• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLUNYA MENGEMBANGKAN INDUSTRI KREATIF id

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLUNYA MENGEMBANGKAN INDUSTRI KREATIF id"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN

ANAK

Nama Penulis:

Winnetou Agung D

112130275

Abstrak

orang tua dapat dikatakan sebagai orang yang memegang peranan penting dalam perkembangan seseorang anak. Ada orang tua yang menyikapi anak-anaknya dengan cara yang negatif, bahkan ada yang sampai menjadikan anak-anak mereka sebagai objek kekerasan atau pelampiasan amarah. Ada pula sebagian anak yang terus-menerus dipandang sebagai anak kecil, akibatnya si anak jadi merasa tak berarti dalam hidup, mereka merasa tak dihargai sebagai manusia, padahal mungkin ia sudah bisa memberi pandangan-pandangan yang bermanfaat bagi anggota keluarga yang lain. Jika anak sudah memasuki usia remaja namun masih saja disikapi atau diperlakukan seperti anak kecil maka akan muncul kekecewaan yang mendalam pada diri anak tersebut, dan akan sulit bagi dirinya untuk cepat menjadi dewasa, karena perbuatan yang ia lakukan selalu diremehkan oleh orang tuanya. Ada juga anak-anak yang disikapi secara tidak adil oleh orang tuanya, semua anggota keluarganya mendapat perlakuan yang baik, sementara ia sendiri diperlakukan secara berbeda, seolah ia bukan anak kandung dalam keluarga tersebut. Hal ini tentu sangat menyakitkan si anak dan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan hal-hal yang menyimpang seperti mengkonsumsi narkoba, mendekati miras, pergaulan bebas, tawuran dan lain sebagainya. Selain diperlakukan tidak adil, terkadang permasalahannya lebih serius. Tidak sedikit anak yang dianiaya oleh orang tuanya sendiri. Mereka dijadikan pelampiasan emosi orang tua, bahkan tidak sedikit pula mereka menjadi korban nafsu syahwat orang tuanya sendiri. Hal tersebut merupakan titik terberat dan sangat serius.

KataKunci

(2)

A. Pendahuluan

Dengan membuat jurnal tentang pengaruh orang tua dalam akan membuat orang

mengetahui pengaruh baik dan buruk dalam mendidik anak.

Orang tua adalah adalah orang-orang yang melengkapi budaya mempunyai tugas untuk

mendefinisikan apa yang baik dan apa yang dinggap buruk. Sehingga anak akan merasa baik bila

tingkah lakunya sesuai dengan norma tingkah laku yang diterima di masyarakat.

Pemahaman orang tua yang baik menurut Soekanto (1991) dengan beberapa yang mencirikannya

seperti

1. melakukan berbagai hal untuk anak

2. merupakan tempat bergantung bagi anak

3. bersikap cukup permisif dan luwes

4. bersikap adil dan disiplin

5. menghargai anak tunagrahita sebagai individu

6. mampu menciptakan kehangatan bagi anak

7. mampu memberi contoh yang baik

8. bias menjadi kawan dan menemani anak tunagrahita dalam berbagai kegiatan

9. selalu bersikap baik

10. menunjukkan rasa kasih sayang pada anak

11. memiliki rasa empati terhadap perasaan anak

12. mendorong anak tunagrahita untuk bermain dengan temannya

13. berusaha membuat suasana damai

14. membantu kemandirian anak tunarungu

Sebaliknya tentang pandangan orang tua yang buruk menurut anak masih dalam Soekanto (1991)

seperti berikut:

1. menghukum secara kasar dan tidak adil

2. menghalangi minat dan kegiatan anak

3. membentuk anak menurut pola yang baik

4. memberikan contoh yang buruk

(3)

