• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN ANAK PADA MASA ANAK-ANAK AWAL PERSPEKTIF ERIK ERIKSON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN ANAK PADA MASA ANAK-ANAK AWAL PERSPEKTIF ERIK ERIKSON"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN ANAK PADA MASA ANAK-ANAK AWAL PERSPEKTIF ERIK ERIKSON

Oleh: Muharrahman

Dosen STIT Al Qur’an Al Ittifaqiah Indralaya Ogan Ilir Email: muharrahman279@gmail.com

ABSTRACT

The purpose of this study is to describe how the development of children in early childhood according to Erikson. This research is a library research that is a series of activities regarding the method of collecting library data, reading, and recording and managing research data. As for the results of his research; According to Erikson‟s view there are three stages of development of children with psychosocial different from stage one to the next stage; First stage; Oral-Sensori (Trust vs Distrust), Second stage; Muscular-Anal (Autonomy vs Doubt), and third stage; Genital-Locomotor (Initiative vs Guilty Feeling).

(2)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana perkembangan anak pada masa anak-anak awal menurut pandangan Erik Erikson. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah data penelitian. Adapun hasil penelitiannya yaitu; Menurut Pandangan Erikson terdapat tiga tahapan perkembangan anak dengan psikososialnya yang berbeda-beda dari tahapan satu dengan tahapan selanjutnya, yakni sebagai berikut: Tahapan Pertama: Oral-Sensori (Rasa Percaya versus Rasa Tidak Percaya, Tahapan Kedua: Muskular-Anal (Otonomi versus Keraguan), Tahapan Ketiga: Lokomotor-Genital (Prakarsa versus Rasa Bersalah).

(3)

18

A. Pendahuluan

Anak usia dini adalah anak yang sedang berada dalam rentang usia 0-6 tahun yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan proses perubahan perilaku dari tidak matang menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu proses evolusi manusia dari ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri. Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek: gerakan, berpikir, perasaan, dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya.

Perkembangan anak perlu didukung oleh keluarga dan lingkungan, supaya tumbuh kembang anak berjalan secara optimal dan kelak ia menjadi manusia dewasa yang berkualitas dan menjadi insan yang berguna baik bagi dirinya maupun keluarga, bangsa dan negara.

Untuk membantu pencapaian perkembangan anak perlu diawali dengan pemahaman tentang perkembangan anak itu sendiri, karena perkembangan anak berbeda dengan perkembangan remaja atau orang dewasa.

Anak memiliki karakteristik tersendiri dan anak memiliki dunianya sendiri. Untuk mendidik anak usia dini, perlu dibekali pemahaman tentang dunia anak dan bagaimana proses perkembangan anak. Dengan pemahaman ini diharapkan para pendidik anak usia dini memiliki pemahaman yang lebih baik dalam menentukan proses pembelajaran ataupun perlakuan pada anak yang dibinanya.

Keragaman teori membuat pemahaman terhadap perkembangan anak menjadi tugas yang menantang. Tepat ketika anda berfikir satu teori memiliki penejelasan yang membantu tentang perkembangan anak, teori lain muncul dan membuat anda memikirkan kembali kesimpulan sebelumnya. Untuk mencegah dari rasa frustasi, ingatlah bahwa perkembangan anak merupakan topik yang rumit dan memiliki banyak aspek. Tidak ada sau teori pun yang dapat menjelaskan seluruh aspek perkembangan anak. Tiap teori menyumbang satu keping penting bagi puzzle perkembangan anak. Meskipun teori-teori tersebut terkadang bertentangan, banyak informasi dari teori tersebut yang lebih saling melengkapi daripada bertentangan. Teori tersebut secara bersama-sama membuat kita melihat seluruh situasi perkembangan dan kekayaan ilmunya.13

13

(4)

Dalam dunia perkembangan anak banyak tokoh ilmuwan membuat dan mengembangkan berbagai teori, salah satunya Erik Hamberger Erikson atau lebih dikenal dengan Erikson. Teori Erikson yang cukup fenomenal adalah tentang pembahasan teori psikososial.

