• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BADAN USAHA MILIK DESA ATAS ASET DESA YANG DIKELOLA SEBAGAI OBJEK JAMINAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BADAN USAHA MILIK DESA ATAS ASET DESA YANG DIKELOLA SEBAGAI OBJEK JAMINAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

257

ISSN: 2614-3542 EISSN: 2614-3550 Volume 3, Nomor 2, Juni 2020 Artikel diterbitkan 29 Juni 2020

Halaman Publikasi: http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/acta/issue/archive

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BADAN USAHA MILIK DESA ATAS ASET DESA YANG

DIKELOLA SEBAGAI OBJEK JAMINAN

Isis Ikhwansyah, Universitas Padjadjaran, Bandung, email: isis.ikhwansyah@unpad.ac.id Pupung Faisal, Universitas Padjadjaran, Bandung, email: pupung.faisal@unpad.ac.id

ABSTRAK

Aset desa merupakan salah satu hasil kekayaan desa yang harus dikelola dan dikembangkan keberadaannya. Aset desa yang diserahkan kepada Badan Usaha Milik BUMDes (BUMDes) merupakan hasil dari penyertaan modal desa. Namun, dalam praktiknya ada pula aset desa yang hanya diberikan hak pengelolaan oleh desa kepada BUMDes, artinya tidak melalui mekanisme penyertaan modal melalui APBDesa. Dampaknya terasa pada pelaksanaan usaha BUMDes itu sendiri, apabila suatu saat BUMDes hendak menjaminkan aset desa tersebut karena membutuhkan modal tambahan. Hal ini menimbulkan permasalahan terkait dengan pertanggungjawaban pengelola BUMDes terhadap aset desa yang dikelola dijadikan objek jaminan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Analisa data dilakukan dengan menggunakan metode normatif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pertanggungjawaban pengelola BUMDes terbagi menjadi dua, yaitu pertanggungjawaban pengelola BUMDes yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. BUMDes selaku badan hukum bertanggungjawab atas tindakan pengelolanya apabila tindakan menjaminkan aset desa sesuai dengan kewenangannya (intra vires) yang diatur dalam peraturan desa BUMDes. Dalam hal BUMDes yang tidak berbadan hukum, maka tanggung jawab tersebut ada pada BUMDes, namun apabila tidak mencukupi maka pelaksana operasional, penasihat, dan dewan pengawas secara bersama-sama ikut bertanggungjawab sampai harta pribadi atau disebut tanggung jawab pribadi.

Kata kunci: badan usaha milik desa; objek jaminan; pengelolaan aset desa. ABSTRACT

Village assets are one of village wealth that must be managed and developed. Village government give assets to village-owned enterprise (BUMDes) as a village capital participation. However, in practice there are also village assets that are only given management rights by the village to BUMDes, that means it’s not through the mechanism of village capital participation. The impact is felt on the implementation of the BUMDes business itself, if one day BUMDes wants to guarantee the village's assets because it requires additional capital. This raises problems related to the accountability of BUMDes managers for village assets managed as collateral. The research method used a normative juridical approach with descriptive analytical research specifications. Data analysis was performed using qualitative normative methods. The results showed that the accountability of BUMDes managers was divided into two, namely the accountability of BUMDes managers who were incorporated and not incorporated. BUMDes as a incorporated is responsible for the management's actions if the actions of guaranteeing village assets are in accordance with their authority regulated in BUMDes village regulations or it’s called intra vires. In the case of BUMDes as a not incorporated, then BUMDes responsible for management’s actions, but if it is insufficient, the operational implementer, advisor and supervisory board jointly share responsibility for personal property or it’s called joint responsibility.

Keywords: collateral object; village assets management; village-owned enterprise.

Hana Novia Wijaya, Program Studi S1 Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, email: hananoviaw@gmail.com

(2)

258

PENDAHULUAN

Desa merupakan unit lembaga pemerintahan terkecil di Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut UU Desa). Pembangunan nasional tersebut secara tersirat tercantum dalam konsideran menimbang UU Desa. Hal ini merupakan babak baru pembangunan nasional dari satuan pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat.1

Dalam rangka pembangunan nasional dan mensejahterakan rakyat secara bottom up, penyelenggaraannya ditekankan pada dua aspek, yaitu menciptakan ruang dan peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan dirinya, dan mengupayakan pemberdayaan masyarakat agar dapat memanfaatkan ruang dan peluang tersebut.2 Oleh karena itu, dibentuklah Badan Usaha Milik

Desa (BUMDes) sebagai suatu wadah bagi masyarakat desa untuk dapat mengembangkan dirinya. Di sisi lain, pemerintah desa dapat memanfaakan sumber daya manusia masyarakat desa untuk berpartisipasi mengelola BUMDes.

