• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KONSEP PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KONSEP PERANCANGAN"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

KONSEP PERANCANGAN

5.1 Konsep Dasar Perancangan 5.1.1 Metode Konsep Desain

Dalam membuat suatu karya diperlukannya beberapa data agar dapat suatu ide yang menarik dan informatif. Dibawah ini adalah proses perancangan dari tema yang ada :

(2)

5.1.2. Tema Keseluruhan

Dalam perancangan ini nantinya dikemas dengan tema estetis dan budaya dimana dalam perancangan EGD (Environmental Graphic Design) ini dengan melakukan eksperimen bahasa rupa dan bentuk dipadukan dengan tradisi atau budaya setempat. Baik dari bahasa sehari-hari penduduk setempat, maupun dari kesenian yang ada.

5.1.3 Orisinalitas (State Of The Art) Bentuk

Bentuk atau konsep layout dibuat dengan melalukan eksperimen bahasa rupa dan bentuk yang menjadi ciri khas Baturraden dipadukan dengan budaya, bahasa dan kesenian setempat, dengan konsep yang simple, natural dan informatif.

Dalam eksperimen bentuk ini diharapkan bisa menjadi sebuah tanda agar mudah diartikan, dimana dalam semiotik tanda dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Ikon

Tanda yang menyerupai obyek (benda) yang diwakilinya atau tanda yang menggunakan kesamaan ciri-ciri yang dimaksudkan.

b. Indeks

Tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu denotatum (penanda).

c. Symbol

Tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatum (penanda) ditentukan oleh peraturan umum atau kesepakatan bersama.

(3)

Tipografi

Adapun tipografi yang digunakan nantinya melalui eksperiman font atau huruf yang masih ada dan menjadi ciri khas kebudayaan masyarakat setempat serta dipadukan dengan jenis font atau huruf yang sifatnya komunikatif.

Dimana dalam eksperimen perancangan atau pola penyusunan elemen-elemen tipografi ini agar menjadi satu kesatuan yang utuh saya akan tetap memperhatikan aspek:

a. Legibility (menyangkut aspek anatomi).

b. Readibility (menyangkut aspek komposisi dan spasi). c. Visibility (menyangkut kelayakan warna dan aturan).

d. Clarity (menyangkut aspek anatomi, spasi, warna, ukuran dan bahasa).

Warna

Menggunakan warna-warna yang komunikatif, estetis dan natural, dalam memvisualisasikan sejarah dan keindahan dari obyek wisata Baturraden. Warna merupakan faktor penting yang menunjang sebuah tanda.

Adapun salah satu warna yang akan mendominasi pada perancangan EGD ini adalah warna hijau dan coklat, dimana:

a. Hijau

Memberikan kesan tenang dan santai, mengesankan padang rumput dan pepohonan, mengurangi ketegangan saraf, menurunkan tekanan darah, menenangkan pikiran, menciptakan perasaan kesegaran yang sangat cocok untuk tempat liburan seperti obyek wisata Baturraden ini yang memang berada di kaki gunung yang penuh akan kerindangan pepohonan dan rerumputan.

(4)

Mempresentasikan netralitas, keintiman, mengesankan kehidupan (binatang), mewakili elemen tanah dan kesuburan dimana semua itu ada di alam, dimana obyek wisata Baturraden ini merupakan wisata alam.

c. Kuning

Menunjukan kesan riang dan menarik, atraksi, persuasi, mendorong system saraf, dan pikiran serta kemampuan untuk mengubah pemikiran, kepandaian atau intelektualitas, kepercayaan diri, komunikasi, pergerakan dan firasat, menyebabkan sebuah obyek tampak lebih dekat dan lebih besar. Kuning merupakan elemen dari udara yang menyimbolkan matahari dan pasir.

Simbol, logotype dan warna adalah tiga elemen visual yang diperlukan sebagai satu kesatuan. Dan ketiga faktor di atas menjadi sisi orisinalitas yang cukup kuat untuk karya desain yang akan saya rancang ini.

