• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RANCANGAN UNDANG UNDANG TENT ANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RANCANGAN UNDANG UNDANG TENT ANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

T ahun Sidang Masa Persidangan Jenis Rapat Sifat Rapat Harirr anggal Waktu Deng an Tempat Ketua Rapat Sekretaris Acara Anggota Hadir PIMPINAN PANSUS

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT

PANITIA KHUSUS DPR·RI RANCANGAN UNDANG·UNDANG

TENT ANG

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

: 2005-2006

: Ill : Rapat Panja II : Terbuka : Kamis, 16 Februari 2006 : Pukul 14.00 WIB

: Dirjen Hukum dan HAM RI

: Ruang Rapat Pansus : Murdaya Pao

: Ors. Budi Kuntaryo

: Pembahasan DIM RUU tentang Kewarganegaraan RI

: 21

anggota dari

26

anggota

1. DRS. SLAMET EFFENDI YUSUF, M.Sl (F-PG/KETUA) 2. MURDAY A POO (F-PDIP/WAKIL KETUA)

3. ORA. Hj. IDA FAUZIYAH (F-KB/WAKIL KETUA)

F-PG F-KB

4. DRS. H. MAMAT RAHAYU ABDULLAH, MM 15. PROF. DR. MAHFUD, MD

5. Hj. SOEDARMANI WIRYATMO, SH., M.HUM. 16. NURSYAHBANI KATJASUNGKANA, SH. 6. ASIAH SALEKAN, BA

7. PROF. DRS. H. RUSTAM E. TAMBURAKA, MA

F- PDIP F-PKS

8. DRS. CYPRIANUS AOER 17. H. YUSUF SUPENDI, LC. 9. IR. RUDIANTO T JEN 18. IR. UNTUNG WAHONO, M.SI

F-PPP F-BPD

10. DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN 19. ANTON A MASHUR, SE. 11. DRS. H. DJABARUDDIN AHMAD

(2)

F- PD F-PBR 12. H. DADAY HUDAYA

13. DRS. H. SOFYAN ALI, MM

F-PAN F·PDS

14. TUTI INDARSIH LOEKMAN SOETRISNO 20. DRS. St. JANSEN HUTASOIT, SE., MM. 15. DRS. NURUL FALAH EDDY PARIANG

ANGGOT A YANG IZIN

1. ORA HJ. IDA FUZIYAH/F· KB (WK. KETUA) 2. DRS. H. BOMER PASARIBU, SH, SE, MS/F- PG 3. NUR SUHUD/F· PDIP

4. ORA. El VIANA, M.Si/F· PDIP 5. H. ANDI DJALAL BACHTIAR/F· PBR

6. DRS. H. MAMAT RAHAYU ABDULLAH, MM/F-PG

KETUA RAPAT (MURDAYA POO)':

Yang terhormat Saudara-saudara Anggota Panja, Yang terhormat Saudara Dirjen. Peraturan Perundang-undangan, sekarang sudah hadir adalah 19 orang dari jumlah 20 orang Anggota Panja, jadi sudah kuorum. Salam sejahtera bagi kita semua, pertama-tama marilah kita memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan karuniaNya kepada kita semua, sehingga kita bisa hadir malam ini dalam Rapat Panja dengan Dirjen Peraturan Perundang-undangan pada hari ini kita dalam keadaan sehat wal afiat. Sesuai dengan acara maka pada hari ini Panja mengadakan Rapat Panja untuk membahas materi Panja, yang diserahkan kepada Pansus mengenai Rancangan Undang-undang tentang Kewarganegaraan RI, maka rapat kami buka dan terbuka untuk umum.

(RAPAT DIBUKA)

Melanjutkan pembahasan kemarin, jadi semalam kami membahas sampai pada DIM 28, maka saya kali ini ingin mengusulkan melanjutkan DIM 28 yang isinya: "Anak yang lahir di luar nikah yang diakui oleh ayahnya seorang WNI dan pengakuan tersebut dilakukan sebelum anak tersebut berumur 16 tahun atau belum menikah kecuali menyebabkan Kewarganegaraan ganda (huruf

n.

Pengakuan disampaikan secara tertulis di depan berdasarkan keputusan Pengadilan dan memperlihatkan alat bukti yang sah". Karena tadi malam belum selesai, maka kami lanjutkan malam ini, saya persilahkan kawan-kawan dari Panja. Silahkan Pak Lukman.

f. PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

T erima kasih Pak Ketua.

Saya pikir butir f ini, kita sebelum rapat kemarin itu ditutup atau diskors, itu sebenamya sudah ketemu substansinya. Jadi idenya yang ingin diatur dalam butir f ini sesungguhnya bahwa kalau ada anak hasil di luar perkawinan, di mana ibunya adalah WNA dan ayahnya atau seorang yang mengaku ayahnya itu seorang WNI, dan pengakuan itu diberikan di Pengadilan, maka anak

(3)

itu menjadi WNI selama dia belum mencapai usia 18 tahun dan angka 18 nampaknya sudah disepakati, karena pertimbangan Konvensi Hak Anak itu, perlindungan anak. ldenya seperti itu dan tinggal merumuskannya saja sebenarnya, ,menurut saya begitu ketua, ingatan saya,

I

nampaknya konsepnya sudah disepakati, tinggal dirumuskan perbaikan rumusan di butir f ini.

KETUA RAPAT :

Silahkan Pak Kiai.

F· PKS (YUSUF SUPENDI, Le) : Terima kasih.

Saya baca laporan singkat rapat yang kemarin, itu dalam tatacara agar Pemerintah menyiapkan rumusan baru. Oleh karena itu sebelum kita memulai kita dengar dulu dari Pemerintah.

f.

PG (PROF. DRS. H. R. E. TAMBURAKA, MA): I

Pak Ketua boleh tanya, dari FPG ini mana yang benar di luar nikah atau di luar perkwinan?

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGl{ANA, SH) :

Dalam Pasal 42 Undang-undang Perkawinan menggunakan istilah di luar perkawinan yang sah.

f.

PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA) :

Bagaimana pengakuan itu, saya pertanyakan, pengakuan itu supaya sah harus melalui adopsi. Adopsi di F>engadilan supaya dia sah. Saya kira begitu.

KETUA RAPAT:

Silahkan Bu

F· KB (NURSY AH BANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Sekali lagi, saya mengingatkan bahwa lembaga pengakuan anak, itu berbeda sama sekali dengan lembaga adopsi. Memang semuanya kalau menurut hukum perdatanya harus lewat Pengadilan. Jadi kalau adopsi itu, orang tuanya bisa orang lain sama sekali. Sedangkan kalau pengakuan itu adalah ayah biologisnya.

F· PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA) :

Pak Ketua, tolong dipandu ini, supaya tak liar perdebatan ini, tolong Pak Pimpinan Panja, kami bisa mengerti tapi tolong buat di penjelasan apa yang saya usulkan tadi.

(4)

KETUA RAPAT :

Bagaimana dari kawan-kawan semua, dari Pemerintah bisa disetujui?

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Pertama mengenai penggantian kata nikah dengan kata perkawinan bisa disetujui, karena Undang-undang Perkawinan juga mengatakan anak yang dilahirkan di luar perkawinan. Jadi istilah anak yang lahir di luar perkawinan sudah betul, yang diakui oleh ayahnya seorang WNI juga sudah betul dan pengakuan tersebut dilakukan sebelum anak berumur 18 tahun atau belum kawin saya kira rumusannya sudah betul seperti itu. Jadi kalau seorang lelaki nanti tidak jelas, karena ini memang mereka itu sudah hidup bersama dalam satu hubungan tetapi tidak resmi dalam perkawinan, bukan laki-laki lain terus ujug-ujug mengaku sebagai bapaknya itu beda sekali, ini kalau bahasa Belandanya erghning, pengakuan terhadap anak di luar perkawinan, tapi mereka sudah nyata-nyata hidup bersama. Jadi rumusan DPR sebetulnya sudah benar, jadi kita kembalikan kepada rumusan DP. Kemarin itu agak terganggu sedikit karena ada rekan kami disini Pak Ghani yang menjelaskan dari sisi lain . Kita kembali ke khittahnya saja. Jadi usul inisiatif DPR.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Setuju ? Silahkan Pak Kiai.