6. sedikit rasa kasih saying terhadap anak

7. mudah marah bila anak membuat kesalahan tidak sengaja

8. kurang perhatian terhadap kegiatan anak

9. melarang anak bergaul dengan teman

10. bersikap jahat pada teman anak

11. menghukum dengan kasar

12. harapan terhadap anak tidak realistis

13. mengecam dan menyalahkan anak bila gagal

14. membuat suasana rumah tegang atau tidak menyenangkan

Berdasarkan beberapa karakter di atas maka orang tua dapat dikatakan sebagai orang yang

memegang peranan penting dalam perkembangan seseorang anak. Juga tidak terlepas terhadap

pandangan orang tua pada penyandang tunagrahita. Dengan demikian orang tua anak tunagrahita

juga mempunyai peran yang sama dengan orang tua pada umumnya. Namun bagi orang tua yang

memiliki anak tunagrahita umumnya mereka lebih membutuhkan perhatian yang lebih ketat

terhadap perkembangan anak tunagrahita. Hal ini diasumsikan karena anak tunagrahita

mempunyai perkembangan dan pertumbuhan yang jauh berbeda dengan anak normal. Hal ini

jelas seperti definisi anak tunagrahita tunagrahita yang ditulis oleh beberapa pakar pendidikan

luar biasa seperti berikut.

Difinisi American Association on Mental Retardation (AAMR) berlatar belakang profesi, di

antaranya medis, hukum, dan pendidikan, yang mengatakan seperti berikut:

…mental retardation refers to significantly subaverage general intelectual functioning existing concurrently with deficits in adaptive behavior, and manifested during the developmental period

(Grossman, 1983 dalam Hardman, L. Michael 1990:90)

Makna tersebut terdiri atas tiga komponen utama yaitu; Intelligence, adaptive behavior, and the

developmental period. Kemampuan inteligensi, berdasarkan rata-rata tes IQ normal adalah 100,

sedangkan untuk anak terbelakang mental menunjukan angka tes IQ di bawah 100. Definisi anak

tunagrahita menurut American Association on Mental Deficiency (AAMD) sebagai berikut.

…mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual functioning resulting

in or associated with concurrent impairments in adaptive behavior manifested during the

(4)

definisi yang dikemukakan di atas Amin (1995:18) menyatakan bahwa, anak terbelakang mental

atau anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Mereka

mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam

memikirkan hal-hal yang bersifat abstrak, yang sulit dan berbelit-belit. Mereka memerlukan

layanan pendidikan secara khusus agar mereka dapat berkembang optimal.

Robert P. Ingals (1978:5) dalam Amin (1995:20) memberi sebutan bagi anak tunagrahita sebagai

berikut: Mental retardation, mental defiency, mentally defective, mentally handicaped,

feeblemindedness, mental subnormality, amentia and oligophrenia. Istilah yang sering dipakai di

Indonesia adalah terbelakang mental dan tunagrahita.

B. Isi

Menurut Baumrind ( 1967 ), Pola asuh orang tua dikelompokkan menjadi 4 macam, yaitu

sebagai berikut.

Pola Asuh Secara Demokratis

Pola asuh secara demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak,

akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap

rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini

juga bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap melebihi batas kemampuan sang

anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam hal memilih

dan melakukan sesuatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter adalah kebalikan dari pola asuh demokratis, yaitu cenderung

menetapkan standar yang mutlak harus dituruti. Biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.

Misalnya, kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini juga

cenderung memaksa, memerintah dan menghukum apabila sang anak tidak mau melakukan apa

yang di inginkan oleh orang tua. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi, dan dalam

berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari

(5)

Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar,

memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup

darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam

bahaya, dan sangat sedikit bimingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini

biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.

Pola Asuh Penelantar

Pola asuh tipe yang terakhir ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat

minim pada anak-anaknya, waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka

seperti bekerja. Dan kadangkala mereka terlalu menghemat biaya untuk anak-anak mereka.