Dalam penelitian ini akan penulis kupas berbagai teori psikososialnya Erikson, khususnya masa kanak-kanak awal, yang semoga bermanfaat dan berguna bagi kita sebagai pelajar, orang tua dan pendidik.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Sejarah singkat tentang Erikson

Erik Erikson lahir di Frankfurt, Jerman pada 15 Juni 1902. Erik Erikson memiliki seorang ayah keturunan Denmark yang tidak diketahui namanya, dan ibunya bernama Karla Abrhamsen seorang Yahudi. Namun ayah biologisnya juga tidak diketahui secara pasti. Saat Erik Erikson masih dalam kandungan ibunya, ayahnya pergi meninggalkan ia dan ibunya. Setelah Erikson lahir, ibunya dilatih untuk menjadi seorang perawat dan kemudian mereka pindah ke Karlsruhe sebuah kota di Jerman bagian selatan. Pada tahun 1904, ibunya menikah dengan seorang dokter spesialis anak yang bernama Theodor Homburger. Nama Erik Erikson pun berubah menjadi Salomonsen Erik Homburger Erikson.

Salah satu keprihatinan terbesar dalam kehidupan Erikson adalah perkembangan identitasnya sendiri. Konsep-konsep identitas yang dikembangkan oleh Erikson didasarkan pada pengalamannya sendiri saat ia bersekolah. Ia juga mengalami saat-saat krisis di tahun awal kehidupannya. Selama masa kanak-kanak hingga masa awal dewasa ia dikenal dengan nama Homburger Erik. Kedua orang tuanya juga selalu merahasiakan tentang kelahirannya. Di sekolah, ia tidak diterima oleh anak-anak lainnya karena ia seorang Nordic. Nordic adalah anak-anak yang bertubuh tinggi, berambut pirang, dan bermata biru. Selain itu, ia tidak diterima oleh anak-anak lain karena ia seorang Yahudi. Setelah ia lulus dari sekolah menengah, Erikson memutuskan untuk menjadi seorang seniman. Dia sempat belajar di sekolah seni dan melakukan pameran atas karya-karyanya. Namun, pada akhirnya ia meninggalkan sekolah seni dan memutuskan hidup mengembara untuk mencari identitasnya. Ia berkeliling Eropa, mengunjungi museum-museum dan hidup sebagai orang jalanan. Pertama kalinya Erikson belajar sebagai child analyst melalui tawaran Anna Freud yang merupakan anak dari Sigmund

(5)

20

Freud untuk belajar di Vienna Psychoanalytic Institute selama kurang lebih 6 tahun. Beberapa saat kemudian ia bertemu dengan seorang guru tari dari Kanada bernama Joan Serson dan mereka pun menikah. Mereka memiliki 3 orang anak. Sejak Nazi berkuasa, ia dan istri serta anak-anaknya hidup berpindah-pindah. Mulai dari ke Copenhagen, Denmark, lalu pada akhirnya mereka hidup di Boston. Di sana ia diterima untuk mengajar di Harvard Medical School. Ia juga membuka praktik psikoanalisis yang mengkhususkan perawatan anak-anak.

Pada masa ini Erikson bertemu dengan Henry Murray dan Kurt Lewin yang keduanya adalah seorang psikolog. Ia juga bertemu dengan beberapa antropolog, yaitu Ruth Benedict, Margaret Mead, dan Gregory Beteson. Para psikolog dan antropolog ini mempengaruhi perkembangan teori Erikson.

Kemudian, Erikson mengajar di Yale University. Ia melakukan studi tentang kehidupan modern suku Lakota dan Yurok. Studi inilah yang kemudian mengangkat nama Erikson.

