SKRIPSI
KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN
DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT
Oleh :
SOLEH KURNIAWAN R.A.C F14050263
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN
DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
SOLEH KURNIAWAN R.A.C F14050263
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN
DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor Oleh :
SOLEH KURNIAWAN R.A.C F14050263
Dilahirkan pada tanggal 4 Desember 1987 di Kebumen
Tanggal Lulus : Menyetujui,
Bogor, September 2009
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
Soleh Kurniawan R. A .C. F14050263. KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI
PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT. Di bawah bimbingan Armansyah H. Tambunan. 2009.
RINGKASAN
Pembekuan merupakan salah satu metode yang baik untuk pengawetan daging. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembekuan adalah mutu bahan setelah pembekuan dan konsumsi energi untuk pembekuan. Mutu bahan terkait dengan laju pembekuan, sedangkan konsumsi energi dalam pembekuan terkait dengan penghematan energi. Analisis energi dan eksergi merupakan salah satu cara untuk mengetahui jumlah konsumsi energi pembekuan, kehilangan energi pembekuan, dan energi yang tidak terpakai dalam proses pembekuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efisiensi energi dan eksergi, serta karakteristik laju pembekuan pada proses pembekuan daging sapi menggunakan mesin pembeku tipe lempeng sentuh dengan suhu pembekuan bertingkat.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi yang diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) kota Bogor. Alat yang digunakan adalah mesin pembeku tipe lempeng sentuh dengan suhu pembekuan bertingkat. Adapun perlakuan suhu media pembeku yang digunakan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut: Skenario 1 (Tma = -5°C, Tmf = -15°C,
Tmb = -20°C), Skenario 2 (Tma = -10°C, Tmf = -15°C, Tmb = -20°C), Skenario 3
(Tma = -15°C, Tmf = -15°C , Tmb = -20°C), Skenario 4 (Tma = -5°C, Tmf = -20°C,
Tmb = -20°C), Skenario 5 (Tma = -10°C, Tmf = -20°C, Tmb = -20°C), Skenario 6
(Tma = -15°C, Tmf = -20°C, Tmb = -20°C), Skenario 7 (Tma = -20°C, Tmf = -20°C,
Tmb = -20°C). Tma adalah suhu media pembeku tahap I, Tmf adalah suhu media
pembeku tahap II, dan Tmb adalah suhu media pembeku tahap III.
Pindah panas yang terjadi pada mesin pembeku tipe lempeng sentuh adalah secara konduksi. Perpindahan panas secara konduksi mengakibatkan sebaran suhu yang tidak merata pada bahan. Pada bahan bagian bawah paling cepat mengalami penurunan suhu karena bagian ini bersentuhan langsung dengan media pembeku. Sedangkan pada bahan bagian atas paling lambat mengalami penurunan suhu karena bagian ini terletak paling jauh dari media pembeku sehingga bagian ini merupakan bagian yang paling lama membeku.
Sistem perpindahan wadah yang digunakan pada mesin pembeku tipe lempeng sentuh adalah sistem perpindahan secara kontinu dengan dibantu poros berulir yang digerakkan oleh motor listrik. Ketebalan bunga es pada lempeng pembeku berpengaruh terhadap gesekan yang ditimbulkan dan kecepatan perpindahan wadah. Semakin tebal tumpukan bunga es, makin besar gesekan sehingga kecepatan perpindahan wadah menurun, dan sebaliknya, semakin tipis tumpukan bunga es, kecepatan perpindahan wadah semakin meningkat.
Laju pembekuan daging sapi menggunakan mesin pembeku dengan suhu bertingkat antara 0.74 cm/jam hingga 1.78 cm/jam. Berdasarkan hasil tersebut maka pembekuan yang terjadi termasuk ke dalam pembekuan lambat. Laju pembekuan suatu produk dipengaruhi oleh dua faktor penting, meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan hal-hal yang mempengaruhi laju
pembekuan yang berasal dari dalam bahan yang akan dibekukan itu sendiri, berupa sifat termofisik bahan. Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan metode pembekuan yang digunakan meliputi suhu media yang digunakan dan mode perpindahan panas yang terjadi. Berdasarkan grafik hubungan antara kecepatan perpindahan wadah dengan laju pembekuan diketahui bahwa kecepatan perpindahan wadah berbanding terbalik dengan laju pembekuannya.
Energi pada proses pembekuan dengan suhu bertingkat terdiri dari energi listrik, energi mekanis, dan energi panas. Energi yang digunakan untuk menggerakkan kompresor diperoleh dari energi listrik yang diubah menjadi energi mekanis (kerja). Kerja tersebut digunakan untuk mengambil panas bahan di ruang pembeku dan melepaskannya ke lingkungan. Dari perhitungan didapatkan besarnya energi spesifik berkisar antara 359.11 kJ/kg hingga 388.48 kJ/kg. Nilai total energi input terbesar adalah 9720 kJ, sedangkan nilai total energi input terkecil adalah 7200 kJ. Energi tersebut digunakan untuk menggerakkan kompresor sehingga terjadi penurunan suhu media pembeku. Dengan demikian total energi input dipengaruhi oleh media pembeku yang diterapkan dan lamanya proses pembekuan berlangsung.
Eksergi input pada proses pembekuan berkisar antara 33.18 kJ/kg hingga 46.41 kJ/kg. Rata-rata efisiensi eksergi pembekuan berkisar antara 48.03% hingga 59.21%, dimana efisiensi eksergi terendah pada skenario 7 dan efisiensi eksergi tertinggi pada skenario 1.
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai COP (Coefficient Of Peformance) dan efisiensi eksergi diketahui bahwa COP berbanding secara kuadratik dengan efisiensi eksergi. Persamaan yang dihasilkan dari hubungan tersebut adalah y = -22.805x2 + 194.83x - 359.4, dimana x adalah nilai COP dan y adalah nilai efisiensi eksergi (%).
Berdasarkan perhitungan suhu media pembekuan daging sapi yang paling optimal dalam penelitian ini adalah skenario 1 (Tma = -5°C, Tmf = -15°C, Tmb =
-20°C) dengan nilai COP 4.44, laju pembekuan 0.74 cm/jam, efisiensi energi 0.17%, efisiensi eksergi 56.93%, dan total energi input 2.45 kWh.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis yang bernama lengkap Soleh Kurniawan Rizka Al Chusni merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan bapak Rusmin Al Chusni dan ibu Umi Chusniyati yang dilahirkan di Kebumen pada tanggal 4 Desember 1987. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 4 Karanganyar pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SLTP Negeri 2 Gombong dan lulus pada tahun 2002. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMU Negeri 1 Gombong dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun tersebut, penulis diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan memilih bagian Energi dan Elektrifikasi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), di Departemen Keteknikan pada tahun kepengurusan 2006 - 2007 dan menjabat sebagai Ketua Departemen Keteknikan pada tahun kepengurusan 2007 - 2008. Pada tahun 2009 penulis menjadi Asisten Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik Mesin Budidaya Pertanian. Selain itu, penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan.
Penulis melakukan praktek lapangan di PTPN VIII Gunung Mas pada tahun 2008 dengan judul “Asek Keteknikan Pertanian pada Proses Pengolahan dan Pengeringan Teh Hitam di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Gunung Mas, Bogor, Jawa Barat”.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan Skripsi yang berjudul ”KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT”.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KAJIAN ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN DAGING SAPI MENGGUNAKAN MESIN PEMBEKU TIPE LEMPENG SENTUH DENGAN SUHU PEMBEKUAN BERTINGKAT” ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan penulis mulai bulan Maret 2009 hingga bulan Juli 2009.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta motivasinya kepada penulis.
2. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc dan Ir. Putiati Mahdar, M.App.Sc, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan berharga kepada penulis demi perbaikan skripsi ini.
3. Kedua orang tua dan adik-adik penulis, atas segala dukungan moril dan materil serta do’a, kasih sayang yang luar biasa kepada penulis.
4. Teman-teman satu kontrakan penulis: Teguh Purwadi, Ramadhona, Teuku Munawir, Ahdiat Artiprasetyo, dan Ruli Oktoriadi atas segala bantuan dan dukungannya.
5. Teman-teman seperjuangan penulis: Janji Paniopan S. dan Kezhia Chrysanty atas segala bantuan, dukungan, dan kebersamaan selama penelitian.
6. Agusti Irri Susanti, Reza Pahlevi, Kokoh Baiquni dan teman-teman TEP ’42, atas semua suka dan duka selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.
7. Dana Hibah Kompetensi dengan judul “Kajian Termodinamika Pada Sistem Termal Produksi dan Pemanfaatan Energi di Bidang Pertanian”, atas bantuan pendanaan dalam penyediaan bahan baku penelitian.
8. Seluruh pihak yang membantu penulis dan tidak dapat disebutkan satu-persatu. Semoga Allah SWT membalas budi baik kalian dengan pahala yang setimpal, Amin.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi nusa, bangsa, dan agama pada umumnya, serta kepada pembaca pada khususnya. Amin.