Dalam rangka untuk merealisasikan hal tersebut, maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa selanjutnya disebut Permendesa BUMDes. BUMDes memerlukan organ atau pengurus untuk mengelola BUMDes, adapun dalam pasal 10 Permendesa tersebut menjelaskan mengenai kepengurusan pengelola BUMDes yang terdiri dari:

1. Penasihat, yaitu dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa yang bersangkutan dan memiliki kewajiban untuk memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam pengelolaan BUMDes, memberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUMDes, dan mengendalikan pelaksanaan keiatan pengelolaan BUMDes;

2. Pelaksana Operasioanal, yaitu bertugas mengurus dan mengelola BUMDes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; dan

3. Pengawas, yaitu berperan untuk mewakili kepentingan masyarakat dan berkewajiban untuk menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja BUMDes sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

Sebagai badan usaha, BUMDes memerlukan modal untuk menjalankan usahanya. Pasal 17 Permendesa BUMDes, menyatakan bahwa modal BUMDes sebagai modal awal bersumber dari APBDesa yang dipisahkan. Modal BUMDes terdiri atas, penyertaan modal desa dan penyertaan modal masyarakat desa. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 18 Permendesa tersebut bahwa penyertaan

1 Sugiayanto, Urgensi dan Kemandirian Desa dalam Presfektif Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Deepublish, Yogyakarta: 2017, hlm. 12. 2 Annisa Purwatiningsih, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Suatu Kajian dalam

Kebijakan Program Dana Pembangunan Desa Wringin Anom Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)”, Jurnal Administrasi Negara

(3)

259

modal desa terdiri dari beberapa modal, salah satunya adalah penyertaan modal yang berasal dari aset desa yang diserahkan kepada APBDesa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Aset Desa.

Aset desa merupakan salah satu hasil kekayaan desa yang harus dikelola dan dikembangkan keberadaannya. Aset desa yang diserahkan kepada BUMDes merupakan hasil dari penyertaan modal desa. Namun, dalam praktiknya ada pula aset desa yang hanya diberikan hak pengelolaan saja oleh desa kepada BUMDes. BUMDes tidak serta merta memiliki aset desa tersebut, karena tidak melalui mekanisme penyertaan modal melalui APBDesa. Hal ini akan berdampak pada pelaksanaan usaha BUMDes itu sendiri, apabila suatu saat dalam praktiknya BUMDes menjaminkan aset atau harta kekayaan desa tersebut karena membutuhkan modal tambahan.

Seperti yang terjadi pada BUMDes Bahterawangi, Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Dalam Peraturan Desa Bumiwangi Nomor 8 Tahun 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa Bahterawangi (selanjutnya disebut Perdes BUMDes Bahterawangi), dijelaskan dalam Pasal 33 ayat (2) Perdes tersebut menjelaskan bahwa dalam hal kerjasama yang memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki atau dikelola BUMDes Bahterawangi Desa Bumiwangi yang mengakibatkan beban hutang, maka rencana kerjasama tersebut harus mendapat persetujuan Kepala Desa Bumiwangi dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa terdapat pula aset desa yang hanya diberikan hak pengelolaan kepada BUMDes. Dari Peraturan Desa Bumiwangi tersebut dapat dilihat bahwa aset desa yang dikelola oleh BUMDes dapat dijadikan objek jaminan untuk kepentingan BUMDes.

Namun, apabila dilihat pada Pasal 6 ayat (5) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa, menyatakan bahwa aset desa dilarang untuk digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman. Hal ini menarik untuk dibahas dan diteliti, karena BUMDes adalah badan usaha yang mendapatkan akses untuk mengelola aset desa, namun aset tersebut dilarang untuk dijadikan objek jaminan.

Terkait dengan hal tersebut, setidaknya akan timbul permasalahan terkait dengan bentuk pertanggungjawaban pengelola BUMDes terhadap aset desa yang dikelolanya. Hal ini tentu akan menimbulkan kebingungan di masyarakat terutama pemerintah desa dan pengelola BUMDes karena status badan usaha BUMDes juga tidak ditentukan secara jelas dalam peraturan perundang-undangan.

(4)

260

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif.3 Spesifikasi penelitian

menggunakan deskriptif analitis sebagai suatu penggambaran berupa data dikaitkan dengan bahan-bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, bahan-bahan-bahan-bahan hukum sekunder yaitu pendapat para ahli hukum (doktrin), dan bahan-bahan tersier yaitu kamus hukum yang disusun secara sistematis dan faktual. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode normatif kualitatif dengan memaparkan kenyataan-kenyataan yang didasarkan atas hasil penelitian. Berdasarkan analisis data tersebut, dilanjutkan dengan menarik kesimpulan metode induktif yaitu cara berfikir khusus dan diambil kesimpulan secara umum guna menjawab permasalahan yang diajukan.

PEMBAHASAN

Praktik Aset Desa yang Dikelola Dijadikan Objek Jaminan oleh Badan Usaha Milik Desa

BUMDes dalam menjalankan usahanya memiliki organisasi pengelola yang terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. Susunan organisasi BUMDes terdiri dari Penasihat, Pelaksana Operasional, dan Pengawas. Saat ini, belum adanya kejelasan dalam peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa BUMDes sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum. Dalam Pasal 87 ayat (1) UU Desa menyatakan bahwa:

“BUMDes secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUMDes merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUMDes juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya.”

Ketidakjelasan ini mengakibatkan adanya dua jenis bentuk pertanggungjawaban BUMDes yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. Cara mengetahui BUMDes berbadan hukum atau bukan, perlu dilihat satu persatu dari peraturan desa pembentukan BUMDes tersebut.

