• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PENATAAN RUANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PENATAAN RUANG"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG·UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENT ANG

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke

Jenis Rapat Sifat Rapat Hari/tanggal Waktu Deng an Tempat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara

Hadir

PIMPINAN PANSUS

PENATAAN RUANG (RDPU TANGGAL 7 JUNI 2006)

2005-2006 IV

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Terbuka

Rabu, 7 Juni 2006 Pukul 14.00 WIB

APEKSI, AOEKSI, APPSI, dan BKKSI Ruang Rapat Komisi V OPR RI

Ir. H. Rendhy A. Lamadjido, M.B.A./Wakil Ketua Pansus RUU Penataan Ruang

Ora. Hani Juliasih/Kabag Set. Komisi V OPR RI Pembahasan RUU tentang Penataan Ruang 29 orang Anggota Pansus

1. Ir. H. Rendhy A. Lamadjido, M.B.A/F-PDIP 2. Ors. H. M. Syartie Hutauruk/F-PG

3. M. Nasir Ojamil, S.Ag./F-PKS 4. Abdullah Azwar Anas/F-KB

1. FRAKSI P. GOLKAR 6. FRAKSI K. BANGSA 1. Ors. H. M.· Dachlan Chudori 1. Ors. H. Sulaeman Efendi

2. H. Andi Wahab OT. Majokayo, S.M.

3. Ir. H. Soeharsojo

4. Dr. H. Bomer Pasaribu, S.H., S.E., M.S.

2. FRAKSI PDIP 1. Ben Vincent Ojeharu

2. L. Soepomo S. W.

3. Nusyirwan Soejono 4. Ir. H. Heri Akhmadi 5. Willem A. Tutuarima, S.H.

6. Imam Soeroso

7. Ida Bagus Nugroho, S.H.

3. FRAKSI PPP 1. H. Romzi Niham, S.IP.

7. FRAKSI PKS 1. Ir. Abdul Hakim, M.M.

2. Ir. Wahyudin Munawir

8. FRAKSI BPD 1. Ny. Etha Bula

ARSIP

DPR

RI

(2)

4. FRAKSI P. DEMOKRAT 1. E. E. Mangindaan, S.E., S.IP.

2. Ir. H. Roestanto Wahidi D., M.M.

3. Teuku Riefky Harsya

4. Ir. H. Hussein Abdul Azis, M.T.

5. Maruahal Silalahi

5. FRAKSI PAN 1. Hermansyah Nazirun

2. Ir. Afni Achmad

3. Ir. Abdul Hadi Jamal, M.M.

9. FRAKSI PBR 1. -

10. FRAKSI PDS 1. Pastor Saut M. Hasibuan

KETUA RAPAT (H. RENDHY A. LAMADJIDO/F·PDIP):

Yang dimulai, harusnya RDPU dimulai jam dua, karena rekan-rekan Anggota Pansus yang kita ketahui masih banyak ikut pansus lain, maka untuk memenuhi tata tertib, maka RDPU saya buka dengan resmi dan saya skors selama 15 menit.

(RAPAT DISKORS)

Bapak-bapak, kita ketahui bahwa hari ini kita laksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum, sesuai dengan tata tertib, fraksi yang hadir sudah berjumlah delapan fraksi, walaupun anggotanya baru berkisar 20-an, kalau ini disetujui, maka skors saya cabut. Bagaimana para Anggota Pansus?

(RAPAT: SETUJU)

Baiklah, dengan mengucapkan bismillaahirrahmaanirrahim skors saya cabut.

Bapak-bapak dari Ketua APEKSI, Ketua ADEKSI, Kepala BKKSI, dan Ketua APPSI, seperti kita ketahui bersama bahwa hari ini kita ingin mendengar masukan sekaligus usulan dari Bapak-bapak sekalian tentang Rancangan Undang-Undang Tata Ruang, yang perlu kita ketahui bahwa Rancangan Undang-Undang ini adalah Rancangan Undang-Undang yang dilakukan revisi oleh pemerintah terhadap UU Nomor 24 Tahun 1999. Banyak hal yang perlu kami dengarkan dari Bapak-bapak sekalian, yang tentunya harapan kami adalah masukan-masukan. tentang bagaimana UU Tata Ruang ini ke depan. Seperti kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah satu negara kesatuan yang berbentuk kepulauan, yang mungkin punya satu karakteristik tersendiri dengan negara-negara lain. Kita ketahui juga Indonesia adalah negara pantai terpanjang di dunia dan ditetapkan jug a Indonesia melalui konferensi Brasil, di kehutanan, bahwa Indonesia adalah salah satu paru-paru dunia. Indonesia juga mempunyai etnis dan kultur yang sangat banyak dan berbeda dan tentunya harapan kami, Pansus ini bisa diberikan masukan-masukan yang lebih dalam. Untuk itu, barangkali pada Bapak-bapak sekalian kami persilakan untuk bisa memberikan paparan sekaligus masukan-masukan yang berharga terhadap Rancangan Undang-Undang itu sendiri.