Bogor, September 2009
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
DAFTAR SIMBOL ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. LATAR BELAKANG ... 1
B. TUJUAN ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. PROSES PEMBEKUAN ... 3
B. PEMBEKUAN DAGING SAPI ... 5
C. TITIK BEKU ... 6
D. LAJU PEMBEKUAN ... 7
E. KAJIAN ENERGI ... 9
F. KAJIAN EKSERGI ... 9
G. TINJAUAN ATAS PENELITIAN SEBELUMNYA ... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ... 14
B. ALAT DAN BAHAN ... 14
C. METODE PENELITIAN... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19
A. KINERJA SISTEM PEMBEKU DENGAN SUHU BERTINGKAT .. 19
1. Profil Suhu Bahan dan Media Pembeku ... 19
2. Sistem Refrigerasi Mesin Pembeku... 23
3. Sistem Perpindahan Wadah... 26
4. Laju Pembekuan ... 27
B. ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN ... 29
1. Kajian Energi Pembekuan ... 29
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
A. KESIMPULAN... 36
B. SARAN ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Grafik suhu-waktu pada pembekuan ... 3 Gambar 2. Skema pembekuan ... 7 Gambar 3. Profil Penurunan Suhu Bahan dan Suhu Media Pembeku Pada
Model Sistem Pembekuan Suhu Bertingkat ... 15 Gambar 4. Bagan Proses Penelitian ... 15 Gambar 5. Grafik hubungan suhu media pembeku (Tmf) dengan laju
pembekuan ... 16 Gambar 6. Grafik hubungan efisiensi eksergi (%) dan kehilangan eksergi
(kJ/kg) terhadap T’ = (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb) ... 16
Gambar 7. Titik-titik pengukuran suhu pada bahan ... 17 Gambar 8a. Grafik sebaran suhu pembekuan daging sapi, (a) Skenario 1,
(b) Skenario 2, (c) Skenario 3 ... 19 Gambar 8b. Grafik sebaran suhu pembekuan daging sapi, (d) Skenario 4,
(e) Skenario 5, (f) Skenario 6, (g) Skenario 7... 20 Gambar 9. (a) Daging sapi sebelum dibekukan, (b) Daging sapi sesudah
dibekukan ... 22 Gambar 10. (a) Siklus Carnot Pendinginan; (b) Diagram hubungan temperatur-
entropi Siklus Carmot Pendinginan ... 23 Gambar 11. Diagram Tekanan-Entalpi (P-h diagram) untuk sistem ideal
refrigerasi multi-evaporator ... 24 Gambar 12. Sistem perpindahan wadah ... 26 Gambar 13. Grafik hubungan COP dan efisiensi eksergi ... 34 Gambar 14. Grafik hubungan efisiensi eksergi (%) dan kehilangan eksergi (kJ/kg) terhadap rasio suhu (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb) ... 35
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Titik beku beberapa bahan pangan ... 6 Tabel 2. Skenario suhu media pembeku ... 17 Tabel 3. Suhu media pembeku sasaran dan rata-rata pengukuran ... 21 Tabel 4. Hasil pengujian sistem refrigerasi mesin pembeku dengan
suhu bertingkat ... 25 Tabel 5. Hasil pengujian sistem perpindahan wadah ... 27 Tabel 6. Laju pembekuan daging sapi dengan metode pembekuan lempeng
sentuh suhu bertingkat ... 27 Tabel 7. Analisis kebutuhan energi pada pembekuan daging sapi
dengan metode pembekuan lempeng sentuh suhu bertingkat ... 30 Tabel 8. Analisis eksergi pembekuan daging sapi dengan metode
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Gambar mesin pembeku dengan suhu bertingkat ... 40 Lampiran 2. Spesifikasi Mesin Pembeku ... 42 Lampiran 3. Diagram Tekanan-Entalpi untuk Refrigeran-12 ... 44 Lampiran 4. Sifat termofisik beberapa bahan pangan (San Francisco Maritime
Park Association, 2004) ... 45 Lampiran 5. Grafik total energi input pembekuan daging sapi menggunakan
mesin pembeku lempeng sentuh dengan suhu bertingkat. ... 46 Lampiran 6. Perhitungan eksergi ... 47
DAFTAR SIMBOL
qev = Panas yang diserap refrigeran (kJ/det)
qkon = Panas yang dilepas ke lingkungan (kJ/det)
qk = Kerja yang dilakukan kompresor (kJ/det)
h1 = Entalpi refrigerant pada saat evaporasi (kJ/kg)
h2 = Entalpi refrigeran pada saat keadaan super panas (kJ/kg)
h3 = Entalpi refrigeran pada saat kondensasi (kJ/kg)
h4 = Entalpi refigeran pada saat kondensasi (kJ/kg)
mref = Laju massa refrigeran (kg/det)
COP = Coefficient of Performance (-) Lair = Panas laten (kJ/kg)
Cp1 = Panas jenis bahan di atas titik beku (kJ/kg.K)
Cp2 = Panas jenis bahan di bawah titik beku (kJ/kg.K)
Hf = Panas laten pembekuan bahan (kJ/kg)
Hf.air = Panas laten air (kJ/kg)
ΔHfs = Perubahan entalpi pada tahap pembekuan (kJ)
KA = Kadar air dalam bahan (%) Ma = Berat molekul air (kg/mol)
ma = Jumlah air yang tak terbekukan (%)
mair = Massa air dalam bahan (kg)
mbahan = Massa bahan (kg)
mb = Jumlah air beku/air bebas (%)
mdr = Massa bahan kering (kg)
Ms = Berat molekul padatan dalam bahan (kg/mol)
ms = Kadar padatan dalam bahan (%)
Rg = Konstanta gas (kJ/mol.K)
Ta = Suhu awal bahan pangan saat dibekukan (K)
Tcs = Suhu sumber dingin selama tahap pembekuan (K)
Tphc = Suhu titik beku bahan pangan (K)
Tphc air = Suhu titik beku air (K)
Xa = Fraksi mol air tak beku (-)
γ = Fraksi air beku (-)
y = Kadar air berat kering bahan (-) γ = Fraksi air bebas dalam bahan (-)
ΔSfs = Perubahan entropi pada tahap pembekuan (kJ)
Qfs = Panas yang dipindahkan selama tahap pembekuan (kJ)
ΔEfs = Perubahan eksergi pada tahap pembekuan (kJ)
Efs = Masukan eksergi dalam proses pembekuan (kJ)
El,fs = Total eksergi yang hilang selama tahap pembekuan (kJ)
Tcs = Suhu media pembeku selama tahap pembekuan (K)
El,Ta→ Tphc = Eksergi yang hilang selama perubahan suhu dari Ta menjadi Tphc (kJ)
El,Tphc = Eksergi yang hilang selama perubahan fase air bebas (kJ)
El,fs→Tspds = Eksergi yang hilang selama perubahan suhu dari Tphc menjadi Tspds
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizi yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi. Jenis daging yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah daging sapi.
Seperti halnya hasil ternak lainnya, daging sapi juga merupakan produk yang mudah mengalami penurunan mutu. Untuk meminimalkan penurunan mutu daging maka diperlukan suatu tindakan preservasi. Preservasi bertujuan, antara lain untuk mengamankan daging dan produk daging proses dari kerusakan atau pembusukan oleh mikroorganisme dan untuk memperpanjang masa simpannya. Preservasi berarti menghambat atau membatasi reaksi-reaksi enzimatis, kimiawi dan kerusakan fisik daging dan daging proses. Salah satu tindakan preservasi yang biasa dilakukan adalah pembekuan (Soeparno, 1994).
Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk pengawetan daging dan daging proses. Proses pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap sifat kualitatif maupun organoleptik termasuk warna, rasa dan kadar jus daging setelah pemasakan, tetapi penyimpanan beku bisa mengakibatkan penurunan daya terima bau dan rasa. Nilai nutrisi daging secara relatif tidak mengalami perubahan selama pembekuan dan penyimpanan beku dalam jangka waktu terbatas (Soeparno, 1994).
Mesin pembeku yang tersedia di pasaran umumnya masih menggunakan metode konvensional, yaitu menggunakan suhu media pembeku yang tetap sepanjang proses pembekuan sehingga mengkonsumsi energi cukup besar. Dengan menerapkan analisis eksergi, model sistem pembekuan suhu bertingkat mampu meningkatkan efisiensi energi dan eksergi (Kamal, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Kamal (2008), pengembangan sistem pembekuan suhu bertingkat (pembeku eksergetik) terbukti dapat meningkatkan efisiensi eksergi sekitar 1.0 – 13.0 % dari 50.9 % pada sistem pembekuan
konvensional hingga sekitar 51.2 – 63.4 % pada sistem pembekuan eksergetik. Selain itu sistem pembekuan eksergetik juga dapat menurunkan kehilangan eksergi dari semula 33.2 kJ/kg pada sistem suhu tetap menjadi 19.4 kJ/kg pada sistem suhu bertingkat.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembekuan adalah mutu bahan setelah pembekuan dan konsumsi energi untuk pembekuan. Mutu bahan terkait dengan laju pembekuan. Laju pembekuan cepat akan menghasilkan produk beku yang lebih baik daripada pembekuan lambat, karena pada pembekuan lambat kristal es yang terbentuk akan membesar dan merusak dinding sel, sehingga pada saat bahan dicairkan kembali (thawing), sel akan bocor dan tekstur akan rusak (Anggraheni, 2003).
