• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RANCANGAN UNDANG UNDANG TENT ANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITIA KHUSUS DPR RI RANCANGAN UNDANG UNDANG TENT ANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

T ahun Sidang Masa Persidangan Jenis Rapat Sifat Rapat Hari/T anggal Waktu Deng an Tempat Ketua Rapat Sekretaris Acara Anggota Hadir PIMPINAN PANSUS

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT

PANITIA KHUSUS DPR·RI RANCANGAN UNDANG·UNDANG

TENT ANG

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

: 2005-2006 : Ill : Rapat Kerja VI : Terbuka : Kamis, 9 Februari 2006 : Pukul 19.00 WIB

: Menteri Hukum dan HAM RI : Ruang Rapat Pansus

: Ors. Slamet Effendi Yusuf, M.Si. : Drs. Budi Kuntaryo

: Pembahasan DIM RUU tentang Kewarganegaraan RI : 23 anggota dari 50 anggota

1. DRS. SLAMET EFFENDI YUSUF, M.SI (F-PG/KETUA) 2. MURDAYA POO (F-POIP/WAKIL KETUA)

3. ORA. Hj. IDA FAUZIYAH (F-KB/WAKIL KETUA)

F-PG F- KB

4. DR. H. BOMER PASARIBU, SH., SE., MS. 15. IR. H.A. HELMY FAISHAL ZAINI 5. Hj. SOEDARMANI WIRYATMO, SH., M.HUM. 16. NURSYAHBANI KATJASUNGKANA, SH. 6. ASIAH SALEKAN, BA

7. DRS. H. PRIYO BUDI SANTOSO/F-PG

F-PDIP F-PKS

8. DRS. CYPRIANUS AOER 17. H. YUSUF SUPENDI, LC.

9. NURSUHUD 18. H. MUTAMIMMUL 'ULA, SH.

10. PROF. DR. SUDIGDO ADI, dr. Sp.KK 19. IR. UNTUNG WAHONO, M.SI

11. PHILIPS WIDJAJA 20. H. HILMAN RASYAD SYIHAB

F-PPP F-BPD

12. DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN 21. ANTON A. MASHUR, SE.

F-PD F-PBR

(2)

F-PAN F-PDS

14. TUTI INDARSIH LOEKMAN SOETRISNO 22. DRS. St. JANSEN HUTASOIT, SE., MM. 15. DRS. NURUL FALAH EDDY PARIANG

ANGGOTA YANG !ZIN

1. BENNY K. HARMAN, SH. IF-PD (WK. KETUA) 2. DR. H. HARRY AZHAR AZIS, MA/F-PG 3. DEW! ASMARA. SHIF-PG

4. BAMBANG SADONO, SH., MH/F-PG 5. M. YAHYA ZAINI, SH. IF-PG

6. DRS. H. MAMAT RAHAYU ABDULLAH, MM/F-PG 7. DR. HJ. MARWAH.DAUD IBRAHIMIF-PG

8. PROF. DRS. H. RUSTAM E. TAMBURAKA, MA/F-PG 9. IR. RUDIANTO T JENIF·PDIP

10. GANJAR PRANOWO/F-PDIP

11. DR. GOENAWAN SLAMET, Sp.BIF-PDIP 12. H. M. SAID ABDULLAH/F-PDIP

13. ORA. ELVIANA, M.Sl. IF·PDIP 14. H. DJUHAD MAHJA, SH,CN. /F-PPP

15. DRS. H. ARIEF MUDATSIR MANDAN, M.Sl. IF-PPP 16. DRS. H. DJABARUDDIN AHMAD/F-PPP

17. HJ. SUNDARI FTRIYANA, S.Ag./F-PPP 18. GHUFRON HAMAL, SH. /F-PD 19. DRS. SOFYAN ALI, MM. /F-PD 20. H. DADAY HUDAYA/F-PD 21. H. PATRIALIS AKBAR, SH/F-PAN 22. IR. SAYUTI ASYATHRl/F-PAN 23. MOHAMMAD YASIN KARA/F-PAN 24. PROF. DR. MOH. MAHFUD, MD./F-PKB 25. MARWAN JA'FAR, SH., SE/F-PKB 26. K. H. ANWAR SHALEH/F-BPD 27. H. ANDI DJALAL BACHTIAR/F-BR

KETUA RAPAT (DRS. SLAMET EFFENDY YUSUF, M.Si): Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua.

Bapak-bapak sekalian, apakah Bapak-bapak setuju kalau rapat kita buka? Setuju? (RAPAT DIBUKA)

Bapak-bapak dan lbu-ibu sekalian, marilah kita memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT. yang telah memberikan kita kesehatan walaupun kita dalam kelelahan, sehingga malam ini kita bisa melanjutkan tugas kita untuk menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Kewarganegaraan Republik lndonesa. Kami ucapkan terima kasih atas kehadiran Saudara-saudara sekalian, khususnya Bapak Menteri Hukum dan HAM dan jajarannya yang memenuhi undangan kami atau kesepakatan kita bersama.

Saudara-saudara sekalian, tadi malam kita telah menyelesaikan pembahasan sampai DIM Nomor 71 Pasal 19, di mana Pasal 19 ini akan kita sesuaikan dengan perubahan-perubahan paradikmatik yang sudah kita lakukan pada pasal-pasal sebelumnya.

Kemudian Saudara-saudara sekalian, kita akan sampai ke DIM 72 yang berbunyi; Dalam hal putusnya pemikahan karena kematian suami dari seorang Warga Negara Indonesia, ibu dari anak yang mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya dapat mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Menteri untuk memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia.

(3)

Dari Pemerintah ada permintaan supaya istilahnya disesuaikan, saya kira yang dimaksud adalah kata pemikahan yang mestinya kita ganti dengan perkawinan, saya kira kita tidak punya problem, kami persilahkan kepada inisiator untuk bisa menerangkan maksud pasal ini dan bagaimana dengan urusannya perubahan-perubahan di atas, kami persilahkan.

f.

PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN} :

Ketua, ini DIM 71, ini kan kita sudah putuskan di Panja, oleh karenanya DIM 72, 73, 74 sampai 75 karena berkaitan dengan ini, otomatis di Panja juga, begitu.

KETUARAPAT

Catatan saya yang di Panja kemarin baru Pasal 19 ayat (1) tetapi usul Saduara Lukman ini ketika kemarin kita sudah sependapat Pasal 19 ayat (1) kita Panjakan maka kaitannya sampai dengan pada ayat (5) itu juga kita Panjakan, setuju? Pak Bomer sudah setuju, Pak Menteri. Bagaimana Pak Menteri setuju? jadi kita Panjakan saja, nanti penyesuaian-penyesuaiannya dengan atasnya kita lakukan di sana, termasuk yang tadi malam disampaikan oleh Al-Ustad Abdul Ghani catatan-catatan yang harus dirubah, oke setuju?

(RAPAT SETUJU}

Jadi, Kita lanjut kepada DIM 76 Pasal 20, bunyinya; Anak Warga Negara Asing yang belum berumur 21 tahun dan belum menikah, yang diangkat secara sah menurut keputusan pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, apabila tidak mengakibatkan kewarganegaraan ganda.

Saudara-saudara sekalian, kata 'tidak mengakibatkan kewarganegaraan" di sini saya kira mungkin agak berbeda dengan yang di atas. Tetapi saya akan mempersilahkan sebelum ada pengusul. Pemerintah membuat catatan, mengusulkan pengangkatan anak menjadi WNI hendaknya di bawah 5 tahun, karena sebelum 5 tahun seorang anak belum mepunyai idealisme tertentu.

Saya kira kami akan mempersilahkan kepada Pemerintah untuk bisa menerangkan maksud dari pada usulan ini. Kami persilahkan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) : ... (suaraUdak terekam} KETUA RAPAT:

Tolong mike di depan Pak Menteri, inilaj jaman reformasi Pak Menteri, mike Pak Menteri saja bisa kita persulit sedikitlah. Kalau Pemerintah sudah setuju, saya kira kita sama ya? Baik, Silahkan Saudara Lukman.

f.

PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

lni karena khusus menyangkut masalah usia saja dan batas usia kemarin sudah diputuskan untuk di Panjakan, jadi khusus mengenai ini di Panjakan.

KETUA RAPAT: Setuju semua?

(RAPAT SETUJU)

Kemudian ada DIM 7, Saudara-saudara sekalian, Pemerintah mengusulkan rumusan baru yang di pasal baru. Pasal 20 berarti ini Pasal 21 yang berbunyi : Warga Negara Asing yang kawin dengan Warga Negara Indonesia ... (suara tidak

(4)

jelas} mohon kepada pihak pemerintah untuk bisa menerangkan maksud ini untuk kemudian kita tanggapi, karena ini usul baru, kami persilahkan Pak Menteri.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Pimpinan, Bapak-bapak, lbu-ibu, Para Anggota yang kami hormati, mengenai usulan penambahan pasal baru, saya mohon tanya dulu pada Pak Pimpinan, apakah ada intelnya di sini Pak? Karena ini tampaknya kita diikuti intel, intelnya itu kaum perempuan, karena itu pembicaraan saya juga harus hati-hati.

Jadi maksud dari pasal baru ini adalah agar wanita Warga Negara Asing yang kawin secara sah dengan pria Warga Negara Indonesia memperoleh kemudahan untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia cukup dengan menyampaikan pemyataan di hadapan Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia, kecuali kalau dengan perolehan pewarganegaraan negarannya itu mereka akan menjadi memiliki kewarganegaraan ganda. Demikian Bapak Pimpinan, terima kasih.

KETUA RAPAT :

Silahkan Saudara Menteri.

