Kepadatan Populasi Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus L.) Di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang Sumatera Barat
Sugeng Santoso, Nurhadi dan Armein Lusi
Program Studi Pendidikan Biologi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
Swimming crab is a commodity of sea that have economical value, because of that the fishermen did overfishing. The fishermen do not think the effect of wiped out of swimming crab and low reproduction from crab that cause the population of crab at Gulf Buo become. In addition, the fishemen found problem so, the population of fishemen become decrease. it happened beause of the instrument still traditional. the research is to know the density population of Swimming crab and
chemical physics factors at Gulf Buo Padang West Sumatra. The research did on July to Agust 2013 at
Gulf Buo Bungus District Bay Kabung Padang West Sumatra. Sample took by using descriptive, crabs arrested by using a tunnel set, the assembling of snare by choosing location based on the differentiante of subtrat.traps captured using the tool, trapping by selecting locations based on different subtrat. The results of research that has been conducted with a population that is:1.2 individuals / snare. Parameters
of chemical physics factor Temperature 29-300C, Salinity 24.4-33 ppt, pH 7, DO 1.73 - 3.12 ppm.
Key words: Blue swimming crab, Arrest, results of population
PENDAHULUAN
Rajungan merupakan komoditas laut yang mempunyai nilai ekonomi oleh sebab itu banyak para nelayan melakukan penangkapan
kepiting secara terus-menerus(overfishing).
Para nelayan tidak mememikirkan dampak kepunahan dari populasi kepiting rajungan dan lambatnya reproduksi dari kepiting rajungan menyebabkan berkurangnya populasi kepiting rajungan di Teluk Buo, hal ini terlihat dari semakin mengecilnya ukuran kepiting yang tertangkap. Ditambah dengan berjalannya waktu terdapat kendala yang dialami oleh
nelayan menyebabkan jumlah nelayan juga berkurang karena keterbatasan alat yang masih tradisional.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah Penelitian ini dilakukan di daerah Teluk Buo dan yang dihitung hanya individu kepiting rajungan muda sampai dewasa. Pengukuran faktor fisika-kimia air di daerah Teluk Buo meliputi salinitas, suhu, pH air dan DO.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini telah dilaksanakan pada Bulan Juli-Agustus 2013 di Teluk Buo
Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang Sumatera Barat. Alat yang digunakan perahu beserta perlengkapanya, Alat Tangkap Bubu, Meteran, Talirafia, Kantong plastik, Pisau, Gunting, Ember, Indikator pH, DO Meter, Konduktometer, Alat Tulis, Kamera, Plaster, Pelampung, Parang, Tongkat penanda dan juga gabus sebagai tanda perangkap. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kepiting rajungan (Portunus pelagicus L.), Alkohol 90 %, dan Usus Ayam.
Penelitian ini menggunakan metode survei deskriptif, yaitu pengambilan sampel langsung di lapangan dengan menggunakan transek yang diletakkan secara purposive sampling yaitu memilih lokasi berdasarkan
subtrat yang berbeda-beda dan masing-masing stasiun dilakukan pengukuran suhu, salinitas, pH dan DO.
HASIL DAN PEMBAHASAN
. Hasil penelitian tentang kepadatan populasi kepiting rajungan (Portunus pelagicus L.) di Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang Sumatera Barat pada lima stasiun terlihat pada Tabel 1.
Tabel .1 Data hasil penangkapan kepiting rajungan (Portunus pelagicus L.) Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang, Sumatera Barat
Stasiun
Perangkap
Ke Jumlah individu Kepadatan (individu/
perangkap) 1 2 3 4 5 I 2 1 0 0 0 3 0,6 II 0 0 0 0 1 1 0,2 III 0 0 0 0 1 1 0,2 IV 0 0 0 0 0 0 0,0 V 1 0 0 0 0 1 0,2 Total 6 1,2
Parameter fisika kimia merupakan faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap
kehidupan kepiting bakau. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan diambil satu kali pada
saat air surut bersamaan dengan pengambilan sampel pada pagi hari, terlihat pada Tabel 2 faktor fisika kimia salinitas, suhu, pH, dan DO.