Sedangkan konsumsi energi dalam pembekuan terkait dengan penghematan energi. Dalam proses pembekuan terjadi pemindahan panas dan massa yang mencakup transfer panas dari bahan ke media pembeku (Anggraheni, 2003). Oleh karena pembekuan merupakan proses yang padat akan energi, maka kajian energi merupakan bidang kajian yang penting untuk dilakukan. Analisis energi dan eksergi merupakan salah satu cara untuk mengetahui jumlah konsumsi energi pembekuan, kehilangan energi pembekuan, dan energi yang tidak terpakai dalam proses pembekuan.
B. TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji efisiensi energi dan eksergi, serta karakteristik laju pembekuan pada proses pembekuan daging sapi menggunakan mesin pembeku tipe lempeng sentuh dengan suhu pembekuan bertingkat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PROSES PEMBEKUAN
Pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu bahan sampai mencapai suhu di bawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai dengan terjadinya perubahan fase air menjadi padat (kristal-kristal es). Prosesnya terjadi secara bertingkat dari permukaan sampai ke pusat termal bahan. Pusat termal bahan adalah titik yang terletak paling jauh dari media pembeku. Pada titik ini proses pembekuan berlangsung paling lambat.
Pembekuan merupakan suatu usaha untuk mempertahankan mutu bahan pangan. Bahan pangan beku memiliki masa simpan yang jauh lebih panjang dari pada bahan pangan dingin. Dalam proses pembekuan terjadi pelepasan panas dari dalam produk dan selanjutnya produk akan mengalami penurunan suhu seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik suhu-waktu pada pembekuan.
Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, Fellows (2000) membagi pembekuan menjadi enam bagian sebagai berikut:
AS : Bahan pangan didinginkan hingga mencapai suhu di bawah titik bekunya (Tf). Pada titik S, air masih berada dalam fase cair meskipun berada dalam
kondisi di bawah titik beku. Fenomena ini dikenal sebagai periode supercooling.
SB : Peningkatan suhu bahan hingga mencapai titik beku. Terjadinya peningkatan suhu diakibatkan karena adanya pelepasan panas laten bahan.
S u hu Tf Waktu A S B C D E F Ts tf
BC : Pelepasan panas laten bahan. Pada tahap ini, suhu bahan cenderung konstan, dan terjadi penurunan titik beku dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan pada bagian air yang tak terbekukan. Periode ini merupakan periode pembentukan kristal es.
CD : Salah satu komponen yang terdapat dalam larutan menjadi sangat jenuh (supersaturated) dan mengalami kristalisasi. Pelepasan panas laten kristalisasi mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu sampai mencapai suhu eutectic dari komponen tersebut.
DE : Kristalisasi air dan larutan pada bahan pangan terus berlangsung.
EF : Penurunan suhu bahan pangan hingga mencapai suhu pembekuan yang diinginkan. Pada kondisi yang sangat rendah, masih terdapat air yang tak terbekukan pada bahan pangan. Jumlah air yang tak terbekukan dipengaruhi oleh komposisi bahan pangan yang dibekukan.
Kristalisasi air mengakibatkan peningkatan konsentrasi larutan yang tersisa dan penurunan titik beku pada bagian tersebut. Proses ini berlangsung secara kontinu bersamaan dengan terbentuknya kristal es. Seiring dengan penurunan suhu, masing-masing zat terlarut akan mencapai titik jenuh dan mengalami kristalisasi. Suhu pada saat terjadinya kristalisasi dari masing-masing zat terlarut mengalami kesetimbangan dengan es dan cairan tak terbekukan disebut dengan suhu eutectic. Identifikasi titik eutectic untuk masing-masing larutan pada bahan pangan sulit dilakukan, oleh karena itu digunakan istilah suhu akhir eutectic. Suhu akhir eutectic adalah suhu eutectic terendah dari masing-masing larutan yang terdapat di dalam bahan pangan (Fellows, 2000).
Pada saat suhu bahan berada di bawah titik beku, fraksi tertentu dari air masih berada dalam keadaan cair. Besarnya fraksi ini akan berkurang dengan menurunnya suhu. Namun demikian masih terdapat air yang tidak membeku pada suhu yang sangat rendah. Hal ini disebabkan karena terdapat dua macam air yang terdapat dalam bahan pangan, yaitu air terikat dan air bebas. Definisi air terikat adalah air yang tidak dapat membeku pada suhu –20.5°C. Sedangkan air bebas adalah air yang menunjukkan sifat-sifat fisis dan kimia yang sesuai dengan kondisi larutannya (Heldman dan Singh, 1980). Pengurangan air bebas dalam
bahan pangan diharapkan dapat memperbaiki kualitas bahan pangan yang dibekukan (Desrosier, 1988).
B. PEMBEKUAN DAGING SAPI
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasi pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Berdasarkan keadaan fisiknya, daging dapat dikelompokkan menjadi: (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 1994).
Daging sapi merupakan salah satu hasil ternak yang banyak dikonsumsi manusia terutama di Indonesia. Pada umumnya daging sapi segar mempunyai komposisi dan nilai energi yang tidak jauh berbeda, yaitu: protein 17 %, lemak 20 %, kandungan air 62 %, abu 1 %, serta kalori sebanyak 250 per 100 gram (Natasasmita et al., 1987).
Daging adalah komoditas yang cepat mengalami kerusakan fisik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mencegah kerusakan dan menambah umur simpan daging adalah dengan metode pembekuan. Pembekuan merupakan metode yang sangat baik untuk mengawetkan daging, karena proses pembekuan tidak mempunyai pengaruh yang berarti terhadap warna, rasa dan kadar jus daging setelah pemasakkan, tetapi penyimpanan beku dapat mengakibatkan terjadinya penurunan daya terima dari bau dan rasa. Kualitas daging yang dibekukan dipengaruhi oleh: (a) lama waktu penyimpanan daging di dalam ruang pendingin, (b) laju pembekuan, (c) lama penyimpanan beku, (d) kondisi penyimpanan beku, (e) kondisi daging yang dibekukan (Rachmawan, 2001).
Menurut Nilsson (1971), ada empat faktor yang utama yang mempengaruhi mutu dari daging yang dibekukan, yaitu: (1) bahan baku (daging yang akan dibekukan), (2) proses pembekuan, (3) kondisi selama penyimpanan setelah pembekuan, (4) pencairan/thawing dari daging yang telah dibekukan.
Air yang terdapat di dalam daging tidak membeku secara sekaligus, tetapi pembekuannya berlangsung secara berangsur-angsur. Air yang membeku di dalam daging tidak dapat digunakan lagi oleh mikroorganisme dan reaksi-reaksi kimia di dalam daging. Hal inilah yang menyebabkan mengapa pembekuan dapat menyimpan daging dalam jangka waktu yang lama.
Beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil daging beku yang baik, yaitu: (a) daging berasal dari ternak yang sehat, (b) daging berasal dari pemotongan ternak dengan cara yang baik, (c) daging telah mengalami proses pendinginan, (d) daging dibungkus dengan bahan yang kedap udara, (e) temperatur pembekuan -18oC atau lebih rendah lagi.
Kerusakan kimia dan fisik pada daging dapat terjadi akibat penyimpanan beku, yaitu: (a) kehilangan zat-zat gizi pada waktu daging beku dikembalikan ke bentuk asal, (b) perubahan warna daging dari merah menjadi gelap, (c) timbulnya bau tengik pada daging (Rachmawan, 2001).
C. TITIK BEKU
Titik beku suatu larutan adalah suhu yang dapat dicapai saat terjadi keseimbangan antara cairan dan padatan. Desrosier (1988), mengemukakan bahwa titik beku cairan pada bahan pangan adalah suhu dimana cairan tersebut berada dalam keadaan keseimbangan dengan bahan padatnya. Informasi ini sangat diperlukan karena selama pembekuan banyak terjadi perubahan-perubahan pada produk baik fisik, kimia maupun biologis. Estimasi titik beku beberapa bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Titik Beku Beberapa Bahan Pangan
No. Jenis Bahan Titik Beku (°C) 1 Sayuran -0.8 sampai -2.8 2 Buah-buahan -0.9 sampai -2.7 3 Daging -1.7 sampai -2.2 4 Ikan -0.6 sampai -2.0 5 Susu -0.5 6 Telur -0.5 Sumber: Fellows (2000)
D. LAJU PEMBEKUAN
Laju pembekuan akan menentukan mutu produk beku dan waktu pembekuan. Laju pembekuan ada dua macam, yaitu pembekuan lambat dan pembekuan cepat. Waktu yang diperlukan untuk melewati temperatur 0°C sampai -5°C, biasanya dipergunakan sebagai petunjuk kecepatan pembekuan. Cepat atau lambatnya suatu proses pembekuan adalah suatu pengertian yang relatif. Namun secara umum proses pembekuan lambat akan berpengaruh kurang baik terhadap mutu bahan beku.