5.1.4 Penutup

Keterkaitan Dengan Pihak Luar

Dalam menyelesaikan karya ini membutuhkan data dari pihak dinas pariwisata setempat, baik dari data pengunjung dari tahun ke tahun, masalah apa saja yang sudah terjadi selama ini dalam perawatan dan pengembangan obyek wisata baturraden ini dan apa saja solusi atau gerakan yang dilakukan untuk menyelesain masalah tersebut.

Setelah karya ini bisa diselesaikan dimana sebuah karya dengan solusi terbaru dan terbaik, karya ini akan diajukan ke dinas pariwisata setempat untuk diaplikasikan ke obyek wisata baturraden.

(5)

Harapan Setelah Karya Terwujud

Harapan bagi penulis setelah karya terwujud adalah dengan membuat perancangan Desain Grafis Lingkungan Obyek Wisata Baturraden ini ada pengembangan wawasan diri, dimana penulis lebih paham, tahu dan bisa, apa itu environmental graphic design, baik dari arti, fungsi atau manfaat proses pembuatan dan penempatan hingga karya tersebut bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak.

Disamping itu dengan terwujudnya karya berupa rancangan Environmental Graphic Design ini obyek wisata Baturraden akan lebih dikenal lagi oleh masyarakat banyak, karena kemudahan petunjuk sebagai fungsi untuk mempermudah wisatawan menuju ke lokasi dengan rasa nyaman dan aman. Dan efek yang akan didapat adalah adanya peningkatan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata Baturraden, sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat sekitar.

(6)

LAPORAN PERANCANGAN TUGAS AKHIR

PERANCANGAN DESAIN GRAFIS LINGKUNGAN

OBYEK WISATA BATURRADEN – PURWOKERTO

PROGRAM STUDI DESAIN GRAFIS & MULTIMEDIA

FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN DESAIN

UNIVERSITAS MERCU BUANA – JAKARTA

2012

(7)

5.2 Konsep Dasar Perancangan Desain Grafis Lingkungan H.1 Semiotika

Semiotika berasal dari kata Yunani : semeion, yang berarti tanda. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. la mampu menggantikan sesuatu yang lain yang dapat dipikirkan atau dibayangkan Cabang ilmu ini semula berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula dalam bidang seni rupa dan desain komunikasi visual. (Tinarbuko, 2008:16) . Zoest (1993:1) berpendapat bahwa semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda

C.S Peirce

Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek.Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.

Contoh: Saat seorang gadis mengenakan rok mini, maka gadis itu sedang mengomunikasi mengenai dirinya kepada orang lain yang bisa jadi memaknainya sebagai simbol keseksian. Begitu pula ketika Nadia Saphira muncul di film Coklat Strowberi dengan akting dan penampilan fisiknya yang memikat, para penonton bisa saja memaknainya sebagai icon wanita muda cantik dan menggairahkan.

Ferdinand De Saussure

Teori Semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial

(8)

diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified).

Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).

Roland Barthes

Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Yusita Kusumarini,2006).

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal).

Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos. Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon

(9)

S/Z, Roland Barthes mengelompokkan kode-kode tersebut menjadi lima kisikisi kode, yakni kode hermeunetik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi, dan kode cultural atau kode kebudayaan (Barthes, 1974:106). Uraian kode-kode tersebut dijelaskan Pradopo (1991:80-81) sebagai berikut:

Kode Hermeneutik, yaitu artikulasi berbagai cara pertanyaan, teka-teki, respons,

enigma, penangguhan jawaban, akhirnya menuju pada jawaban. Atau dengan kata lain, Kode Hermeneutik berhubungan dengan teka-teki yang timbul dalam sebuah wacana. Siapakah mereka? Apa yang terjadi? Halangan apakah yang muncul? Bagaimanakah tujuannya? Jawaban yang satu menunda jawaban lain.

Kode Semantik, yaitu kode yang mengandung konotasi pada level penanda.

Misalnya konotasi feminitas, maskulinitas. Atau dengan kata lain Kode Semantik adalah tanda-tanda yang ditata sehingga memberikan suatu konotasi maskulin, feminin, kebangsaan, kesukuan, loyalitas.

Kode Simbolik, yaitu kode yang berkaitan dengan psikoanalisis, antitesis,

kemenduaan, pertentangan dua unsur, skizofrenia.