Buku pertamanya adalah Childhood dan Society (1950), yang menjadi salah satu buku klasik di dalam bidang ini. Saat ia melanjut pekerjaan klinisnya dengan anak-anak muda, Erikson mengembangkan konsep krisis perasaan dan identitas sebagai suatu konflik yang tak bisa diacuhkan pada masa remaja. Buku-buku karyanya antara lain yaitu: Young Man Luther (1958), Insight and Responsibility (1964), Identity (1968),

Gandhi's Truth (1969): yang menang pada Pulitzer Prize and a National Book Award

dan Vital Involvement in Old Age (1986).

Kemudian Erikson meninggal di Harwich, Amerika Serikat pada 12 Mei 1994 saat ia berusia 91 tahun.14

2. Perkembangan Anak pada Masa Anak-anak Awal

Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan.15

Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita

14

Erik H. Erikson, Childhood and Society: Karya Monumental tentang Hubungan Penting antara Masa Kanak-kanak dengan Psikososialnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2010, hlm.

15

Olds Sally wendkos,dkk, Human Development: Perkembangan Manusia, (Jakarta: Salemba Humanika), 2009, hlm. 47

(6)

kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.

Erikson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.

Erikson mengembangkan dua filosofi dasar berkenaan dengan perkembangan, yaitu: Dunia bertambah besar seiring dengan diri kita dan kegagalan bersifat kumulatif

Kedua dasar filosofi inilah yang membentuk teorinya yang terkenal itu. Ia hendak mengatakan bahwa dunia semakin besar seiring dengan perkembangan karena kapasitas persepsi dan kognisi manusia juga mengalami perubahan. Di sisi lain, dalam pengertian Erikson, kegagalan yang terjadi pada sebuah tahapan perkembangan akan menghambat sebuah proses perkembangan ke tahapan berikutnya. Kegagalan ini tidak lantas hilang dengan sendirinya, bahkan terakumulasi dalam tahapan perkembangan berikutnya.

Dari penelitiannya, Erikson yang penganut Freudian (karena menggunakan konsep ego) ini melihat bahwa jalur perkembangan merupakan interaksi antara tubuh (pemrograman biologi genetika), pikiran (aspek psikologis), dan pengaruh budaya.16

Erik Erikson mengakui kontribusi Freud tetapi percaya bahwa Freud salah menilai beberapa dimensi penting dari perkembangan manusia. Erikson mengatakan bahwa kita berkembang dalam tahap psikososial, daripada dalam tahap psikoseksual. Bagi Freud, motivasi utama perilaku manusia bersifat seksual secara alami, bagi Erikson motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Erikson menekankan perubahan perkembangan sepanjang kehidupan manusia, sedangkan Freud menyatakan bahwa kepribadian dasar kita terbentuk pada lima tahun pertama kehidupan.

16

(7)

22

Dalam teori Erikson, delapan tahap perkembangan berkembang sepanjang kehidupan. Tiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yang unik yang menghadapkan seseorang pada suatu krisis yang harus dipecahkan. Menurut Erikson, krisis ini bukanlah musibah melainkan titik balik meningkatnya kelemahan dan kemampuan. Semakin berhasil seseorang menyelesaikan krisis yang dihadapi, akan semakin sehat perkembangannya.17

Erikson mengelompokkan tahapan kehidupan ke dalam 8 tahapan yang merentang sejak kelahiran hingga kematian. Namun, dalam penelitian ini akan dijelaskan hanya pada 3 tahapan yang paling dasar atau dikhususkan ke dalam tahapan masa anak-anak awal. Yaitu sebagai berikut:

a. Tahapan 1: Oral-Sensori

Isu Psikososialnya: Rasa Percaya versus Rasa Tidak Percaya

Tahapan psikososial Erikson yang pertama adalah tahapan oral sensori, di mana anak mengalami interaksi yang pertama kalinya dengan lingkungan sekitar. Si anak membutuhkan pengaruh-pengaruh dari luar dirinya untuk membantu mengatur perilaku-perilaku dasar.