Ramaswamy dan Tung dalam Lisnawati (1996) menyatakan, lama pembekuan didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh bahan pangan untuk membeku dimulai suhu permukaan mencapai 0°C sampai pusat bahan mencapai suhu tertentu. Sedangkan Heldman dan Singh (1980) menyatakan laju pembekuan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu produk pada titik yang paling lambat menjadi dingin atau beku, dihitung dari saat tercapainya titik beku awal sampai tercapainya tingkat suhu yang diinginkan di bawah titik beku produk tersebut.
Menurut Lembaga Refrigerasi lnternasional dalam Kamal (2008), laju pembekuan suatu bahan pangan adalah perbandingan antara jarak minimal permukaan dengan titik pusat termal dengan waktu yang diperlukan oleh produk pangan mencapai suhu 0°C pada permukaan bahan sampai mencapai suhu -5°C pada pusat termal bahan. Tiga persamaan dasar yang digunakan untuk menghitung laju pembekuan (freezing rate) adalah
Gambar 2. Skema pembekuan (Kamal, et al., 2007) Tak beku
a
qkonveksi Beku
qkonduksi
1. Perpindahan Panas Konduksi: )
(Ta Tmf x
kA
2. Perpindahan Panas Konveksi: ) ( a cAT T h q= ∞ − ... (2) 3. Laju perpindahan panas pada saat perubahan fase:
dt dx Aa
q= ρ ... (3) Pengaturan kembali tiga persamaan di atas menghasilkan:
dt a T T dx k x h mf c ρ ) ( 1 − = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ∞ ... (4) Integrasi persamaan tersebut dari 0 sampai tinggi a, dimana a adalah tebal sampel menghasilkan persamaan berikut:
F t mf a a c t a T T k x h x 0 0 2 2 1 0 ρ − = + ∞ ... (5) Penyelesaian persamaan tersebut menjadi:
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + − ⋅ = ∞ k a h a T T a t c mf F 2 2 ρ ... (6) Sehingga laju pembekuan sebagaimana dinyatakan oleh Lembaga Refrigerasi Internasional, 1971 adalah:
F
t a
Lp = ∗360000/ (cm/jam) ... (7) King dalam Ruliyana (2004), membagi laju pembekuan ke dalam 3 golongan yaitu: 1) Pembekuan lambat, bila pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan, 2) Pembekuan sedang, bila waktu adalah 20-30 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan, dan 3) Pembekuan cepat, bila waktu adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan.
Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan mutu produk beku yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh pembekuan yang sangat cepat sangat berbeda dari produk yang dihasilkan dari pembekuan lambat. Pembekuan yang sangat cepat akan menghasilkan kristal es yang kecil tersusun secara merata pada jaringan. Sedangkan pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersusun pada ruang antar sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi kecepatan berproduksi, pembekuan secara sangat cepat dianggap menguntungkan, selama mutu produk yang
dihasilkan tidak dikorbankan (Heldman dan Singh, 1980).
E. KAJIAN ENERGI
Prinsip pembekuan suatu bahan adalah penurunan suhu bahan tersebut sampai di bawah titik bekunya, sehingga air di dalam bahan akan membeku. Dari termodinamika telah diketahui bahwa penurunan suhu merupakan suatu pengambilan energi dalam bentuk panas (Tambunan, 2001).
Energi yang dilepaskan untuk mendinginkan bahan sampai titik bekunya adalah: ) ( 1 i f bahan T sensibel m xCp x T T Q >b = − ... (8)
Energi yang dilepaskan untuk mengubah fase cair menjadi padat (kristal-kristal es) adalah
air air laten xm xL
Q =γ ... (9) Energi yang dilepaskan untuk menurunkan suhu bahan dari titik beku sampai suhu akhir yang dikehendaki adalah
) ( 2 f s bahan T sensibel m xCp x T T Q <b = − ... (10) Dengan demikian energi total yang dilepaskan untuk membekukan bahan pangan dan menurunkan suhunya sampai mencapai suhu penyimpanan beku adalah b b laten sensibel T T sensibel p Q Q Q Q = > + + < ... (11) F. KAJIAN EKSERGI
Konsep eksergi pertama-tama digunakan oleh Ront dari Jerman yang berarti bagian energi yang berguna (Abdullah, et al., 1991). Tingkat kegunaan energi tersebut adalah bagian dari energi yang dapat dikonversikan menjadi kerja mekanis. Analisis eksergi menunjukkan terjadi pengurangan signifikan pada total eksergi yang hilang dan eksergi masukan berupa panas yang harus dipindahkan selama tahap pembekuan. Hal ini dapat diperoleh dengan mengamati sebaran suhu sumber pendingin ketika tahap pembekuan berlangsung. Sebaran suhu sumber pendingin seharusnya memberikan penghematan yang berarti dalam penggunaan energi selama tahap pembekuan (Bruttini R, Crosser O.K, dan Liapis A. I. dalam Hapsoro, 2006).
Bruttini R, Crosser O.K, dan Liapis A. I. dalam Hapsoro (2006) mengemukakan bahwa perubahan entalpi dan entropi selama tahap pembekuan bisa dihitung dari persamaan 12 dan 17 sebagai berikut:
b b laten sensibel T T sensibel f Q Q Q H = > + + < Δ ... (12) ΔHfs = mdr (1+y) [Cp1 (Tphc - Ta)] – γ(mdr ) y ΔHf + mdr (1+y) [Cp2 (Tspds – Tphc)] ... (13) S1 – S2 =
∫
T dHfs ... (14) ΔSfs =∫
T dHfs ... (15) ΔSfs =∫
mdr (1+y)[Cp1(Tphc -Ta)] -∫
γ(mdr )y ΔHf +∫
mdr (1+y)[Cp2 (Tspds -Tphc)] ... (16) ΔSfs = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + + ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + phc spds dr phc f dr a phc dr T T Cp y m T H y m T T Cp y m (1 ) 1 ln γ( ) (1 ) 2 ln ... (17) dimana: mair = mawal bahan x KAmdr = mawal bahan – mair
y =
dr air
m m
Fraksi air bebas yang merupakan air yang dapat membeku selama proses pembekuan. Fraksi air bebas (γ) dapat dihitung dengan menghitung fraksi air yang tidak dapat membeku sebagai berikut:
ln Xa = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − spds air phc g a air f T T R M H . . 1 1 ... (18) Xa = s s a a a a M m M m M m + ... (19) Mb = KA m KA− a ... (20)
γ = bahan air b m m m × ... (21)
Sedangkan panas (Qfs) yang harus dipindahkan selama tahap pembekuan
harus sama dengan perubahan entalpi selama tahap pembekuan, sebagai berikut: ΔQfs = ΔHfs ... (22)
Perubahan eksergi, ΔEfs, selama tahap pembekuan didapat dari diferensial
persamaan keseimbangan energi sebagai berikut:
dQ = dU + dW ... (23) dimana dW = p dV, dan T dQ = dS , dQ = T dS, maka: T dS = dU + p dV ... (24) H = U + p V ... (25) dH = dU + d(pV) = dU + p dV + V dp ... (26) dU + p dV = dH – V dp ... (27) T dS = dH – V dp ... (28) V dp = dH – T dS ... (29) V (p2 – p1) = (H2 – H1) – T(S2 – S1) ... (30)
V (p2 – p1) merupakan bentuk lain dari perubahan energi (E), sehingga V
(p2 – p1) = ΔEfs, maka perubahan eksergi dapat dihitung dengan persamaan
berikut:
ΔEfs = ΔHfs – Ta ΔSfs ... (31)
dimana eksergi input (Efs), dalam proses pembekuan, dari panas (Qfs), y ang harus
dipindahkan selama tahap pembekuan, ditetapkan dari persamaan:
Efs = Qfs x ηmax ... (32) Efs = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − cs a cs fs T T T Q ( ) ... (33) dan keseimbangan eksergi selama tahap pembekuan diberikan dengan persamaan 34:
El,fs = Efs – ΔEfs... (34)
Total eksergi yang hilang (El,fs), menunjukkan jumlah energi yang
El,fs = El,Ta→ Tphc + El,Tphc + El,fs→Tspds... (35)
Untuk mendapatkan nilai El,Ta→ Tphc , El,Tphc, dan El,fs→Tspds secara terpisah
dapat dihitung dengan menurunkan persamaan 36 sebagai berikut:
El,fs = Efs – ΔEfs... (36) El,fs = ( fs a fs) cs a cs fs Q T S T T T Q ⎟⎟− − Δ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ... (37) = a fs fs cs a cs fs T S Q T T T Q ⎟⎟+ Δ − ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ... (38) = a fs cs a cs fs T S T T T Q ⎟⎟+ Δ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − 1 ... (39) = a fs cs cs a cs fs T T S T T T Q ⎟⎟+ Δ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − ... (40) = a fs cs a fs T S T T Q ⎟⎟+ Δ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − ... (41) = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − Δ cs fs fs a T Q S T ... (42) Nilai El,Ta→ Tphc , El,Tphc, dan El,fs→Tspds dapat dihitung dari persamaan :
El,Ta→ Tphc ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + = cs a phc a phc dr a T T T T T y m Cp T 1 (1 ) ln ( ... (43) El,Tphc = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ phc cs f dr a T T H y m T γ( ) 1 1 ... (44) El,fs→Tspds = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ + cs phc spds phc spds dr a T T T T T y m Cp T 2 (1 ) ln ( ... (45)
Bruttini R, Crosser O.K, dan Liapis A. I. dalam Hapsoro (2006), menyatakan bahwa untuk mengoptimalkan besarnya eksergi dan mengurangi kehilangan eksergi, nilai irreversibilitas dapat dikurangi dengan memperkecil beda suhu antara media pembeku dengan bahan. Nilai irreversibilitas adalah nilai perubahan (peningkatan) entropi yang terjadi dalam proses termodinamika.