Untuk itu barangkali kami tidak memperpanjang waktu, kami persilakan yang pertama kepada Ketua APPSI untuk memberikan suatu masukan tentang Rancangan Undang-Undang itu sendiri.

Silakan ketua APPSI!

SEKJEN APPSI (FERY TINGGOGOY):

Assa/aamu'alaikum wr. wb.

Salam damai dan sejahtera, selamat sore buat kita semua.

Bapak Pimpinan, rekan-rekan Anggota DPR yang terhormat,

lzinkan kami menyampaikan prmohonan maaf Ketua Umum APPSI Sutiyoso, karena berbagai kesibukannya, kali ini beliau mohon maaf, dengan menunjuk saya sebagai Sekjen mewakili beliau. Mudah-mudah ketidakhadiran Pak Sutiyoso tidak akan mengurangi makna dari pertemuan ini.

Rekan-rekan Asosiasi, hadirin, rekan-rekan wartawan sekalian.

Kalau kami menyimak, memang UU ini sudah layak untuk disempumakan dan dalam rangka penyempurnaan ini tentunya kita akan me1lihat betapa negera Indonesia kita, yang paling

ARSIP

DPR

RI

(3)

tidak ada 1.500 km kali 5.500 km, dimana kita memiliki jumlah pulau-pulau 17.504 pulau. Kita memiliki 81.000 panjang garis pantai, berarti sama panjangnya dengan keliling dunia equator, yang 81.000 km. Kamudian, kita memiliki laut yang sudah diakui oleh Unc/ose United Nation Convention of the Law of the Sea tahun 1982 dan kita sudah kukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. lnilah wilayah Indonesia kita dengan segala keunikannya, kurang lebih ada 500 etnis dengan berbagai diversifikasi fauna dan ftora.

Membaca Ketentuan Umum yang ada di UU ini, namun sebelum masuk dalam Ketentuan Umum kami ingin mengingatkan juga dalam Diktum mengingat, yang sudah ada, itu hanya Pasal 5 ayat (1 ), Pasal 20, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 45. Menurut hemat kami, masih banyak pasal-pasal lain yang terkait, antara lain Pasal 18, seyogyanya dimasukkan, karena Pasal 18 itulah merupakan dasar hukum dari otonomi daerah. Selain dari Pasal 18 barangkali ada undang-undang yang terkait yang juga harus dijadikan pasangan untuk bergeraknya undang-undang ini. Sehingga undang-undang ini bukan merupakan satu undang-undang sektoral, yang berdiri sendiri, tapi hendaknya undang-undang ini merupakan undang-undang sektoral yang berjalan bersama-sama kait-mengait dengan undang-undang yang lain, akan kami jelaskan kemudian.

Kedua, masalah pemahaman. Kalau kita berbicara tentang sumber daya alam tentunya kita akan berbicara tentang suatu wadah, di sana ada tambang, di sana ada fauna, flora, di sana ada ruang muka bumi, ruang tanah yang harus dipulihkan. Pertama-tama kalau kita harus melihat tambang, tambang ini adalah karunia alam yang diberikan kepada kita, bukan dalam jumlah yang tidak tak terbatas, tapi jumlah yang sangat terbatas. Kedua, ada ftora, fauna, hutan, gajah, harimau dan lain-lain yang dikaruniakan kepada kita, yang cenderung semakin hari bukan bertambah tapi semakin berkurang. Sehuingga yang dapat saya katakan, bahwa berbicara masalah tambang, dengan fauna, flora ini, ini adalah pinjaman dari kita kepada anak cucu kita. Sehingga selayaknyalah dalam undang-undang ini harus diwaspadai dan bagaimana penggunaannya harus searif dan sebijak mungkin untuk mengantisipasi bahwa anak cucu kita harus tetap terpelihara dan dapat memperolehnya.