Kode Narasi atau Proairetik yaitu kode yang mengandung cerita, urutan, narasi

atau antinarasi.

Kode Kebudayaan atau Kultural, yaitu suara-suara yang bersifat kolektif, anomin,

bawah sadar, mitos, kebijaksanaan, pengetahuan, sejarah, moral, psikologi, sastra, seni, legenda. (Tinarbuko, 2008:18)

Konsep

Berdasarkan teori semiotika yang mengedepankan wacana penanda dan petanda itulah maka terciptalah konsep logo dan sign system obyek wisata baturraden yang tentu di dalamnya sangat mengedepankan eksplorasi gagasan dan pluralitas makna. Selain itu, saya mencoba menumbuhkan apresiasi masyarakat tentang logo dan sign system sebagai sistem pertandaan dan salah satu kajian desain komunikasi visual.

Pengembangan Konsep

Dalam proses pengembangan konsep ini dibutuhkan beberapa langkah untuk mewujudkannya dalam sebuah karya, diantaranya :

(10)

1. Mapping Perancangan

Dari mapping perancangan diatas dikembangkan lagi menjadi visual mapping untuk eksperimen bentuk-bentuk yang akan diterapkan digunakan untuk mendukung konsep yang ada.

(11)

Dari visual mapping diatas yang lebih mencerminkan karakter baturraden adalah bentuk gunung dan gapura, untuk itu saya hanya mengambil kedua bentuk tersebut untuk mengerucutkan bentuk visual yang akan diterapkan ke dalam konsep logo dan sign system.

3. Eksplorasi Bentuk Gunung

(12)

Alternative Sketsa Logo dengan Mengaplikasikan bentuk Gapura

5. Proses Digital Sketsa Logo

(13)

Dari logo yang terpilih mencoba diamati lagi ternyata huruf B pada BATURRADEN berkesan berdiri sendiri tidak unity dengan yang lain, untuk itu dibutuhkan revisi dengan menggeser bentuk gunung untuk diaplikasikan di huruf A yang belakang pada BATURRADEN.

(14)

Hijau ini di ambil dari warna gunung, dimana warna ini memberikan kesan tenang dan santai, mengesankan padang rumput dan pepohonan, mengurangi ketegangan saraf, menurunkan tekanan darah, menenangkan pikiran, menciptakan perasaan kesegaran yang sangat cocok untuk tempat liburan seperti obyek wisata Baturraden ini yang memang berada di kaki gunung yang penuh akan kerindangan pepohonan dan rerumputan.

Hitam ini di ambil dari warna batu pada gapura, dimana warna ini memberikan kesan kokoh, tebal dan kuat, dan penerapan warna hitam pada logo Baturraden ini diharapkan dapat memberikan kelanggengan kepada obyek pariwisata Baturraden ini.

(15)

Untuk menghindari keterbacaan kurang sempurna, maka perlu diperhatikan ruang minimal di sekitar logo.

Skala pengecilan Logo untuk menjaga agar logo tetap jelas keterbacannya.

(16)
(17)

8. Proses Digital Sketsa Sign System

Desain ini tidak terpilih karena sifatnya hanya menghias dan mengeyampingkan unsur utama papan petunjuk atau rambu.

Desain ini tidak terpilih karena tingkat keterbacaanya sebagai papan petunjuk sangat kurang dan terlalu rame, disini diharapkan orang tanpa baca sudah tahu makna yang ada pada papan petunjuk.

(18)

Desain ini terpilih karena karakteristik desain tersebut ada, bisa dilihat dari bentuk gunung yang diterapkan dalam setiap bentuk sign system dan ukiran batu yang ada, pada gapurapun ikut menghias bentuk sign system ini. Dimana gunung dan ukiran bentuk di bawah menerangkan dan menggambarkan akan adanya budaya dan cirikhas yang ada di obyek wisata baturraden ini.

Disamping itu desain sign system ini dibentuk tanpa mengurangi unsur papan petunjuk atau rambu yang sudah ada ketetapannya.

Bentuk dimana posisi papan menjorok keluar dengan posisi tiang di tepi adalah bertujuan agar papan petunjuk atau sign system tersebut terlihat lebih jelas.

