• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Anak Sekolah Dasar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah Dasar

Sekolah merupakan institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengolahan sekolah yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab Kabupaten/Kota. Sedangkan Departemen Pendidikan hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam pendidikan. Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak sekolah (Notoatmodjo 2003).

Anak sekolah dasar disebut juga masa akhir anak-anak (Late Childhood) yaitu yang berumur antara 6-12 tahun. Pertumbuhan dan perkembangannya lebih stabil dibandingkan pada masa bayi atau remaja. Pada usia sekolah ini pertumbuhan dan perkembangan tetap terjadi tetapi laju pertumbuhan fisiknya lebih lambat. Kemampuan motorik semakin membaik, perkembangan kognitif dan kemampuan sosialnya makin matang dan pada masa ini diakhiri dengan masa pubertas baik laki-laki maupun perempuan (Faridi 2002).

Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan. Pada usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga lebih mudah menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang dijual disekitar sekolah, lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya. Secara umum nafsu makannya tidak mengalami masalah. Kondisi yang demikian membutuhkan perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang sehat dan bergizi (Pertiwi 1998).

Anak sekolah perlu diajar memilih dan menikmati bermacam-macam bahan pangan secara baik dan memberi pengertian adanya hubungan antara pangan dengan pertumbuhan badan serta kesehatan. Dengan demikian setelah menguasai pengetahuan tersebut, anak sekolah akan senantiasa menjaga kesehatan dan status gizinya, memiliki kebiasaan pangan yang baik, bersikap positif terhadap pangan-pangan yang bergizi, mempunyai keterampilan gizi serta mampu berperan sebagai agen perubah terhadap kebiasaan makan keluarganya.

Pada usia sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar pengetahuan sebagai bekal penyesuaian pada kehidupan selanjutnya. Sebutan lain untuk

(2)

anak sekolah dasar yaitu periode kritis karena masa ini merupakan motivasi untuk berprestasi sehingga membentuk kebiasaan untuk berusaha mencapai sukses atau bersikap santai. Sekali terbentuk kebiasaan, kebiasaan tersebut akan terus dibawa sampai dewasa (Nasoetion & Wirakusumah 1991).

Kantin dan Penjaja PJAS

Kantin atau warung sekolah merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain penjaja makanan di luar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman sehat.

Penjaja PJAS mempunyai risiko ketidakamanan yang menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan dari kelas dan rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan bergizi. Namun banyak juga kantin yang belum menyediakan makanan yang bergizi. Kepala sekolah dan guru belum maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan makanan yang sehat, bergizi dan aman bagi kesehatan (Muhilal & Damayanti 2006).

Menurut Depkes RI (2001), penjaja makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan pangan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain:

a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan penyakit perut serta penyakit sejenisnya;

b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya); c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; d. Memakai celemek dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

Disamping itu, penjaja makanan jajanan dalam memberikan pelayanan dilarang antara lain:

a. Menjamah makanan tanpa alat perlengkapan atau tanpa alas tangan;

b. Sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);

c. Batuk atau bersin dihadapan pangan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung

(3)

Pangan Jajanan

Pangan jajanan menurut WHO (1996) didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut. Makanan yang sehat, aman dan bergizi adalah makanan yang mengandung zat gizi yang diperlukan seorang anak untuk dapat hidup sehat dan produktif. Makanan tersebut harus bersih, tidak kadaluarsa dan tidak mengandung bahan kimia maupun mikroba berbahaya bagi kesehatan. Selain masalah gizi, keamanan pangan juga merupakan masalah yang tidak kalah penting bagi anak-anak sekolah. Makanan yang tidak bersih dan tidak aman dapat menimbulkan keracunan dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit.

Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa makanan jajanan adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta lokasi yang sejenis. Umumnya makanan jajanan ini dibagi empat kelompok yaitu makanan utama (main dish), panganan (snacks), minuman, dan buah-buahan segar. Makanan jajanan memiliki jenis yang sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.