Seorang ibu yang depresi adalah termasuk dalam kategori ini, mereka cenderung menelantarkan

anak-anak mereka secara fisik dan psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau

memberikan perhatian fisik dan psikis pada anak-anaknya.

Sedangkan dampak dari pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi empat berdasarkan

kepribadian anak yang akan dihasilkan, antara lain :

Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat

mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress,

mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru, dan kooperatif terhadap orang lain.

Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup,

tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas

(6)

Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsif, agresif,

tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosial dan

kurang percaya diri.

Pengaruh Pola Asuh Penelantar

Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak yang moody, impulsif, agresif,

kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self esteem ( harga diri ) yang rendah, sering

bolos dan sering bermasalah dengan teman-temannya.

Ada orang tua yang menyikapi anak-anaknya dengan cara yang negatif, bahkan ada yang

sampai menjadikan anak-anak mereka sebagai objek kekerasan atau pelampiasan amarah. Ada

pula sebagian anak yang terus-menerus dipandang sebagai anak kecil, akibatnya si anak jadi

merasa tak berarti dalam hidup, mereka merasa tak dihargai sebagai manusia, padahal mungkin

ia sudah bisa memberi pandangan-pandangan yang bermanfaat bagi anggota keluarga yang lain.

Jika anak sudah memasuki usia remaja namun masih saja disikapi atau diperlakukan seperti anak

kecil maka akan muncul kekecewaan yang mendalam pada diri anak tersebut, dan akan sulit bagi

dirinya untuk cepat menjadi dewasa, karena perbuatan yang ia lakukan selalu diremehkan oleh

orang tuanya. Ada juga anak-anak yang disikapi secara tidak adil oleh orang tuanya, semua

anggota keluarganya mendapat perlakuan yang baik, sementara ia sendiri diperlakukan secara

berbeda, seolah ia bukan anak kandung dalam keluarga tersebut. Hal ini tentu sangat

menyakitkan si anak dan dapat menjadi faktor pendorong untuk melakukan hal-hal yang

menyimpang seperti mengkonsumsi narkoba, mendekati miras, pergaulan bebas, tawuran dan

lain sebagainya. Selain diperlakukan tidak adil, terkadang permasalahannya lebih serius. Tidak

sedikit anak yang dianiaya oleh orang tuanya sendiri. Mereka dijadikan pelampiasan emosi orang

tua, bahkan tidak sedikit pula mereka menjadi korban nafsu syahwat orang tuanya sendiri. Hal

tersebut merupakan titik terberat dan sangat serius. Orang tua seperti ini kemungkinan

mengalami gangguan jiwa dan perkembangan anak akan terhambat oleh perbuatannya tersebut,

dan tentu saja sang anak menderita problem psikologi yang serius dimasa mendatang, kecuali

bila kasusnya ditangani secara serius hingga tuntas. Seperti sebuah contoh

(7)

sendiri dan diberi judul “A Child Called It, The Lost Boy, dan A Child Called Dave”. buku-buku

tersebut mengisahkan perjalanan hidup sang penulis sebagai korban Child Abuse “Penganiayaan Anak” yang kedua terburuk di Negara bagian Amerika. Penganiayaan yang dialami oleh Pelzer

sebagai seorang anak sangat sulit untuk dibayangkan. Ia seolah tidak dianggap manusia, dianiaya

setiap hari, disuruh memakan kotoran adikya sendiri, tidak diberi makan sampai terpaksa harus

mengorek-ngorek tong sampah demi mendapatkan makanan, bahkan nyaris mati ditangan ibunya

sendiri. Bagaimana mungkin seorang ibu tega menganiaya anaknya sekejam itu, tetapi itulah

yang terjadi, ia mengalami berbagai siksaan yang sulit dan panjang. Hingga kemudian

dipisahkan dari orang tuanya oleh pihak Negara setelah melalui proses penyembuhan yang cukup

lama. Pelzer ternyata bisa hidup normal, malah ia menjadi seorang yang sukses dan hidupnya

dan lebih berhasil daripada kebanyakan orang yang tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga

normal.