Dan kemudian berbicara tentang ruang. Kalau kita berbicara tentang ruang, paling tidak kita berbicara tentang angkasa, air, dan tanah, yang nampaknya dalam undang-undang ini belum begitu jelas, dia berbicara tentang apa? Dia berbicara tentang ruang, tetapi tidak berbicara tentang tan ah, karena tanah di Indonesia sud ah ada UU-nya yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 atau dikenal dengan UUPA, tapi sayang sekali RUU ini sepertinya tidak mengenal UU itu, padahal seharusnya RUU ini berpijak atas RUU masalah pertanahan Nomor 5 Tahun 1960. Kalau kita berbicara tentang angkasa, angkasa ini tentunya sangat tinggi dan luas, kalau ditanya tingginya dan luasnya sampai di mana, sama dengan kita berbicara sangat dalam dan luas tentang air lautan, sampai dimana, sampai di mana kemampuan ekonomi kita, dan sampai di mana kemampuan teknologi kita bisa menjangkau sampai di sana. Jadi kalau kita tidak bisa menjangkau setinggi ini ya, cuma apa saja yang bisa kita ja1ngkau. Kalau kita bisa menjangkau sampai ke geostasioner, ya barangkali sampai ke sana kita bisa menjangkau, Pada dasamya, dalam segi empat atau segi banyak ruang wilayah Indonesia itu, sampai ke atas tidak terbatas, itu adalah hak nasional kita.

Bapak/lbu Sekalian.

Kalau kita berbicara tentang 'tata', maka kita lihat banyak sekali UU yang terkait, di sana ada UU Nomor 5 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, di sana Undang-Undang Nomor 41 Tentang Kehutanan, ada Undang-Undang Nomor 11 yang kita bicarakan tentang Pertambangan dan lain-lain, dan ada juga Undang-Undang 32 dan Undang-Undang 33 masalah Otonomi Daerah.

Ternyata juga luput, tidak dijadikan dasar dari perundang-undangan ini.

Bapak/lbu, kalau kita berbicara tentang wadah, tentang ruang, sebenarnya tentang wadah, tentang ruang ini sejak awal ini sudah ada. Maka kita lihat dari Sabang sampai ke Meraoke kita sudah meiliki kepala-kepala adat, kepala marga, kelapa suku. Dari Sabang sampai Meraoke, itu sudah ada tanah yang dikuasai oleh adat, oleh suku, oleh perorangan. Di atasnya kita tahu sudah ada kepala-kepala adat, kepala desa, lurah, liurai, nagari, atau dengan kata-kata yang lain yang sama. Yang pada dasarnya setelah kita merdeka, maka ruang wilayah besar tanah itu kita serahkan kepada presiden yang untuk memimpin tata ruang itu dan jadilah presiden sebagai kepala adat dan kepala tata ruang nasional. Namun, bersamaan dari itu juga, pada gubernur diberikan juga hak untuk pengelolaan tata ruang pada walikota, camat, dan seterusnya. Nah, yang terjadi selama ini pemerintahan pada tingkat desa ini tidak diberdayagunakan dengan baik. Kita akan ambil contoh, berbagai kejadian secara nasional ternyata data-data yang pas tentang

ARSIP

DPR

RI

(4)

penduduk, tentang ruangnya tidak kita miliki. Karena apa? Pada umumnya top down pembuatan itu. Top down secara UU tetapi mereka yang begitu tahu tentang wilayah, tentang perairan, tentang tanah itu tidak dilibatkan secara langsung, yaitu mereka kepala adat, rakyat di lapangan, lurah, kepala desa, dan lain-lain. Kami juga menghimbau tolong dalam RUU ini peran mereka itu harus jelas, supaya mereka bisa memberikan kontribusi yang sebaik-baiknya. Kalau data-data dari bawah, dari desa itu bisa dikumpulkan kepada camat, camat dikumpulkan ke walikota, terus sampai tingkat nasional, pasti kejadian-kejadian yang terjadi seperti di Jogya, kita langsung buka peta, wilayah mana, daerah mana, berapa jumlah penduduk, apa kerusakan, kualitas rumah bagaimana, dan itu semua akan ada dalam yang kita katakan geography information system, yang sudah kita kenal, apalagi orang-orang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang tentunya tahu pers1s itu, tapi untuk melaksanakan susah, karena selalu approach-nya dari atas ke bawah, dan itulah yang terjadi pada zaman sentralisasi paling tidak 3, 4, 50 tahun yang lalu. Semenjak kita masuki sentraliasi otonomi daerah, mari kemudian kita mulai memanfaatkan mereka yang berada pada grassrood ini untuk bisa memberikan masukan.