F· PKS (YUSUF SUPENDI, Le) :

Saya mau bertanya saja, kalali konsep ini disetujui, pertanyaan saya, bagaimana garis keterunannya? Ada kaitan tidak pengaruh pengakuan warga negara dengan garis keturunan?. Karena kalau pengakuan warga negara sama dengan garis keterunan, berarti yang di luar perkawinan sah kalau anaknya perempuan, masalah walinya dan seterusnya.

Karena ini kan Undang-undang merupakan satu kesatuan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Di antaranya Kompilasi Hukum Islam itu ada pada beberapa pasal dijelaskan masalah itu. Mungkin saya bacakan pasalnya yaitu : pada Pasal 53 ayat (1) Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Ayat (2) Perkawinan yang dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu dahulu kelahirannya. Jadi dikawin itu harus menunggu sebelum kelahirannya itu. Oleh karena itu, kalau memang pasal ini saya ada tambahan setelah kata kewarganegaraan ganda, tidak ada lagi.

KETUA RAPAT: Silahkan Pak Lukman.

(5)

F· PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Saya pikir untuk mengakomodasi usulan Pak Yusuf ada baiknya dalam penjelasan butir f itu diberikan penjelasan, bahwa pengakuan lelaki atau yang mengaku sebagai ayahnya terhadap anak ini, semata-mata berkaitan dengan kewarganegaraan. Jadi tidak berkaitan dengan persoalan-persoalan perdata dalam konteks misalnya seperti itu. Jadi ada penjelasan butir f ini memang pengakuan ini hanya konteks kewarganegaraan supaya tidak menimbulkan tadi itu yang macam-macam.

KETUA RAPAT: Silahkan Bu.

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Pertama dari sudut hirarki perundang-undangan, Kompilakasi Hukum Islam itu lnpres dan kemudian dikuatkan oleh Peraturan Menteri Nomor 181 bahwa itu dipakai sebagai pedoman di Pengadilan Agama. Sedangkan lembaga erghning atau lembaga pengakuan anak, itu ada di

dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Nah itu kedudukan hukumnya berbeda dan dengan sendirinya dengan lembaga erghning atau lembaga pengakuan anak, seluruh hak anak

itu sama kedudukannya dengan anak kandung.

Jadi tidak bisa kemudian dengan Undang-undang ini dihilangkan. Nah menurut saya karena Pengadilan Agama punya pedoman-pedoman sendiri, dan karena itu hanya menyangkut orang Islam, mungkin diberlakukan Kompilasi Hukum Islam, tapi yang non muslim tidak bisa diperlakukan sama dan diimplementasikan Pasal 53 Komplikasi Hukum Islam. Dan kalau dilihat bunyinya sebenamya tidak secara eksplisit melarang atau meniadakan hak-hak anak, yang lahir di luar perkawinan dan atau dinikahkan ketika perempuan itu hamil.

KETUA RAPAT : Silahk Pak.

F· PKS (YUSUF SUPENDI, Le):

ltu kalau kita lihat dalam UUD 1945 Pasal 28b ayat (1) "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah", berarti kalau diakui sebagai keturunan itu harus melalui perkawinan yang sah. Kalau yang tadi itu kan di luar perkawinan yang sah. Oleh karena itu pada dasarnya saya setuju pain ini, dengan catatan bahwa kewarganegaraan itu tidak ada kaitannya dengan masalah keturunan. Karena ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 huruf b.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan Pak Anton.

(6)

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) :

Saya ingin berbicara soal lain, apakah diperkenankan Pimpinan?

Maksud saya dalam konteks ini tapi tidak ada hubungan langsung dengan pembicaraan yang disampaikan pembicara terhdahulu.

Dua hal yang saya ingin dapat klarfikasi :

1. Pengakuan sang ayah itu sah adanya, walaupun kedua-duanya tidak hidup bersama sebagai suami-isteri, ibarat hidup terpisah, umpamanya satu di Amerika satu di Indonesia. 2. Pengakuan ini sah adanya tanpa pihak, taruhlah dalam hal ini ibunya mengetahui atau

menyetujui, sebab ini tidak disebut di mana mereka berada waktu diadakan pengakuan, taruhlah kita ambil sebagai contoh, pengakuan itu dilakukan oleh seorang ayah yang berada di Indonesia, sedangkan isterinya di Jerman, apakah ini sah pula, itu pertanyaan saya. Yang satu adalah bahwa apakah tetap sah kalau mereka tidak dalam hubungan perkawinan dalam arti tidak tinggal bersama, atau ibaratnya sudah tidak mempunyai hubungan kekeluargaan apapun juga, baik secara biologis maupun secara hukum. Apakah pengakuan ini tetap sah?

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Pak Jansen, saya persilahkan.

F- PDS (ST. JANSEN HUTASOIT, SE, MM):

Pimpinan yang terhormat, Saudara-saudara Anggota DPR dan dari Departemen Hukum dan HAM serta Jajarannya yang saya hormati.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Saya sebenarnya saya kira tidak berlarut-larut f ini, oleh karena kita bisa memahaminya dan kita mengetahui bahwa Undang-undang ini adalah berlaku secara nasional. Kalau soal pengakuan anak ini, ini kita berbagai etnis di Indonesia ini sangat mempengaruhi, kalau seorang ayah mengakui seorang anak, itu garis keterunannya sudah langsung tidak bisa lagi digugat-gugat semua harta kekayaannya, atau garis keterunannya, apalagi suku-suku yang punya marga. Sebab anak ini ditaruh marganya dan kalau dia anak itu sudah mempunyai marga dan nanti sesudah besar bahwa tidak bisa lagi dibatasi hak-hak sipilnya. Jadi saya kira ini sebenarnya dengan penjelasan itu sudah cukup baik.

Sekian terima kasih.

KETUA RAPAT :

Bagaimana

?

Masih ada usul dari Pemerintah ? . PEMERINT AH (OKA MAHENDRA, SH) :

Pemerintah tadi sudah menyampaikan bahwa rumusan kembali ke rumusan DPR yang semula, hanya merubah kata nikah, perkawinan usia 16 menjadi 18, kata "kecuali menyebabkan

(7)

Kewarganegaraan ganda" dicoret. Kemudian penjelasannya untuk menjawab tadi apakah itu dimana dilakukan?, karena pengakuan ini disampaikan secara tertulis dan ditetapkan oleh Pengadilan dengan alat bukti yang sah. Jadi penetapannya itu oleh Pengadilan. nanti ada penetapan Pengadilan soal pengakuan ini. lni dalam penjelasan disebutkan itu. Pengakuan disampaikan secara tertulis berdasarkan penetapan Pengadilan dengan memperhatikan alat bukti yang sah. Jadi jelas dimana dilakukannya pengakuan itu.

Terima kasih Pimpinan.

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) : Bapak Pimpinan.

Begini, kalau laki-laki maka semua laki-laki akan bisa memberikan pengakuan. kalau ini dibatasi hanya yang betul-betul ayahnya artinya ayah biologisnya. Sedangkan kita juga punya

yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa ayah biologis tetap harus

'

memberikan kewajibannya, memberikan nafkah kepada anak biologisnya, itu dalam kasus Noegroho Besoes dan Defrina. Di samping itu saya ingin klarifikasi, karena di dalam draft itu kata berkewarganegaraan ganda dihapus sedangkan Pemerintah mengusulkan tetap pada draft semula. Karena kalau misalnya menikahnya dia itu umur 30 tahun dan baru, apakah itu tidak bisa? Karena kemudian tidak relevan kata anak belum menikah. tidak relevan lagi kalau dibatasi umur 18 tahun itu sebagai angka maksimum bisa diakui sebagai anak. Kalau anak belum menikah bisa saja umur 30 tahun belum menikah.