PEMERINTAH (DR. HAMID AWALUDDIN) :

Saya ingin tambahkan Bapak Pimpinan, faktanya sekarang ini banyak sekali wanita asing yang kawin dengan pria Indonesia. Nah yang menjadi masalah ketika suaminya misalnya sakit atau incapable, sementara kehidupan ini harus menunjang anak dan sebagainya, kalau tidak dipermudah wanita asing yang menjadi warga negara ini, akan susah nanti untuk bekerja menopang kehidupan anaknya misalnya, sebab kalau dia Warga Negara Asing tidak dipermudah menjadi Warga Negara Indonesia, itu setengah mati ngurus visa kerjalah, macam-macam ini rentetan kejadiannya nanti.

Jadi saya pikir Pemerintah memandang ini adalah persoalan yang harus kita lihat kedepan, bahwa negara dan bangsa kita semakin dinamis dan terbuka. Perkawinan campuran orang wanitanya asing prianya Indonesia ini selalu terjadi dan saya kira dalam ruangan ini sudah terjadi kan? Ada beberapa wanita asing yang kawin dengan pria Indonesia. Jadi kita mengantisipasi, panting sekali kita masukkan klausul ini di dalam undang-undang kita. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Saudara-saudara sekalian, demikian pejelasan tentang gagasan dari Pemerintah, mari kita bahas. Silahkan yang mau bicara, siapa? lbu Tuti?, Saudara-saudara sekalian, kami akan menyampaikan bahwa kita kedatangan anggota baru yaitu lbu Nursyahbani Katjasungkana menggantikan Bapak Ali Maskur Musa, saya kira kita mendapat anggota baru yang cocok untuk ini. Kami persilahkan lbu Tuti, baru lbu Nursyahbani lalu Pak Lukman.

F· PAN (TUTI INDARSIH LOEKMAN SOETRISNO) :

Terima kasih Bapak Ketua, Teman-teman, Bapak Menteri dan Jajaran yang saya hormati, saya menyambut dengan senang sekali, apa yang disampaikan Bapak Menteri menunjukkan betapa luas pemandangan beliau mengenai hal ini.

Namun yang ingin kami tanyakan bagaimana kalau wanita asing itu tidak menghendaki untuk menjadi Warga Negara Indonesia, apakah kiranya mereka tidak bisa diberi status khusus, karena mereka toh melahirkan anak-anak Indonesia, yang juga Warga Negara Indonesia dan seperti yang disampaikan Pak Menteri tadi, kalau suami-suami mereka sakit lalu sampai meninggal lalu bagaimana? mereka tidak bisa bekerja, tidak bisa menghidupi anaknya, padahal anak-anaknya itu masih kecil. Sampai kasus yang kami dengar itu mereka pada waktu suami mereka sakit sampai mendapat bantuan dari teman-teman sebangsa mereka atau bahkan dari keluarga di tanah air mereka sendiri.

(5)

Jadi apakah ini tidak bisa kita pikirkan?. Ya mungkin, status khusus artinya meskipun itu Warga Negara Asing tetapi karena ada pertalian darah, pertalian perkawinan dengan seorang Indonesia mereka mendapat ijin kerja, bisa diijinkan untuk bekerja. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih lbu Tuti, selanjutny:a lbu Nursyahbani Katjasungkana. F·KB(NURSYAHBANIKATJASUNGKANA,SH):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya apreciate sekali terhadap usulan baru dari Pemerintah ini, akan tetapi catatan saya terutama pada kalimat terakhir ini, yaitu; kecuali perolehan warga negaranya itu menyebabkan warga negara ganda. Nah apakah tidak memungkinkan bagi mereka yang kawin dan mempunyai anak Warga Negara Indonesia tetap mempertahankan kewarganegaraannya dan memperoleh kewarganegaraan Indonesia juga, selama dia tinggal di sini dan selama dia juga mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya. Nah saya kira itu cukup fair, cukup adil bagi seorang ibu Warga Negara Asing yang masih harus menghidupi anak-anaknya dan selama dia tinggal di sini itu diberikan hak untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia dan mempertahankan kewarganegaraannya sendiri. lni usulan saya, terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

lbu Nursyahbani, kami mengingatkan tentang tadi malam kita ini sudah ada usul, sudah disetujui tentang sumpah, jadi salah satu bunyi sumpah itu : apabila sudah menjadi WNI, melepaskan segala kesetiaannya kepada asing. Saya sekedar mengingatkan untuk

kita dalami. Pak Lukman dulu kami persilahkan. ·

F· PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) : Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan, Bapak Menteri dan Para Anggota Pansus yang saya hormati, hadirin sekalian, saya pikir bagus sekali usulan dari Pemerintah ini, ada tiga ayat yang diusulkan pada pasal baru ini, memang khusus untuk ayat (1) ini persoalannya yang masih belum kita putuskan, jadi yang kita putuskan berkaitan dengan kewarganegaraan ganda terbatas, dan terbatas itu baru bisa disepakati adalah terbatas dalam pengertian anak karena perkawinan campur itu.

Menyangkut usulan itu menurut saya perlu juga dipertimbangkan terbatas itu tidak hanya dimaknai anak hasil perkawinan campur tetapi juga yang disampaikan oleh lbu Nursyahbani, misalnya selama yang bersangkutan berdomisili atau tinggal di Indonesia, itu bisa secara otomatis, dia bisa berkewarganegaraan ganda.

Jadi menurut saya, tidak hanya ibunya, mungkin juga bapaknya karena kita semangatnya non diskriminatif, tidak membeda-bedakan pria dan perempuan, nah ini yang menurut saya perlu kita pertimbangkan sehingga semangat adanya pasal baru yang terdiri dari tiga ayat ini memang betul-betul bisa terealisasi memudahkan mereka-mereka yang kawin dengan Warga Negara Asing.

Yang kedua, khusus menyangkut ayat (2) ini perlu kita pertimbangkan apa tidak sebaiknya lebih singkat waktunya, tidak dua tahun. Jadi sekali lagi, semangatnya adalah untuk memudahkan itu, karena persoalannya ini implikasinya sangat luar biasa menyangkut administrasi pengurusan administrasi. Jadi kalau misalnya lebih singkat, apakah 6 bulan atau satu tahun, katakanlah itu masih make sense sementara itu Ketua. Terima kasih.

(6)

KETUA RAPAT :

Terima kasih Saudara Lukman, selanjutnya kami persilahkan Saudara Cyprianus, kemudian Pak Bomer, setelah itu Pak Jansen.

F· PDIP (DRS. CYPRIANUS AOER) :

Terima kasih Pimpinan, rupanya ayat ini sungguh memberi harapan baru untuk perkawinan campur, khususnya wanita Warga Negara Asing, harus kita dukung ini karena ini memberi kesempatan pada mereka juga yang mengalami di Indonesia dan bekerja, bisa juga bekerja setelah mereka menjadi Warga Negara Indonesia, hanya memang persoalannya di waktu itu, tadi seperti Pak Lukman itu ayat (2) dan saya setuju usulan dari lbu Nursyahbani untuk mempersoalkan dan mempertimbangkan juga kewarganegaraan ganda itu.

Karena kita sudah terbuka dengan adannya bekerja dan segala macam itu. Saya dukung itu sejauh ini perkawinan campur, itu bukan warga negara umum tapi terbatas, kalau itu saya dukung, hanya tahunnya memang apakah kita perlu satu atau dua tahun atau memang lima tahun berturut-turut mereka setelah perkawinan. lni mungkin "tahun" masuk di Panja karena ini menyangkut soal lamanya. Tapi prinsipnya Pasal 19 kita setuju sekali, karena ini menyangkut perkawinan terbatas campur di mana warga negara itu mungkin diakui baik wanita maupun suami. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

T erima kasih Pak Cyprian us, selanjutnya Saudara Bof'!ler, oh lbu Asiah rupanya, malam ini diajukan perempuan-perempuan ini, silahkan.

F· PG (ASIAH SOLEKAN, BA) : Terima kasih Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan, dan Bapak Menteri yang saya hormati berserta rekan-rekan Pansus, munculnya rumusan baru pada Pasal 20 yang merupakan ayat (1), (2), & (3) kami menyambut baik ada rumusan baru ini karena ini untuk mengantisipasi seandainya nanti terjadi wanita Warga Negara Asing yang kawin secara sah dengan pria Warga Negara Indonesia. Demikian juga untuk ayat (2) dan (3), sudah cukup jelas. Namun yang masih menjadikan pertanyaan kami di sini dengan kesepakatan kita pada waktu Rapat Kerja beberapa waktu yang lalu yaitu yang kalimat berkewarganegaraan ganda ini, tadi kita sudah sepakat bahwa yang berkewarganegaraan ganda terbatas ini, hanyalah anak lahir dari perkawinan campuran.

Dalam hal ini kalau saya atau dari Fraksi kami berpendapat bahwa berkewarganegaraan ganda ini tidak bisa kita cantumkan disini. Terima kasih Pimpinan, mungkin ini kami usulkan untuk di Panjakan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih lbu, selanjutnya Pak Jansen F· PDS (ST. JANSEN HUTASOIT, SE, MM): Terima kasih Pimpinan.

Saudara Menteri yang saya hormati, rekan-rekan Anggota DPR yang saya hormati. Mengenai pasal ini saya melihat humanismenya sangat kuat sekali, jadi saya sangat setuju, namun kita harus melihat tata tertib undang-undang ini yang kedepan dan yang kebelakang, dan bagaimana kita mencari solusi agar aspirasi-aspirasi masyarakat bisa terpenuhi.

Dalam hal ini kita juga bisa membuat perbandingan sebenamya bagaimana pria Indonesia di luar negeri di perlakukan, yang tinggal di luar negeri dan kawin dengan wanita negara asing, yang di negaranya si perempuan tetap warga negara asing dan si pria ini

(7)

diperlakukan bagaimana ?. Karena yang saya tahu ribuan Warga Negara Indonesia yang sudah tinggal di luar negeri puluhan tahun kira-kira bagaimana mereka diperlakukan itu?