G. TINJAUAN ATAS PENELITIAN SEBELUMNYA
Berdasarkan hasil penelitiannya, Hapsoro (2006) mengemukakan bahwa mesin pembeku suhu bertingkat memberikan suhu evaporasi pada tingkat satu, dua, dan tiga masing-masing adalah -15.6 °C, -21.3 °C, -28.9 °C dan suhu lempeng sentuh (stainless steel) masingmasing untuk tiap tingkat 13.9 °C, -20.4 °C, -28.3 °C menghasilkan nilai COP (Coefficient of Performance) rata-rata 3.38. Laju pembekuan daging sapi pada mesin pembeku suhu bertingkat adalah 0.93 cm/jam. Laju pembekuan ini masuk dalam kategori pembekuan lambat.
Daging sapi yang dibekukan menggunakan suhu media pembeku (wadah produk) masing-masing -12.8 °C, -15.8 °C dan -19.4 °C menghasilkan efisiensi eksergi 53.08 % dan total kehilangan eksergi 15.59 kJ/kg. Sedangkan jika menggunakan suhu media pembeku -7.8 °C, -12.2 °C dan -16.9 °C menghasilkan efisiensi eksergi pembekuan 59.53 % dan total kehilangan eksergi 12.25 kJ/kg. Efisiensi eksergi akan meningkat dengan naiknya suhu media pembeku dan total kehilangan eksergi akan membesar seiring menurunnya suhu media pembeku.
Sedangkan menurut Kamal (2008), pengembangan sistem pembekuan dengan suhu bertingkat (pembeku eksergetik) dari sistem pembekuan konvensional dengan suhu tetap dapat diterapkan untuk model daging sapi segar, dan terbukti dapat meningkatkan efisiensi eksergi sekitar 10 – 13.0 % dari 50.9 % pada sistem pembekuan konvensional hingga sekitar 51.2 – 63.4 % pada sistem pembekuan eksergetik batch.
Menurut Kamal (2008), model sistem pembekuan eksergetik yang dikembangkan dalam penelitiannya dapat mengurangi rusaknya dinding sel jika memperhatikan laju pembekuannya lebih dari 3 cm/jam yang tergolong dalam pembekuan cepat. Dibanding sistem pembekuan suhu tetap maka model sistem pembekuan eksergetik dapat menurunkan kehilangan eksergi dari semula 33.2 kJ/kg pada sistem suhu tetap menjadi 19.4 kJ/kg pada sistem suhu bertingkat. Penerapan model sistem pembeku eksergetik kontinu pada pembekuan daging sapi memberikan hasil yang signifikan dengan efisiensi eksergi berkisar antara 54.0 % hingga 61.0 %.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan, mulai bulan Maret 2009 dan berakhir pada bulan Juli 2009 dan dilakukan di Laboratorium Pindah Panas dan Massa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, lnstitut Pertanian Bogor.
B. BAHAN DAN ALAT
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel daging sapi dengan ketebalan rata-rata 1 cm, berat rata-rata 40 gram, dan dimensi 6 cm x 8 cm. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Mesin pembeku dengan suhu bertingkat (Lampiran 1) 2. Hybrid recorder Yokogawa tipe HR-2500E
3. Electric oil bath model OSK 6401 Seiwa Riko Co. Ltd 4. Termokopel tipe T (C-C)
5. Timbangan digital 6. Kwh meter
7. Photo / contact tachometer tipe DT-2236
C. METODE PENELITIAN
1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menerapkan model sistem pembekuan suhu bertingkat pada proses pembekuan sampel daging sapi. Kerangka pemikiran yang mendasari model tersebut adalah bahwa efisiensi eksergi pembekuan dapat ditingkatkan jika suhu media pembeku disesuaikan dengan kebutuhan suhu proses pada masing-masing tahap pembekuan. Pembekuan dibagi menjadi tiga tahap: tahap I adalah tahap pre-freezing, atau penurunan suhu awal bahan hingga mencapai titik bekunya, tahap II adalah tahap freezing, atau tahap perubahan fase bahan, dan tahap III adalah tahap sub-freezing, atau tahap
pembekuan lanjut, dimana terjadi penurunan suhu bahan di bawah titik beku. Profil penurunan suhu bahan dan suhu media pembeku pada model sistem pembekuan suhu bertingkat ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Profil Penurunan Suhu Bahan dan Suhu Media Pembeku Pada Model Sistem Pembekuan Suhu Bertingkat (Kamal, 2008). Alur proses penelitian ini tersaji dalam bagan sebagai berikut:
Gambar 4. Bagan Proses Penelitian Perhitungan efisiensi
pembekuan
Perhitungan energi, dan eksergi pembekuan
Penentuan Suhu Media Pembekuan
(Tma, Tmf, Tmb) Pengujian Pembekuan
Dengan Tiga Macam
Perlakuan 2: Tahap1: Tmf Tahap2: Tmf Tahap3: Tmb Perlakuan 1: Tahap1: Tma Tahap2: Tmf Tahap3: Tmb Perlakuan 3: Tahap1: Tmb Tahap2: Tmb Tahap3: Tmb Perhitungan laju pembekuan Perhitungan laju pergerakan bahan
Penentuan suhu media pembeku dilakukan dengan (Kamal, 2008):
1. Menentukan suhu akhir pembekuan yang diharapkan atau suhu penyimpanan sebagai suhu media pembeku tahap III (Tmb).
2. Menentukan suhu media pembeku tahap II (Tmf) berdasarkan laju
pembekuan yang diharapkan menggunakan grafik pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik hubungan suhu media pembeku (Tmf) dengan laju pembekuan
(Kamal, 2008).
Suhu Media Pembeku Tahap II (Tmf) dalam Celcius
3. Menentukan suhu media pembeku tahap I (Tma) berdasarkan efisiensi
eksergi dengan persamaan suhu tak berdimensi (T’) pada Gambar 6.
y = 9.08x + 51.34 y = ‐9.06x + 26.44 0 10 20 30 40 50 60 70 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Ef is ie n si e kse rg i ( % ) K e hi la ng an e ks e rg i ( kJ /k g)
Rasio suhu (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb)
Efisiensi eksergi total (%) Kehilangan eksergi (kJ/kg)
Rasio suhu (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb)
Gambar 6. Grafik hubungan efisiensi eksergi (%) dan kehilangan eksergi (kJ/kg) terhadap T’ = (Tma-Tmf)/(Tma-Tmb) (Kamal, 2008).
Berdasarkan penentuan suhu media pembeku tersebut, maka beberapa suhu media pembeku yang digunakan pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Skenario suhu media pembeku
Skenario 1 2 3 4 5 6 7
Tma -5°C -10°C -15°C -5°C -10°C -15°C -20°C
Tmf -15°C -15°C -15°C -20°C -20°C -20°C -20°C
Tmb -20°C -20°C -20°C -20°C -20°C -20°C -20°C
2. Pengujian Alat
Pengujian alat dilakukan pada subsistem lempeng sentuh. Pada pengujian dilakukan pengukuran suhu media dan produk, serta pengukuran waktu yang dibutuhkan pada tiap tahapan pembekuan.
a. Profil Suhu Pembekuan
Profil suhu pembekuan merupakan grafik penurunan suhu bahan yang tercatat setiap 5 menit menggunakan alat perekam data (Hybrid recorder). Pengujian proses pembekuan menggunakan produk berupa daging sapi. Pengukuran suhu dilakukan pada titik-titik pengukuran:
1. Suhu evaporator tiap tahapan 2. Suhu lempeng sentuh tiap tahapan 3. Suhu wadah produk
4. Suhu produk
Pengukuran suhu bahan yang dibekukan pada tiga titik meliputi bagian bawah bahan (Tb.bawah), tengah bahan (Tb.tengah), dan atas bahan
(Tb.atas).