F· PG (DRS. SLAMET EFFENDI YUSUF, M.Si) :

Saya kira begini, usulan itu kan dua alternatif artinya bisa kalau sudah sampai 18 tahun, bisa saja dia 16 tahun tapi sudah kawin, karena itu «•dan atau belum kawin", boleh.

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) :

Tapi ada satu hal yang belum diatur, bagaimana kalau dia sudah kawin pada usia 17 tahun? Apakah dia itu diakui? Jadi kita patok pada usia saja. Tidak lagi pada nikah.

KETUARAPAT:

Jadi bagaimana pak? Kita terus di sini saja? Apa tidak baik kita setuju saja ini?

F· PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA) :

Pemerintah sudah sesuai dengan konsep DPR. silahkan saja diketok.

KETUA RAPAT :

Jadi saya perlu bacakan sekali lagi. "Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI dan pengakuan tersebut dilakukan sebelum anak tersebut berumur 18 tahun dan belum kawin". Bisa disetujui?

(8)

F· PDIP (DRS. CYPRIANUS AOER) :

"Dan" nya itu dihapus titiknya sampai di Warga Negara Indonesia titik, lalu pehgakuan terse but dilakukan, jadi dua kalimat jadinya.

F· PG (DRS. SLAMET EFFENDI YUSUF, M.SI) :

Bagaimana kalau ditambahkan kata yang lebih jelas, jadi sesudah kata Indonesia "yang diakui sebagai anaknya".

KETUA RAPAT:

Bisa setuju

?

(RAPAT SETUJU)

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Penjelasannya, mohon Bapak Pimpinan diketok sekalian.

KETUA RAPAT :

Penjelasannya, jadi "pengakuan disampaikan secara tertulis dan ditetapkan berdasarkan penetapan Pengadilan dengan memperhatikan alat bukti yang sah".

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Kalau di depannya ditambah permohonan?.

F· PD (BENNY K. HARMAN, SH) :

Kalau mengikuti penjelasan ini. penjelasan ini ada implikasi hukumnya, misalnya nanti ada soal apakah pengakuan itu hanya sah setelah ada penetapan Pengadilan, yang berarti kalau diajukan permohonan, maka pengadilan punya kewenangan untuk menolaknya. Jadi ini akan jadi soal, kalau memang demikian pemahamannya.

Jadi dibuktikan di Pengadilan, itu memungkinkan pihak lain untuk mengajukan keberatan atas permohonan itu. ltu kan implikasi-implikasinya. lni ada soal-soal lain sebetulnya ketentuan Pas al ini sebetulnya, yang tadi disampaikan oleh Pak Yusuf. Kai au saya mengakui si A sebagai anak saya dan saya mengajukan permohonan ke Pengadilan, lalu ada pihak lain pihak ketiga mengajukan keberatan. Jadi maksud saya implikasinya yang mesti dipikirkan untuk dimasukkan di penjelasan ini.

KETUA RAPAT :

(9)

F· PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA):

Pak Ketua, saya usul dua kalimat, pertama bunyinya begini : "Permohonan disampaikan secara tertulis kepada Pengadilan dengan memperhatikan/disertai alat bukti yang sah". Kalimat kedua : "Berdasarkan alat bukti yang sah Pengadilan memproses, selanjutnya menempatkan" dan seterusnya. Kira-kira begitu bunyi kalimatnya.

KETUA RAPAT:

Tunggu dulu, silahkan Pak Profesor.

F· KB (PROF. DR. M. MAHFUD MD) :

Jadi begini, kita mengacaukan permohonan ke Pengadilan dan permohonan ke Pemerintah ini. Padahal penjelasan aslinya itu permohonan ke Pemerintah, ya kan? lni kan permohonan pewarganegaraan, kenapa ke Pengadilan, cuma mungkin penjelasan dilampiri dengan penetapan Pengadilan. Di situ proses hukum berjalan dulu sebelum diminta. Penetapan lebih dulu, jangan dicampur permohonan ke Pengadilan dan perrnohonan pewarganegaraan, itu dua hal yang berbeda.

KETUA RAPAT :

Kalau begitu, penjelasan yang lama sudah benar, jadi kembali yang lama? Oke silahkan.

F·KB(NURSYAHBANIKATJASUNGKANA,SH):

Kalau itu maksudnya sekarang bahwa permohonan kepada Pemerintah untuk pewarganegaraan atau untuk menjadi warga negara terhadap anak itu, harus disertai pengakuan berdasarkan penetapan Pengadilan, maka kalimat yang belakang tidak perlu lagi dengan memperhatikan alat bukti yang sah, itu tidak relevan, karena penetapan Pengadilan itu dengan sendirinya harus disertai dengan bukti-bukti. Karena pengertian saya tadi rancu untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan lembaga pengakuan anak dan itu memang harus diperolehnya lewat proses Pengadilan.

Tapi kalau pengertiannya yang tadi, permohonan kewarganegaraannya, maka cukup dengan begitu, karena dengan sendirinya sebagaimana yang diatur oleh hukum perdata dan hukum acaranya, memang itu harus lewat permohonan Pengadilan untuk mendapatkan pengakuan anak itu. Jadi yang ini lebih clear, tapi kalimatnya mulai "dengan" harusnya dihapus.

KETUA RAPAT:

Tidak usah pakai "dengan" ya silahkan.

F· PD (BENNY K. HARMAN, SH) :

T adi kalau mengikuti penjelasan Prof. Mahfud tadi ada dua mekanisme, yang pertama itu pengakuan dulu melalui lembaga penetapan pengadilan. Padahal rasionya ketentuan ini begitu

(10)

ada pengakuan dia sudah etematis menjadi WNI tanpa harus dilakukan lagi permehenan kepada Pemerintah melalui lembaga naturalisasi. Jadi begitu dia mendapat pengakuan dan penetapan dari Pengadilan dia etematis sudah jadi WNI. ltu kan maksudnya? Kalau setelah itu mengajukan lagi permehenan ya tidak masuk akal.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Bapak Pimpinan.

Saya kira apa yang dijelaskan eleh Pak Benny tadi itu betul, karena ini pada Bab tentang Warga Negara, Warga Negara karena apa? Karena kelahiran anak yang lahir dari perkawinan dengan WNA dan lbu WNI dan keduanya menyatakan tetap, ini Babnya bukan mengenai Bab Naturalisasi, sehingga anak yang lahir di luar perkawinan itu kalau diakui eleh ayahnya yang WNI dia jadi WNI, cuma sekarang masalahnya pengakuan itu syaratnya apa? Karena disyaratkan di sini disampaikan tertulis. Nah tertulis di sini apakah disyaratkan netarian atau tidak jelas pokok tertulis, yang penting ada penetapan dari Pengadian untuk menyatakan syahnya pengakuan itu, begitu saja.

Jadi persis seperti yang dikatakan Pak Benny tadi, karena itu kalau boleh rumusannya singkat, "pengakuan disampaikan secara tertulis dan ditetapkan eleh Pengadilan", atau "pengakuan disampaikan secara tertulis dan ditetapkan berdasarkan Penetapan Pengadilan", sahnya pengakuan itu ditetapkan eleh Pengadilan. Berdasarkan penetapan Pengadilan. Jadi kira-kira begitu intinya.

Jadi sahnya pengakuan itu berdasarkan penetapan pengadilan dengan memperhatikan alat bukti yang sah. Alat buktinya misalnya apa? Dia betul lahir dari seerang ibu, kemudian yang kedua seal umur.

KETUA RAPAT:

Silahkan lbu.

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Jadi penjelasan ini, untuk menjelaskan seal pengakuan itu atau seal proses menjadi Warga Negara itu. Jadi kalau begitu, apakah etomatis setelah adanya penetapan pengadilan anak itu langsung menjadi WNI. Nah bagaimana dengan pelepasan status kewarganegaraannya yang terdahulu?, bagaimana Pemerintah tahu mengenai hal itu? kalau etomatis, makanya ada kerancuan di sini.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Di sini tidak perlu pelepasan kewarganegaraan, karena kita mengakui kewarganegaraan ganda sampai anak umur 18 tahun.