Sebagai perbandingan untuk kita cantumkan disini, tapi semangatnya saya setuju, bagaimana memperhatikan mereka itu supaya mendapatkan suatu fasilitas yang paling baik bagi mereka. Terima kasih Pimpinan.

KETUA RAPAT :

Terima kasih Pak Jansen, masih ada? Silahkan F· PDIP (PROF. DR. SUDIGDO ADI, DR. Sp.KK) : Terima kasih Pimpinan.

Saya mendukung pembicara terakhir ini semangatnya itu saya bisa terima, namun demikian saya mengingatkan bahwa peraturan ini jangan sampai hanya dimanfaatkan sepihak, tapi reciprocal effectdari warga negara kita yang di negara asing pun harus kita hitung, sehingga ada suatu rasa keadilan yang universal yang bisa kita terapkan sebagai suatu negara kita melindungi warga negara kita yang berada di tempat asing. Jadi ini mohon di Panjakan saja, supaya kita bisa mempelajari lebih dalam. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih, masih ada? Pak Untung, silahkan! F· PKS (DRS. UNTUNG WAHONO, M.Si) :

Fraksi PKS menerima usulan Pemerintah, namun ada dua masalah di sini, masalah kewarganegaraan ganda kemudian masalah umur, kita langsung Panjakan saja.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi Saudara-saudara sekalian, intinya yang pertama yang berkaitan dengan wanita asing yang kawin secara sah dengan pria Warga Negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan, saya kira kita semua sudah sepakat. Tapi yang berkaitan dengan kewarganegaraan ganda akan kita dalami pada Panja. Kemudian mengenai tahun juga akan kita bawa ke sana. Silahkan Pak Menteri kalau ada tambahan ..

PEMERINTAH (DR. HAMID AWALUDDIN) :

Pimpinan, Bapak-bapak, lbu-ibu dan Anggota yang terhormat, sebenarnya ide pembaharuan muncul ketika mendengar lbu Nursyahbani Katjasungkana joint Pansus ini, inspirasinya dari situ sebenarnya.

lbu-ibu, Bapak-bapak yang terhormat, kalaulah yang kita khawatirkan nanti ini adalah persoalan saudara-saudara kita yang kawin dengan orang Indonesia sebenarnya tidak perlu kita risaukan kalau mereka misalnya tidak mau menjadi Warga Negara Indonesia, yang panting kita kasih kesempatan, tanpa sebenarnya kita buka sistem ini dengan berbagai pertimbangan security dan prinsip reciprocal tadi, jadi jalan keluarnya ada dan besok ini saya utak-atik lewat aturan keimigrasian.

Kita beri kemudahan menjadi permanent-residence itu, besok saya utak-atik dan besok ini saya presentasikan, saya ubah aturan keimigrasian kita, tentang ini sudah masuk agenda. Bahwa kasus seperti ini kita mudahkan itu status permanent-residence-nya selama ini memang tidak masuk akal dari status perpindahan keimigrasian kita, tiap tahun orang ke luar negeri kembali lagi dua jam hanya untuk mengganti itu dan itu tatarannya hanya di level Peraturan Pemerintah temyata. Jalan keluamya dalam waktu dekat itu ada. Jadi kalau soar ini Bapak Pimpinan tatarannya dengan mudah saya atur.

Kalau dia sudah permanent-residence itu otomatis dia mudah cari kerja. Karena aturan keimigrasian kita selama ini orang yang dikasih permanent-residence itu biasanya karena dia memiliki pekerjaan kan? Nah kita mau ubah perspektifnya bahwa kasus seperti ini kita permudah untuk mendapatkan pekerjaan, termasuk nanti orang-orang yang memiliki ketrampilan khusus dan sebagainya, tanpa dia mengubah kewarganegaraannya

(8)

tetapi dia tetap tinggal di sini, yang membedakan nanti adalah hak dipilih dan memilih, sama dengan luar negeri kalau di Amerika istilahnya green card kalau di Singapura istilah permanent-residence dan seterusnya. Terima kasih Bapak Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Baik, jadi jalan keluar yang diberikan adalah jalan keluar yang sekaligus menjawab pertanyaan lbu Tuti. Jadi yang mungkin lbu Nursyahbani mau yang lebih jauh, mungkin boleh kewarganegaraan ganda. Kita ini terikat kepada setiap warga negara harus menyatakan begini; saya dengan ini menyatakan melepaskan seluruh kesetiaan saya pada kekuasaan asing, kalau dari orang asing, proses pewarganegaraan seperti itu. Jadi artinya kewarganegaraan ganda untuk pada tingkat dewasa itu memang_ kita masih menganut kewarganegaraan tunggal untuk yang seperti itu, saya kira begitu. Jadi kita Panjakan?.

(RAPAT SETUJU)

Saudara-saudara sekalian, jadi usul Pemerintah itu kita kasih angka Pasal 21 sehingga dengan demikian Pasal 21 dan seterusnya akan kita tambahi satu-satu. Jadi Pasal 21 menjadi Pasal 22. Saudara-saudara sekalian, Pasal 21 ayat (1) berbunyi: Orang asing yang telah berjasa kepada Negara Republik Indonesia, atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberikan kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat, Pemerintah menambahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Saya kira ini kalau dari sudut aslinya Dewan Perwakilan Rakyat, jadi usul Pemerintah pasti kami terima, masih ada komentar? Setuju semua? Baik, silahkan.

PEMERINTAH (DR. HAMID AWALUDDIN) :

lni perlu dipikirkan juga Bapak Pimpinan, kita lihat dari aspek men-generik ekonomi kita, ini panting sekali di mana sekarang ekonomi global dan semua negara mempraktekkan, mungkin tiba saatnya kita pikirkan bahwa di Pasal 21 ini juga dimasukkan orang yang menanam investasi tertentu untuk men-generik ekonomi kita, ini penting. lni sudah dipraktekkan bahkan ditawarkan itu di negara ASEAN sendiri. lni sudah tiba saatnya kita pikirkan bahwa negara kita ini sudah memasuki dan tak terhindarkan lagi dari global ekonomi. Oleh karena itu panting sekali dalam undang-undang ini sudah memasukkan bahwa orang yang berjasa secara ekonomi, yang menanam investasi itu diberikan kewarganegaraan. lni panting Pak.

KETUA RAPAT : T erima kasih.

Saudara-saudara sekalian.

Saya kira teman-teman perlu menanggapi usul tambahan ayat pertama ini, kita melihat memang baru ada dua yaitu yang berjasa dan alasan kepentingan negara yang lain. Kepentingan negara itu barangkali apakah oleh karena yang bersangkutan itu mau berinvestasi atau punya keahlian tertentu dan sebagainya, seperti apa? Mari kita bicarakan, silahkan Saudara Bomer yang pertama yang mau bicara.

F· PG (DR. H. BOMER PASARIBU, SH., SE., MS) : T erima kasih Saudara Ketua.

Mengenai penambahan kata "rakyat" itu kita sangat setujui, kedua mengenai kategori yang memungkinkan untuk seseorang asing memperoleh kewarganegaraan kita dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat adalah berjasa atau kepentingan negara, maka pilihannya adalah mungkin ini dapat kita masukkan di dalam penjelasan saja. Sehingga jelas apa yang dimaksud berjasa dan kepentingan negara tanpa terlalu

(9)

lama-lama di sini dan untuk itu saya kira Panja akan cukup bagus untuk melakukan itu. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Saya kira setuju ya, begitu?

PEMERINT AH (DR. HAMID AWALUDDIN) :

Kalau Pak Bomer sudah ngomong, mana berani saya bilang tidak. KETUA RAPAT :

Makanya, saya seringkali menginginkan Saudara Bomer ngomong terakhir supaya penutup, Pak Menteri tidak panjang-panjang begitu, silahkan dari PKS Saudara Untung Wahono.

F· PKS (DRS. UNTUNG WAHONO, M.Si) : Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jadi prinsipnya setuju, sebetulnya supaya lebih fleksibel mungkin nanti ada pikiran-pikiran dan perkembangan-perkembagan lain mengenai apa yang disebut dengan berjasa, itu saya kira dengan ada Peraturan Pemerintah pada ayat {2) itu bisa terbuka dan nanti Pemerintah bisa secara leluasa memasukkan unsur-unsur jasa ataupun yang disebut lainnya. Saya kira di situ ditampung saja Pak.

KETUA RAPAT :

Ya, nanti di Panja kita pikirkan, apakah itu pada Peraturan Pemerintah atau penjelasan?, di Panja atau Timus?, Baik Timus. lni masih ada lbu Nursyahbani, kami persilahkan.

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Saya lebih setuju apa yang diusulkan oleh Pak Bomer bahwa pengertian tentang apa yang telah berjasa dan alasan kepentingan negara itu diuraikan di penjelasan. Dengan demikian saya setuju juga tanggapan Pemerintah mengenai ayat {2) untuk dihapus, karena kita tidak lagi atau saya berharap untuk tidak lagi membuat undang-undang yang selalu digantungkan pelaksanaannya pada Peraturan Pemerintah.

Kalau bisa dituntaskan, pada waktu yang lalu itulah ·yang digunakan oleh Pemerintah semacam policv of non enforcement, karena Peraturan Pemerintah tidak keluar-keluar, atau Peraturan Pemerintah keluar seperti yang terjadi sekarang ini detigan Undang-undang Penyiaran dianggap bertentangan dengan undang-undangnya, meskipun itu kontroversial. Jadi pokoknya kalau bisa undang-undang ini tidak perlu terlalu banyak menggantungkan pelaksanaannya pada Peraturan Pemerintah itu harapan saya. Oleh karena itu saya setuju usulan Pemerintah untuk menghapuskan ayat (2) dan setuju dengan Pak Bomer bahwa apa yang definisi berjasa dan untuk kepentingan negara itu di penjelasan. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik, saya kira setuju ayat (2) dihapus? Baik , seperti penjelasan Pak Hamid tadi akan lebih dijabarkan, di break-down dalam penjelasan supaya tidak menyerahkan lagi kepada Pemerintah. Pekerjaan Pak Hamid sudah banyak. Baik kita setuju.