Dalam lingkungan sekitar bayi yang baru lahir terdapat banyak rangsangan, dan ia menerima informasi dengan menggunakan sarana-sarana indrawi perasa (sensori) berupa mulut, perasa di lidah, bau, pendengaran, dan pandangan mata. Semuanya berlangsung dengan kecepatan dan intensitas yang melampaui lazimnya kemampuan organism yang relative belum matang. Komponen oral pada tahapan ini mencerminkan mode biologis yang digunakan anak untuk memenuhi sebagian besar kebutuhannya. Dalam tahapan ini, seperti pada tahapan lainnya, Erikson secara harfiah menggabungkan istilah-istilah Freud dengan miliknya sendiri. Sebagai contoh, komponen oral yang ada pada tahapan oral-sensori ini mengandung hubungan teoritis antara sudut pandang psikososial Erikson dan sudut pandang psikoseksual Freud.dalam tahap ini, isu psikososialnya adalah apakah si anak bias mempercayai dunia, dan seperti yang mungkin anda perkirakan, kepercayaan ini terfokus pada keterlibatan sosok ibu.

Kontinum rasa percaya-tidak percaya ini mencerminkan nilai-nilai yang dialami anak dalam tahun pertama kehidupannya dan bagaimana ia memahami interaksinya dengan kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Erikson menekankan bahwa

17

(8)

di sini yang penting bukan hanya kuantitas rasa percaya tersebut, melainkan juga kualitasnya. Sebagai contoh, jika anak-anak menerima masukan sensori yang keras (suara bising, misalnya) atau bila mereka dipegang dengan kasar, maka dalam diri mereka mungkin akan tumbuh rasa tidak percaya dan akan mengambil sikap bertahan melindungi diri mereka dari lingkungan yang mengancam. Sebaliknya, jika lingkungan sekitar anak-anak bersifat mendukung dan konsisten, maka dalam diri meraka akan tumbuh kepercayaan dan juga akan berkembang rasa percaya diri atas kemampuan mereka dalam memperkirakan apa yang akan terjadi kemudian.

Erikson mengakui bahwa meskipun rasa tidak percaya merupakan hal yang berguna dan adaptif untuk menghadapi hal-hal yang berbahaya di lingkungan, namun rasa tidak percaya yang terlalu banyak bias mengarah pada kewaspadaan yang berlebihan. Begitu juga, meskipun rasa percaya penting artinya untuk membentuk individu yang sehat secara psikologis dan mampu menjalin hubungan dan kelekatan manusiawi yang penting artinya, namun rasa percaya yang berlebihan juga merupakan hal yang naïf. Anak-anak kecil sering kali sulit membedakan apa yang bernilai (layak untuk diusahakan) dan apa yang tidak relevan, berbahaya, atau mengancam kemajuan perkembangan mereka.

Selama tahapan oral-sensori ini, anak menghadapi tugas perkembangan untuk menetapkan apakah ia bisa mempercayai dunia. Anak pada tahapan ini terus-menerus mengajukan pertanyaan ini dan menerima umpan balik melalui interaksi-interaksi sosial. Jika interaksi-interaksi mendukung dan memenuhi kebutuhan biologis dan social anak, maka pada dirinya akan berkembang rasa percaya dan rasa percaya diri. Jika interaksi-interaksi sosial anak ditandai dengan kurangnya dukungan dan inkonsisten serta tidak terpenuhnya kebutuhan dasar, maka pada diri anak akan terbentuk rasa tidak percaya yang bisa merugikan bagi kemajuan perkembangan selanjutnya. Anak yang tidak berhasil menyelesaikan krisis rasa percaya-tidak percaya ini pada waktunya yang tepat (yakni, selesai dalam tahapan ini) akan memiliki landasan yang lemah bagi penyelesain krisis-krisis berikutnya.18

Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini, individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan

18

(9)

24

penuh frustrasi. Banyak studi tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini. Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.