KETUA RAPAT :

(11)

F· PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA):

Pak Ketua, saya minta per Fraksi saja kalau ngomong. Jadi kalau yang baru masuk, apa yang kita diskusikan itu, semua itu Pak Ketua jadi tolong tegas, berdasarkan DIM-DIM yang sudah dipanjakan, ini harus berpatokan kesitu, jangan lagi dirubah-rubah masuk usul baru. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Bagaimana, kita bisa setujui yang ini? Setuju ya?

(RAPAT SETUJU)

Sekarang kita masuk DIM 32, yang sebenarnya 30, saya ingin tanggapan dari Pemerintah mengapa Pemerintah mengusulkan rumusan baru huruf c dan huruf k yang berbunyi sebagai berikut : "Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Republik Indonesia". Disetujui Pansus dibahas dalam Panja, dan huruf k "anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Republik Indonesia, sedangkan ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut". Kami ingin minta penjelasan dari Pemerintah.

PEMERINTAH {OKA MAHENDRA, SH) : T erima kasih Bapak Pimpinan.

Mengapa Pemerintah mengusulkan tambahan ini, sebetulnya dikutip dari ketentuan Undang-undang yang lama untuk memberikan kepastian bahwa anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI. ltu biar dia pasti adalah diberikan kewarganegaraan Indonesia. Demi kepastian hukum kewarganegaraan si anak yang ayahnya meniggal sebelum dia lahir, tapi masih dalam tenggang waktu 300 hari. Demikian Bapak Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Bagaimana ada tanggapan dari saudara-saudara, bisa diterima, Silahkan.

F· PG (ASIAH SALEKAN, BA) :

Terima kasih, tadi penjelasan dari Pemerintah di sini memang tenggang waktunya 300 hari, kenapa 300 hari. lni yang ingin kami ketahui, ini hanya kutipan dari Undang-undang yang lama, tapi kalau saya berfikir tenggang waktu ini lebih pasnya 360 hari, identik dengan 1 tahun. lni bagaimana kira-kira dari Pemerintah, berpatokan 360 hari itu identik dengan 1 tahun. Terima kasih.

(12)

KETUA RAPAT:

Bagaimana soal ini bagi Pemerintah.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Jadi mengenai persoalan ini, kami mohon bantuan Pak Kiai-lah untuk menjelaskan ini, ada masa iddah segala macam itu, umur normalnya bayi dalam kandungan itu, ya 300 hari ini. Jadi tidak akan terjadi percampuran keturunan di situ. Kalau dalam tenggang waktu 300 hari itu sudah lahir anak itu, 300 hari itu sama dengan kira-kira 10 bulan, sembilan bulan 10 hari artinya 9 X 30 sekitar sembilan bulan sepuluh hari, jadi itu saya kira masa bayi dalam kandungan. Saya tahu ini karena ketika isteri saya mengandung kira-kira selama itu. T erima kasih Bapak Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Bagaimana disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Sekarang mohon penjelasan yang huruf k

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Mengenai huruf k, ini sebetulnya untuk mencegah anak itu tanpa kewarganegaraan, sehingga perlu ada kepastian, di sini anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNl, sedangkan ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak jelas apa hukum negara asalnya tidak memberi kewarganegaraan kepada anak tersebut. Jadi jelas supaya dia mendapat kepastian kewarganegaraan untuk melindungi kepentingan si anak.

KETUARAPAT

Silahkan, bisa disetujui?

(RAPAT SETUJU)

DIM 34 Pasal 3 : "Anak dari seorang ayah dan ibu WNI yang dilahirkan di luar wilayah Negara RI tetap diakui dengan WNI apabila ketentuan negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan, tetapi orang tuanya menyatakan tetap memilih kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya". Penjelasannya adalah dari ayat (1) "Anak warga negara RI yang lahir di negara asas

iusso/i

akan mendapat status kewarganegaraan ganda. Untuk mendapat kepastian bahwa ia mempertahankan kewarganegaraan Republik Indonesia, maka orang tua anak tersebut harus menyatakan untuk tetap berstatus kewarganegaraan RI. Disetujui? Silahkan Pak Lukman.

F· PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Ya, ini redaksional saja, jadi di baris ketiga dari bawah kata "tetapi", itu jadi "berdasarkan ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan koma, tetapi orang tuanya tetap rnemilih.

(13)

Kata "tetapi" itu apa tidak sebaiknya diubah menjadi "selama". Jadi selama orang tuanya menyatakan tetap memilih kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya.

KETUA RAPAT: Bisa disetujui?

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH)

Pasal 3 ini memang mengatur bagi anak yang dilahirkan pasangan ayah dan ibu WNI yang lahir di luar negari. Kita kan sudah menganut dwikewarganegaraan terbatas, apa perlu kata-kata "diakui" di sini. Dengan pengakuan dwikewarganegaraan terbatas itu berarti anak yang . lahir di luar negeri dari seorang ayah dan ibu Indonesia itu adalah WNI, meskipun negara dimana dia dilahirkan dia menganut asas iussoli, itu dia diakui oleh negara yang bersangkutan. Seperti contoh misalnya seorang anak yang lahir di Amerika Serikat, anak dari pasangan suami isteri dilahirkan di Amerika Serikat itu oleh Amerika Serikat diakui sebagai warga negara Amerika. Nah berdasarkan kesepakatan kita, bahwa anak yang lahir di Amerika tersebut juga adalah WNI tanpa pengakuan dari Pemerintah kita ini. Jadi dia WNI, ini soal rumusan saja. Sehingga kami setuju juga dengan usulan Pak Lukman kata, "tetapi" dan seterusnya itu dihapus.

KETUA RAPAT:

Pemerintah setuju? Oke bisa dibacakan, silahkan Prof. Mahfud.

F· KB (PROF. DR. M. MAH FUD MD) :

Jadi coba dilihat di DIM 24 itu kan sudah tercakup sebenamya, Pasal 24 b "Anak yang lahir dari pemikahan seorang ayah dan ibu

WNI",

dimanapun dia lahir sudah otomatis, karena kita menganut dwikewarganegaraan terbatas itu, sehinga apa perlu ada Pasal 3.

KETUARAPAT:

Silahkan Pak Slamet.

F· PG (DRS. SLAMET EFFENDY YUSUF, M.Si) :

Jadi ayat yang dikemukakan Pak Mahfud itu benar, tapi supaya menegaskan bahwa orang-orang Indonesia yang bersekolah di negara yang menganut asas iussoli itu juga diperjelas. Kalau menurut saya, Pasal ini menjadi penting untuk menegaskan saja. Kalau yang tadi dikemukakan itu ya ayah dan ibunya WNI. Supaya suatu hari, ada yang pertanyakan itu sebagai suatu problem, seolah-olah hanya untuk kawin campur, padahal juga untuk yang kawin sesama WNI, hanya mempertegas itu saja.

KETUA RAPAT :

(14)

F· PDS (ST. JANSEN HUTASOIT, SE, MM):

Pimpinan, justru penjelasan itu barangkali lebih ruwet daripada yang dijelaskan, penjelasannya itu kok diulang lagi, penetapan status warga negara.

KETUA RAPAT :

Cukup jelas? Silahkan Pak Anton.

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) :

Pimpinan, masih ada pertanyaan, apakah status ini otomatis tanpa ada pernyataan sikap atau pilihan dari orang tua. Kalau kita hapus dari "tetapi~' sampai ke belakang, dia itu menjadi WN I tan pa adanya peran aktif dari orang tuanya. Kalau begitu lebih baik dihapus saja.

KETUA RAPAT :

Jadi bisa disetujui, saya bacakan? Menurut saya boleh tidak Pimpinan usul, takutnya Pimpinan tidak boleh, makinn ada penjelasan tadi saya kira tidak ada salahnya, tambah penjelasan tambah kuat. Saya rasa untuk kepastian saja karena banyak terjadinya makin jelas makin baik, boleh setuju?