Tabel 2. Parameter Fisika-Kimia di Teluk Buo, Kecamatan Bungus Teluk Kabung Padang, Sumatera Barat
Stasiun Suhu oC Salinitas (ppt) pH DO (ppm)
I 30,5 33,8 7 3,12
II 29,0 31,5 7 2,87
III 29,3 24,4 7 1,73
IV 30,0 33,5 7 2,62
V 30,0 32,7 7 2,18
Pada stasiun I berpasir sangat cocok untuk habitat dari kepiting rajungan. Jenis subtrat dengan kandungan persentase pasir yang tinggi akan menunjang kehidupan dan pertumbuhan benih kepiting rajungan karena subtrat pasir memiliki sirkulasi air dan udara yang baik sehingga air dan udara bergerak melalui ruang pori-pori pada subtrat pasir jadi penyediaan air dan oksigen dapat berjalan dengan baik (Hakim et al, 1986 dalam Ruliaty, dkk, 2007).
Stasiun II ditemukan sedikit spesies kepiting rajungan karena disebabkan faktor lingkungan tidak mendukung. Stasiun III dengan kondisi berlumpur sedikit ditemukan kepiting rajungan, karena kondisi tidak mendukung dan didominasi oleh kepiting Scylla serrata. Pada stasiun IV tidak ditemukan sampel kepiting rajungan, karena stasiun ini terletak pada kondisi kawasan yang dangkal. Sedangkan stasiun V dengan kondisi berpasir sangat cocok untuk habitat dari
kepiting rajungan, tetapi hanya sedikit
ditemukan sampel kepiting rajungan karena dekat dengan laut lepas dan juga disebabkan oleh pemasangan perangkap sering terkena ombak yang besar sehingga pemasangan
perangkap tidak efektif. Menurut Moosa dan Juwana, 1996 dalam Facrudin dan Musbir (2010), penyebaran kepiting rajungan menyukai pada daerah pantai dan menyenangi daerah perairan dangkal dan diberbagai ragam habitat mulai dari tambak, perairan pantai (in-shore) hingga perairan lepas pantai (off-shore) dengan kedalaman 60 meter.
Dibandingkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fachrudin dan Musbir (2010), menyatakan bahwa produksi kepiting rajungan pada wilayah penangkapan di Sulawesi Selatan dari beberapa Kabupaten menunjukkan bahwa Kabupaten Selayar = 34,3 ton, Kabupaten Sinjia = 23,9 ton, Kabupaten Banteang = 12,3 ton, Kabupaten Jeneponto = 313,5 ton, Kabupeten Makasar = 18,9 ton, Kabupaten Maros = 425,8 ton, Kabupaten Pangkep = 890,9 ton, Kabupaten Pinrang = 45 ton, Kabupaten Bone = 836,7 ton, Kabupaten Wajo = 1204,9 ton, Kabupaten Luwu = 9 ton, Kabupaten Palopo = 142,4 ton, Kabupaten Luwu utara = 78,2 ton, Kabupaten Luwu timur 30,7 ton. Parameter fisika kimia diperairan Teluk Buo tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Suhu 29-30,50C, salinitas 24,4-33,8
ppt, pH 7, dan DO 1,73- 3,12 ppm. Jika dibandingkan dari hasil penelitian Djunaedi (2009), menunjukkan bahwa parameter fisika kimia di Teluk Buo lebih rendah. Kisaran suhu 30-320C, salinitas 30-32 ppt, pH 7,7-8,5, DO
4,03-8,32 ppm dan hasil penelitian Syahidah, dkk (2003), menunjukkan bahwa pada
pemeliharaan larva rajungan (Portunus
pelagicus) dari stadia zoea 1 sampai megalopa dalam bak terkontrol dibutuhkan kisaran salinitas terbesar 27-34 ppt. Informasi dari panti benih swasta, dari beberapa kali pemeliharaan larva rajungan (Portunus pelagicus) megalopa dihasilkan pada kisaran salinitas 33 ppt. Sedangkan untuk stadia megalopa sampai kepiting muda dipelihara di tambak dengan kisaran salinitas 32-34 ppt. Kelangsungan hidup rajungan sangat dipengaruhi oleh parameter
lingkungan seperti salinitas, suhu, efek
pencemaran.