Contoh BUMDes yang berbadan hukum adalah BUMDes Bahterawangi, Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Dalam hal pendiriannya, BUMDes ini didirikan berdasarkan Peraturan Desa Bumiwangi Nomor 8 Tahun 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa Bahterawangi (selanjutnya disebut Perdes BUMDes Bahterawangi). Perdes tersebut menjelaskan secara jelas bahwa BUMDes bahterawangi adalah lembaga usaha desa yang berbadan hukum.

(5)

261

Selain didirikan berdasarkan peraturan desa, BUMDes Bahterawangi juga didirikan berdasarkan Akta Pendirian Badan Usaha Milik Desa Bahterawangi Desa Bumiwangi Kecamatan Ciparay tertanggal 11 November 2016, Nomor 23 dan telah memperoleh pegesahan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, tanggal 11 November 2016, Nomor AHU-0077986.AH.01.07 tahun 2016, dibuat dihadapan Defto Yuzastra, SH., MKn., Notaris di Kabupaten Bandung. BUMDes Bahterawangi Desa Bumiwangi telah secara jelas diatur dalam Perdes BUMDes Bahterawangi dan Akta Pendirian BUMDes oleh Notaris sebagai badan hukum.

Terkait modal BUMDes Bahterawangi yang berasal dari pinjaman dan/atau penyertaan modal pihak lain atau kerjasama bagi hasil telah diatur dalam Pasal 29 ayat (4) Perdes tersebut, yaitu dapat diperoleh dari lembaga keuangan, pemerintah daerah, pihak swasta dan/atau masyarakat. Perdes BUMDes Bahterawangi seolah telah mengizinkan BUMDes bahterawangi untuk menambah modal dari hasil pinjaman. Meminjam untuk modal BUMDes artinya pihak kreditur tentu memerlukan jaminan agar hartanya dapat kembali.

Pada Pasal 14 Huruf f Perdes BUMdes Bahterawangi, menyatakan bahwa Direksi dalam melaksanakan tugasnya mempunyai wewenang untuk menjual, menjaminkan atau melepaskan aset milik BUMDes berdasarkan persetujuan Kepala Desa dan atas pertimbangan Badan Pengawas.

Selain dapat menjaminkan aset BUMDes atas persetujuan Kepala Desa dan pertimbangan Badan Pengawas, dalam BAB XI mengenai kerjasama, Pasal 33 ayat (2) huruf b Perdes BUMDes Bahterawangi menjelaskan bahwa dalam hal kerjasama, yang memerlukan jaminan harta benda yang dimiliki atau dikelola BUMDes Bahterawangi dan mengakibatkan beban hutang, maka rencana kerjasama tersebut harus mendapat persetujuan dari Kepala Desa dan BPD.

Aset desa yang diserahkan kepada BUMDes Bahterawangi untuk dikelola adalah kawasan wisata terpadu gunung bukit cula dan sarana olahraga berupa gelanggang olahraga (GOR). Menurut informasi yang didapat, BUMDes Bahterawangi kedepannya akan mengadakan pinjaman dan menjaminkan aset seperti yang tertera pada Pasal 33 ayat (2) Perdes BUMDes Bahterawangi.

Permendesa BUMDes mengatur bahwa aset desa dapat menjadi aset BUMDes dengan mekanisme penyertaan modal melalui APBDesa. Jika telah melalui mekanisme penyertaan modal, maka aset tersebut berubah status menjadi aset milik BUMDes. Sementara itu, Perdes BUMDes Bahterawangi dalam Pasal 33 ayat (2) menyebutkan bahwa dalam hal kerjasama yang mengakibatkan beban hutang memperbolehkan aset yang dikelola BUMDes Bahterawangi untuk dijadikan objek jaminan, artinya aset desa yang dikelola oleh BUMDes dapat dijaminkan. Maka dari itu, Perdes BUMDes Bahterawangi tersebut bertentangan dengan Permendesa BUMDes karena dalam Permendesa BUMDes diharuskan adanya perbuatan hukum berupa pemindahtanganan hak

(6)

262

kepemilikan atas aset desa disertai dengan penyerahan atau disebut juga dengan levering melalui APBDesa.

Pemindahtanganan berupa tukar menukar, penjualan, dan penyertaan modal Pemerintah Desa terhadap BUMDes disebut juga dengan levering. Levering merupakan suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak milik kepada pihak lainnya, sehingga orang lain memperoleh hak milik atas benda tersebut.4 Hal ini diatur dalam Pasal 612 sampai dengan Pasal 620 KUHPerdata.

Levering sesungguhnya mengandung dua unsur penting agar sampai kepada tujuan akhirnya agar

perpindahan hak milik suatu benda dari satu pihak ke pihak lainnya, yaitu unsur penyerahan nyata (feitelijke levering) dan penyerahan yuridis (juridische levering).5 Tedapat syarat sahnya levering yang

harus dipenuhi secara keseluruhan, yaitu:6

a. Alas hak (onderlinggende verbintenis) yaitu perjanjian konsensual obligatoir, sebagai hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan.

b. Ada penyerahan nyata (perjanjian kebendaan).

c. Ada wewenang menguasai pihak yang menyerahkan (beschikking bevoegdheid). d. Ada itikad baik (te goeder strouw).