Selain orang tua yang bersikap negatif pada anak-anaknya, ada juga yang justru bersikap

terlalu positif. Mereka sangat sayang terhadap anak-anaknya, tetapi mereka tidak tahu cara

mendidiknya, sehingga akhirnya sang anak jadi manja. Hal yang perlu dituturkan disini karena

pengalaman dilapangan menunjukkan betapa banyak anak-anak yang dimanjakan dan

memperoleh fasilitas yang lebih dari orang tua mereka, mereka ini cenderung akan bersikap

arogan, malas dan merasa tidak perlu bekerja keras dalam hidup serta kurang memiliki tanggung

jawab terhadap apa yang ia perbuat.

Tipe-tipe Orang Tua

Perbedaan tipe-tipe orang tua dapat dikelompokkan dalam suatu skala. Skala yang

dimaksudkan adalah beberapa cara yang dilakukan oleh orang tua tentang bagaimana mereka

mendorong pengambilan keputusan secara bebas terhadap bimbingan dan mendidik anaknya .

Beberapa cara yang mungkin dilakukan tersebut menurut Soerjono (1991) dapat dilakukan hal di

bawah ini.

Orang tua yang melindungi secara berlebihan

Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengenalan anak

(8)

tunagrahita yang berlebihan pula, sehingga rentang ketergantungan pada orang lain akan lebih

lama pula dan dapat membuat kurangnya rasa percaya diri bagi anak.

Permisivitas orang tua

Orang tua akan memberikan kebahagiaan penuh pada anak untuk berbuat. Sikap

permisivitas pada orang tua akan terlihat pada orang tua yang membiarkan anaknya untuk

berbuat sesuka hati, dengan memberikan sedikit kekangan. Sikap demikian akan mampu

menciptakan situasi rumah tangga yang “berpusat pada anak”. Jika sikap permisif ini tidak

berlebihan, ia akan mampu mendorong anak untuk menjadi cerdik, mandiri dalam kebutuhan

pribadi, penyesuaian sosial yang baik, mampu menumbuhkan rasa percaya diri, daya kreativitas,

dan kematangan sikap.

Memanjakan anak

Sikap memanjakan akan menimbulkan sikap egois, suka menuntut, dan memaksakan

kehendak pada anak. Mereka menuntut perhatian dan pelayanan dari orang alain, perilaku yang

menyebabkan penyesuaian sosial yang buruk di rumah dan luar rumah.

Penolakan

Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan

menuntut terlalu banyak dan sikap permusuhan yang lebih terbuka. Disini orang tua membuat

semua keputusan dan anak tunagrahita tidak boleh bertanya. Sikap demikian akan memunculkan

rasa dendam, perasaan tak berdaya, frustrasi, perilaku gugup, dan sikap bermusuhan dengan

orang lain, terutama bagi mereka yang lemah dan kecil. Inilah yang disebut dengan orang tua

yang bersifat autokratis atau otoriter.

Penerimaan

Sikap penerimaan bagi orang tua ditandai dengan adanya perhatian besar dan kasih

sayang pada anak. Orang tua yang menerima akan memperhatikan perkembangan kemampuan,

dan memperhitungkan minat anak. Orang tua akan mendorong anak untuk membicarakan apa

yang diinginkan. Anak yang diterima umumnya mampu bersosialisasi dengan baik, bersikap

(9)

Dominasi

Anak yang didominasi oleh salah satu orang tua, akan mampu bersikap jujur, sopan, dan

berhati-hati. Tetapi anak ini cenderung pemalu, patuh, dan mudah dipengaruhi orang lain,

mengalah, dan sangat sensitive. Pada anak yang didominasi sering akan berkembang rasa rendah

diri dan perasaan menjadi korban keinginan orang tua yang tidak mampu dicapainya.