Tb.tengah
Tb.bawah
Tb.atas
x
5. Suhu kondensor 6. Suhu lingkungan b. Perpindahan wadah
Perpindahan wadah adalah kecepatan pergerakan wadah dari awal hingga akhir lempeng pembeku.
c. Waktu Pembekuan
Waktu pembekuan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan mulai suhu permukaan bahan 0°C hingga suhu pusat termal bahan mencapai -5°C. Dalam pengujian ini, suhu permukaan bahan paling cepat mencapai 0°C adalah suhu permukaan bawah, sedangkan suhu pusat termal bahan adalah suhu permukaan atas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KINERJA SISTEM PEMBEKU DENGAN SUHU BERTINGKAT
1. Profil Suhu Bahan dan Media Pembeku
Profil sebaran suhu daging sapi pada setiap skenario proses pembekuan dengan metode pembekuan lempeng sentuh suhu bertingkat dapat dilihat pada Gambar 8.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8a. Grafik sebaran suhu pembekuan daging sapi, (a) Skenario 1, (b) Skenario 2, (c) Skenario 3. -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Waktu (menit) S uhu ( C ) Tb. Bawah Tb. Tengah Tb. Atas Tma Tmf Tmb Tb.bawah Tb.tengah Tb.atas Tma Tmf Tmb -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Waktu (menit) S uhu ( C ) Tb. Bawah Tb. Tengah Tb. Atas Tma Tmf Tmb Tb.bawah Tb.tengah Tb.atas Tma Tmf Tmb -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Waktu (menit) Su h u ( C ) Tb. Bawah Tb. Tengah Tb. Atas Tma Tmf Tmb Tb.bawah Tb.tengah Tb.atas Tma Tmf Tmb
-25.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 0 15 30 45 60 75 90 10 5 12 0 13 5 15 0 16 5 Waktu (menit) Su h u ( C ) Tb. Bawah Tb. Tengah Tb. Atas Tma Tmf Tmb (d) -25.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 0 15 30 45 60 75 90 10 5 12 0 13 5 15 0 16 5 Waktu (menit) Su h u ( C ) Tb. Bawah Tb. Tengah Tb. Atas Tma Tmf Tmb (e) -30.0 -20.0 -10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 Waktu (menit) S uhu ( C ) Tb. Bawah Tb. Tengah Tb. Atas Tma Tmf Tmb (f) -25.0 -20.0 -15.0 -10.0 -5.0 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 Waktu (menit) S uhu ( C ) Tb. Bawah Tb. Tengah Tb. Atas Tma Tmf Tmb Tb.bawah Tb.tengah Tb.atas Tma Tmf Tmb Tb.bawah Tb.tengah Tb.atas Tma Tmf Tmb Tb.bawah Tb.tengah Tb.atas Tma Tmf Tmb Tb.bawah Tb.tengah Tb.atas Tma Tmf Tmb (g)
Gambar 8b. Grafik sebaran suhu pembekuan daging sapi, (d) Skenario 4, (e) Skenario 5, (f) Skenario 6, (g) Skenario 7
Gambar 8 memperlihatkan grafik sebaran suhu bahan pada bagian bawah, tengah, dan atas, serta suhu media pembeku tahap I (Tma), suhu media
pembeku tahap II (Tmf), dan suhu media pembeku tahap III (Tmb). Media
pembeku merupakan media yang digunakan untuk menurunkan suhu bahan, dimana suhu media pembeku memilki suhu yang lebih rendah daripada suhu bahan yang akan dibekukan. Media pembeku yang digunakan berupa lempeng yang terbuat dari bahan Stainless steel. Lempeng tersebut didinginkan oleh refrigeran yang mengalir dalam koil-koil yang berada tepat di bawah lempeng.
Suhu media pembeku terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap I (Tma),
tahap II (Tmf), dan tahap III (Tmb). Suhu media diatur secara manual dengan
mengatur katup ekspansi untuk setiap tahapnya sesuai dengan kebutuhan. Suhu media rata-rata pada pembekuan ini tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Suhu media pembeku sasaran dan rata-rata pengukuran
Suhu media pembeku (°C)
Sasaran Rata-rata Pengukuran
Keterangan Tma Tmf Tmb Tma Tmf Tmb Skenario 1 -5 -15 -20 -5.6 -15.8 -20.7 Skenario 2 -10 -15 -20 -10.4 -15.9 -20.4 Skenario 3 -15 -15 -20 -15.6 -15.4 -20.5 Skenario 4 -5 -20 -20 -5.5 -19.0 -19.5 Skenario 5 -10 -20 -20 -9.1 -19.3 -21.0 Skenario 6 -15 -20 -20 -15.5 -20.3 -20.2 Skenario 7 -20 -20 -20 -20.1 -21.2 -21.7
Pindah panas yang terjadi pada mesin pembeku tipe lempeng sentuh adalah secara konduksi. Perpindahan panas secara konduksi mengakibatkan sebaran suhu yang tidak merata pada bahan. Pada bahan bagian bawah paling cepat mengalami penurunan suhu karena bagian ini bersentuhan langsung dengan media pembeku. Sedangkan pada bahan bagian atas paling lambat mengalami penurunan suhu karena bagian ini terletak paling jauh dari media pembeku sehingga bagian ini merupakan bagian yang paling lama membeku. Menurut Moran dan Shapiro (2004), perpindahan secara konduksi dapat dibayangkan sebagai perpindahan energi akibat interaksi antar partikel dari suatu zat, dari partikel yang lebih aktif ke partikel yang kurang aktif.
Proses pembekuan terjadi dalam tiga tahapan yaitu tahap pendinginan di atas titik beku, tahap pembekuan, dan tahap pendinginan di bawah titik
beku. Tahap pendinginan di atas titik beku menurunkan suhu bahan awal mencapai titik bekunya. Penurunan suhu bahan tersebut merupakan akibat dari pelepasan panas sensibel bahan. Pada pembekuan daging sapi, suhu awal bahan diturunkan hingga mencapai suhu -2°C (Soeparno, 1994).
Pada tahap pembekuan tidak terjadi penurunan suhu, akan tetapi terjadi perubahan fase cairan menjadi padat (kristal) sebagai akibat dari pelepasan panas laten bahan. Hal tersebut ditunjukkan dengan terjadinya fase stabil pembekuan setelah titik beku bahan tercapai.
Tahap pendinginan di bawah titik beku menurunkan suhu titik beku bahan hingga suhu pusat panas bahan mencapai -18°C, yaitu suhu yang aman untuk penyimpanan produk. Sama dengan tahap pendinginan di atas titik beku, pada tahap pendinginan di bawah titik beku juga terjadi pelepasan panas sensibel bahan yang menjadikan penurunan suhu bahan hingga suhu yang aman untuk penyimpanannya.
Gambar 9 menunjukkan kondisi daging sapi sebelum dan sesudah mengalami proses pembekuan.
(a) (b)
Gambar 9. (a) Daging sapi sebelum dibekukan, (b) Daging sapi sesudah dibekukan
2. Sistem Refrigerasi Mesin Pembeku
Sebelum mengevaluasi performa dari suatu sistem pendinginan, istilah efektivitas harus digambarkan terlebih dahulu. Indeks dari performa tidak disebut sebagai efisiensi, karena istilah ini pada umumnya disediakan untuk perbandingan keluaran dan masukan. Perbandingan antara keluaran ke masukan akan menyesatkan jika digunakan untuk sistem pendinginan karena keluaran pada proses 2-3 (Gambar 11) umumnya dibuang (Stoecker dan Jones, 1982). Namun konsep dari indeks performa dari siklus pendinginan adalah sama dengan efisiensi, oleh karena itu dapat dibuat perbandingan:
n pengeluara Besarnya bahan kebutuhan Besarnya ... (46) (a) (b) Gambar 10. (a) Siklus Carnot Pendinginan; (b) Diagram hubungan
entropi Siklus Carmot Pendinginan. (Stoecker dan Jones, 1982) Istilah performa pada siklus pendinginan disebut Koefisien Performansi atau Coefficient Of Peformance (COP), didefinisikan sebagai:
Kompresor Bersih Kerja i Refrigeras Efek = COP ... (47)
COP didefinisikan sebagai jumlah pendinginan yang dapat diproduksi per satuan kerja. Nilai COP dihitung dengan membagi nilai panas yang dipindahkan ruang pendingin dengan input kerja aktual kompresor (Silalahi, 2006).
Mesin pembeku tipe lempeng sentuh dengan suhu bertingkat menggunakan sistem multi-evaporator. Siklus yang terjadi pada sistem refrigerasi kompresi uap multi-evaporator terlihat pada Gambar 11. Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan nilai COP dari sistem refrigerasi kompresi uap multi-evaporator sebagai berikut:
) )( (m ) ( ) ( ) ( 1 2 a 1 4 1 4 1 4 h h m m h h m h h m h h m COP c b c c c b b b a a a − + + − + − + − = ... (48) c b c c b b a a m m h m h m h m h + + + + = a 1 1 1 1 m ... (49) Enthalpi (h) Tekanan (P) 1 2 3 4a 4b 4c 1a 1c 1b ma mb mc
Gambar 11. Diagram Tekanan-Entalpi (P-h diagram) untuk sistem ideal refrigerasi multi-evaporator
Perhitungan COP melibatkan sifat-sifat termal refrigeran R-12 yang digunakan dalam penelitian ini, maka nilai COP dihitung menggunakan diagram hubungan Tekanan-Entalpi untuk refrigeran R-12 (Lampiran 3).