(RAPAT SETUJU)

Saudara-saudara sekalian, Pemerintah itu mengusulkan pasal baru lagi yang berbunyi : Ayat (1) nanti pasalnya kita beri angka, kalau tadi itu Pasal 22 berarti sekarang Pasal 23 Ayat (1) berbunyi : Anak yang belum 18 tahun dan belum kawin bertempat tinggal serta

(10)

berada di wilayah Negara· RI, dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia mengikuti kewarganegaraan :

a. ayahnya, apabila anak tersebut mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya.

b. lbunya, apabila anak tersebut lahir atau lahir dalam perkawinan yang sah dan ayahnya meninggal dunia.

c. lbunya, apabila anak tersebut lahir dalam perkawinan yang sah tetapi dalam perceraian oleh Hakim diserahkan asuhan ibunya, atau;

d. lbunya, apabila anak tersebut lahir diluar perkawinan yang sah.

Kemudian ayat (2}; Ketentuan memperoleh kewarganegaraan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku apabila perolehan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda. Keterangan : ketentuan ini dimaksud untuk melindungi anak dan adanya kepastian hukum status anak. Kami persilahkan kepada pihak Pemerintah, Pak Menteri atau siapa untuk bisa menjelaskan mengenai hal ini, kami persilahkan .

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Bapak Pimpinan, Bapak-bapak, lbu-ibu yang kami hormati,

Penambahan pasal baru ini dimaksudkan untuk melindungi anak, supaya pasti dia ikut kewarganegaraan siapa, dalam hat itu belum berumur 18 tahun dan belum kawin. Jadi kalau anak yang sedemikian itu maka status kewarganegaraannya akan mengikuti status kewarganegaraan ayahnya kalau anak tersebut mempunyai hubungan hukum dengan keluarga ayahnya, tetapi dia akan mengikuti kewarganegaraan ibunya apabila anak tersebut lahir dari perkawinan sah dan ayahnya meninggal dunia. Jadi kalau ayahnya meninggal dunia, ibunya yang diikuti kewarganegaraannya. Tetapi kalau anak tersebut lahir dalam perkawinan yang sah tapi dalam perceraian dan oleh hakim diserahkan pengasuhannya kepada ibunya, maka dia ikut kewarganegaraan ibunya. Supaya jelas ini si anak. Begitu juga kalau anak lahir diluar perkawinan yang sah, yang pasti ibunya yang pasti ibunya siapa? maka dia ikut ibunya. Sedangkan ayat (2) karena kita sudah sepakat kewarganegaraan ganda terbatas terhadap anak, jadi tidak perlu lagi ayat (2).

Demikian Bapak Pimpinan dan Bapak-bapak, lbu, para Anggota yang kami hormati. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

T erima kasih penjelasannya. Selanjutnya kami persilahkan teman-teman dari Fraksi-fraksi atau Anggota Pansus apabila ada yang mau memberikan respons, kami persilahkan, silahkan lbu Nursyahbani.

f.

KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Mohon maaf, kalau saya salah karena saya baru ikuti ini, tapi apakah usulan ini tidak bertentangan dengan prinsip yang sudah disepakati pada pasal-pasal sebelumnya. Pertama kita tidak ingin ada pelanggaran asas atau diskriminatif, karena kalau usulannya seperti ini anak yang belum berumur 18 tahun dan bla-bla mengikuti status kewarganegaraan ayahnya. Nah ini diskriminasi terhadap perempuan, itu jelas melanggar konvensi Pasal 9 dari Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan yang sudah di ratifikasi. Kedua prinsip bahwa kita memberikan anak-anak yang di bawah umur 18 tahun itu boleh berkewarganegaraan ganda, artinya itu juga sebetulnya bisa dipilih, jangan ditentukan oleh undang-undang ikut status kewarganegaraan ayahnya, begitu. Jadi tidak punya hak pilih. Oleh karena itu saya usulkan itu meskipun dia belum berumur 18 tahun, saya kira diberikan kesempatan untuk dia menyatakan pendapatnya. Saya kira ini sesuai dengan Konvensi Perlindungan Hak Anak, meskipun dia anak-anak tetap harus diminta pendapatnya mengenai apakah dia mau ikut lbunya atau ayahnya. Tidak ditentukan langsung oleh undang-undang bahwa dia mengikuti status kewarganegaraan ayahnya karena mempunyai hubungan hukum dengan

(11)

keluarga ayahnya, atau menunggu kalau ayahnya meninggal dunia baru dia ikut lbunya, tidak seperti itu, diberikan kebebasan bagi si anak untuk memilih, itu prinsip saya, nanti rumusannya kita bisa rundingkan. Terima kasih.

F· PG (HJ. SOEDARMANI WIRYATMO, SH., M.HUM) : Terima kasih, Pimpinan.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya kira usulan Pemerintah ini cukup simpatik karena dimaksud untuk melindungi anak dari kepastian hukum dan tadi sudah disampaikan bahwa

ayat

(2) ketentuan mengenai perolehan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku apabila perolehan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda ini juga dihapus karena sesuai dengan apa yang kita sepakati bersama bahwa kita menganut kewarganegaraan ganda terbatas khususnya anak, dan apa yang disampaikan tadi bahwa memang ini masih terbuka kemungkinan untuk anak itu bisa memilih ayahnya, ibunya ataupun dengan ketentuan-ketentuan ini masih terbuka untuk memilih dan tidak dibatasi, demikian. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Masih ada? Silahkan Saudara Lukman.

F· PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Saya pikir usulan baru dari Pemerintah ini, pasal baru itu apa masih relevan Menurut saya baik ayat (1) maupun ayat (2) sudah tidak relevan lagi, karena semangatnya kita sudah otomatis, apakah si ayah apakah si ibu, yang Warga Negara Indonesia, ya otomatis anak itu punya Warga Negara Indonesia, jadi saya pikir sudah tidak relevan.

KETUA RAPAT: Masih ada?

F· PDIP (DRS. CYPRIANUS AOER) :

Sama nafasnya, ini kan kita sudah mengakui kesetaraan hukum antara ibu dan bapak itu sama-sama, untuk ayat-ayat ini tidak relevan lagi untuk dicantumkan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Selanjutnya Pak Jansen.

F· PDS (DRS. ST. JANSEN HUTASOIT, SE., MM):

Saya tertarik ada dua hal di sini, yang ayat (1) huruf a di situ ada disebut hukum kekeluargaan kira-kira apa yang dimaksud oleh Pemerintah?. Dan yang kedua ayat (1) huruf d ini apakah sudah ada di depanya ini sudah mengetahuinya status ayat (1) huruf d. lbunya apabila anak tersebut lahir di luar perkawinan sah, artinya di sini kan tidak tahu siapa ayahnya. Jadi berarti di sini dengan adanya pasal ini otomatis si anak itu kewarganegaraan ibunya beg.itu. Jadi yang ayat (1) huruf d ini saya rasa belum tertampung di depan pasal-pasal didepannya dan yang (1) huruf a itu apa maksudnya hukum kekeluargaan itu? Mohon dijelaskan Pemerintah.

KETUARAPAT:

Masih ada teman-teman ? kalau tidak ada Pak Oka, dan teman-teman, Pak Hamid, ini tadi teman-teman melihat bahwa ayat (1) huruf a, b, c, d itu sudah tertampung pada ayat-ayat yang sudah kita sepakati kemarin. Mungkin ini didasari oleh ide-ide sebelum kita menyepakati itu, kalau memang begitu teman-teman berpendapat ini tidak usah saja usul baru ini, kami persilahkan Pak Hamid.

(12)

PEMERINTAH (DR. HAMID AWALUDDIN) : Terima kasih.

Bapak-bapak, lbu-ibu para Anggota Dewan yang terhormat,

Jadi memang dasarnya ini dibuat sebelum kita menyepakati membuat komitmen dari awal dan pihak Pemerintah sebagaimana biasanya, kalau teman-teman Dewan sudah gembira kamipun gembira, tidak ada persoalan untuk menarik keinginan, kan tujuannya demi negara dan bangsa, kecuali memang ayat (1) itu, khususnya huruf d kita Panjakan saja, jangan sampai ada yang terlewatkan. Tapi yang lainnya saya setuju itu otomatis sudah tidak relevan jadi dengan adanya Pasal 2 di depan, usul dari Pemerintah, demikian Pak.

KETUA RAPAT:

Saya kira begitu, silahkan Pak Kiai. F· PKS (H. YUSUF SUPENDI, Le) :

Jadi menjawab pertanyaan Pak Menteri, itu nanti di Panja DIM 26 huruf f itu ada, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik, Saudara-saudara sekalian, jadi kalaupun catatan Pemerintah itu kita kasih tapi akan disesuaikan juga dengan yang di atas, jadi di Panjakan, setuju? Baik.

(RAPAT SETUJU)

Saudara-saudara sekalian, selanjutnya, berarti Pasal 22 yang baru tidak ada lagi, kita langsung ke Pasal 23 yang di sini Pasal 22. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara memperoleh kewarganegaraan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pemerintall membuat catatan, jika usulan Pemerintah disetujui pada DIM 68 : Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan seterusnya, maka diusulkan satu rumusan baru yaitu tentang ketentuan lebih lanjut dan tata cara memperoleh kewarganegaraan RI dan pengajuan permohonan untuk memperoleh status kewarganegaraan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Jadi di sini ada dua hal yang diatur yaltu memperoleh kewarganegaraan dan pengajuan permohonan memperoleh kewarganegaraan. Jadi yang diatur adalah dua hal itu, untuk lebih lengkap saya kira, walaupun begitu kami persilahkan pihak Pemerintah untuk menjelaskan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Bapak Pimpinan, walaupun sebetulnya Pemerintah tidak perlu menjelaskan lagi karena sudah dijelaskan secara terang benderang oleh Bapak Pimpinan. Jadi kata orang pintar mengatakan kalau sudah tidak bisa menambahkan penjelasan yang lebih meyakinkan lebih baik tidak berbicara.