Pangan jajanan menurut Nuraida et al (2009) dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:

a. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di kantin, seperti gado-gado, nasi uduk, siomay, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain.

b. Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu makan, terdiri dari : (1) makanan camilan basah yaitu pisang goreng, lumpia, lemper, risoles dan lain-lain; (2) makanan camilan kering yaitu produk ekstruksi (brondong), kripik, biskuit, kue kering dan lain-lain.

c. Minuman, kelompok minuman yang biasanya dijual dikantin: (1) air putih, baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri; (2) minuman ringan, dalam kemasan misalnya teh, minuman sari buah, minuman berkarbonisasi dan lain-lain, atau yang disiapkan sendiri oleh kantin misalnya es sirup dan teh; dan (3) minuman campur, seperti es buah, es campur, es cendol, es doger dan lain-lain.

d. Buah merupakan salah satu jenis makanan sumber vitamin dan mineral yang penting untuk anak usia sekolah. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi setiap

(4)

hari, buah-buahan dapat dijual dalam bentuk : (1) utuh, misalnya pisang, jambu, jeruk dan lain-lain; (2) kupas dan potong, misalnya papaya, nenas, melon, mangga dan lain-lain.

Fardiaz (1997) menyatakan makanan jajanan mempunyai risiko terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini karena pada umumnya makanan jajanan dipersiapkan dengan cara kurang higiene dan masih banyak menggunakan bahan-bahan yang tidak boleh digunakan dalam makanan atau melebihi batas yang diizinkan. WHO (1996) menyatakan makanan jajanan dapat mengakibatkan masalah kesehatan masyarakat karena: (1) kurangnya fasilitas infrastruktur dan jasa pelayanan lain seperti penyediaan air bersih; (2) sulit mengawasi para pedagang makanan jajanan karena jenisnya beraneka ragam dan bersifat sementara; (3) tidak cukup sumberdaya untuk pengawasan dan analisis laboratorium; (4) kurangnya pengetahuan fakta yang sebenarnya tentang keadaan mikrobiologi atau data epidemiologi yang tepat tentang makanan jajanan; (5) kurangnya pengetahuan para pedagang tentang penanganan keamanan pangan; dan (6) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya makanan jajanan.

Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keamanan Pangan Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Masalah gizi sering timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat 2008).

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lebih lama dibanding tidak disadari dengan pengetahuan (Notoatmodjo 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan diantaranya, yaitu :

1. Tahu (know)

Tingkatan tahu (know) ini merupakan tingkatan dari pengetahuan yang terendah. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah dipelajari termasuk

(5)

ke dalam tingkat ini. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami merupakan kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu objek serta dapat menginterpretasikannya dengan benar. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menjelaskan, menyebutkan contoh, meramalkan, menyimpulkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menerapkan materi yang pernah dipelajarinya, seperti penggunaan rumus, metode, dan prinsip.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan suatu materi ke dalam komponen-komponen secara berkaitan dan terstruktur. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja seperti menambahkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis mengarah kepada kemampuan seseorang dalam membentuk formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan seseorang melakukan penilaian terhadap suatu objek yang didasari dengan kriteria-kriteria tertentu.

Pengetahuan gizi dan keamanan pangan perlu dimiliki oleh semua orang. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan zat gizi, serta sumber-sumber zat gizi pada makanan. Sedangkan pengetahuan keamanan pangan merupakan pengetahuan tentang jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP), penggunaannya dan bahaya yang akan ditimbulkan jika digunakan dalam jumlah yang tidak dianjurkan serta pengetahuan tentang jenis-jenis BTP yang tidak diizinkan digunakan dalam pengelolaan makanan/minuman. Pengetahuan gizi dapat diukur dengan cara wawancara atau angket yang mencakup materi yang ingin diukur dari penjaja PJAS. Pengetahuan yang baik akan menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah (Notoatmodjo 1993).