Menjaminkan aset desa yang dikelola BUMDes merupakan kewenangan memutus atau daden

van beschikking. Menurut Perdes BUMDes Bahterawangi, Pelaksana Operasional wajib meminta

persetujuan dari organ BUMDes lainnya, yaitu Penasihat yang dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa dan juga Dewan Pengawas.

Adapun contoh BUMDes yang tidak berbadan hukum yaitu BUMDes Maju Jaya, Desa Ciwareng, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta. merupakan badan usaha yang didirikan berdasarkan Peraturan Desa Nomor 10 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Desa Maju Jaya (selanjutnya disebut Perdes BUMDes Maju Jaya). Berdasarkan Perdes BUMDes Maju Jaya dan keterangan yang didapat, bahwa BUMDes Maju Jaya adalah badan usaha yang tidak berbadan hukum. Menurut hasil penelitian yang didapat, pihak bank banyak menawarkan pinjaman modal dengan syaarat adanya jaminan kepada BUMDes Maju Jaya, namun untuk saat ini BUMDes tersebut enggan untuk meminjam karena masih memanfaatkan dana dan bantuan dari pemerintah. Pasal 18 angka 2 Perdes BUMDes Maju Jaya memperbolehkan BUMDes Maju Jaya untuk mengadakan kerjasama dengan pihak ketiga yang menimbulkan beban hutang dengan jaminan dari harta BUMDes, namun harus atas persetujuan Kepala Desa Ciwareng selaku penasihat dan badan pengawas.

4 Moch. Isnaeni, Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan, Laksbang Pressindo, Jakarta: 2017, hlm. 38. 5 Ibid.

(7)

263

Bentuk Tanggung Jawab Badan Usaha Milik Desa Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum atas Aset Desa yang Dikelola Dijadikan Objek Jaminan

Sebelum membahas mengenai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan aset desa oleh BUMDes, perlu diketahui terlebih dahulu terkait status badan usaha dari BUMDes itu sendiri. BUMDes memiliki perbedaan yang mencolok terkait pendiriannya jika dibandingkan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Menurut Pasal 88 UU Desa dan Pasal 5 Permendesa BUMDes, menyatakan bahwa Pendirian BUMDes disepakati melalui musyawarah desa dan ditetapkan dengan peraturan desa. Tidak dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan terkait BUMDes berstatus badan hukum atau bukan badan hukum.

Status BUMN merupakan perusahaan berbadan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.7 BUMN dapat berupa PT yang pendiriannya mengacu pada UU

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan Perusahaan Umum yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah. Begitu juga dengan BUMD memiliki status badan hukum yang mana apabila berbentuk PT, maka pendiriannya mengacu pada UU PT dan perusahaan daerah yang didirikan berdasarkan peraturan daerah.

Tidak adanya syarat khusus terkait pembentukan BUMDes harus berbadan hukum. Namun, unit-unit usaha BUMDes dapat berbentuk badan hukum, semisal dari unit lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUMDes dan masyarakat sesuai Pasal 7 Permendesa BUMDes. Penjelasan Pasal 87 ayat (1) UU Desa menyatakan bahwa:

“BUMDes secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUMDes merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa. BUMDes juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya.”

Bentuk pertanggungjawaban pengelola BUMDes dapat dilihat dari bentuk badan usahanya yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Jika BUMDes berbadan hukum, maka BUMDes tersebut merupakan subjek hukum tersendiri dihadapan hukum dan tanggung jawabnya merupakan tanggung jawab perusahaan atau tanggung jawab BUMDes, selama pengelola BUMDes tidak melakukan tindakan di luar tanggung jawabnya (ultra vires). Apabila BUMDes tidak berbadan hukum, maka organisasi didalam BUMDes, yaitu Penasihat, Pelaksana Operasional, dan Pengawas secara bersama-sama memiliki peran untuk turut andil dalam tanggung jawab kepada pihak ketiga dengan tanggung jawab renteng apabila BUMDes tidak sanggup membayar. Hal ini harus dilihat dari peraturan desa masing-masing BUMDes yang diteliti.

(8)

264

BUMDes sebagai Organisasi perusahaan memerlukan adanya organisasi pengelola yang bertujuan untuk menjalankan fungsi dan tujuan dari BUMDes itu sendiri. Oleh karena itu, BUMDes juga penting untuk memiliki Bagan struktur Organisasi Pengelola. Bagan Organisasi adalah suatu sarana bantu visual tentang kerangka struktural, dimana memberikan informasi tentang pola organisasi dan merinci tanggung jawab masing-masing organnya. Adapun struktur organisasi BUMDes Bahterawangi dan BUMDes Maju.

Bagan 1: Stuktur Organisasi BUMDes Bahterawangi Periode 2019-20248

Bagan 2: Struktur Organisasi BUMDes Maju Jaya Periode 2018-20229

8 Surat Keputusan Kepala Desa Bumiwangi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung Nomor 412/04/BUMDes/Jan Tahun 2019 tentang

Penunjukan Pembina, Badan Penasihat, Badan Pengawas, dan Pelaksana Pada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Desa Bumiwangi Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung Periode 2019 - 2024.