Organ-organ dalam seperti insang dan ginjal tidak efektif berfungsi jika rajungan berada pada kondisi lingkungan yang tercemar. Suatu organ kompleks pada rajungan yang membantu kontrol proses–proses osmotik, respirasi dan ekressi adalah insang, jika insang terterganggu maka berakibat kematian rajungan tersebut (Johnson, 1980 dalam Syahidah, dkk, 2003).
Dari segi lain dapat dilihat bahwa populasi dapat berkurang karena adanya laju pertumbuhan dan kematian (laju mortalitas)
dari kepiting rajungan. Faktor yamg
mempangaruhi pertumbuhan ialah makanan dan suhu perairan, di daerah tropik makanan lebih penting dari pada suhu (Pet dan Mous, 2000 dalam Muhsoni dan Abida, 2009).
Makanan yang diberikan pada saat pemasangan perangkap mengunakan usus ayam dan kepala ayam biasanya para nelayan di Teluk Buo mengunakan ikan sehingga faktor makanan bisa mempengaruhi dari hasil penangkapan. Dari penelitian Fachrudin dan Musbir (2010), para nelayan melakukan
penangkapan kepiting rajungan dengan
mengunakan jenis umpan yaitu perut ayam dan ikan mujair.
Dari bentuk perangkap dapat
mempengaruhi hasil populasi dari kepiting rajungan, perangkap yang digunakan pada saat penelitian di Teluk Buo dengan mengunakan alat tangkap bubu. Pada umumnya para nelayan banyak mengunakan alat tangkap kepiting
dengan bubu bersifat perangkap dan
mengunakan jaring insang dasar (Bottom
gillnet) didasarkan pada kebiasaan dan
pengalaman nelayan dalam melakukan operasi penangkapan (Sulkifli, dkk, 2009).
KESIMPULAN
Bedasarkan penelitian yang dilakukan di Kawasan Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk
Kabung Padang Sumatera Barat dapat
rajungan (Portunus pelagicus L.) di Kawasan Teluk Buo Kecamatan Bungus Teluk Kabung
Padang Sumatera Barat sebanyak 1,2
individu/perangkap dan faktor fisika kimia masih berada pada kisaran toleransi untuk kehidupan kepiting rajungan.
DAFTAR PUSTAKA
Djunaedi, A. 2009. Kelulushidupan dan
Pertumbuhan Crablet Rajungan
(Portunus pelagicus Linn.) Pada
Budidaya dengan Substrat Dasar yang Berbeda (Online), diakses 15 Maret 2013.
Facrudin, L dan Musbir. 2010. Penangkapan Dan Pengolahan Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus L.) di Sulawesi Selatan (Online), diakses 12 Agustus 2013.
Muhsoni, F. F. dan I. W. Abida. Analisis Potensi Rajungan ( Portunus pelagicus)
Di Perairan Bangkalan. Madura.
(Online). diakses 8 September 2013. Ruliaty, L. M. Mardjono dan U. Komarudin.
2007. Produksi Baby Crab Rajungan Di Hapa dan Bak Terkendali. Jepara. (Online). diakses 12 Agustus 2013. Sulkifli, A. B. S. 2009. Peningkatan Pendapatan
Nelayan Kepiting Rajungan (Portunus
pelagicus) Melalui Pendekatan
Agribisnis di Kabupaten Maros.
(Online). diakses 4 Oktober 2013. Syahida, D. B. Susanto dan I. Setiadi. 2003.
Percobaan Pemeliharaan Megalopa
Rajungan Portunus pelagicus Sampai Menjadi Rajungan Muda (Crablet -1) Dengan Kisaran Salinitas Berbeda. Bali. (Online). diakses 12 September 2013.