Tunduk pada anak

Orang tua yang tunduk pada anaknya akan membiarkan anak mendominasi mereka. Di

sini orang tua akan membiarkan anak untuk mencari jalannya sendiri. Anak akan suka

memerintah orang tua dan akan menunjukkan sedikit rasa tenggang rasa, penghargaan, atau

loyalitas pada mereka. Anak akan belajar untuk menentang semua yang berwenang dan mencoba

mendomninasi orang di luar lingkungan rumah.

Favoritisme

Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata,

kebanyakan orang tua mempunyai favorit tersendiri. Sikap yang seperti ini akan membuat

mereka lebih menuntut dan mencintai anak yang difavoritkannya dari pada anak yang lain dalam

keluarga tersebut. Anak yang disenangi cenderung memperlihatkan sisi baik pada orang tua

mereka tetapi agresif dan dominan dalam hubungan dengan kakak atau adik mereka.

Ambisi Orang Tua

Hampir semua orang tua mempunyai ambisi terhadap anak mereka. Ambisi tersebut

sering kali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi orang tua ini sering dipengaruhi oleh

tidak tercapainya atau hasrat orang tua supaya anak mereka naik status sosialnya. Bila anak tidak

dapat memenuhi ambisi orang tua, anak cenderung terlihat bersikap bermusuhan, tidak

bertanggung jawab, dan berprestasi di bawah kemampuan. Keadaan ini akan lebih parah bila

anak memiliki perasaan tidak mampu yang sering diwarnai perasaan dijadikan orang yang

dikorbankan akibat kritik orang tua terhadap rendahnya prestasi mereka.

(10)

Cara-cara mengasuh anak dalam masyarakat merupakan awal kehidupan bermasyarakat.

Pengasuhan secara otoritas ditentukan oleh sekelompok orang yang membentuk superioritas atas

kelompok yang lain. Kelompok ini sekaligus menerima tanggung jawab untuk menetapkan

pola-pola perilaku dalam kelompok orang yang dianggap lebih rendah tingkatnya. Pola ini dikenal

sebagai pola atasan –bawahan yang dianut oleh sitem militer. Pelestarian hubungan dengan pola

atasan bawahan ini ditetapkan dalam hubungan antara orang tua dan anak. Biasanya pihak orang

tua yang menggariskan keputusan-keputusan tentang perilaku anaknya.

Perilaku orang tua dalam hubungan seperti di atas, ia senantiasa berada dalam posisi

sebagai arsitek. Mereka dengan teliti memutuskan bagaimana seharusnya tiap anak berbuat.

Mereka memberikan hadiah atau hukuman agar perintahnya ditaati. Melalui pemberian hadiah

orang tua akan mengkomunikasikan suatu pesan yang jelas kepada anaknya. Sedangkan

pemberian hukuman menunjukkan ketiadaan sikap menghargai anak.

Kebiasaan ini mengakibatkan, tugas dan kewajiban orang tua menjadi tidak sulit. Para orang tua

tinggal menentukan apa yang mereka ingin yang harus dikerjakan atau yang tidak boleh

dilakukan anak. Ancaman hukuman diterapkan untuk melarang atau janji hadiah untuk

mendorong agar anak mematuhi. Pendekatan seperti ini terbukti sangat berhasil. Sebagian orang

tua melaporkan bahwa anak –anak mereka bersikap kooperatif. Hal ini menjadikan acuan

kenyataan yang menunjukkan bahwa anak mereka persis seperti apa yang diinginkan oleh orang

tuanya. Kerjasama di sini diartikan bahwa anak tunagrahita melakukan perbuatan sesuai dengan

yang diperintahkan.

Selama masyarakat otokratis masih kokoh dalam artian di sini adalah orang tua, maka

pendekatan mengasuh anak semacam ini sangatlah efektif. Generasi orang tua mempelajari

teknik mengasuh anak berdasarkan contoh yang terdekat. Generasi di atas merupakan patron.