9 Surat Keputusan Kepala Desa Ciwareng Kecamatan Babakancikao Kabupaten Purwakarta tentang Penetapan Susunan Pengurus dan

Struktur Organisasi Badan Usaha Milik Desa Masa Bakti 2018-2022 Nomor 141.1/SK.12/XI/2018/Pem. PENASIHAT

Rudiya Trisanjaya Abdul Rohim Nandang Rusnandar PELAKSANA OPERASIONAL

Ketua: Ahmad Ismail Sekretaris: Rahmatullah Bendahara: Sisca Kartiliya KEPALA UNIT PARIWISATA Kurniawan KEPALA UNIT BANK SAMPAH Kurniawan KEPALA UNIT PERTANIAN Endang Irsyad KEPALA UNIT

PENGELOLAAN AIR BERSIH Ronny Yulianto KEPALA UNIT PANGAN,

BARANG DAN JASA Dini Setiati

PENASIHAT Kepala Desa Ciwareng

PENGAWAS Deni Yusuf Udin Sudirja Intan Sari Dewi

(9)

265

Organisasi Pengelola BUMDes terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa. Dalam Permendesa BUMDes dikatakan bahwa Pelaksana Operasional memiliki tanggung jawab untuk mengurus dan mengelola BUMDes sesuai dengan AD/ART. Tanggung jawab tersebut menandakan bahwa pelaksana operasional harus menjalankan tugas dan perannya sesuai dengan batas-batas kewenangannya (intra

vires).

Jika ditinjau berdasarkan Permendagri Pengelolaan Aset Desa, Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset desa. Lebih lanjut Pasal 4 ayat (2) Permendagri tersebut menjelaskan bahwa Kepala Desa selaku pemegang kekuasaan pengelolaan aset desa mempunyai beberapa wewenang dan tanggung jawab, salah satunya ialah menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau pemindahtanganan aset desa.

BUMDes tidak ditentukan secara pasti bentuk badan usahanya oleh peraturan perundang-undangan. Namun, dapat dilihat dan dianalisis dari peraturan desa masing-masing BUMDes. Seperti contohnya dalam Perdes BUMDes Bahterawangi, yang menjelaskan pengertian BUMDes sebagai berikut:

“BUMDes adalah lembaga usaha desa yang berbadan hukum yang didirikan, dikelola dan dimiliki oleh Pemerintah Desa yang mengutamakan kemanfaatan umum dan kesejateraan masyarakat serta bersifat mencari keuntungan.”

Selain pengertian tersebut, BUMDes Bahterawangi didirikan berdasarkan Akta Pendirian Badan Usaha Milik Desa Bahterawangi oleh notaris dan disahkan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 11 November 2016, Nomor AHU-0077986.AH.01.07 tahun 2016.

PENGELOLA Ir. Zurendra Yudestir

Tono Martono Dodo Teguh Purwanto

UNIT USAHA Bidang Hiburan dan Kuliner dikelola oleh Sukamto.

Bidang Perdagangan Dikelola oleh Lukman N. A.

MITRA USAHA Mitra Motor

(10)

266

Pengertian BUMDes, akta pendirian BUMDes oleh notaris, dan pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM tersebut seolah menjelaskan bahwa BUMDes Bahterawangi Desa Bumiwangi adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum. BUMDes Bahterawangi sebagai badan hukum artinya terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggungjawab sebatas harta yang dimilikinya.10 Apabila telah jelas mengenai bentuk dari

BUMDes, maka akan mudah menentukan bentuk pertanggungjawaban pengelola BUMDes dalam mengelola aset desa yang dijadikan objek jaminan.

Dalam badan hukum perbuatan dari pengurus tidak dapat disamakan dengan wakil biasa atau wakil dengan surat kuasa. Pada badan hukum selalu diwakili oleh organ, dalam BUMDes, diwakili oleh pelaksana operasional. Organ itu dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakan-tindakannya masih di dalam batas wewenang yang ditentukan oleh anggaran dasar. Tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh suatu organ diluar batas wewenangnya akan menimbulkan persoalan sebagai berikut:11

1. Sejauh mana badan hukum dapat mempertanggungjawabkan atas akibat-akibat yang terjadi.

2. Jika badan hukum tidak dapat mempertanggungjawabkannya, maka dapat

dipertanggungjawabkan secara pribadi organ direksi.

Dalam perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan diluar wewenang organ (ultra vires), maka badan hukum sama sekali tidak terikat dan tidak bertanggungjawab.12 Jadi jelas bahwa pengurus

BUMDes dalam hal ini ialah pelaksana operasional yang harus bertanggungjawab secara pribadi jika terbukti tindakan menjaminkan aset desa yang dikelolanya diluar kewenangannya.

Tindakan menjaminkan aset yang dikelola oleh BUMDes Bahterawangi ini sudah sejalan atau dilakukan di dalam wewenang dari pelaksana operasional sesuai Perdes BUMDes Bahterawangi. Pranata hukum jaminan yang digunakan dalam menjaminkan aset desa berupa kawasan wisata Gunung Bukitcula adalah hak tanggungan. Kreditur yang menerima hak jaminan atas aset desa tersebut memiliki keuntungan sebagai berikut:

1. Penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditur, jika debitur cidera janji, kreditur berwenang untuk menjual atau melelang tanah yang ditunjuk sebagai agunan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan hutang debitur, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lainnya (droit de preference).13

2. Kreditur pemegang hak jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya memiliki hak yang mengikuti bendanya di tangan siapapun (droit de suite).

3. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.

10 Gajimu.com, Pentingnya Mendirikan Badan Usaha, http://www.gajimu.com/main/tips- karir/kiat-pekerja/pentingnya-mendirikan-badan-

usaha, diakses pada tanggal 14/01/2020 pukul 21.55 WIB.

11 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Alumni, Bandung: 2001, hlm.

18-19.

12 Ibid.

(11)

267

Dari keuntungan yang telah disebutkan diatas, tentu kreditur sangat tertarik untuk melakukan penjaminan kepada BUMDes Bahterawangi, ditambah dalam hal kerjasama yang memerlukan jaminan aset yang dikelola dan menimbulkan beban hutang tersebut tidak dilarang dalam Perdes BUMDes Bahterawangi. Walaupun Perdes Bahterawangi memperbolehkan pelaksana operasional untuk menjaminkan aset yang dikelolanya, namun Perdes tersebut telah bertentangan dengan dua peraturan diatasnya, yaitu Permendesa BUMDes dan Permendagri Pengelolaan Aset Desa dalam menjaminkana aset desa yang dikelola BUMDes.

Oleh karena itu, dapat dianalisis bahwa tindakan pelaksana operasional dikemudian hari apabila menjaminkan aset desa yang dikelola BUMDes Bahterawangi termasuk kedalam intra vires atau tindakan yang sah karena sesuai dengan wewenangnya yang tercantum dalam Perdes BUMDes Bahterawangi. Walaupun tindakan tersebut sah karena sesuai dengan wewenangnya, namun perdes tersebut perlu dibenahi karena bertentangan dengan Permendesa BUMDes dan Permendagri Pengelolaan Aset Desa. Seharusnya Perdes Bahterawangi tetap perlu meninjau dari Permendesa BUMDes dan Permendagri Pengelolaan Aset Desa sesuai dengan asas lex superior derogat legi

inferiori, yaitu hukum yang lebih tinggi mengesampingkan hukum yang lebih rendah.14 Jika dilihat dari

hiearki peraturan perundang-undangan, Perdes BUMDes berada dibawah Permendesa dan Permendagri. Perlunya dibenahi Perdes BUMDes Bahterawangi agar perdes tersebut selaras dan tidak dikesampingkan oleh peraturan yang ada diatasnya.

Hal tersebut terjadi pula pada BUMDes Maju Jaya, Desa Ciwareng, Kecamatan Babakan Cikao, Kabupaten Purwakarta. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, Pelaksana Operasional BUMdes Maju Jaya menyatakan bahwa BUMDes Maju jaya bukan badan usaha yang berbadan hukum. Bentuk badan usaha BUMDes ini perlu diketahui agar dapat menentukan bentuk pertanggungjawaban yang akan dihadapi, apabila pada suatu waktu BUMDes Maju Jaya akan menjaminkan tanah kas desa sebagai aset desa yang dikelola oleh BUMDes Maju Jaya. Maka dapat dianalisis bahwa BUMDes Maju Jaya sebagai badan usaha tidak berbadan hukum memiliki ciri sebagai berikut:

1. Subjek hukum adalah orang yang menjadi pengurusnya.

2. BUMDes Maju Jaya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban, sehingga yang dapat dimintai adalah orang yang menjadi pengurusnya.

3. Harta kekayaan dalam BUMDes Maju Jaya tercampur dengan pengurusnya, artinya bila terjadi kerugian atau penuntutan yang berujung pembayaran ganti rugi atau pelunasan hutang maka pertanggungjawabannya hingga ke harta pribadi pengurus.

4. Harta BUMDes Maju Jaya bersatu dengan harta pribadi para pengurus.

14 A.A. Oka Mahendra, Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan, Jakarta, Artikel Hukum Tata Negara dan Peraturan

(12)

268

5. Tanggung jawab para sekutu atau pengurus terhadap pihak ketiga tidak dilaksanakan secara langsung15, artinya segala hutang BUMDes dipenuhi terlebih dahulu dari uang kas BUMDes Maju

Jaya, apabila tidak mencukupi, barulah Pasal 18 KUHD berlaku bahwa kekayaan pribadi masing-masing sekutu dipertanggung jawabkan sampai terpenuhinya hutang.

BUMDes Maju Jaya sempat beberapa kali ditawarkan oleh pihak bank untuk meminjam modal dengan syarat adanya jaminan. BUMDes Maju Jaya dalam menerima pinjaman modal hanya dapat memberikan jaminan keterangan terkait data aset milik BUMDes, aset yang dikelola BUMDes, inventaris, data unit usaha, dan kekayaan BUMDes lainnya. Tidak adanya bentuk jaminan kebendaan bagi pihak kreditur selaku pemberi pinjaman untuk mendapat jaminan. Jaminan yang didapatkan adalah pada pranata jaminan penanggungan, dimana dalam hal ini Ketua Pelaksana Operasional sebagai penanggung.

Alasan adanya perjanjian penanggungan ini karena penanggung memiliki persamaan kepentingan ekonomi dalam usaha dari peminjam. Terdapat hubungan kepentingan antara debitur dengan pihak penjamin.16 Hal ini dapat terjadi pada BUMDes Maju Jaya dengan Ketua Pelaksana

Operasional BUMDes tersebut sebagai pihak penanggung. Pada praktiknya terdapat prinsip 5C dalam proses penjaminan penanggungan ke bank, yaitu:17

1. Character adalah suatu keyakinan bahwa sifat dari orang yang akan diberikan kredit benar-benar

dapat dipercaya. Dilihat dari latar belakang pekerjaan maupun bersifat pribadi.