Bapak/lbu, di sinilah kita lihat, kalau kita berbicara tentang sumber daya tata ruang nasional, kita harus berbicara masalah pokok adalah masalah tanah. Dan kita mulai lihat, pertama, faktor yang sangat mempengaruhi tata ruang dan tanah ini adalah faktor penduduk. Kita boleh lihat pada tahun 1945 jumlah penduduk kita kurang lebih 60, 65 juta jiwa. Pada tahun 1960 jurnlah penduduk kita sudah meningkat paling tidak ada kurang lebih hampir 100 juta jiwa. Saat ini, pada saat kita berbicara tentang tata ruang, dimana manusia Indonesia hidup dan lain-lain, jumlah kita sudah hampir 230 juta jiwa. Begitu cepat jumlah penduduk, teknologi berkembang, padahal tata ruang tidak bertambah. ltu-itu saja yang kita nikmati. Pertanyaannya, adakah kualitas pengelolaan tata ruang yang kita berikan dengan bertambahnya penduduk.

Bapak/lbu sekalian.

Kita juga berbicara pertambahan penduduk, teknologi akan kebutuhan sangat meningkat, sumber daya ruang tidak meningkat, tetap itu-itu saja, yang harus kita kelola. Dan itulah yang kemudian kita kelola, agar supaya juga UU ini akan memberikan kontribusi kelak bagaimana bisa menyejahterakan bangsa ini.

Bakap/lbu, inilah sebagai contoh kita berbicara tentang berbicara tata ruang, salah satu sekeping wilayah, apakah ini wilayah desa, wilayah kabupaten, wilayah kota, wilayah provinsi sekeping wilayah ini di sana kita lihat berbagai masalah tata ruang yang terpadu. Ada di sana orang swasta berbicara kepentingan swasta. Di sana orang kecil dan masyarakat berbicara tentang kepentingan mereka. Namun, di sana juga kita lihat ada pemerintahan nasional berbicara dia punya hak, ada juga pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota berbicara dia punya hak. Di sana kita juga melihat ada sektor pertambangan, ada sektor kehutanan, ada sektor pengairan, dan berbagai sektor yang lain, padahal penggunaan tanah dan tata ruang itu, hanya begitu-begitu saja tidak bertambah, maka tentunya yang kita pertanyakan dan mudah-mudahan bisa keluar dalam pengelolaan tata ruang ini, bagaimana kualitas pendayagunaannya.

Bapak/lbu sekalian.

Tadi, sudah saya katakan bahwa tata ruang kita tidak bisa memisahkan. Salah satu tata ruang yang sudah lama kita gunakan adalah bumi. Kita tahu sebagian besar,

%

wilayah kita adalah air. Barangkali di sana masa depan dan masa sekarang Indonesia. Dan ada lagi masa depan yang akan datang adalah Dirgantara. Melalui RUU ini saya ingin mengingatkan kembali bahwa masa depan dunia sangat tegantung pada dirgantara dan ruang angkasa, dan sadar atau tidak di seluruh dunia orang mulai berlomba-lomba ingin melepaskan satelit, ada satelit yang menggunakan roket dilepaskan dari bumi, ada sudah mencari karena harus sedekat dengan garis khatulistiwa, apakah mereka mencari tempat di mana mereka bisa lepaskan, datang ke Laut Pasifik atau Atlantik. Indonesia oleh Tuhan Yang Maha Esa dikarunia suatu tempat yang sangat baik, yaitu Pulau Biak. Ya coba tunjukkan! Di Pulau Biak ini, kelak dapat dibangun sebuah teknologi modern, dimana ruang angkasa dapat dikuasai dari Pulau Biak, yaitu dengan melepaskan roket, biasanya roket pembawa satelit ini dibawa dengan satelit dan harganya sangat mahal, sampai pada ruang angkasa. Maka konsep yang akan datang akan coba dibangun bagaimana roket itu tidak lagi ditembakkan dari bumi, tapi kemudian menggunakan pesawat, diterbangkan sampai pada ketinggian kurang lebih 60 km, dimana relatif tarikan bumi sud ah sangat kurang, baru roket itu dilepaskan dengan power yang sangat besar sedikit, dan karena dia sudah berada dalam garis khatulistiwa yang sangat dekat, maka itu dengan mudah bisa mencapai. Dan

kalau itu Bapak Pimpinan bisa lakukan, maka biaya pelepasan roket itu akan berkurang 50% dari I

- J

ARSIP

DPR

RI

(5)

anggarannya yang kurang lebih ada 100-an juta US$. Roket itulah yang kita katakan tidak ada tempat yang sebaik Pulau Biak, Pulau Biak menjadi incaran, baik dari negara-negara super pawer maupun sampai dengan Cina mengincar ini, dan kita punya wiilayah itu. Sekali lagi kedaulatan kita yang akan menentukan, apakah kita mampu memanfaatkan atau tidak.