T erima kasih Bapak Pimpinan. KETUA RAPAT:

Dengan demikian kita bisa menerima rumusan baru, ok belum?, silahkan. F·KB(NURSYAHBANIKATJASUNGKANA,SH):

Konsisten dengan apa yang saya kemukakan tadi, agar undang-undang ini tidak terlalu banyak digantungkan pelaksanaannya pada Peraturan Pemerintah, jangan kasih beban Pemerintah, itu biarkan Pemerintah menyelesaikan kemiskinan yang tidak selesai-selesai itu.

Yang begini kita selesaikan saja. Nah ini juga saya baca dari catatan Fraksi Partai Demokrat sebaiknya diatur secara rinci dalam undang-undang ini. Saya juga usulkan

(13)

bahwa tata cara itu sebagaimana juga undang-undang kewarganegaraan ini yang lama mengenai tata cara memperoleh kewarganegaraan itu diatur rinci juga di dalamnya, kenapa kita sekarang menggantungkan pada Peraturan Pemerintah lagi?. ltu usulan saya, jadi dirinci yang lama juga di Undang-undang Nomor 62 diatur rinci tata caranya. Jadi saya usulkan dirinci tidak digantungkan pada Peraturan Pemerintah lagi. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Jadi begini, saya harus menjelaskan bahwa sebenamya Pasal 23 baru ini, aslinya usul kita, Pemerintah hanya manambahkan kata-kata dan pengajuan permohonan. Jadi sebenamya aslinya dari kita Mbak Nur, dari usul inisiatif kita, apakah jeruk ini akan kita makan habis-habisan karena ditambahi oleh Pemerintah atau kita tetap pada rumusan di aslinya ditambah oleh Pemerintah jadi kita terima usul Pemerintah. Tapi itu tadi ada alasan yang pertu kita perhitungkan, Mbak Nur ingin semuanya? Sudahlah dijelaskan saja di undang-undang ini tidak usah menunggu Peraturan Pemerintah.

Silahkan Pak Kiai Yusuf Supendi. F· PKS (YUSUF SUPENDI, Le):

Terima kasih, saya lebih cenderung ini tetap, namun diirit katanya-lah itu "lebih lanjutnya" dibuang. Karena kalau dipelihara lebih lanjut ini bisa berkelanjutan sampai lanjut usia. Oleh karena itu "lebih lanjutnya" dibuang saja. Kemudian kalau bicara masalah Peraturan Pemerintah saya kira nanti bisa digabung seperti Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ada 38 Peraturan Pemerintah, diperkecil jadi 14 kemudian terakhir 4.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Begini Kiai, kenapa ada kata "lebih lanjut", karena ketentuan ini sudah ada di sini, semua perlu "lebih lanjut" itu lebih rinci lagi itu di Peraturan Pemerintah, maksudnya begitu. Kalau soal kata saja itu penjelasannya. Sekarang saya minta pendapat teman-teman dari berbagai Fraksi Anggota Pansus tentang Peraturan Pemerintah itu sendiri. Saya minta pendapat Mbak Nur. Silahkan yang mau berbicara.

Silahkan Pak Lukman.

F· PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN) :

Jadi ini semula memang yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah itu adalah tata c~ra memperoleh kewarganegaraan, lalu Pemerintah menambahkan pengajuan permohonan itu juga lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Jadi terhadap dua hal ini memang dalam undang-undang ini sudah dijelaskan ketentuan-ketentuannya, ada persyaratan, ada macam-macam, hanya memang ini saya tidak tahu mungkin Pemerintah bisa menjelaskan kata ini kan banyak sekali ketentuan-ketentuan seperti ini, baik menyangkut tata cara memperoleh kewarganegaraan maupun tata cara pengajuan permohonannya, ini kan banyak. Nah kalau ini semuanya dimasukkan dalam undang-undang ini akan banyak sekali.

ltulah kenapa ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah, karena beberapa sudah diatur dalam Undang-undang ini. Pada DIM-DIM sebelumnya sudah berbicara tentang tata cara dan pengajuan permohonan. Jadi itu alasannya Ketua.

KETUA RAPAT :

Terima kasih Saudara Lukman, ada lagi yang mau berpendapat. Pak Jansen, kami persilahkan.

F· PDS (DRS. ST. JANSEN HUTASOIT, SE., MM) :

Terima kasih Pimpinan. Saya kira kalau kita lihat Pasal 18 DIM 70. kita waktu itu sudah setuju dimasukkan dalam Timus dan digabungkan dengan Pasal 22, jadi Pasal 22

(14)

ini dengan Pasal 18 sudah kita setujui untuk digabung. Jadi bukan lagi membahas materinya. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih. Jadi begini, kita ini sudah panjang lebar sejak kemarin sebenarnya membicarakan sebuah Bab yang bunyinya adalah syarat dan tata cara memperoleh itu, sudah panjang lebar, cuma mungkin ada kelanjutannya yang belum bisa kita baca. Begini saja lbu Nur, lbu nanti menambahkan mungkin Pasal-pasal di depan apabila perlu tentang tata cara kalau belum dilakukan, mungkin lebih lanjut itu jauh lebih teknis, kalau di organisasi disebut juknis. Ada formulir-formulir dan sebagainya begitu. Tapi silahkan kalau ada yang berpendapat lagi.

F· PG (DR. H. BOMER PASARIBU, SH., SE., MS) :

Sebenamya saya senang dengan pendapat lbu Nur, idealnya memang begitu, ada teori pembentukan hukum yang menyatakan sejauh mungkin ketentuan-ketentuan yang diturunkan pada ketentuan yang lebih rend ah itu dapat dikurangi. T api memang ada yang terpaksa kalau sudah mengenai kertasnya, formulimya kalau di sini berubah sedikit formulimya berubah lagi undang-undang. Jadi memang lbu Nur sebenamya tidak keberatan.

KETUA RAPAT :

lbu Nur bagaimana? Sudah bisa menerima argumen-argumen yang lain?

F· KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Pertama, s9al jeruk makan jeruk itu, apakah memang tidak dimungkinkan untuk memberikan usulan· perbaikan dari usul inisiatif kita sendiri. Karena tidak semua Anggota membahas ini di Baleg, atau waktu diusulkan, saya kira tidak ada ketentuan yang melarang kan?

KETUA RAPAT:

Mbak Nur, ya karena ini datang baru, jadi tidak tahu suasana sejak awal, jeruk makan jeruk boleh asal jeruk lebih enak, boleh usulan baru.

KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Begini Pak? Karena tadi malam saya juga menghadapi yang sama, bahkan lebih keras lagi di Komisi Ill itu, sama sekali tidak bisa mengomentari karena ini adalah inisiatif, ini juga terjadi dalam RUU Anti Diskriminasi Ras dan Etnis, soal jeruk makan jeruk ini.

KETUA RAPAT :

Saya beri contoh saja, semua yang berkaitan dengan kewarganegaraan ganda itu, semua dari usul inisiatif, semua kita rubah sendiri di sini. Jadi sudah terjadi, tidak usah khawatir memungkinkan karena kita memikirkan jeruk yang lebih enak, tapi kalau memang jeruknya tidak enak, sebaiknya jangan.

KB (NURSYAHBANI KAT JASUNGKANA, SH) :

Yang kedua, soal Peraturan Pemerintah itu, saya kira punya definisinya tersendiri. Soal juknis itu sudah levelnya lain lagi, dan saya tetap mengusulkan bahwa kita menyelesaikanlah undang-undang itu supaya tuntas, tidak lagi memberikan kekuasaan yang terlalu banyak pada Pemerintah yang menyebabkan kita 32 tahun itu kita diatur oleh birokratif-regulation yang sangat represif selama ini. Dan saya tidak mau mengulangi itu lagi. ltu spirit saya. Mohon saya dimengerti sebagai praktisi itu merepotkan sekali dulu itu.

(15)

KETUA RAPAT:

Jadi oleh karena itu, kami menawarkan pada lbu Nur yang pasal-pasal sejak bab tentang syarat dan tata cara itu yang sudah kita bahas sejak awal, kalau belum lengkap silahkan lengkapi, tapi pasal ini kita terima untuk hal-hal yang betul-betul lebih lanjut, begitu. Jadi lbu Nur kalau mau melengkapi yang kemarin sudah kita sepakati, silahkan, bagaimana lbu Nur? Ya setuju Bapak-bapak sekalian? Jadi kita sepakati ya usul penyempurnaan oleh Pemerintah bisa kita terima? Baik.

(RAPAT SETUJU)

Saudara-saudara sekalian, kita sampai kepada Bab selanjutnya yaitu Bab IV yang berbunyi : Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Sebagaimana kita ketahui kemarin ketika awal kita membahas Bab ini salah satu hat yang diatur adalah selain bagaimana memperoleh itu. Jadi bagaimana orang kehilangan kewarganegaraan dan kelak bagaimana memperoleh lagi kalau sudah hilang. Kami persilahkan kepada Pemerintah untuk bisa menjelaskan, mungkin bisa sekaligus berkaitan dengan Pasal 23 DIM 83 tentang usul-usul yang ada di kolom tenggapan Pemerintah. Kami persilahkan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Bapak Pimpinan, Bapak-bapak, lbu-ibu para Anggota Dewan yang kami hormati. Pemerintah di dalam Pasal 23 ini mempunyai beberapa usulan yang soal Republik Indonesia saya kira sudah kita bahas sebelumnya. Pasal 23 huruf a hanya memindahkan anak kalimat sesudah kata "sendiri", itu dibawa ke penjelasan karena anak kalimat dengan pengertian "apabila orang yang bersangkutan pada waktu memperoleh kewarganegaraan lain dan seterusya itu" hanyalah penjelasan saja dari memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauan sendiri.