Tahap ini berlangsung kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaan. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi terpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh sebab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menentukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bisa memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mereka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami.

(10)

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma‟ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita

(11)

25 kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS

Al-Baqarah: 233).

Dalam pandangan Islam bahwa sosok Ibu atau pengganti Ibu adalah madrasah pertama “ ام مدرسلةالاولي“ melalui kasih sayangnya, sehingga ada pepatah “surga di telapak kaki ibu”. Ibu lah yang bertanggung jawab di awal untuk mengantarkan anak ke surga.

b. Tahapan 2: Muskular-Anal

Isu Psikososial: Otonomi versus Keraguan

Tahapan kedua dalam model Erikson berwujud kemampuan anak untuk mengatur atau mengendalikan perilaku fisiknya sendiri. Yang paling menonjol di sini adalah fungsi pembuangan yang terkait dengan toilet training. Bagaimanapun juga, secara tidak langsung dan juga sama pentingnya adalah bahwa dalam tahapan ini anak-anak menyadari bahwa mereka bisa memberi masukan pada kekuatan-kekuatan luar yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Isu psikososial pada tahapan muscular-anal ini terkait dengan tumbuhnya kemandirian anak dan pengendalian-dirinya atas fungsi-fungsi tubuh. Selama tahapan ini, anak-anak menghadapi tugas untuk merumuskan atau menemukan kadar pengendalian atas perilaku mereka sendiri. Jika mereka diberi kesempatan untuk menjelajahi dunia sekitarnya dan didorong untuk melakukan tindakan yang mandiri, mereka akan mengembangkan rasa otonomi yang sehat. Sebaliknya, jika mereka tidak memiliki kesempatan untuk menguji batas-batas kemampuan mereka (barang kali karena pengasuhnya bersikap terlalu melindungi), maka dalam diri mereka akan berkembang rasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka untuk menghadapi dunia secara efektif. Tahapan ini ditandai oleh munculnya dilema antara sikap menahan dan melepaskan. Keberhasilan anak-anak dalam menyesuaikan konflik ini akan membuat mereka belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan, hingga

(12)

kadar tertentu, lingkungan mereka. Semua itu pada gilirannya akan mengembangkan rasa otonomi dalam diri mereka.19

Masa ini biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap atau tindakan yang baik, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua dalam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengalami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizinkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan mengubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau ketidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuangan anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.

Lantas bagaimana dengan anak-anak zaman sekarang, yang mana kedua orangnya sering menggunakan pampers/diapers kepada buah hatinya. Banyak penelitian atau artikel yang menjelaskan pengaruh positif atau negatif dari penggunaan pampers/diapers yang penulis kutip dari berbagai laman internet, sebagai berikut:

Nilai Plus Pemakaian Diapers:

Penggunaan diapers membuat bunda tidak repot mencari toilet untuk si kecil ketika bunda dan balita bunda melakukan perjalanan jauh

Dalam perjalanan menggunakan angkutan umum seperti kereta, pesawat terbang, bus yang mempunyai sedikit waktu pemberhentian dan kesempatan untuk ke toilet, diapers sangat cocok digunakan si kecil yang belum mampu untuk menahan buang airnya

19

(13)

27

Diapers sangat nyaman dalam perjalanan jauh karena tidak ribet untuk membersihkannya, karena cukup dibuang saja

Harganya cukup terjangkau dan tidak perlu membersihkan

Nilai Minus Pemakaian Diapers:

 Penggunaan diapers yang sering baru-baru ini oleh bunda yang malas, sering mengakibatkan munculnya ruam-ruam merah pada pantat si kecil. Hal ini disebabkan karena penggunaan diapers yang terlalu sering dalam kondisi iklim tropis yang lembab ini memudahkan jamur untuk tumbuh di sekitar pantat si kecil. Selain memunculkan ruam merah, biasanya juga menyebabkan rasa gatal dan bau tidak sedap.