Suhu evaporator I, II, dan III = -7.9°C, -18.0°C, dan -21.7. Suhu kondensor = 31.1 °C
Berdasarkan suhu evaporator dan kondensor tersebut dapat ditentukan entalpi refrigeran:
Efek refrigerasi tahap I = h4c – h1c = 118.431 kJ/kg
Efek refrigerasi tahap III = h4a – h1a = 112.290 kJ/kg
Kerja kompresor = h2 – h1 = 25.903 kJ/kg
COP = (118.431 + 113.955 + 112.290) /
(3)(25.903))
= 4.44
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai COP pembekuan daging sapi antara 3.66 hingga 4.46. Semakin tinggi nilai COP mengindikasikan bahwa kerja sistem refrigerasi semakin baik, begitu pula untuk kondisi sebaliknya.
Tabel 4. Hasil pengujian sistem refrigerasi lempeng sentuh dengan suhu bertingkat
Keterangan T (°C) efek refrigerasi (kJ/kg) COP
Tevap1 -7.9 118.431 Tevap2 -18.0 113.955 Tevap3 -21.7 112.290 Skenario 1 Tkon 31.1 4.44 Tevap1 -10.4 115.452 Tevap2 -17.5 112.298 Tevap3 -22.9 109.867 Skenario 2 Tkon 33.0 4.10 Tevap1 -15.9 112.018 Tevap2 -17.2 111.437 Tevap3 -23.4 108.646 Skenario 3 Tkon 34.0 3.79 Tevap1 -6.8 119.162 Tevap2 -19.7 113.093 Tevap3 -20.8 112.597 Skenario 4 Tkon 31.2 4.46 Tevap1 -10.1 117.380 Tevap2 -21.7 112.191 Tevap3 -22.3 111.920 Skenario 5 Tkon 31.2 4.14 Tevap1 -16.9 112.367 Tevap2 -23.8 109.261 Tevap3 -21.3 110.391 Skenario 6 Tkon 33.2 3.69 Tevap1 -21.3 111.680 Tevap2 -22.2 111.274 Tevap3 -22.9 110.957 Skenario 7 Tkon 31.9 3.66
3. Sistem Perpindahan Wadah
Sistem perpindahan wadah yang digunakan pada mesin pembeku tipe lempeng sentuh adalah sistem perpindahan secara kontinu. Wadah akan berpindah dari tahap I hingga tahap III dengan dibantu poros berulir yang digerakkan oleh motor listrik (Gambar 12). Pengujian perpindahan wadah produk dilakukan pada kondisi mesin pembeku sedang beroperasi dan kondisi mesin tidak beroperasi.
Poros berulir
Motor listrik
Wadah produk
Gambar 12. Sistem perpindahan wadah
Pada Tabel 5 terlihat bahwa terdapat perbedaan kecepatan wadah antara kondisi mesin pembeku sedang beroperasi dan kondisi mesin pembeku tidak beroperasi. Kecepatan perpindahan wadah pada kondisi mesin pembeku beroperasi lebih rendah daripada kecepatan perpindahan wadah pada kondisi mesin pembeku tidak beroperasi. Hal tersebut karena adanya gesekan antara wadah dengan tumpukan bunga es yang menutupi lempeng pembeku. Gesekan tersebut menyebabkan perpindahan wadah menjadi terhambat sehingga kecepatan perpindahan wadah menurun.
Ketebalan bunga es pada lempeng pembeku berpengaruh terhadap gesekan yang ditimbulkan dan kecepatan perpindahan wadah. Semakin tebal tumpukan bunga es, mengakibatkan semakin besar gesekan sehingga kecepatan perpindahan wadah menurun. Sebaliknya, semakin tipis tumpukan bunga es, kecepatan perpindahan wadah semakin meningkat.
Berdasarkan penelitian Hapsoro (2006) dikatakan bahwa suhu wadah produk akan meningkat seiring dengan perpindahan wadah produk. Hal ini
dikarenakan pergerakan wadah produk akan menimbulkan gesekan antara wadah produk dengan media yang akan menghasilkan panas.
Tabel 5. Hasil pengujian sistem perpindahan wadah
Keterangan Waktu (detik) perpindahan Jarak (cm) Kecepatan (m/s) Kecepatan (m/menit) rps rpm Skenario 1 946.35 183 0.00193 0.116 0.761 45.7 Skenario 2 985.39 183 0.00186 0.111 0.731 43.9 Skenario 3 1061.40 183 0.00172 0.103 0.679 40.7 Skenario 4 939.40 183 0.00195 0.117 0.767 46.0 Skenario 5 857.29 183 0.00213 0.128 0.840 50.4 Skenario 6 1043.83 183 0.00175 0.105 0.690 41.4 Skenario 7 1128.93 183 0.00162 0.097 0.638 38.3 Tanpa pembekuan 1 696.19 183 0.00263 0.158 1.035 62.1 Tanpa pembekuan 2 691.10 183 0.00265 0.159 1.043 62.6 Tanpa pembekuan 3 694.12 183 0.00264 0.158 1.038 62.3 Motor 1 73.2 Motor 2 73.4 Motor 3 73.1 4. Laju Pembekuan
Tabel 6 menyajikan laju pembekuan daging sapi pada sistem pembeku lempeng sentuh dengan suhu bertingkat.
Tabel 6. Laju pembekuan daging sapi dengan metode pembekuan lempeng sentuh suhu bertingkat
Tebal
bahan Suhu media pembeku pembekuan Waktu pembekuan Laju
Keterangan (cm) (°C) (menit) (cm/jam) Skenario 1 1 -5.6 -15.8 -20.7 80.83 0.74 Skenario 2 1 -10.4 -15.9 -20.4 51.81 1.16 Skenario 3 1 -15.6 -15.4 -20.5 51.80 1.16 Skenario 4 1 -5.5 -19.0 -19.5 61.40 0.98 Skenario 5 1 -9.1 -19.3 -21.0 66.16 0.91 Skenario 6 1 -15.5 -20.3 -20.2 33.71 1.78 Penelitian ini Skenario 7 1 -20.1 -21.2 -21.7 46.15 1.30 1.3 -12.8 -15.8 -19.4 84 0.93 Hapsoro (2006) 1.2 -7.8 -12.2 -16.9 163 0.44 2.2 -3.0 -15.0 -21.0 110 1.20 Kamal (2008) 3.0 -10.0 -25.0 -25.0 135 1.26
Tabel 6 memperlihatkan bahwa laju pembekuan terkecil adalah 0.74 cm/jam, sedangkan laju pembekuan terbesar adalah 1.78 cm/jam. Dari hasil
tersebut maka pembekuan yang terjadi termasuk ke dalam pembekuan lambat. Begitu pula dengan kedua penelitian terdahulu yang menunjukkan laju pembekuan lambat untuk bahan dan sistem pembeku yang sama. Menurut King dalam Ruliyana (2004) pembekuan yang tergolong ke dalam pembekuan lambat jika untuk ketebalan 1 cm bahan yang akan dibekukan membutuhkan waktu 30 menit atau lebih.
Kualitas produk yang dibekukan secara cepat akan berbeda signifikan dengan produk yang dibekukan secara lambat. Laju pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil, sehingga tidak merusak struktur sel yang dibekukan. Sedangkan laju pembekuan lambat dapat memberi kesempatan terjadinya pertumbuhan kristal, sehingga kristal es yang
dihasilkan berukuran besar dan menyebabkan rusaknya dinding sel bahan (Desrosier, 1988).
Tressler dan Evers (1957) menyatakan bahwa ketika daging dibekukan secara lambat, kristal es yang terbentuk relatif besar dan sebagian terletak di luar serabut otot. Sedangkan dalam pembekuan secara cepat, kristal es yang terbentuk mempunyai ukuran yang jauh lebih kecil dari kristal es hasil pembekuan lambat dan terletak di seluruh serabut otot.
Laju pembekuan suatu produk dipengaruhi oleh dua faktor penting, meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan hal-hal yang mempengaruhi laju pembekuan yang berasal dari dalam bahan yang akan dibekukan itu sendiri, berupa sifat termofisik bahan. Sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan metode pembekuan yang digunakan meliputi suhu media yang digunakan dan mode perpindahan panas yang terjadi (Anggraheni, 2003). Menurut Tambunan (2003), laju pembekuan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tebal bahan yang dibekukan, suhu media pembeku, titik beku bahan, dan panas laten pembekuan bahan.