2. Capacity adalah melihat nasabah dalam kemampuan untuk mengendalikan bisnis, yang

dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuannya dalam memahami ketentuan-ketentuan pemerintah, memimpin, menguasasi bidang usahanya, kesungguhan dan melihat prespektif masa depan, sehingga usaha pemohon berjalan dengan baik dan memberikan untung (rendable), dan pada akhirnya dapat mengembalikan kredit yang diterimanya.

3. Capital adalah modal dari pemohon kredit, untuk mengembangkan usahanya. Untuk melihat

penggunaan modal apakah efektif, dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba), dan dilihat dari sumber modal yang ada.

4. Condition of economic adalah situasi politik, sosial, ekonomi, budaya yang dapat mempengaruhi

keadaan perekonomian pada waktu dan jangka waktu tertentu, dimana kredit diberikan bank kepada pemohon, termasuk prospek usaha dari sektor yang dijalankan, haruslah prospek usaha yang benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.

15 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung: 2010, hlm. 92. 16 Salim HS, Op. Cit. Hlm. 219.

17 Niniek Wahyuni, “Penerapan Prinsip 5C dalam Pemberian Kredit sebagai Perlindungan Bank”, artikel Fakultas Hukum Universitas Kadiri,

(13)

269

5. Collateral adalah kakayaan yang dapat diikat sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan

dikemudian hari, jika penerima kredit tidak melunasi hutangnya. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan ini tidak hanya berbentuk kebendaan, melainkan juga bisa jaminan pribadi (borgtocht).

Pelaksana operasional BUMDes sebagai penanggung dalam pelunasan peminjaman uang kepada krediur dalam hal ini pihak bank, perlu memperhatikan 5C tersebut. Tanah kas desa sebagai aset desa yang dikelola BUMDes tidak dapat dijadikan sebagai objek jaminan pada pihak kreditur. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya kewenangan BUMDes Maju Jaya untuk menjaminkan karena aset tersebut bukanlah milik BUMDes. Tidak adanya tindakan pemindahtanganan atau levering sebagai penyertaan modal desa melalui APBDesa. Di dalam Perdes BUMDes Maju Jaya juga tidak disebutkan bahwa BUMDes dapat menjaminkan aset yang dikelolanya. Tanah kas desa tersebut hanya diberikan hak pengelolaan saja untuk dimanfaatkan dari Pemerintah Desa Ciwareng kepada BUMDes Maju jaya berdasarkan Surat Keterangan Nomor 140/12/II/2018/Pem yang ditandatangani oleh Sujanah selaku Kepala Desa Ciwareng.

Jika dalam praktik dikemudian hari terjadi penjaminan tanah kas desa tersebut oleh BUMDes Maju Jaya untuk mendapat pinjaman modal, maka hal ini bertentangan dengan dua peraturan, yaitu: 1. Permendesa BUMDes berdasarkan Pasal 12 Permendesa BUMDes yang menyatakan bahwa pelaksana operasional mempunyai tugas untuk mengurus dan mengelola BUMDes sesuai dengan AD/ART. AD/ART BUMDes Maju Jaya tidak mengatur mengenai aset desa yang dikelola BUMDes dapat dijaminkan.

2. Permendagri Pengelolaan Aset Desa, dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa aset desa dilarang untuk digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapat pinjaman.

Hal ini akan berkaitan dengan bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh BUMDes Maju Jaya. Tanggung jawab yang dapat dikenakan suatu badan usaha bukan badan hukum ialah tanggung jawab yang bersifat pribadi untuk keseluruhan bagi setiap sekutu komplementer yang ditentukan dalam anggaran dasarnya. Istilah hukum dalam pemberlakuan asas tanggung jawab pribadi bersifat keseluruhan dengan tidak adanya pemisahan harta perusahaan dengan harta pribadi pemilik atau pengurusnya pada perusahaan persekutuan bukan badan hukum dikenal dengan istilah asas tanggung renteng.18

Jika dianalisis berdasarkan Permendesa BUMDes dan Permendagri Pengelolaan Aset Desa, dalam hal BUMDes yang bukan berbadan hukum, maka perlu dilihat dari tindakan pelaksana operasional tersebut dengan Pasal 18 Perdes BUMDes Maju Jaya. Pasal 18 Perdes tersebut menyatakan bahwa kerjasama yang menimbulkan beban hutang dengan jaminan harus mendapatkan

18 Rilda Murniati, “Asas Tanggung Renteng Pada Bentuk Badan Usaha Bukan Badan Hukum dan Akibat Hukum bagi Harta Perkawinan”, Jurnal Cepalo, Vol. 2, No. 1, 2018, hlm. 91.

(14)

270

persetujuan dari penasihat dan badan pengawas. Dari sini terdapat dua kemungkinan bentuk pertanggungjawaban, yaitu:

1. Tindakan pelaksana operasional telah disetujui oleh penasihat dan badan pengawas, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah tanggung jawab BUMDes. Namun, apabila tidak mencukupi seluruh organ BUMDes Maju Jaya secara bersama-sama turut bertanggungjawab sampai ke harta pribadi kepada pihak kreditur atau disebut juga tanggung jawab renteng.