 Terlalu sering menggunakan diapers pada balita bunda, akan menyebabkan efek psikologis yang kurang baik. Balita bunda akan susah untuk mengontrol hasrat buang airnya, karena terbiasa dengan pemakaian diapers yang memudahkan si kecil bisa kapan saja melakukan buang air dan dimana saja. Maka begitu dia lepas dari pemakaian diapers, maka dia harus berusaha lebih keras untuk mengerti kapan dan dimana dia harus buang air, dibandingkan dengan balita lain yang terbiasa menggunakan popok kain semasa kecilnya

Tentu saja, secara ekonomis, pemakaian diapers pada balita akan menambah anggaran bulanan bunda20

Diapers memiliki sisi positif dan negatif. Diapers sebenarnya berguna jika digunakan saat bepergian. Akan salah jika diapers digunakan secara terus menerus. Banyak sisi negatifnya selain dengan pengeluaran bulanan yang melonjak misalnya psikologi anak yang sulit berhenti mengompol. Seperti yang telah diulas, penggunaan diapers yang terus menerus membuat balita susah mengontrol hasrat buang airnya, serta membuat balita sulit mengerti kapan dan dimana tempat yang tepat untuk buang air.

Jadi dapat kita simpulkan anak yang menggunakan pempers/diapers ini secara psikologinya cukup berpengaruh. Anak nantinya tidak bisa mengontrol ketika anak tersebut mau buang air kecil atau buang air besar. Dan jika hal tersbut terus berjalan maka pada diri anak muncul rasa ragu (keraguan), berbanding dengan anak yang sudah terbiasa mengontrol, anak tersebut akan merasa mandiri (otonomi).

20

(14)

c. Tahapan 3: Lokomotor-Genital

Isu Psokososial: Prakarsa versus Rasa Bersalah

Dalam teori Freud tahapan perkembangan psikoseksual genital ditandai dengan adanya konflik yang diakibatkan oleh kompleks Oedipus atau Elektra. Dengan gaya yang sama, teori Erikson mengenai tahapan lokomotor-genital juga berpendapat bahwa dalam masa ini muncul harapan social agar anak memiliki gerak-gerik dan motivasi mandiri sebagai hasil otonomi dan kendali yang baru ssaja ia dapatkan. Cara Erikson dalam merumuskan tahapan ini mencerminkan bagaimana ia menggunakan dan mengembangkan teori dasar Freud.

Dalam model Freud, tahapan ini ditandai oleh adanya pemusatan energi pada wilayah kemaluan (genital) di tubuh anak. Dalam teori Erikson, konsep ini juga ada tetapi ide ini dikembangkan lebih jauh lagi. Erikson memasukkan komponen psikososial sebagai bagian terpenting dalam kebutuhan biologis ini. Dalam teori Freud, kompleks Elektra dan Oedipus menuntut penyelesaian konflik yang disebabkan oleh hasrat anak untuk memiliki orang tua yang berjenis kelamin berbeda. Konflik ini pada akhirnya diselesaikan dengan kesadaran anak bahwa batasan-batasan social menghalangi pemenuhan hasratnya tersebut. Dalam teori Erikson, komponen lokomotor pada tahapan ketiga perkembangan psikososial ini menunjukkan pergesaran langkah anak yang semakin menjauh dari ketergantungan pada orang tuanya menuju kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Pada tahapan ini, anak mampu memprakarsai tindakan-tindakan yang lebih kompleks dengan cara mereka sendiri, yang menghasilkan pemuasan kebutuhan lebih dari sebelumnya ketika mereka sangat tergantung pada orang tuanya.