Anak mencontoh orang tua, dan orang tua meniru ibu bapak mereka, begitu seterusnya

berlangsung kelapis-lapis yang lebih tua.

Banyak tulisan berupa buku-buku, artikel, bahkah diseminarkan dalam kuliah di kampus tentang

cara mendidik anak. Namun hal itu tidak mungkin dapat segera diterapkan, karena orang tua

belajar secara alamiah tentang cara mengasuh. Sehingga keadaan demikian berada dalam status

(11)

Sekarang ini orang tua tidak lagi dihadapkan pada masalah kesulitan dalam membesarkan

anak. Anak–anak sekarang ini dilahirkan di zaman yang demokratis, yang berlawanan sekali

dengan sistim yang dianut oleh para orang tua. Pada kenyataannya menunjukkan penerapan

prinsip mengasuh anak bagi kedua system ini, dan sulit dibandingkan secara paralel. Pemakaian

metode dalam mendidikan anak bagi orang tua dapat berupa otoriter, permisif, ataupun yang

demokratis semeuanya akan bergantung pada cara mereka sendiri dibesarkan. Sebagiannya lagi

akan menjalankan berdasarkan apa yang dialaminya, ataupun pengetahuan yang

mempengaruhinya.

Semua sikap yang ditampilakan oleh orang tua merupakan hasil belajar. Banyak faktor

yang ikut menentukan sikap apa yang akan dipelajari, orang tua menurut soerjono (1991) yang

paling umum adalah sebagai berikut:

1. Konsep “anak idaman” yang terbentuk sebelum kelahiran anak sangat diwarnai dengan

romantisme, didasarkan atas gambaran anak ideal bagi orang tua itu. Bila anak gagal memenuhi

harapan orang tua maka ia akan merasa kecewa dan mulai bersikap menolak.

Kegagalan seperti yang dicemaskan di atas akan banyak dialami oleh anak, dengan demikan

orang tua tidak akan terpenuhi keinginannya dan akan selalu merasa kecewa atas kemampuan

anak.

2. Pengalaman awal dengan anak mewarnai sikap orang tua terhadap anaknya sendiri. Dapat

diarti sebagai dua kemungkinan pengalaman yakni pengalaman baik dan pengalaman buruk.

3. Nilai budaya mengenai cara terbaik memperlakukan anak, secara otoriter, permisif, dan

demokratis akan mempengaruhi sikap orang tua dan cara mereka memperlakukan anak mereka

sendiri.

Cara-cara terbaik yang mungkin cocok bagi anak yang inteligensinya normal jika akan

diterapkan bagi anak tunagrahita maka ia tidaklah segera sesuai, sebab kemungkinan bila suatu

cara dianggap baik untuk anak normal namun bagi anak tunagrahita belum tentu akan berlaku

baik.

4. Orang tua yang menyukai peran orang tua. Mereka akan merasa bahagia, dan mempunyai

penyesuaian yang baik terhadap perkawinan, mempunyai sikap yang mencerminkan penyesuaian

yang baik ini terhadap anak mereka.

Orang tua yang bersikap otoriter mengutamakan kebutuhan mereka sendiri dahulu daripada

(12)

kekeliruan. Maka sama sekali mereka tidak dapat berbuat salah atau dihalang-halangi. Karena itu

orang tua yang otoriter cenderung untuk merintangi kesempatan-kesempatan anak untuk ikut

serta dalam interaksi dengan orang lain. Orang tua otoriter akan membangun suatu lingkaran

setan, dari rasa permusuhan, balasan di dalam hubungan orang tua dan anak. Orang tua yang

bersikap keras ini juga mempunyai lebih banyak konflik dengan anak mereka.