(6)

Sikap Gizi dan Keamanan Pangan

Sikap adalah perasaan, keyakinan dan kecendrungan untuk bertindak/ berperilaku terhadap orang lain, kelompok lain, suatu pemikiran, ataupun suatu objek tertentu. Sikap (attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sikap sangat menentukan bagaimana perilaku (behavior) manusia terhadap sesamanya dalam lingkungan kehidupan manusia. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan manusia terhadap masalah-masalah kemasyarakatan yang dihadapi, baik yang berhubungan dengan intervensi pemerintah, maupun yang berkaitan dengan tata kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat tinggalnya (Taryoto 1991).

Sikap gizi dan keamanan pangan merupakan perasaan, keyakinan, dan kecendrungan untuk bertindak dalam pengolahan pangan jajanan yang memperhatikan kandungan gizi, serta keamanan pangan agar menghasilkan pangan jajanan yang aman. Faktor lain yang mempengaruhi sikap dan perilaku adalah kebiasaan (habits), norma sosial (social norms), dan pandangan mengenai akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan diambil. Kebiasaan menunjuk pada tindakan yang secara otomatis dilakukan seseorang pada suatu keadaan tertentu, tanpa atau dengan dasar pemikiran yang sangat terbatas. Norma sosial menunjuk pada adanya harapan-harapan mengenai tindakan apa yang seharusnya dilakukan seseorang, yang secara umum maupun secara khusus ada pada kelompok dimana seseorang itu berada. Apabila norma sosial lebih kuat pengaruhnya, maka individu akan bertindak sesuai dengan yang dikehendaki oleh norma sosial daripada menurut pada kehendak sikapnya. Sedangkan pandangan mengenai akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan menunjuk pada adanya sanksi atau penghargaan atau sikap perilaku yang dilakukan (Taryoto 1991).

Praktek Keamanan Pangan

Pangan aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan pangan yang terdiri atas bahaya biologis/mikrobiolois, kimia dan fisik. Bahaya keamanan pangan terdiri dari (BPOM 2006):

1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan penyakit seperti Salmonella, E.Coli, virus, parasit dan kapang penghasil mikotoksin.

2. Bahaya kimia, adalah bahan kima yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan, misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan

(7)

(BTP) yang tidak digunakan semestinya, pestisida, bahan kimia pembersih, racun/toksin asal tumbuhan/hewan, dan sejenisnya.

3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat menyebabkan luka misalnya pecahan kaca, kawat stepler, potongan tulang, potongan kayu, kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya.

Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu fisik, gizi dan cita rasa. Menurut Fardiaz & Fardiaz (1994), makanan siap santap dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam hal rasa, penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang sangat memperhatikan segi kesehatan dan berat badan.

 Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dengan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring dan melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi kebutuhan makanan secara keseluruhan dan sebagainya. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewaspadai sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI 2001).

Penggunaan peralatan juga belum memenuhi syarat kesehatan. Kebanyakan penjual makanan jajanan mempunyai peralatan terbatas untuk berbagai pemakaian dan belum menggunakan sabun untuk mencuci peralatan yang kotor. Karena peralatan yang digunakan umumnya terbuat dari bambu dan kayu, maka cenderung menjadi sarang pertumbuhan mikroba. Piring, gelas, sendok sering dilap dengan kain yang basah dan kotor karena keterbatasan jumlahnya. Lalat dan debu yang berasal dari sampah yang dibiarkan berceceran di lantai waktu persiapan, pengolahan, maupun di lokasi berjualan semakin memperparah keadaan (Fardiaz dan Fardiaz 1994).

Salah satu masalah keamanan pangan yang sering dijumpai adalah praktek higiene dan sanitasi yang masih kurang sehingga bahaya mikrobiologi sangat mungkin berada di produk pangan. Bahaya biologi (mikroba) pada pangan perlu mendapat perhatian karena jenis bahaya ini yang sering menjadi agen penyebab kasus keracunan pangan. E.coli merupakan bakteri patogen

(8)

yang sering menyebabkan keracunan pangan dan juga menjadi salah satu mikroba indikator sanitasi. Sedangkan S.aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut, tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan E.coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi lingkungan yang buruk sedangkan adanya S. aureus mengidentifikasi praktek higiene yang kurang (Andarwulan, Madanijah, & Zulaikhah 2009).