PEMERINTAH :

Bapak Pimpinan. Boleh saja ada penjelasan, tapi penjelasannya tidak seperti ini, karena penjelasan seperti itu dalam konteks kalimat yang utuh seperti Pasal 3 ayat (1) yang lama. Sedangkan Pasal 3 ayat (1) ini sudah kita potong, ada bagian yang dipotong, jadi ada penjelasan yang tidak relevan lagi. Kalau memang diperlukan pejelasan diserahkan saja pada Tim Perumus untuk menjelaskan.

KETUA RAPAT:

Penjelasan Oleh Tim Perumus. DIM 35, saya bacakan : Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1} dibuat secara tertulis dengan melampirkan dokumen atas nama anak tersebut disampaikan kepada Pejabat Perwakilan RI selambat-lambatnya tiga bulan sejak

tanggal kelahiran. Saya kira tidak perlu lagi, jadi apa perlu ini? DIM 35 ini. Setuju tidak perlu.

(RAPAT SETUJU) F· KB (PROF. DR. MOH. MAHFUD MD):

lnterupsi sedikit, saya mau kernbali supaya tidak keliru ini, karena nanti di Timus khawatir kelewat, kata "apabila" itu kalau kalirnat akhir dipotong rnestinya diganti "meskipun" yang tadi Pasal 3 ayat (1); anak dari seorang ayah dan ibu WNI yang dilahirkan di luar wilayah

negara RI tetap diakui sebagai WNI "meskipun", bukan apabila, sebab kalau "apabila" itu kalimatnya yang terakhimya jangan dipotong. Saya khawatir nanti di Timus terlewat.

(15)

KETUA RAPAT:

Jadi, ketok lagi disetujui ini ya?

(RAPAT SETUJU)

DIM 36 Ketentuan mengenai tatacara penyerahan surat pernyataan dan dokumen diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, jadi ini dihapus saja

PEMERINT AH :

Pimpinan. Nanti kalau diperlukan ayat semacam ini kita cari tempatnya. Sekarang di Pasal 3 tidak perlu ada ayat, didrop dari ayat ini. Jadi Pasal 3 saja tidak pakai ayat.

KETUA RAPAT: Setuju?

(RAPAT SETUJU)

Sekarang Pasal 4 ayat (1) "setelah usia 21 tahun atau sudah nikah, anak berhak menyatakan kewarganegaraannya sendiri terhadap pernyataan penerimaan atau penolakan kewarganegaraan oleh orang tuanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, huruf d dan Pasal 3 ayat (1)". Pemerintah mengusulkan rumusan alternatif, Anak berhak memilih kewarganegaraannya sendiri terhadap pernyataan penerimaan atau penolakan kewarganegaraan oleh orang tuanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, huruf d, dan Pasal 3 ayat (1) setelah berusia 21 tahun atau sesudah menikah.

Jadi kita ganti 18 tahun, 18 tahun bisa disetujui? Usulan Pemerintah 18 tahun diganti 21 tahun. Silahkan.

PEMERINTAH :

Saya kira tidak cukup hanya dengan mengganti usia 21 tahun menjadi 18 tahun, karena ini prinsip dasarnya sudah berubah. Pasal 2, Pasal 3 itu sudah berubah. Pasal 2 itu sudah berubah. Jadi kewarganegaraan anak itu tidak lagi diperoleh karena pernyataan penerimaan atau penolakan, karena kita menerima prinsip dwikewarganegaraan terbatas, jadi dia otomatis jadi WNI.

Oleh karena itu, rumusan Pasal 4 ini perlu dirombak secara total menyesuaikan dengan perubahan-perubahan prinsipil yang sudah terjadi dalam pasal sebelumya. Nah untuk itu Pemerintah mengusulkan rumusan baru lagi, karena rumusan Pasal 4 yang ada di dalam draft ini sudah tidak cocok lagi dengan perubahan-perubahan prinsipil yang ada di pasal sebelumnya. Nah rumusannya kira-kira berbunyi sebagai berikut : "Setelah usia, nanti kita sepakati apakah 18 atau 21 tahun atau sudah kawin anak harus menyatakan", karena disini kalau tidak diharuskan kalau dia berhak dikatakan nanti dia terus mempunyai kewarganegaraan ganda.

(16)

Jadi disini hukumnya wajib bagi dia untuk memilih. Menyatakan memilih satu kewarganegaraan apabila yang bersangkutan merupakan subyek dari Pasal 2 huruf c, huruf d, dan Pasal 3. Jadi kira-kira begitu Bapak Pimpinan. Jadi rumusannya bisa diserahkan pada Tim Perumus, karena ini perubahan yang prinsip.

KETUA RAPAT:

Jadi Tim Perumus, bisa disetujui? Di Timus saja?

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) : Pimpinan.

Masih ada satu yang belum tercover dengan apa yang disampaikan oleh Pemerintah, jika dia tidak melaksanakan dia, lupa saja, sudah biasa-biasa saja, dia tidak membuat pilihan, apa yang terjadi. Menurut rumusan tadi mulai dengan usia 18, bisa pada saat 60 tahun baru dia pilih. Dia tidak buat apa-apa sampai usia 60 tahun. Jadi sampi usia 60 tahun dia mempunyai kewarganegaraan ganda. lni saya rasa belum diatur dengan rumusan tadi.

KETUA RAPAT :

Apa tidak baik nanti di Timus dirumuskan, dicari redaksinya. Ada usul lainnya.

F· PDS (ST. JANSEN HUTASOIT, SE, MM):

Pimpinan. Tadi sepertinya ada kalimat mengatakan bisa saja nanti sampai umur

60

dia tetap warga negara ganda karena lupa. Saya rasa fikiran itu tidak mungkin, hanya sampai usia 18 dia. Jadi tidak ada masalah kalau qia lewat tidak menentukan yang asli atau yang asing, yang Indonesia atau yang asing,

18

tahun itu sudah patokan untuk kewarganegaraan ganda.

KETUA RAPAT : Silahkan Pak Slamet.

F· PG (DRS. SLAMET EFFENDY YUSUF, M.Si.): Ya, Terima kasih.

Jadi kita mengatur 18 tahun untuk anak yang sudah kita berikan kewarganegaraan ganda itu, dengan kata harus yang diusulkan oleh Pemerintah itu berarti kepastian hukumnya di situ. Jadi tidak usah diragukan lagi kalau dia nanti tidak melakukan itu seperti apa, nanti tentu kita akan mengatur kemudian. Apakah itu juga akan kita masukkan dalam soal sanksi atau tidak? Kalaupun tidak, dia telah melalaikan kewajibannya, maka Pemerintah RI bisa saja menyatakan yang bersangkutan berarti memilih yang sana, kalau tidak ditemukan permintaan menyataan di sini.

Jadi 18 tahun itu adalah batas usia harus menyatakan pilihannya itu, bukan memulai dia menyatakan mungkin bukan itu. Andaikata seseorang anak belum berusia 18 ahun misalny

(17)

menyatakan memilih satu mungkin malah boleh, misalnya umur 16 tahun, bisa saja andaikata dia untuk satu keperluan dan sebagainya perlu seperti itu. Tapi menurut saya 18 tahun itu bukan untuk memulai, berarti disitulah batas untuk melakukan pilihan. Jadi menurut saya tidak membingungkan itu, justru batas seperti ini adalah kepastian hukum. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Silahkan.

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Saya memang tidak ikut dalam perdebatan, sehingga sampai pada pilihan politik untuk menentukan sampai 18 tahun itu. Memang itu sudah tidak bisa dipersoalkan lagi atau bagaimana kesepakatan itu, karena kalau lihat praktek di berbagai Negara, dwikewarganegaraan itu sampai kapan pun boleh. lni memang membuka perdebatan yang lalu yang saya tidak ikuti, saya hanya bertanya dan pilihan politiknya sekarang ini hanya sampai 18 tahun, kenapa tidak membuka kemungkinan untuk menerapkan anak dwikewarganegaraan itu seumur hidup. ·

KETUA RAPAT:

Silahkan Pak Slamet.