Pada pasalnya bunyinya jadi ringkas, yaitu : memperolah kewarganegaraan lain karena kemauannya sendiri, (barulah sisa anak kalimat yang di belakang itu dibawa ke penjelasan). Kemudian yang huruf b tetap, tidak ada usulan dari Pemerintah karena apa yang dirumuskan oleh para Anggota Dewan sudah sesuai dengan aspirasi rakyat. Kem.udian pada huruf c, hanya ada perubahan redaksional.

Jadi yang dikedepankan itu adalah usianya dulu, jadi sebelum berumur 18 tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh bapaknya yang berkewarganegaraan asing. Jika yang bersangkutan dengan kewarganegaraan Republik Indonesia itu tidak menjadi tanpa kewarganegaraan. lni saya kira sama dengan rumusan usul inisiatif cuma redaksionalnya saja yang dirubah, begitu juga yang huruf d yang dikedepankan sebelum berumur 5 tahun diangkat secara sah berdasarkan penetapan Pengadilan sebagai anak oleh Warga Negara Asing dan seterusnya.

lni kalau di usul inisiatif adalah anak yang diangkat dengan sah oleh seorang asing sebagai anaknya, jika yang bersangkutan sebelum usia 5 tahun. Dalam rumusan Pemerintah yang dikedepankan syarat umumya dulu, sedangkan untuk huruf e Pemerintah hanya memohon penjelasan kepada Pansus terhadap ketentuan ini, apakah masih diperlukan ad an ya ketentuan huruf e ini?. Sedangkan yang butir f kata izin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, menurut ahli bahasa mesti pakai Z bukan pakai

J.

Jadi hanya redaksi saja.

KETUARAPAT:

lbu-ibu dan Bapak-bapak sekalian, Pasal 23 ini ada sedikit perbedaan tetapi sudah selesai yaitu kata "Republik", kemudain tentang Bab itu hanya urutannya saja ya? Kemudian yang huruf a tadi supaya kalimatnya itu dipersingkat, yaitu memperoleh kewarganegaraan lain karena kamauan sendiri, dan lain-lain bla .. bla dibawahnya menjadi penjelasan. Silahkan ada yang mau merespons? Pasal 23 saya kira tidak ada masalah, yang sekarang Pasal 24. Kemudian sekarang DIM 84.

(16)

F· PPP (DRS. LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN} :

DIM 84 ini adalah salah satu yang bisa menyebabkan kehilangan kewarganegaraannya, yaitu memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauan sendiri. Jadi sebaiknya saya pikir ini di-Panjakan, karena menyangkut tadi itu, mereka berpasangan dengan Warga Negara Asing itu kan juga keinginan supaya dia bisa memperoleh dwi kewarganegaraan. Jadi menurut saya butir a ini bisa kita Panjakan, sekaligus kita bisa bicarakan pada saatnya kaitannya dengan DIM-DIM yang lain.

Demikian.

KETUA RAPAT :

Jadi, kita bisa setujui kata-kata Bab IV, dengan kata-katanya? Bisa ya? (RAPAT SETUJU)

Kemudian Pasal 23 isinya mulai huruf a sampai huruf k bagaimana? Kita Panjakan? Pemerintah bagaimana? Setuju kita Panjakan? Sutuju saudara-saudara? Baik.

(RAPAT SETUJU)

Kita langsung ke Pasal 25. Jadi, kehilangan kewarganegaraan bagi seorang ayah berlaku juga terhadap anak-anaknya yang mempunyai hukum kekeluargaan dengan ayahnya dengan ketentuan anak tersebut belum berusia 21 tahun dan belum, maaf saya mau lompat saja Pasal 24. Apabila seorang Warga Negara Indonesia tinggal di negara lain yang mengharuskan mengikuti dinas kemiliteran harus mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Presiden. Pemerintah m~ngusulkan rumusan alternatif ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf f tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan di negara lain yang mengharuskan mengikuti wajib militer. lni lebih mudah. Kemudian persilahkan yang mau menanggapi, tapi sebelumnya saya minta Pemerintah untuk menjelaskan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) : Bapak Pimpinan.

lni hanya sekedar teknik penyusunan saja, jadi karena di dalam pasal sebelumnya, yaitu Pasal 23 huruf f sudah ketentuan yang menentukan bahwa seorang Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraan lndonesianya, apabila dia mengikuti dinas militer. Maka Pasal 24 ini mengecualikan Warga Negara Indonesia yang tinggal di negara lain dan diwajibkan mengikuti dinas militer dengan mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Presiden. lni sebetulnya pengecualian dari Pasal 23 huruf f, sehingga rumusannya adalah rumusan pengecualian ketentuan Pasal 23 huruf f.

Terima kasih Bapak Pimpinan. KETUARAPAT:

T erima kasih. Jadi di sini ditujukan oleh Pemerintah bahwa tidak usah rumusannya panjang-panjang, oleh karena sebenarnya kehilangan itu sudah jelas pada Pasal 23 huruf f, sehingga dengan demikian rumusannya sebagaimana tadi dikatakan oleh Pemerintah. Silahkan kalau ada yang mau menanggapi atau kita setuju? Setuju ya?

(RAPAT SETUJU)

Pasal 25 ayat (1) Kehilangan kewarganegaraan bagi seorang ayah berlaku juga terhadap anak-anaknya yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya dengan ketentuan anak tersebut belum berusia 21 tahun dan belum menikah, kecuali jika dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia menjadi tanpa

(17)

kewarganegaraan. Pemerintah mengusulkan kata "menikah" diganti "kawin". Saya kira kita setuju, karena kita sepakat tadi di depan tentang usia akan kita bicarakan kemudian. Tapi kami persilahkan kepada Pemerintah apakah bisa disetujui pasal ini? Dengan kita setuju merubah kata "nikah0

dengan "kawin".

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) : Sekaligus saja, Bapak Pimpinan.

Pasal 25 ayat (1), (2), (3), dan (4) itu semuanya soal kawin dan nikah. Oleh karena itu Pemerintah dapat menyetujui sepanjang kata "nikah" diganti "kawin" dengan ketentuan bahwa soal usia nanti kita bicarakan di Panja. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Baik, teman-teman setuju tentang itu? Jadi kita langsung ke Panja setuju? (RAPAT SETUJU)

Kita masuk ke Pasal 26; Perempuan Warga Negara . Republik Indonesia yang nikah dengan pria Warga Negara Asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia, apabila mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat pemikahan tersebut. Pemerintah seperti biasa meluruskan kata nikah dan pemikahan menjadi perkawinan, jadi tidak ada masalah prinsip kecuali bahasa. Jadi dengan demikian saya kira tak ada perbedaan antara kita dengan Pemerintah. Sampai ayat (3) Pemerintah dengan kita tidak ada perbedaan, jadi kita bisa terus ke Panja?

(RAPAT SETUJU)

Selanjutnya Pasal 27. Kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau isteri terikat perkawinan yang sah tidak menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan dari pasangan itu. Jadi dengan demikian Pemerintah juga sama dengan kita, sesudah kita merubah itu. Jadi kita langsung yang kepada Timus.

(RAPAT SETUJU)

Kemudian Pasal 28. Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari temyata palsu atau dipalsukan, tidak benar atau menjadi kekeliruan mengenai orangnya, yang telah dibuktikan berdasarkan Keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dinyatakan batal kewarganegaraannya. Pemerintah mengusulkan kata pewarganegaraannya dengan kata kewarganeraannya. Kami persilahkan Pemerintah untuk menjelaskan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Terima kasih. Bapak Pimpinan, lbu dan Bapak-bapak yang kami hormati, pewarganegaraan adalah proses, sedangkan di sini yang dinyatakan batal itu adalah status kewarganegaraan yang sudah diperolehnya, oleh karena itu Pasal 28 itu diusulkan kata pewarganegaraan diganti dengan kewarganegaraan. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Terima kasih, Saudara-saudara sekalian, setuju tidak dengan perubahan kata-kata ini saja? Setuju ya?

(18)

Dengan demikian Pasal 28 juga sudah disetujui karena Pemerintah tidak mengusulkan rumusan altematif. Jadi Pasal 28 disetujui?

(RAPAT SETUJU)

Selanjutnya, Saudara-saudara sekalian, ada DIM 105, Pemerintah mengusulkan penambahan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut : Menteri mengumumkan nama orang-orang yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia dalam berita negara Republik Indonesia.

Kami persilahkan Pemerintah.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH):

Bapak Pimpinan, lbu dan Bapak-bapak yang kami hormati.

Pasal baru ini dimaksudkan untuk prinsip keterbukaan, supaya orang tahu siapa-siapa saja yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia, karena itu perlu diumumkan dalam Serita Negara Republik Indonesia. Segitu juga nantinya pasal yang berkaitan memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia, itupun mesti diumumkan di dalam berita resmi yang dinamakan Serita Negara Republik Indonesia.

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT :

Jadi ini konkordan dengan ketika memperoleh dan hilangnya diumumkan juga di situ. Kita setujui usul Pemerintah?

(RAPAT SETUJU)

Sapak-bapak sekalian, Pak Menteri menyampaikan surat kepada kami bahwa paman beliau sekarang di rumah sakit keadaannya agak ~erius. Jadi beliau minta izin kepada kita untuk meninggalkan tern pat, kita setuju ya? T api pembicaraan kita Ian jut. Kami persilahkan Pak Menteri dengan do'a kami mudah-mudahan paman Pak Menteri bisa sehat dan dilindungi oleh Allah SWT.