 Penanganan dan Penyimpanan Pangan

Bahan pangan memerlukan tempat penyimpanan khusus yang dibedakan menjadi dua yaitu tempat penyimpanan bahan makanan kering dan bahan makanan segar. Tempat penyimpanan bahan makanan kering harus selalu bersih, tertata dengan baik, tidak dijangkau oleh serangga dan tikus, sirkulasi udara harus baik, diberi penerangan yang cukup, jarak rak terbawah dengan lantai 10 cm. Sedangkan untuk tempat penyimpanan bahan makanan segar disimpan di dalam ruang pendingin, refrigerator ataupun freezer dengan suhu tertentu dan suhu harus selalu diawasi (Subandriyo 1994).

Menggunakan air yang tidak berwarna dan tidak berbau. Air harus bebas mikroba dan bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang. Memilih bahan baku yang aman yaitu pangan harus segar dan utuh, jangan menggunakan bahan pangan setelah tanggal kadaluarsanya. Mencuci sayuran dan buah-buahan sebelum disajikan atau digunakan serta membuang bagian yang busuk atau memar (Nuraida et al 2009).

 Sarana dan Fasilitas

Praktek keamanan PJAS salah satu diantaranya adalah sarana dan fasilitas. Berdasarkan Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 pada pasal 12 menyatakan bahwa pangan jajanan yang dijajakan harus memiliki konstruksi sarana yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi pangan dari pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan yaitu antara lain: mudah dibersihkan dan tersedia tempat air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan), serta tempat sampah.

Fasilitas sanitasi dalam kantin maupun penjaja PJAS mempunyai persyaratan yaitu : (1) Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir serta rak pengering; (2) Tersedia wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tissu di tempat makan dan tempat pengolahan/persiapan makan; (3) Tersedia suplai air bersih yan cukup, baik untuk kebutuhan pengolahan maupun

(9)

untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan; (4) Tersedia alat cuci/pembersih yang terawat baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel, dan bahan pembersih sepeti sabun/detergen dan bahan sanitasi. Perlengkapan kerja karyawan kantin/penjaja PJAS harus disediakan antara lain baju kerja, tutup kepala, dan celemek berwarna terang, serta lap bersih. Jika tidak memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus tertata rapi dengan dipotong pendek dan diikat (Nuraida et al 2009).

 Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyimpanan atau pengangkutan makanan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu komponen makanan atau mempengaruhi sifat khas makanan (Depkes RI 2001).

Penggunaan BTP dilakukan bila betul-betul diperlukan dalam pengolahan makanan dan tidak dibenarkan untuk tujuan menyembunyikan dari cara pengolahan yang tidak baik atau mengelabui konsumen, misalnya menutupi mutu bahan baku yang kurang baik. Pengaturan dan pengawasan BTP dimaksudkan agar hanya bahan yang diizinkan saja yang digunakan pada pengolahan makanan, dimana bahan tersebut betul-betul diperlukan untuk pengolahan makanan yang bersangkutan, mutunya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan jumlahnya sesuai dengan cara produksi yang baik dan tidak melebihi batas maksimum yang diizinkan (Depkes RI 2001).

Bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam makanan jajanan: 1. Pewarna

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.

2. Pemanis

Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi (Winarno 1997). Biasanya digunakan pada makanan

(10)

yang ditujukan pada penderita diabetes mellitus atau makanan diit agar badan langsing. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan makanan jajanan umumnya adalah siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan 300 kali gula alami.

3. Pengawet

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah dan menghambat fermentasi, pengasam dan pengurai lain terhadap makanan yang disebabkan oleh organisme (Winarno 1997). Umumnya, dikenal dipasaran dengan sebutan anti basi.