Laju pembekuan pada sistem pembeku lempeng sentuh dengan suhu bertingkat dapat ditingkatkan dengan cara memperbaiki kontak antara media pembeku dan wadah produk sehingga proses pambekuan lebih optimal.
B. ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PEMBEKUAN
Analisis energi mempergunakan hukum termodinamika pertama untuk merumuskan energi. Hukum termodinamika pertama merupakan hukum konservasi energi. Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, hanya diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Jumlah total energi adalah konstan, energi yang masuk ke dalam sistem sama dengan energi yang keluar dari sistem (Hapsoro, 2006).
Sedangkan konsep analisis eksergi merupakan suatu metode yang menggunakan prinsip-prinsip kekekalan massa dan kekekalan energi bersama dengan hukum kedua termodinamika untuk perancangan dan analisis sistem termal (Moran dan Shapiro, 2004). Hukum kedua termodinamika menyatakan bahwa dalam suatu siklus, kerja diberikan ke lingkungan dengan imbalan pengambilan kalor dari lingkungan oleh sistem, tetapi besarnya kerja yang dihasilkan tidak sama dengan kalor yang diambil. Satu kesimpulan penting dari hukum kedua termodinamika adalah suatu sistem yang bekerja sebagai suatu siklus tidak dapat memindahkan kalor dari bagian yang bertemperatur lebih rendah ke bagian yang bertemperatur lebih tinggi, tanpa penambahan kerja pada sistem oleh lingkungan (Kulshertha, 1989).
Setiap proses termal menghasilkan energi berguna dan energi yang tidak dapat digunakan dalam proses tersebut. Energi yang tidak dapat digunakan tersebut menjadi waste dan merupakan kerugian. Analisis energi digunakan untuk menghitung keseimbangan energi, sedangkan analisis eksergi digunakan untuk menentukan kerja teoritis maksimal yang dapat digunakan sehingga meminimalkan energi yang tidak dapat digunakan (Kamal, 2008).
1. Kajian Energi Pembekuan
Kebutuhan energi pada suatu proses pembekuan sangat diperlukan dalam rangka memperoleh gambaran penggunaan energi per kg output produk. Hasil perhitungan kebutuhan energi pada pembekuan daging sapi dapat dilihat pada Tabel 7.
Energi pada proses pembekuan dengan suhu bertingkat terdiri dari energi listrik, energi mekanis, dan energi panas. Energi yang digunakan untuk
menggerakkan kompresor diperoleh dari energi listrik yang diubah menjadi energi mekanis (kerja). Kerja tersebut digunakan untuk mengambil panas bahan di ruang pembeku dan melepaskannya ke lingkungan.
Proses pembekuan merupakan proses pengambilan panas bahan oleh suhu media pembeku. Pengambilan panas oleh media pembeku mempengaruhi kerja kompresor. Semakin cepat pengambilan panas, maka semakin rendah suhu media pembeku sehingga kerja kompresor semakin besar. Dan sebaliknya, jika suhu media pembeku semakin tinggi, maka kerja kompresor semakin kecil (Kamal, 2008).
Energi yang dilepaskan oleh bahan pada saat proses pembekuan berupa panas sensibel dan panas laten. Pelepasan panas sensibel terjadi pada tahap I dan tahap III yang menyebabkan terjadinya penurunan suhu bahan. Sedangkan panas laten tidak menyebabkan penurunan suhu bahan, namun menyebabkan terjadinya perubahan fase bahan dari cair ke padat (kristal es) pada tahap II. Berdasarkan perhitungan didapatkan besarnya energi spesifik berkisar antara 359.11 kJ/kg hingga 388.48 kJ/kg.
Tabel 7. Analisis kebutuhan energi pada pembekuan daging sapi dengan metode pembekuan lempeng sentuh suhu bertingkat
Massa bahan Total energi pembekuan Lama pembekuan Total input energi Total input energi Energi Spesifik Efisiensi energi Keterangan (kg) (kJ) (menit) (kJ) (kWh) (kJ/kg) (%) Skenario 1 0.040 14.90 80.83 8820 2.45 375.63 0.17 Skenario 2 0.064 23.69 51.81 9720 2.70 372.95 0.24 Skenario 3 0.040 15.49 51.80 9720 2.70 388.48 0.16 Skenario 4 0.032 11.87 61.40 7740 2.15 374.99 0.15 Skenario 5 0.045 16.04 66.16 6840 1.90 359.11 0.23 Skenario 6 0.034 12.87 33.71 7200 2.00 379.75 0.18 Skenario 7 0.038 14.16 46.15 6480 1.80 367.92 0.22 0.035 11.94 84 7560 2.10 341.22 0.16 Hapsoro (2006) 0.04 13.56 163 14670 4.08 339.12 0.09 0.09 23.16 100 5760 1.60 257.33 0.40 Kamal (2008) 0.09 24.96 137 7920 2.20 277.33 0.32
Total energi input diperoleh dari kWh-meter yang dicatat mulai dari awal hingga akhir proses pembekuan. Hasil dari alat ukur mempunyai satuan kWh yang selanjutnya dikonversikan menjadi kJ (Kilojoule). Nilai total energi input terbesar adalah 9720 kJ, sedangkan nilai total energi input terkecil adalah 7200 kJ. Energi tersebut digunakan untuk menggerakkan
kompresor sehingga terjadi penurunan suhu media pembeku. Dengan demikian energi input dipengaruhi oleh media pembeku yang diterapkan dan lamanya proses pembekuan berlangsung.
2. Kajian Eksergi Pembekuan
Kajian eksergi dilakukan untuk melihat efektivitas penggunaan energi pada setiap tahap dalam proses pembekuan tersebut. Tabel 8 menunjukkan hasil perhitungan perubahan, kehilangan, dan efisiensi eksergi pada berbagai skenario proses pembekuan daging sapi dengan dengan metode pembekuan lempeng sentuh suhu bertingkat.
Total kehilangan eksergi selama proses pembekuan berkisar antara 13.54 kJ/kg hingga 23.58 kJ/kg. Total kehilangan eksergi terbesar terdapat pada skenario 7 (Tma = -20°C, Tmf = -20°C, Tmb = -20°C), sedangkan total
kehilangan eksergi terkecil terdapat pada skenario 1 (Tma = -5°C, Tmf = -15°C,
Tmb = -20°C). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kamal (2008) bahwa
nilai rata-rata kehilangan eksergi pembekuan dengan suhu tetap (tanpa suhu bertingkat) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata kehilangan eksergi pembekuan dengan suhu bertingkat.
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa kehilangan eksergi terbesar terjadi pada saat penurunan suhu bahan dari suhu awal ke titik beku dan saat pembekuan air bebas bahan. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi pembekuan, Bruttini, et. al. dalam Tambunan (2003) merekomendasikan pengendalian kehilangan eksergi pada kedua tahapan tersebut melalui pengaturan suhu media pembeku. Dari persamaan (43) hingga (45) dapat dirunut bahwa faktor yang mempengaruhi kehilangan eksergi meliputi suhu awal lingkungan, suhu media pembeku, perubahan entalpi/panas yang dipindahkan dan perubahan entropi.
Eksergi input pada proses pembekuan berkisar antara 33.18 kJ/kg hingga 46.41 kJ/kg. Rata-rata efisiensi eksergi pembekuan berkisar antara 48.03% hingga 59.21%, dimana efisiensi eksergi terendah pada skenario 7 dan efisiensi eksergi tertinggi pada skenario 1. Nilai efisiensi yang semakin meningkat menunjukkan bahwa kehilangan eksergi yang menurun.
Besarnya perubahan entalpi atau panas yang dipindahkan (Qfs/ΔHfs)
setara dengan nilai total energi pembekuan pada kajian energi. Nilai negatif hanya menunjukkan bahwa panas dilepaskan dari sistem. Sasaran analisis eksergi adalah untuk mengetahui sisi kehilangan eksergi. Bruttini et. al. dalam Tambunan (2003) menyatakan bahwa kehilangan eksergi (El,fs) yang terjadi
dalam proses pembekuan meliputi kehilangan eksergi pada saat penurunan suhu bahan dari suhu awal ke suhu titik beku bahan (El,Ta→ Tphc), pembekuan
air bebas dalam bahan (El,Tphc) dan penurunan suhu bahan dari suhu titik beku
ke suhu akhir pembekuan (El,fs→Tspds).
Kehilangan eksergi merujuk pada irreversibilitas (ketidakmampubalikan) dalam proses pembekuan. Ketika persamaan eksegi digunakan, penting untuk mengingat hukum kedua termodinamika tentang irreversibilitas: bahwa nilai irreversibilitas positif ketika irreversibilitas itu ada dalam sistem dan negatif ketika tidak ada irreversibilitas. Akan tetapi nilai irreversibilitas tidak mungkin negatif jika proses berlangsung secara spontan. Dalam kaitannya dengan hal ini, nilai kehilangan eksergi yang semakin tinggi menunjukkan bahwa semakin besar nilai irreversibilitas (Moran dan Shapiro, 2004).