F· PG (DRS. SLAMET EFFENDY YUSUF, M.Si) :

Terima kasih.

Jadi inilah ibarat gerbong itu baru masuk di tengah, jadi susah. Kita ini menghadapi perdebatan di Pansus, kita menghadapi tuntutan-tuntutan dari masyarakat dan kita mendengar langsung dari mereka apa kemauan mereka. Jadi kemauan mereka ya seperti itu, diberikan hak kewarganegaraan ganda sampai usia tertentu. Jadi ini muncul dari masukan-masukan dari berbagai LSM-LSM itu, lbu Nursyahbani.

Kemudian pada waktu itu kita belum menentukan umur 18 tahun kah ada beberapa pilihan waktu itu, yaitu 16,18 atau 21. Kita memilih 18, oleh karena ini sesuai dengan konvensi dan juga Undang-undang Perlindungan Anak tentang itu. Jadi saya kira begini saja, kita juga harus ada semacam apa begitu, supaya tidak membuka lagi persoalan-persoalan yang sudah menjadi kesepakatan kita. Memang hak kita lah untuk itu, tetapi supaya Pansus ini dan kemudian Panja juga berjalan sesuai dengan alur yang kita sepakati. ltu yang pertama penjelasannya.

Penjelasan yang kedua adalah bahwa pada prinsipnya bangsa Indonesia itu, negara kita itu tidak menganut kewarganegaraan ganda pada umumnya. Karena itu kita sebut kewarganegaraan ganda itu dalam istilah yang masih dipakai di sini adalah kewarganegaraan ganda terbatas. Terbatas apa? Pertama adalah mereka yang kita sebut dengan pasangan trans-nasional itu, pasangan berbagai bangsa itu, bangsa kita dengan bangsa lain.

Dan yang kedua adalah pasangan dua-duanya WNI tapi lahir di negara yang menganut asas iussoli itu. Alasan yang ketiga adalah asas di negara lain, apakah boleh yang seperti itu selamanya. Ada negara yang membolehkan ada negara yang tidak. Dia harus memilih. Jadi tiga

(18)

alasan itu yang kemudian sampai kepada kesimpulan yang diambil Pansus, seperti yang selama ini ada. ltu penjelasan kami. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Silahkan Pak Lukman.

F· PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Khusus menyangkut ini, seingat saya kesepakatan di Pansus itu menyangkut dwikewarganegaraan terbatas, pengertian terbatas itu ada dua pengertian, pertama seperti yang disampaikan Pak Slamet tadi itu, anak hasil perkawinan campur selama belum berusia 18 tahun. Lalu yang kedua, terbatas dalam pengertian selama yang bersangkutan WNA itu berdomisili di Indonesia. Seingat saya itu yang kita sepakati, nanti kemudian dibawa di Panja untuk dirumuskan lebih Ian jut. lni saya sekedar mengingatkan saja. T erima kasih Ketua.

KETUA RAPAT: Silahkan Pak Anton.

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) :

Mahon maaf, saya tanya terus. Berarti kalau apa yang disampaikan oleh Pak Slamet tadi itu sekarang menjadi substansi dari pada pemahaman pasal ini, berarti teoritis, satu hari sebelum usia 18 tahun ada pengakuan dari seorang ayah, jadilah dia WNI, satu hari sesudahnya dia harus membuat pilihan atau pada hari yang sama, itu tidak reasonable, terlalu pendek waktunya.

Jadi tidak dipatok pada usia 18 tahun, karena usia itu baru saja dia mendapat status yang tidak menurut kemauannya menjadi WNI, atau dalam konteks ini ada mempunyai kewarganegaraan ganda. Sehari sesudahnya atau pada saat yang sama lnvinitif, lnvinitisima/

pada saat yang sama dia harus mengadakan pilihan, itu teoritis agak sedikit sulit, mungkin batas waktu sekitar 5 tahun tidak ada pilihan, dia otomatis WNI.

KETUA RAPAT : Silahkan.

f. PDIP (IR. RUDIANTO T JEN) :

Untuk Pasal 4 yang baru diusulkan Pemerintah itu setelah usia 18 tahun harus menyatakan memilih kewarganegaraan, nanti saya pikir bukan kita rumuskan seperti itu, tapi memberikan pemyataan tertulis. Kalau menyatakan memilih itu nanti rancu lagi, nanti harus persetujuan pengadilan berarti nanti naturalisasi lagi.

Untuk itu saya pikir setelah usia 18 tahun atau sudah menikah dia harus memberikan pernyataan tertulis memilih salah satu kewarganegaraannya. Jadi dia cuma memberikan pernyataan tertulis saja. Jadi tidak seperti tadi, kalau seperti tadi itu ujung-ujungnya persetujuan lagi. T erima kasih Pimpinan.

(19)

KETUA RAPAT: Ada usul? Silahkan.

F·KB(NURSYAHBANIKATJASUNGKANA,SH):

Saya mengacu kepada penjelasan yang diberikan oleh Pak Lukman itu tadi, memang saya ikut gerbong di tengah-tengah. Jadi mohon dimaklumi. Untuk itu kalau saya bertanya atas pilihan-pilihan politik yang masih saya pertanyakan, karena kalau tadi dikatakan negara lain juga ada yang mempraktekan ada yang terbatas, ada yang seumur hid up. T api mengapa kita memilih yang terbatas, tidak memilih seumur hidup. ltu juga saya butuh klarifikasi mengenai itu, sehingga saya lega, bisa melepaskan Undang-undang ini. Karena setahu saya perjuangan para LSM itu justru dwikewarganegaraan tidak terbatas bukan yang terbatas, dan hanya pada anak dan oleh karena itu masalah yang tadi dikemukakan oleh Pak Lukman bahwa sebenamya soal dwikewarganegaraan terbatas itu tidak hanya pada anak, tapi juga untuk WNA yang bertempat tinggal di sini, dimungkinkan juga untuk mempunyai kewarganegaraan .

Jadi tidak terbatas pada anak, tapi juga pada orang dewasa laki dan perempuan. Nah itu di mana diaturnya mengenai hal itu. Karena sampai sekarang belum ditemukan pasal yang memungkinkan seorang WNA yang tinggal di Indonesia itu bisa mendapatkan dwikwarganegaraan. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ada dari Pak Jansen, silahkan.

F· PDS (ST. JANSEN HUTASOIT, SE., MM):

Saya kira kita batasi pembahasan kita yang ini hanya mengenai anak dulu, bahwa orang dewasa itu saya kira sudah ada pemikiran waktu itu dari Pemerintah, tapi belum kita bahas. Apakah diberikan kewarganegaraan ganda atau seperti yang disodorkan oleh Menteri mungkin diberikan suatu permanent-resident atau apalah begitu. Sehingga dia tidak susah-susah mencari pekerjaan ataupun kalau dia kembali ke negaranya tidak menimbulkan kesulitan atau dia harus lapor sekian tahun harus kembali ke negarannya.

Tapi dengan itu yang sudah diberikan dan disetujui oleh Pemerintah pemikiran itu. Jadi saya kira yang mengenai anak yang batasan usia 18 tahun kan dia kewarganegaraan ganda. Berarti dia WNI dan WNA. Nah kalau sudah 18 tahun dia memilih, dia tetap WNI atau WNA. Kalau dia WNA tentu dia harus melamar kewarganegaraannya ke negara asing tersebut melalui orang tuanya. Tetapi kalau dia tidak mengajukan atau apa-apa. Ya sudah dia otomatis WNI, saya kira begitu pemikirannya mengenai usia 18 ahun ini. Terima kasih.

KETUA RAPAT : Silahkan Pak Anton dulu.