4. Penyedap rasa

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988 dan diperbaiki menjadi No. 1168/Menkes/Per/1999 tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan aroma, dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan tambahan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Jenis bahan penyedap yaitu penyedap alami terdiri dari bumbu alami, herbal, dan daun, misalnya esensial dan turunannya, oleoresin, isolate penyedap, penyedap dari sari buah, ekstra tanaman dan hewan. Sedangkan penyedap sintesis merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai penyedap alami (Cahyadi 2008).

Dampak penggunaan BTP selama ini kurang dipahami oleh para produsen maupun konsumen. Dampak dari kesalahan dosis maupun kesalahan pemilihan jenis bahan tambahan memang tidak langsung dirasakan. Dampak ini baru terasa beberapa waktu kemudian, setelah terjadi akumulasi dalam tubuh. Oleh karena itu, memberi peringatan kepada masyarakat tentang risiko dan manfaat BTP merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan (Saparinto & Diana 2006).

Menurut Judarwanto (2008), makanan jajanan menyumbang asupan energi bagi anak sekolah 36%, protein 29% dan zat besi 52%, namun masalah keamanan pangan jajanan baik dari segi mikrobiologi maupun penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) masih sangat penting untuk diperhatikan, yaitu dengan menjamin konsumen memperoleh pangan yang aman untuk kesehatan. Dampak dari kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan antara lain karacunan pangan karena proses penyiapan dan penyajian yang tidak higiene, risiko berbagai penyakit karena penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

(11)

Pada tahun 2005, Badan POM RI melakukan pengujian terhadap 861 makanan jajanan anak sekolah di 195 sekolah dasar di 18 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar, dan Padang. Hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% (344 makanan jajanan) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Misalnya, es sirup atau buah (48.2%) dan minuman ringan (62.5%) yang banyak dikonsumsi anak-anak mengandung bahan berbahaya dan tercemar bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus atau sambal (61.5%) serta kerupuk (56.3%). Dari total makanan jajanan tersebut, 10.5% mengandung pewarna yang dilarang, yaitu rhodamin B, methanil yellow, dan amaranth (Rachmawati 2005).

Secara umum, jajanan yang dijual pedagang kaki lima di SD kualitasnya sangat memprihatinkan bila ditinjau dari aspek kesehatan. Data Badan POM tahun 2010 menunjukkan adanya jajanan yang tidak memenuhi syarat dengan ditemukannya dari 2.984 sampel yang diuji, 45% diantaranya tidak memenuhi syarat karena mengandung BTP yang dilarang seperti boraks, formalin, rhodamin B, methanol yellow atau BTP yang diperbolehkan seperti benzoat, sakarin, dan siklamat namun penggunaannya melebihi batas, serta ada yang tidak memenuhi uji cemaran mikroba karena mengandung Escherichia coli. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya perlindungan pada anak sekolah, padahal mengonsumsi jajanan saat bersekolah sudah menjadi aktivitas rutin mereka (Permata 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Pengurutan data (sort) adalah algoritma yang meletakkan elemen pada sebuah list atau tabel dengan urutan

Menurut Buffa & Sarin (1996), perencanaan produksi dapat ditentukan sebagai proses untuk memproduksi barang – barang pada periode tertentu sesuai denga yang diramalkan

4) Tenaga pengajar yang meningkat kemampuan dan kompetensinya, dilaksanakan melalui kegiatan workshop/pelatihan/bimbingan teknis di bidang Industri Kelapa Sawit

Penelitian ini bertujuan untuk memper- oleh bakteri yang memiliki aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari sistem pencer- naan ikan lele, sebagai kandidat

Kajian ini adalah bertujuan untuk mengkaji keberkesanan penggunaan modul pembelajaran bagi mata pelajaran Sistem Elek1:ronik 2 ( E2002 ) dapat membantu pensyarah dan pelajar dalam

Sedangkan untuk menjawab tujuan kedua yaitu dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dan untuk menjawab tujuan ketiga menggunakan analisis uji t (uji parsial).

Coba anda lakukan hal yang sama dengan menggunakan mail server yang sudah anda buat... • Restart dulu DNS

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Togean, (2) menganalisis faktor-faktor yang