Prakarsa (initiative) ini penting karena kadar otonomi anak terus meningkat dan karena anak perlu menolak rasa bersalah yang mungkin muncul ketika gerak-gerik mereka tidak mengarah pada kemandirian. Rasa bersalah ini muncul karena adanya kesenjangan antara keinginan anak untuk mencapai tujuan dengan menggunakan keahlian lokomotor yang baru dan tindakan yang diprakarsai anak untuk mencapai tujuan tersebut. Jika anak diberi dukungan dan dorongan untuk melaksanakan upaya ini, dalam dirinya akan berkembang perasaan inisiatif yang kuat. Sebaliknya, jika anak kurang memiliki kesempatan untuk menjelajahi batas-batas kemampuannya dan atau mengalami perasaan-perasaan negative akibat hukuman yang diterimanya karena mencoba melewati batas-batas yang sudah

(15)

29 mapan, maka dalam diri anak akan berkembang rasa bersalah. Kedua sisi kontinum berupa prakarsa dan rasa bersalah ini barang kali lebih ditentukan oleh faktor-faktor sosial dan bukan oleh factor-faktor internal yang ada pada organism.21

Tahap ketiga ini juga dikatakan sebagai tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kemampuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif merupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila tujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembangkan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengembangkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.

Anak-anak di usia ini disebut dengan golden age, karena memiliki ingatan yang luar biasa, dan apapun memory yang didapatkan di kurun usia ini akan menjadi kenangan seumur hidup. Karena itu biarlah mereka selalu mengenang orang tuanya sebagai ilham bagi perbuatan penuh kebajikan dan amal saleh di kelak kemudian hari.

C. Kesimpulan

Teori Erikson (1902), atau lebih dikenal dengan teori psikososialnya menjelaskan bahwa perkembangan anak dari berbagai aspeknya juga tidak akan pernah lepas dari peran sosial. Teori Erikson yang juga paham Teori Freud ini, namun Erikson lebih mengedepankan faktor sosial yang mempengaruhi manusia, khusunya pada masa anak-anak awal. Terdapat tiga tahapan perkembangan anak-anak dengan psokososialnya yang berbeda-beda dari tahapan satu dengan tahapan selanjutnya. Adapun ketiga tahapan tersebut sebagai berikut: 1) tahapan 1: Oral-Sensori (Rasa Percaya versus Rasa Tidak

21

(16)

Percaya, 2) tahapan 2: Muskular-Anal (Otonomi versus Keraguan), 3) tahapan 3:

(17)

31 DAFTAR PUSTAKA

Erikson, Erik H., Childhood and Society: Karya Monumental tentang Hubungan Penting

antara Masa Kanak-kanak dengan Psikososialnya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar),

2010

Salkind, Neil J., Teori-teori Perkembangan Manusia, Cetakan II, (Bandung: Nusa Media), 2010

Santrock, John W, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga), 2007

Wendkos, Olds Sally,dkk, Human Development: Perkembangan Manusia, (Jakarta: Salemba Humanika), 2009

Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan remaja, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2012

http://artikelkesehatananak.com/plus-minus-pemakaian-diapers-pada-balita.html (diakses 2 November 2019)

Referensi

Dokumen terkait

Guru pamong merupakan salah satu guru kelas yang terdapat pada sekolahan. Guru pamong praktikan yaitu guru pamong kelas V. Guru pamong sangat membantu praktikan ketika mengajar

Keterlambatan bicara disebabkan karena beberapa hal, yang paling sering terjadi adalah tingkat intelegensi yang rendah, kurangnya rangsa (terutama pada tahun pertama), dan

[r]

[r]

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa, respon siswa, Subjek penelitian ini hanya 1 kelas

LKM disusun untuk menunjang kegiatan laboratorium tradisional yang berisi panduan kegiatan, tujuan, alat, bahan langkah percobaan, tabel hasil pengamatan dan

pertambahan berat badan, dan efisiensi penggunaan ransum broiler fase starter dan finisher dalam penelitian ini menunjukkan angka yang semakin menurun (P < 0,05)

Kedua pendekatan tersebut adalah Anggaran tradisional atau anggaran konvensional; dan Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management..