Kita lanjutkan, Saudara-saudara sekalian, sekarang Pasal 29. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara kehilangan dan pembatalan kewarganegaraan dalam Bab ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 29 ini Pemerintah mempunyai rumusan altematif yang berbunyi : Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara kehilangan dan pembatalan kewarganegaraan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Silahkan yang mau berpendapat, saya kira ini Pemerintah dulu untuk menjelaskan, silahkan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Sebetulnya hampir sama penjelasannya dengan pasal-pasal sebelumnya yang menyangkut ketentuan lebih lanjut, jadi ketentuan-ketentuan lebih lanjut adalah ketentuan yang bersifat pelaksanaan lebih lanjut undang-undang ini. Yang berkenaan dengan persyaratan, tata cara kehilangan dan pembatalan kewarganegaraan itulah lebih lanjut diatur oleh Peraturan Pemerintah.

KETUARAPAT

Jadi ini perbedaannya adalah letak kata "lebih lanjutnya" hanya di situ, saya kira bisa disepakati? lbu Nur, setuju ini? Sutuju ya? Kita masuk Timus?

(RAPAT SETUJU)

Selanjutnya Bab V, yaitu mengenai memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, ini Pemerintah mengusulkan rumusan alternatif yang berbunyi; syarat dan tata

(19)

cara memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia. lni saya kira konkordan dengan ketika kita bicara tentang bagaimana memperoleh kewarganegaraan yaitu syarat dan tata caranya sekaligus, bisa disetujui ini? Tidak usah kita minta penjelasan Pemerintah ya? Karena saya kira jelas ini setuju ?

(RAPAT SETUJU)

Kemudian Saudara-saudara sekalian, di ayat (1) Pemerintah tidak mengajukan rumusan altematif, di mana Pasal 31 itu berbunyi; Seorang yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegaraan tersebut. Jadi kita lanjut ya ? ini setuju ya?

(RAPAT SETUJU)

Selanjutnya ayat (2); Ketentuan mengenai tata cara memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui prosedur kewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 18. Pasal-pasal ini nanti kita sesuaikan dengan perubahan-perubahan apabila perkembangan terjadi. Pemerintah mengusulkan penulisan kata Pasal dimulai dengan huruf kapital. Jadi teknis pembuatan undang-undang saya kira. Penunjukkan pasal menjadi Pasal 8 sampai dengan Pasal 16, jadi tidak Pasal 8 sampai Pasal 18. Tapi nanti kita lihat saja pada perkembangan.

Pemerintah mohon penjelasan mengapa prosedur kewarganegaraan disamakan dengan prosedur memperoleh kembali kewarganegaraan, tapi untuk yang ini kami minta penjelasan dari Pemerintah. Kami persilahkan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Terima kasih, Bapak Pimpinan, dan para Anggota Pansus yang kami hormati. Pemerintah berpendapat bahwa prosedur untuk memperoleh kembali kewarganegaraan itu tidak perlu disamakan dengan prosedur pewarganegaraan biasa. lni kan kehilangan kewarganegaraan suatu sebab kemudian dia kepingin kembali memperoleh kewarganegaraan, oleh karena itu Pemerintah berpendapat prosedurnya kalau mungkin bisa dipermudah, dalam arti untuk memperoleh kembali kewarganegaraannya itu cukup melalui Menteri saja.

Kemudian berikutnya Pemerintah penambahan usulan satu ayat baru yakni ayat (3) yang merupakan pengecualian dari Warga Negara Republik Indonesia yang kehilangan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud Pasal 25 dan Pasal 26 ayat (1) dengan rumusan sebagai berikut : bagi anak sebagaimana dimaksud Pasal 25 dan bagi isteri yang menjadi Warga Negara Asing sebagaimana dimaksud Pasal 26, untuk pasal nanti menyesuaikan, yang telah putus perkawinannya untuk memperoleh kembali kewarganegaraannya tidak berlaku ketentuannya sebagaimana dimaksud Pasal 8 sampai dengan Pasal 16.

Demikian Bapak Pimpinan, terima kasih. KETUA RAPAT :

Jadi Saudara-saudara sekalian, di situ ada dua usul Pernerintah saya kira yang pokok, kalau mengenai pasal itu di Timus saja, yaitu yang pertama adalah agar supaya prosedur untuk memperoleh kewarganegaraan itu dibedakan dengan yang sedang kita bicarakan yaitu memperoleh kembali. Pemerintah mengusulkan agar itu cukup melalui Menteri. Kemudian yang kedua adalah ayat baru yaitu ayat (3) sebagaimana tadi sudah dibacakan.

Kami persilahkan bagi teman-teman yang mau memberi tanggapan. Silahkan Pak Bomer.

(20)

F· PG (DR. H. BOMER PASARIBU, SH, SE, MS) :

Saudara Ketua, pada prinsipnya mempermudah prosedur memperoleh kembali kewarganegaraan bagi anak atau isteri dipermudah, benar-benar dipermudah, saya pikir itu prinsip yang bagus untuk mengurangi birokratisasi dan kemudian tingkat kemudahan itu cukup melalui Menteri, demikian pula tambahan ayat (3) ini, sehingga kami melihat ini dapat kita Panjakan untuk kita dalami.

KETUARAPAT:

Jadi intinya, kalau Saudara Bomer kita bisa terima tentang lebih mempermudah itu, tetapi tentu saja menghajatkan sebuah rumusan yang nanti kita akan bicarakan di Panja. Kemudian ayat (3) juga Saudara Bomer tidak keberatan bagaimana yang lain? Ada yang mau berbicara? Prof mau bicara? Mbak Nur? Baik, saya kira Pemerintah yang mengusulkan tentu saja Pemerintah setuju, tadi kita semua setuju kita Panjakan? Baik.

(RAPAT SETUJU)

Kemudian Pasal 32, Warga Negara Republik Indonesia yang kehilangan kewarganegaraan sebagaiman dimaksud dengan Pasal 23 huruf c dan d dan Pasal 26, dapat memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia dengan mengajukan permohonan tertulis untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia.

Pemerintah mengajukan usul alternatif berbunyi : Warga Negara Republik Indonesia yang kehilangan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf k, Pasal 25 dan Pasal 26 ayat (1) dapat memperoleh kembali kewarganegaraan RI dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan tidak melalui prosedur sebagaimana dimaksud Pasal 8 sampai dengan Pasal 16, saya kira intinya itu. Kalau soal prosedumya sudah sama dan disesuaikan dengan ayat sebelumnya, tapi kami persilahkan Pemerintah untuk bisa menjelaskan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Jadi ini sebetulnya uraian prosedur untuk mempermudah memperoleh kembali pewarganegaraan bagi Warga Negara Republik Indonesia yang kehilangan kewarganegaraannya sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf k, begitu juga pasal 25 dan Pasal 26, ini tidak melalui Presiden tapi langsung saja kepada Menteri. Jika usulan ini diterima tentu nantinya ayat (2) dihapuskan. Dan prosedur pewarganegaraan sebagaimana dimaksud Pasal 8 sampai dengan Pasal 16 tidak berlaku bagi mereka yang akan memperoleh kembali kewarganegaraannya. lni maksudnya untuk mempermudah prosedur memperoleh kembali kewarganegaraan.

Demikian Pak Pimpiman. KETUA RAPAT :

Terima kasih Pak Oka, kami persilahkan teman-teman yang mau menanggapi usu! dari Pemerintah ini, kami persilahkan.

F· PDIP (PHILIPS WIDJAJA) :

Terima kasih Ketua, dalam rangka warga negara yang kembali menjadi Warga Negara Republik Indonesia kira-kira syaratnya yang diperlunak apa yang diperlukan surat keterangan kelahiran atau apa, mungkin syarat bisa dijelaskan ?. Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi begini, saya kira yang menjelaskan harus kita sendiri ya. Kita ini sebenarnya yang dipentingkan di sini di dalam rumusan ini adalah proses permohonannya yang kalau untuk menjadi warga negara itu harus ke Presiden, sekarang itu cukup ke Menteri. Kalau tentang syarat-syarat barangkali kita belum sampai ke situ, nanti akan kita lihat. Kami persilahkan, Saudara Bomer dulu.

(21)

F· PG (DR. H. BOMER PASARIBU, SH, SE, MS) :

Saya kira ini dapat saja, supaya semuannya terselesaikan dalam ayat ini, sehingga Pemerintah menyelesaikan seluruhnya.

KETUA RAPAT :

Ya, saya kira untuk Pasal 32 ini juga konkordan dengan yang di atasnya yaitu kita prinsipnya mempermudah untuk kembali memperoleh kewarganegaraannya, dengan antara lain melalui Menteri tidak melalui Presiden. Kemudian Pemerintah juga mengusulkan kalau itu setujui tentu dengan demikian maka ayat (2) - nya akan kita hapuskan. Kemudian yang lain-lain pasal ini adalah sampai kepada ayat (6) bahkan Pemerintah tidak mengusulkan altematif, yang lain juga usulannya tidak terlalu prinsipil, apakah ini bisa kita Panjakan setuju? Pemerintah setuju?

(RAPAT SETUJU)

Pasal 32. Persetujuan memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia diberikan paling lambat 6 butan oleh Presiden metalui Menteri atau Pejabat sejak diterimanya permohonan. Tadi kita sudah setuju agar supaya disederhanakan, Pemerintah mengusulkan sama dengan yang di atas. Jadi kita konkordan saja dengan yang di atas. Setuju Panja?

(RAPAT SETUJU)

Kemudian, ini yang saya kira usul baru, tapi usul baru ini juga konkordan dengan yang di atas. Jadi ketika memperoleh diumumkan dan ketika kehilangan diumumkan, ketika memperoleh kembali juga diumumkan. Jadi setuju ya?

(RAPAT SETUJU)

Kemudian Pasal 33, saya kira pemerintah bisa menceritakan tentang maksudnya . Silahkan.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Penunjukan pasal ini apa sudah tepat, jadi nanti kita lihat sesudah selesai . semuanya baru kita lihat. Setiap penunjukan pasal, ini pasalnya sudah bergeser semuanya. Jadi dipanjakan saja.