(20)

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) : Saya usulkan Pak, biar saja pada rumusan 11

setelah berusia 18 tahun dia boleh memilih dan bisa saja dia pilih 5 tahun kemudian atau 10 tahun kemudian atau kapanpun. ltu juga satu kepastian, hanya administrasi menjadi sulit. Administrasi kependudukan atau keluarga, ketidakpastian jadinya. Atau harus kita sepakati satu perioda taruhlah 5 tahun umpamanya apabila dia tidak memilih berarti dia otomatis melepaskan warga negara asingnya dan menjadi WNI saja. ltu selesai Pimpinan. Saya tidak ada preferensi kemana, cuma harus ada kepastian.

KETUA RAPAT: Silahkan Pemerintah.

PEMERINTAH :

Jadi setelah mendengarkan diskusi ini memang perlu ada pembatasan waktu, kapan jangan sampai nanti setelah berusia 18 tahun itu kan bisa 10 tahun kemudian 60 tahun kemudian, tapi kami sepakat ada batasnya cuma tidak 5 tahun. Satu Tahun setelah berusia, apakah 18 tahun kita sepakati nanti, dia harus menyatakan memilih kewarganegaraan Indonesia.

Bagaimana kalau dia menyatakan tidak memilih, itu nanti ada di Bab Kehilangan Kewarganegaraan. Disitulah kita atur, disitu dinyatakan, kalau dia tidak menggunakan haknya itu dia kehilangan kewarganegaraan lndonesianya. ltu nanti diatur dalam pasal lain, ltu nanti rumusannya Pemerintah belum bisa menyampaikan sekarang, karena sudah dicoba untuk dirumuskan tapi otaknya sudah agak buntu, nanti kalau diperkenankan dengan Tim Perumus kita rumuskan. Kalau hari ini dari pagi dibombardir oleh Anggota DPR, lbu Nursyahbani, dan Pak T amburaka tadi siang di Baleg dihajar habis-habisan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT : Silahkan.

F· PDIP

(IR.

RUDIANTO T JEN) :

Pimpinan, untuk Pasal ini saya pikir kita harus memberikan keterangan yang jelas, memberikan pernyataan itu bagaimana, pernyataan yang bagaimana?

PEMERINTAH :

ltu sudah ada di ayat {2) itu pernyataan tertulis, nanti bila perlu kita tambahkan penjelasan apa saja yang mesti disertakan dokumennya. Jadi pernyataan tertulis kepada Pejabat menyertakan dokumen. Dokumen-dokumennya apa saja, bila perlu disebutkan dalam

(21)

F· PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA):

Saya ada usul, di samping Pasal 4 ini, saya usulkan dijadikan dua ayat. Ayat pertama kira-kira bunyinya begini, nanti kita teliti di Tim Perumus. Pasal 4 ayat (1) setelah usia 18 tahun dan sesudah kawin anak berhak memilih satu kewarganegaraan melalui pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud Pasal 2 huruf c, Pasal 3 huruf d. Tidak ada ayat (1) lagi di Pasal 3. Kemudian ayat (2) apabila pada usia 18 tahun (untuk menampung usulnya lbu Nur tadi maaf lbu Nur) dan sudah kawin, anak yang bersangkutan belum memilih satu kewarganegaraan melalui pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas dapat diberikan tenggang waktu 3 tahun untuk memproses pilihannya. Dan apabila sesudah usia 21 Tahun belum juga memprosesnya maka yang bersangkutan dapat kehilangan kewarganegaraannya. Kira-kira begitu Pak.

saya pernah diundang seminar di salah satu organisasi, mereka minta bagaimana kalau diberikan persiapan kira-kira 3 tahun setelah usia 18 tahun itu, sekaligus juga untuk mengantisipasi apa yang diusulkan tadi, nanti-nanti sudah ada yang 60 tahun tidak pernah diproses, jadi kita beri kelonggaran. Saya kira ini usul saya. Terima kasih Ketua.

KETUA RAPAT:

Masih ada lagi, Silahkan Pak Slamet.

F· PG (DRS. SLAMET EFFENDY YUSUF, M.Si) :

Jadi yang terpenting adalah ldenya saja. Jadi idenya dulu kita sudah sepakat untuk membatasi kapan yang bersangkutan menyatakan memilih dari kewarganegaraan ganda yang sudah diberikan oleh Rancangan Undang-undang ini, kelak UU ini. ltu yang panting dan dulu pilihannya saya akan ulangi adalah antara 18-21 atau sebelum itu.

Kemudian yang kedua persoalan yang muncul adalah pemberian waktu, nah kalau itu masalahnya saya kira usul Pemerintah redaksional bisa kita pertimbangkan, dan itu akan kita rumuskan di dalam Timus. Kalau tentang konsekwensi yang bersangkutan tidak menyatakan itu dirumuskan di dalam kehilangan kewarganegaraan. Saya kira itu. Saya kira saya yang usulkan itu Pak Poo kalau bisa diserahkan kepada Timus dengan prinsip-prinsip yang tadi kita sepakati.

KETUA RAPAT :

Di Timus, bagaimana bisa disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Sekarang DIM 38, "Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dengan melampirkan dokumen untuk diserahkan kepada Pejabat". Pemerintah, mengusulkan rumusan alternatif. "Hak anak untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud ayat ( 1 }" dibuat secara tertulis yang disampaikan kepada pejabat dan melampirkan dokumen. Bagaimana?

(22)

PEMERINTAH :

Jadi inti kalimatnya itu sebetulnya sama isinya cuma penekanannya usulnya Pemerintah itu pada haknya, sedangkan diusulkan DPR ditekankan pada pernyataan, saya kira manapun rumusan dipilih Pemerintah tidak keberatan.

KETUA RAPAT:

Jadi yang diambil yang mana ini.

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) :

Saya usulkan, rumusan Pemerintah diambil Pimpinan, tapi dengan menghilangkan "dengan melampirkan dokumen" itu nanti diatur secara tersendiri karena melampirkan dokumen ini juga tidak jelas dokumen apa. Jadi saya rasa disampaikan kepada Pejabat.

KETUA RAPAT:

Bagaimana? Silahkan lbu.

F· PG (ASIAH SOLEKAN, BA) :

Saya kira untuk masalah ini dokumennya harus kita tulis, nanti kita jelaskan dalam penjelasan pasal, dokumen apa itu dalam pasalnya itu akan kita. jelaskan supaya jelas. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Oke, jadi yang mana yang akan diambil ini. Jadi "hak" diganti "kewajiban", apa masuk Timus lagi?

(RAPAT SETUJU}

Sekarang sudah jam sembilan kurang 5 menit. Jadi kami masih ada 5 menit untuk meneruskan. Jadi sekarang kita ke DIM 45. "Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara RI paling sedikit 15 tahun berturut-turut atau selama 20 tahun tidak berturut-turut atau selama 20 tahun tidak berturut-turut". Silahkan Saudara-saudara.

PEMERINTAH :

Bapak Pimpinan, Kalau ini diperpanjang tinggalnya di Indonesia 15 tahun secara berturut-turut atau 20 tahun tidak berturut-turut lama sekali dia menunggu, oleh karena itu Pemerintah cenderung dipercepat ini. Dia tidak perlulah menunggu sampai 15 tahun, dia cukup 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun .tidak berturut-turut.

(23)

KETUA RAPAT:

Bisa disetujui.

(RAPAT SETUJU)

Jadi DIM 46 c "sehat jasmani dan rohani" disetujui oleh Pansus dan pembahasan lebih lanjut diserahkan kepada Panja, ini bagaimana? Huruf c yang dimaksud dengan sehat jasmani dan rohani tidak termasuk orang-orang cacat. Perlu tidak pasal ini. Silahkan dari saudara-saudara. Ada usul ? silahkan Pak Anton.

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) :

Saya usulkan agar supaya ini dihapus saja, kesehatan jasmani dan rohani itu, karena tidak bisa diukur dengan bagus, tapi semangatnya yang kita ambit dulu itu tidak membebankan negara kita, bangsa kita. Jangan sampai sudah sakit-sakitan asma berat baru dia pindah ke sini menjadi warga negara kita. Padahal kita punya tunjangan pensiun sudah jadi

$

1000 misalnya, jangan gitulah. Jadi semangat itulah yang kita ambil Pimpinan, karena rohani ini luas pengertiannya Pak, bisa juga itu lari kemana-mana bukan hanya sekedar agama. Jadi saya rasa ini dihapus saja, dan itu sudah diatur bahwa dia tidak membebani kita, mempunyai pekerjaan tetap dan sebagainya. Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Bagaimana?

