistem koagulasi, fungsi trombosit, dan fibrinolisis. Penanda aktivitas koagulasi ditentukan dengan nilai r dan k, aktivitas fibrinogen ditandai dengan nilai α, dan nilai MA (maksimal amplitudo) sebagai penanda fungsi trombosit. Aktivitas
sistem fibrinolisis ditandai dengan nilai A30 (Thakur, 2012). Salah satu penanda fibrin clot strength (kekuatan bekuan fibrin) yaitu nilai G yang merupakan
prediktor risiko kejadian iskemik pasca IKP. Studi menunjukkan maksimal amplitudo yang lebih besar dan pembentukan fibrin yang lebih cepat pada tromboelastografi merupakan faktor risiko baru terhadap kejadian iskemik pasca IKP (Ganter dkk, 2008, Gurbel dkk, 2005).
3
sistem fibrinolisis menurun (Bassuk, 2006). Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan peningkatan fibrin clot strength pasca IKP.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka pertanyaan penelitian adalah: Apakah hsCRP memiliki hubungan dengan fibrin clot strength pasca IKP elektif?
1.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis: Peningkatan hsCRP meningkatkan fibrin clot strength pasca IKP elektif.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1.
Untuk mengetahui hubungan antara hsCRP dan fibrin clot strength pasca
IKP elektif.
Tujuan Umum
1.4.2.
a. Untuk mengetahui hubungan hsCRP dengan nilai R, α, K, MA, LY30
Tujuan Khusus
b. Untuk mengetahui perbedaan hsCRP dan fibrin clot strength pada
penderita diabetes dengan non-diabetes.
c. Untuk mengetahui perbedaan hsCRP dan fibrin clot strength pada
penderita hipertensi dengan non-hipertensi.
d. Untuk mengetahui perbedaan hsCRP dan fibrin clot strength pada
perokok dengan bukan perokok.
e. Untuk mengetahui pengaruh trombosit terhadap fibrin clot strength
4
f. Untuk mengetahui pengaruh leukosit terhadap hsCRP pasca IKP elektif
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Kepentingan Akademik
Penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan bukti mengenai hubungan antara inflamasi dan trombosis yang digambarkan dengan hsCRP dan fibrin clot strength pasca IKP elektif, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Selain itu, gambaran hsCRP dan fibrin clot strength pasca IKP elektif di RSUP Haji Adam Malik dapat diketahui dari penelitian ini, mengingat parameter tersebut merupakan faktor risiko baru untuk terjadinya kejadian iskemik berulang pasca IKP.
1.5.2 Kepentingan Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk klinisi dalam monitoring proses inflamasi dan trombosis yang terjadi pada pasien pasca IKP elektif, sehingga kejadian iskemik berulang yang mungkin terjadi dapat dicegah. Dengan demikian, mortalitas dan morbiditas pasien yang menjalani IKP elektif