2. Tindakan pelaksana operasional tidak disetujui oleh penasihat dan badan pengawas, dalam hal ini pelaksana operasional telah bertindak sewenang-wenang atau bertindak diluar wewenangnya (ultra vires). Maka bentuk pertanggungjawabannya hanya ditujukan pada pertanggungjawaban pelaksana operasional seorang.

PENUTUP

Bentuk pertanggungjawaban pengelola BUMDes terhadap aset desa yang dikelola sebagai objek jaminan kepada pihak kreditur di dalam Permendesa BUMDes dan Permendagri Pengelolaan Aset Desa menyatakan BUMDes dapat berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Pertama, bentuk pertanggungjawaban BUMDes berbadan hukum, maka tanggung jawab dalam menjaminkan aset desa yang dikelola BUMDes merupakan tanggung jawab BUMDes dengan syarat pelaksana operasional mendapat persetujuan dari penasihat dan dewan pengawas sesuai wewenangnya (intra vires). Kedua, bentuk pertanggungjawaban BUMDes yang tidak berbadan hukum terhadap aset desa yang dikelola sebagai objek jaminan merupakan tanggung jawab BUMDes selama pelaksana operasional melaksanakan sesuai dengan wewenangnya (intra vires), apabila tidak mencukupi maka pelaksana operasional, penasihat, dan dewan pengawas secara bersama-sama turut bertanggung jawab sampai ke harta pribadi atau disebut tanggung jawab renteng.

BUMDes sebagai badan usaha publik di Indonesia perlu dipertegas terkait bentuk usahanya. Badan usaha berbadan hukum atau tidak berbadan hukum, hal ini agar terjadinya penyelarasan terhadap seluruh BUMDes di Indonesia, tertama terkait tanggung jawab BUMDes kepada pihak kreditur dalam hal perjanjian penjaminan. Pada dasarnya kreditur tentu membutuhkan kepastian hukum agar hak-hak nya dapat diperoleh.

(15)

271

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung: 2010.

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan,

Wakaf, Alumni, Bandung: 2001.

I. G. A Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, Cet-1, Kesant Blanc, Jakarta: 2000.

Johnny Ibrahim, Teori dan metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang: 2006.

Mariam Darus Badrulzaman, Sistem Hukum Benda Nasional, Alumni, Bandung: 1997. Moch. Isnaeni, Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan, Laksbang Pressindo, Jakarta: 2017

Sugiayanto, Urgensi dan Kemandirian Desa dalam Presfektif Undang-Undang No 6 Tahun 2014, Deepublish, Yogyakarta: 2017.

Jurnal

Annisa Purwatiningsih, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Suatu Kajian dalam Kebijakan Program Dana Pembangunan Desa Wringin Anom Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)”, Jurnal Administrasi Negara Universitas

Brawijaya, Vol. 2, 2007.

Rilda Murniati, “Asas Tanggung Renteng Pada Bentuk Badan Usaha Bukan Badan Hukum dan Akibat Hukum bagi Harta Perkawinan”, Jurnal Cepalo, Vol. 2, No. 1, 2018.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian. Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.

Sumber Lainnya

Chriesma Adhitia Hesthy, Analisa Kasus Tentang PMH Atas Dasar Keadaan Yang Mengiringi Terjadinya Pembuatan Perjanjian Yaitu Penyalahgunaan Keadaan Ditinjau dari Hukum Perdata Barat di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: 2009.

(16)

272

Fokus Kontan, Dua Regulasi Baru Perlindungan bagi pemilik satuan rumah susun atau apartment https://fokus.kontan.co.id/news/dua-regulasi-baru-perlindungan-bagi-pemilik-rumah-susun-atau-apartemen?page=all, diakses Minggu 3 Maret 2019.

Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Arif, Staff Tarigan and Farid Law Firm, tanggal 18 November 2019.

Hasil wawancara Penulis dengan Bapak Suwardi, Pemilik Satuan Rumah Susun ITC Mangga Dua, tanggal 12 Agustus 2019.

Referensi

Dokumen terkait

(RDTRK) Kecamatan Depok, 3) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan luas RTH di Kecamatan Depok. Metode yang digunakan merupakan interpretasi

BUMDes merupakan usaha desa yang dikelola oleh pemerintah setempat dan memiliki badan hukum. Bisa dikatakan, BUMDes adalah suatu badan usaha yang seluruh atau

Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk

Sampel lokasi yang dipilih yaitu Eco Wisata Boon Pring yang dikelola oleh BUMDes Kerto Raharjo milik Desa Sanankerto dengan pertimbangan bahwa BUMDes tersebut

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.. yang dilakukan oleh pihak sekolah terhadap kemampuan peserta didik.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Bupati Belitung Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pemberian Bantuan Kepada Masyarakat Terdampak Bencana Non

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai

Belanja Makanan Dan Minuman Harian Pegawai 3000 orang/kali APBD Kabanjahe - Berastagi TKDN: Tidak Belanja Makanan dan Minuman dan Snack Harian Pegawai Kegiatan Diklat Revolusi