Jika dilihat dari segi pendidikan, maka orang tua yang bersikap otoriter ingin sekali agar anaknya

dapat mencapai prestasi yang tinggi di sekolah. Mereka ingin sekali membantu perkembangan

intelektual dan sosial anak mereka secara tulus dan iklas. Tetapi orang tua selalu mempunyai

hambatan jika ternyata anaknya mengalami gangguan ketunagrahitaan. Keinginan yang kuat dari

orang tua agar anaknya dapat menjadi berprestasi, akan tetapiorang tua tidak berbuat sesuatu

yang efektif dalam mendorong anaknya belajar. Hal inilah merupakan ketimpangan yang

menonjol jika orang tua terbatas pengetahuannya dan mempunyai konflik dalam memotivasi.

Ternyata orang tua ini mencampuradukan antar keinginannya dengan keinginan anaknya dalam

pendidikan.

Orang tua yang mencari kepuasan pribadi melalui anak sangat mengganggu pendidikan anak,

dan banyak orang tua yang tidak merasa puas dan tentram dalam menerima atau memahami

kemampuan anaknya sendiri. Paksaan-paklsaan agar anak menampilkan prestasi belajar yang

ingin dicapai oleh orang tua mereka sangat mungkin mengaggu emosi anak. Terutama bagi anak

tunagrahita dimana mereka jelas banyak mengalami hambatan karena faktor inteligensinya yang

rendah. Dengan demikian sikap otoriter orang tua akan menjadi bumerang sendiri bagi orang

tuanya jika ia terlalu banyak berharap terhadap kemampuan anak tunagrahita.

Simpulan

Menurutnya, ke depan orang tua memiliki tantangannya tersendiri, yakni bagaimana orang tua

bisa merebut perhatian anak, dan memulai mengatur mindset bahwa anak adalah investasi yang

sangat penting. Karena itu, bagaimana sikap, pola pikir, bahkan cara mendidi orang tua pada

anaknya akan sangat mempengaruhi perkempangan si anak.

DaftarPustaka

Alatas, Alwi. 2005. 13X ; Remaja Juga Bisa.

(13)

J. Gode, william. 2007. Sosiologi Keluarga. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Lein, Laura dan. 1989. Anak ; Bagaimana Mengasuh Anak Dan Pengaruh Anak Bagi Kehidupan

Orang Tuanya.

Tim Sosiologi. 2006. Sosiologi ; Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat Kelas X. Jakarta :

yudistira.

Tim Sosiologi. 2007. Sosiologi ; Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat Kelas XII. Jakarta :

yudistira.

Alatas, Alwi. 2005. Untuk 13X ; Remaja Juga Bisa Bahagia Sukses Mandiri. Jakarta : Penerbit

Referensi

Dokumen terkait

[r]

dalam masalah dikarenakan pemohon tidak bekerja ditambah yang mendesak adanya perkawinan adalah termohon. Pada sidang berikutnya termohon mengajukan duplik yaitu

mg/l/hari) terdapat satu responden dengan karakteristik tidak aman dengan berat badan 11 kg. Bagi masyarakat untuk tidak mengkonsumsi air bersih yang berasal dari sarana

Setelah dilakukan observasi dan wawancara terkait proses bisnis yang ada di kegiatan PPM, ditemukan peluang untuk mengoptimasi proses bisnis dengan

1) Lahirnya Undang-Undang Hak Tanggungan No 4 tahun 1996 telah memperjelas bahwa parate eksekusi tak perlu lagi melalui pengadilan negeri, tetapi dapat dilakukan

Penelitian terdahulu tentang Keterampilan generik sains adalah yang pernah dilakukan oleh Nia Daniah (2012) yang berjudul “Pembelajaran Biologi Berbasisi Hans on

Tambahan pula, ilmu-ilmu yang dipelajari “ membantu ” mereka “ memperkembangkan lagi ” ilmu pengajian Islam secara “ lebih luas .” Bagi peserta kajian PKK2 pula,

Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini adalah metode fuzzy decision making dapat digunakan untuk menentukan pemilihan hotel bagi para wisatawan yang