Tapi menurut saya untuk menjadi WNI ada testingnya yang cukup berat. Jadi mungkin kalau jasmani dan rohani tidak sehat, tidak lulus juga. Silahkan Pak Prof Tamburaka.

F· PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA):

Saya usulkan tetap ini, sehat jasmani dan rohani, kalau tidak, ini di-Timuskan saja, dari segi bahasa, tapi prinsipnya setuju ini dicantumkan. Karena kita mau menjadikan warga negara itu supaya bertul-betul yang prima, bisa bermanfaat bagi bangsa dan negara. Kalau kita tampung yang tidak sehat bagaimana, jadi beban negara lagi. Jadi saya tetap bersyarat pada sehat jasmani dan rohani. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silahkan lbu Nusyahbani.

F· KB (NURSY AHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Saya mendukung usulan Pak Anton untuk dihapuskan. Karena persyaratan-persyaratan di pasal lain juga ada persyaratan lain, misalnya soal berjasa, menanamkan saham dan lain sebagainya, saya kira itu cukup. Bisa saja orang ini, ini dalam kondisi ekstrim, sakit dan hanya bisa diobati di Indonesia sampai bertahun-tahun dan akhimya mau memutuskan menjadi WNI

(24)

kan bisa juga. Disini sehat jasmani dan rohani dalam penjelasannya tidak termasuk yang cacat, artinya ini medis, apa psyco/ogis dan kalau orang cacat itu bisa sangat sehat sekali, sehat jasmani dan rohani, tapi dia cacat, itu tidak termasuk kategori itu, different ability itu namanya, bukan sehat jasmani atau rohani.

KETUA RAPAT :

Memang sekarang banyak sekali ada orang yang karena kecelakaan misalnya naik motor, kakinya putus dua tapi dia pandai sekali computer, sangat pandai sekali banyak yang brilian begitu. Saya lihat sendiri itu di luar negeri justru otaknya orang-orang yang cacat.

F· KB (NURSY AHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Disini juga ada Pak Gus Dur.

KETUA RAPAT:

Jadi ini bagaimana ? supaya kita ambil keputusan perlu dihapus, apa tetap, apa diTimuskan.

F· BPD (ANTON A. MASHUR, SE) :

Umpamanya pada suatu saat nanti Indonesia ini taruhlah Bali menjadi tempat di mana orang-orang yang pensiun dari luar negeri tinggal di sini, akhirnya dia mendapat pensiun dari negaranya dia tinggal di sini, tidak merugikan kita, tapi malah memberi lapangan kerja buat kita. Apakah kita mau tolak, dia sudah 10 tahun di sini, umpamanya.

Maksud saya demikian pimpinan, jadi kita fokus kepada jangan sampai membebankan negara kita. Tapi tidak menilai hal-hal sifatnya kesehatan jasmani, dan ukurannya itu nanti sangat sulit dan kesehatan rohani lebih sulit lagi.

Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT: Bagaimana Pemerintah?

PEMERINTAH :

Pemerintah tentunya, memperhatikan juga hak-hak asasi orang, yang penting meskipun dia cacat, tetapi sehat jasmani dan rohani, jangan sampi orang cacat yang sehat itu tidak boleh

mengajukan permohonan sebagai WNI.

Oleh karena itu sekiranya masih tetap dipertahankan rumusan butir c ini, mohon diberikan penjelasan, bahwa sehat jasmani dan rohani itu tidak dalam pengertian bahwa mereka itu cacat. Demikian Pak Pimpinan.

(25)

F· PG (HJ. SOEDARMANI WIRYANTO, SH, M.HUM) :

Karena belum sepakat dan kita belum satu, tidak dirumuskan saja nanti agar dua-duanya bisa ketemu di Tim Perumus saja atau dikembalikan saja ke Pansus ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Bagaimana kalau kita selesai dulu malam ini, skors untuk dilanjutkan Rabu depan pukul 14.00 WIS.

F·KB(NURSYAHBANIKATJASUNGKANA,SH): Jadi ini diputuskan bagaimana ayat ini ?

KETUA RAPAT:

Belum, karena waktunya sudah habis, Pemerintah sudah capek katanya dan kawan-kawan juga tadi Pak Mahfud dari Jam

09.00

pagi tadi.

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Jadi dipending pembahasannya untuk dilanjutkan pembahasannya pada pertemuan yang akan datang. Terima kasih.

F· PG (PROF. DRS. H. R.E. TAMBURAKA, MA) :

Pak Ketua. Kalau tidak salah dijadwal kita itu di Panja ada rencana konsinyering, supaya lebih efektif dan efisien, mungkin Pemerintah bisa memberi penjelasan kapan kira-kira rencana itu. Terima kasih.

PEMERINTAH :

Waktu rapat yang lalu, Pemerintah sudah menyampaikan tergantung kepada Dewan, atau Pak Slamet Effendy Yusuf sudah memberikan penjelasan yang sangat gamblang mengenai soal itu. Oleh karena itu, Pemerintah tidak berani melampaui Pimpinan khususnya Pak Slamet karena disamping sebagai Pimpinan Pansus juga sebagai Pimpinan Sadan Kehormatan DPR. Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Begini sebelum Pimpinan Pansus memberikan jawaban, karena di catatan saya, hari ini kami baru DIM

46

"sehat jasmani dan rohani", jadi yang dipanjakan ini sampai

66

jadi·masih ada 42 DIM lagi. Jadi saya rasa mungkin Rabu dulu, baru kita pikirkan selanjutnya dan saya siap. Saya juga sudah punya rencana, mengenai tempat di mana saja boleh, waktunya nanti kita tentukan setelah sekali lagi mengadakan Panja.

Jadi kalau disetujui, dilanjutkan pada hari Rabu tanggal 22 Februari

2006

Pukul

19.00-22.00

WIB. Bagaimana dari Pemerintah dari Saudara-Saudara semua, setuju?

(26)

(RAPAT SETUJU)

Sekian terima kasih atas kehadiran Bapak-bapak dan lbu-ibu sekalian sampai kita berjumpa pada tanggal 22, hari Rabu jam 19.00 malam.

(RAPAT DITUTUP PUKUL: 21.10 WIB)

Jakarta, 16 Februari 2006 a.n. Ketua Rapat

Sekretaris,

DRS.BUDIKUNTARYO

Referensi

Dokumen terkait

Saya tadi berpikirnya mungkin dari DIM Nomor 64 sampai DIM Nomor 78 itu masuk Panja karena satu bab. Tadikan kita belum sepakat apakah mau dikecilkan. Tapi kalau kita tetap mau

Usul PDI iti\ sebenarnya tidc:l.k terlalu mengubah ma.teri atau esensi ha - nya penyemuurna.an satu kata,aaya juga tidak seoara. penuh mengklaim bahwa,g sul itu

Meskipun telah melakukan imunisasi tidak berarti balita tersebut bebas dari stunting karena terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting seperti pola asuh orang

Yang pertama saya ingin menyampaikan bahwa RUU Tentang Veteran ini sejak awal kami mengikuti jadi kami masuk dalam Anggota team yang menyiapkan RUU ini dan membahas dan pada saat

Pimpinan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang Perpajakan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dipilih oleh dan dari Anggota

Sebentar Pak, kemarin itu memang ada masalah yang Pak Djoko bilang, karena ada masalah soal swasta, bukan soal diatur soal yang statis ini bukan, tapi dalam

Bapak/lbu sekalian, kita masih ketinggalan, negara-negara lain tetangga kita Malaysia, dia sudah punya ibu kota negara bukan lagi KL (Kuala Lumpur). Sudah ada

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran yang kemudian disahkan oleh Presiden menjadi