Teori Estetik Ekspresionis sebagai Teori Penguat Rancangan Desain

(19)

bahwa keindahan karya seni terutama tergantung pada apa yang diekspresikanya. Bentuk adalah indah selama dapat menunjukan ekspresinya. Dalam arsitektur keindahan dihasilkan oleh ekspresi yang paling sempurna antara kekuatan gaya tarik dan kekuatan bahan (material). Ada pula yang mendasarkan keindahan seni adalah ekspresi idea etnik atau doktrin agama.

Keindahan ekspresi timbul dari pengalaman dan dalam arsitektur pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman melihat atau mengamati. Teori estetik yang kemudian muncul, seperti dikutip Maryono (1982:81) antara lain adalah teori keindahan obyektif dan subyektif. Teori obyektif berpendapat bahwa keindahan adalah sifat (kualitas) yang melekat pada obyek. Ciri yang member keindahan pada obyek adalah perimbangan antara bagian-bagian pada obyek sehingga asas-asas tertentu mengenai bentuk terpenuhi. Teori subyektif mengemukakan bahwa keindahan hanyalah tanggapan perasaan pengamat dan tergantung pada persepsi pengamat.

(20)

a. Studi Warna

Warna Coklat mempresentasikan netralis, keintiman, mengesankan kehidupan (binatang), mewakili elemen tanah dan kesuburan dimana semua itu ada di alam, dimana obyek wisata Baturraden ini merupakan wisata alam.

Kuning menunjukan kesan riang dan menarik, atraksi, persuasi, mendorong system syaraf, dan pikiran serta kemampuan untuk mengubah pemikiran, kepandaian atau intelektualitas, kepercayaan diri, komunikasi, pergerakan dan firasat, menyebabkan sebuah obyek tampak lebih dekat dan lebih besar. Kuning merupakan elemen dari udara yang menyimbolkan matahari.

Hitam ini di ambil dari warna batu pada gapura, dimana warna ini memberikan kesan kokoh, tebal dan kuat, dan penerapan warna hitam pada logo Baturraden ini diharapkan dapat memberikan kelanggengan kepada obyek pariwisata Baturraden ini.

(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)

10. Sketsa Icon Untuk Setiap Wahana

(30)
(31)

Map Directory Skala 1 : 2 Kaos

(32)

X-Banner

(33)
(34)
(35)

13. Revisi Desain

Dari hasil pameran ada beberapa masalah dimana ada beberapa personal/publik yang kurang memahami bentuk icon desain, untuk itu saya sebagai desainer mencoba mengolah lagi bentuk icon dan juga menambahkan text pada bentuk icon yang sudah dibuat.

(36)

Map Directory

Penambahan penempatan map directory untuk mengiformasikan dimana posisi pengunjung saat itu, disini juga disiapkan map directory dalam bentuk Flyer.

(37)
(38)

14. Aplikasi Desain di Lokasi

S e

(39)

Sebelum Sesudah

(40)

Referensi

Dokumen terkait

Pemilik memiliki beberapa hak akses pada sistem informasi penjualan yaitu halaman utama, halaman master pegawai, membuat laporan penjualan, laporan pemasukan,

advanced fuel economy. Emisi gas buang yang di dapatkan berdasarkan skenario business as usual terdapat trend kenaikan hingga tahun 2023 sesuai dengan skenario

Para dosen yang mengajar di Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama

PENERAPAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MEMBACA PERMULAAN PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR Universitas Pendidikan Indonesia |

Pada gambar 4.5 dan 4.6 tampak area cafe dengan gaya zen yang diaplikasikan pada dinding cafe yang menggunakan material dengan bata ekspos dengan finishing cat

curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial (CH < ETP) maka kandungan air dalam tanah akan berkurang bahkan terjadi sampai dalam keadaan defisit (D), dari hasil

Disisi lain persepsi mahasiswa atas harga pada hakikatnya adalah merupakan proses penilaian mahasiswa terhadap harga (biaya pendidikan) yang ditawarkan perguruan

Cerpen “ Iblĭsu Yantashiru ” atau dalam bahasa indonesia berarti.. “ Kemenangan Iblis” merupakan salah satu antologi cerpen karangan Taufiq El-Hakim.