KETUA RAPAT:

Baik, Pasal 33 jangan dipanjakan tapi di Timsinkan setuju? (RAPAT SETUJU)

Kemudian Bab VI

Sebelum Bab VI 1m, kemarin ada usul agar supaya dimasukan mengenai ketentuan pidana. Saudara Mahfud sudah punya usul, tapi kemarin kami juga mengatakan setuju, ternyata bukan hanya ketentuan pidana tapi juga yang berkaitan dengan pelanggaran

tata

usaha atau administrasi negara.

Jadi oleh karena itu, di situ mungkin akan berbunyi Bab Sanksi. Sekarang rumusan-rumusanya memang tidak mudah. Persoalannya yang pertama apakah saudara setuju ada Bab Sanksi di alam Undand-undang ini?. lni kita bahas duluJ kalau ini sudah setuju, saya menawarkan supaya nanti kita serahkan saja pada Panja tentang dagingnya. Jadi kita setuju kepalanya, kerangka dan dangingnya kita akan pikirkan di Panja. Oleh karena naskahnya belum ada, kecuali yang dari Pak Mahfud dan dia kemarin mengatakan

(22)

itu baru gagasan paling awal. Kami persilahkan kepada teman - teman dulu, baru pemerintah.

F· PG {DR. H. BOMER PASARIBU, SH,SE,MS) : Saudara ketua,

Memang kalau kita lihat dalam UU No. 10, dalam tata cara penyusunan UU selalu diberikan Bab Sanksi. Kelihatan teman teman agak galau, setuju pada prinsipnya tapi rumusan itu kalau bisa apakah ada tim ahli kita disini, bisa ditawarkan. Sanksi itu ada sanksi administratif, ada sanksi yang bersifat tata usaha negara, ada yang bersifat pidana. Jadi yang tiga macam itu nanti tolong dimuat .Terima kasih.

KETUARAPAT: Terima kasih.

Jadi saudara Bomer sud ah mengusulkan, ini diterima. T api rumusannya menyangkut sanksi administrasi, sanksi yang berkaitan dengan tata usaha negara dan sanksi yang bersifat pidana itu kita minta bantuan dari tim ahli kita, pemerintah juga boleh punya konsep, nanti kita bareng - bareng bicarakan di Panja.

Silahkan ada yang berpendapat lain. Kalau tidak ada kami tanya pemerintah, bisa disetujui.

PEMERINHTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Bapak Pimpinan dan lbu serta Bapak-bapak para anggota yang kami hormati, apakah memang perlu sekali ada sanksi pidana. lni kan menurut pak Gani, katanya makomnya kan makom kewarganegaraan, bagaimana tata cara memperoleh kewarganegaraan, kalau toh ada sanksi misalnya ada keterangan keterangan yang tidak benar, sanksinya kewarganegaraannya batal. Soal-soal apa yang mau dikriminalisasi dari ketentuan UU ini. lni yang belum jelas bagi kami, oleh karena itu kami belum bisa menyetujui kalau ada sanksi pidana.

Sedangkan sanksi-sanksi yang bersifat administratif barangkali dr beberapa pasal sudah tercermin, misalnya cara perolehannya tidak benar, bisa dibatalkan. ltu beberapa hat yang dapat kami kemukakan. Sekiranya ada tambahan kami persilahkan Pak Zul atau Pak Gani .

PEMERINTAH (ZULKARNAEN) : T erima kasih pimpinan .

Anggota dewan yang saya hormati, memang selama ini di dalam peraturan perundang undangan tidak ada kewajiban sama sekali harus dirumuskan sanksi pidana yang merupakan ultimum meredium, memang tidak seharusnya. Namun memang kalau ada beberapa ketentuan di dalam batang tubuh merumuskan masalah kewajiban-kewajiban dan kewajiban-kewajiban itu kalau tidak dipenuhi tidak selalu harus dlberikan sanksinya.

Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT : Terima kasih.

Jadi tidak selalu dirumuskan sanksinya, artinya apakah bisa kita ambit kesimpulan juga boleh dirumuskan sanksinya. lni sebenamya untuk menjawab Saudara Boy kemarin, juga dari Pak Anton, bagaimana kalau tiga bulan itu lalai dan sebagainya.

Saya kira begini, bagaimana kalau kita bawa ke Panja sambil untuk terus merenungkan. Jadi akan makin kelihatan urgensinya, kalau kita sudah melihat bunyinya. Sepanjang bunyinya belum kita masih akan berdebat tentang teorinya, yaitu apakah sebuah hukum seperti ini yang makomnya itu adalah bukan makom yang berkaitan dengan yang perlu sanksi-sanksi atau kita masih tetap memandang itu perlu.

Jadi kita lihat dulu rumusannya nanti kita akan minta kepada pemerintah kalau bersedia ikut merumuskan. Tapi wong tidak setuju bagaimana merumuskan. Kemudian

(23)

kita akan minta tim ahli, yang ahli hukum disini untuk bisa merumuskan ini baru akan kita bicarakan. Jadi kemarin timbul kehawatiran bagaimana sekarang perlakuan terhadap warga negara. Begitu lama sudah misalnya pemerintah mengumumkan SKBRI itu tidak berlaku. Tapi teman-teman ini di Kalimantan Barat kemarin sering ada cerita seperti itu. Di daerah lain juga sering juga cerita seperti itu. ltu memang merupakan langkah overacting

dari aparat. Tapi bagaimana kalau hal-hal seperti itu setiap pagi sudah kita pikirkan dengan membuat sanksi bagi rambu-rambu yang semua itu sudah kita tentukan. ltu yang kita maksud. Jadi nanti akan kita lihat saja sesudah ada tongkrongannya. Apakah bisa begitu ? Silahkan .

PEMERINTAH (PROF. DR. ABDUL GANI, SH) :

Mengenai hal ini, UU tentang Kewarganegaraan seandainya ada unsur-unsur yang dilanggar itu ada kaitannya dengan soal keimigrasian. Jadi bisa proses penghukumannya itu dilakukan oleh UU tentang Keimigrasian, karena berkait secara langsung. Kemudian seandainya disini mau dibuat sanksi pidana, maka harus dilihat hukum materinya yang mana mau diberi sanksi yang dilanggar. Sedangkan di sini adalah soal administrasi, soal tata cara, dan lain sebagainya. Dan kalau tidak terpenuhi itu otomatis UU Keimigrasian itu berlaku.

Jadi dengan adanya hal itu maka secara argumen to octario itu jelas tidak sah menurut hukum. Sekalipun memang ketentuan mengenai sanksi itu merupakan alat paksa. Karena soal ini kontekstualitasnya mengenai UU Keimigrasian , maka sanksi-sanksi itu ada pada UU Keimigrasian kalau dia langgar maka itu berlaku UU Keimigrasian, bisa deportasi dan sebagainya. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Silahkan ditambahkan Pak Oka.

PEMERINTAH (OKA MAHENDRA, SH) :

Jadi Pemerintah, kita diajari juga oleh Bapak Ketua untuk berbahsa politik. Jadi Pemerintah itu tidak keberatan untuk membicarakan usulan-usalan itu di dalam Panja, membicarakan bukan berarti setuju. Jadi dipersilahkan, coba dirumuskan dulu, kata apa tongkrongannya tadi itu. Sesudah itu baru kita bahas bersama, bicarakan bersama. Jadi kita belum menyetujui substansi, tapi kita setuju untuk membicarakan di panja. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Beginilah kalau Dirjen mantan politisi pandai berbahasa, setuju membicarakannya, setuju apa tidak nanti kita lihat . Silahkan Prof.

F· PDIP (PROF. DR. SUDIGDO ADI, DR. SPKK) : Terima kasih pimpinan.

Saya melihat domainnya memang domain orang minta kewarganegaraan .. Tetapi sebenarnya ada domain yang lain yang harus kita minta petanggungjawaban pada pemerintah, karena di dalam pasal-pasal yang kita dibicarakan tadi ada ketentuan maksimal sekian bulan pemerintah harus memberikan ketentuan.

Kalau pemerintahnya nanti lalai lebih dari enam bulan pada kenyataanya sekarang orang minta kewarganegaraan bisa puluhan tahun. Jadi apa hak rakyat untuk menuntut pada pemerintah itu apa, ini yang harus kita bicarakan. Sebab seringkali kelalian pemerintah itu merugikan warganegaranya secara tidak langsung maupun langsung. Terima kasih.

KETUA RAPAT :

Referensi

Dokumen terkait

Saya tadi berpikirnya mungkin dari DIM Nomor 64 sampai DIM Nomor 78 itu masuk Panja karena satu bab. Tadikan kita belum sepakat apakah mau dikecilkan. Tapi kalau kita tetap mau

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, kami mengajukan Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Bapak/lbu sekalian, kita masih ketinggalan, negara-negara lain tetangga kita Malaysia, dia sudah punya ibu kota negara bukan lagi KL (Kuala Lumpur). Sudah ada

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran yang kemudian disahkan oleh Presiden menjadi

Sebentar Pak, kemarin itu memang ada masalah yang Pak Djoko bilang, karena ada masalah soal swasta, bukan soal diatur soal yang statis ini bukan, tapi dalam

Pimpinan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang Perpajakan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dipilih oleh dan dari Anggota

Usul PDI iti\ sebenarnya tidc:l.k terlalu mengubah ma.teri atau esensi ha - nya penyemuurna.an satu kata,aaya juga tidak seoara. penuh mengklaim bahwa,g sul itu

Yang pertama saya ingin menyampaikan bahwa RUU Tentang Veteran ini sejak awal kami mengikuti jadi kami masuk dalam Anggota team yang menyiapkan RUU ini dan membahas dan pada saat