Bapak/lbu sekalian.

Menurut UU Nomor 24 Tahun 1992 ini, yang harus direvisi ada berapa hal yang kami dari APPSI ingin pertanyakan, yaitu setelah 14 tahun harus direvisi apa kelemahannya dan apa keberhasilannya dari 27 rencana tata ruang provinsi atau 30 provinsi, ada 345 kabupaten dan kemudian ada 87 kota yang memiliki hak pengelolaan tata ruang berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004. Pertanyaannya adalah, bagaimana kawasan hutan terus-menerus, tanah krisis terus menerus bertambah, longsor bertambah, banjir, erosi, sedimentasi akan terus bertambah.

Pertanyaanya mampukah hal-hal itu kita akomodir dalam tata ruang ini.

Kedua, kerusakan lingkungan hidup di pedesaan, karena cenderung yang dibangun adalah kota, bukan desa. Padahal, Bapak/lbu sekalian, desa adalah pusat kehidupan, desa pusat manusia, desa adalah pusat budaya, desa adalah pusat dari ekonomi, tapi desa belum tersentuh untuk dibangun. Yang dibangun adalah kota demi kota. Kita tahu sendiri dengan berbagai upaya pinjaman luar negeri, kita coba membuat sawah dengan irigasi-irigasi, sampai bisa 2, 3 kali penanaman, ternyata sawah, baik yang berada di Jakarta sekitarnya, Tangerang lumbung beras, Jawa Tengah, Bali, cenderung menyusut dan penyusutan sawah-sawah tersebut tidak sebanding dengan pertumbuhan-pertumbuhan perkebunan. Pertanyaannya kembali, bagaimana itu bisa terjawab dalam tata ruang ini. Lokasi-lokasi industri, kapet yang dibuat tidak berkembang seperti yang diharapkan. Pengembangan pertambangan dan kehutanan, sudah menyebabkan konflik pemanfaatan sampai dengan DAS, kerusakan terumbu karang. Hal ini semua barangkali sampai saat ini sudah banyak UU yang mengatur, ada mengatur agraria, kehutanan, tambang, sumber daya air, hal ini semua yang barangkali bagaimana kita bisa bicarakan. Dan sekali lagi, dalam pengamatan kami belum banyak yang berubah dari UU Nomor 24 yang lama, sampai kemudian kita akan membuat UU yang baru.

Bapak/lbu sekalian.

Ada tertulis, kami akan tinggalkan, supaya bisa lebih memanfaatkan waktu, sebelum kami akhiri kami juga ingin mengingatkan, dalam wilayah republik ini hanya satu ibu kota negara.

Pertanyaan, apakah tidak selayaknya tata ruang ibu kota negara juga dimasukkan sebagai pertimbangan nasional. Kalau kita berbicara ibu kota negara, kita tidak berbicara tentang provinsi OKI saja, tapi kita berbicara tentang kepentingan dari seluruh Indonesia terhadap ibu kota negaranya. Mohan izin lima menit, akan disampaikan secara umum oleh rekan kami dari Provinsi OKI. Silakan Pak!

APPSI OKI JAKARTA (AGUS SUBAROONO/T ATA KOT A OKI):

Assa/aamu 'a/aikum wr. wb.

Bapak dan lbu Anggota Pansus yang kami hormati.

lzinkan kami untuk menambahkan penjelasan yang sudah disampaikan oleh Bapak Sekjen berkaitan dengan lbu Kota Negara Jakarta,

ANGGOTA PANSUS:

Pimpinan! lzin! Sekedar tadi ada yang terlupa mengenalkan nama dan jabatan.

T erima kasih Pak.

SEKJEN APPSI (FERY TINGGOGOY):

Terima kasih. Tadi sudah saya memperkenalkan, saya SE~kjen, namanya Fery Tinggogoy.

Kemudian samping saya Pak Agus Subardono dari Tata Kota OKI. Saya juga didampingi oleh pakar APPSI, Prof. Dr. Silalahi, dan ada juga staf kami yang lain. lni yang berada dalam APPSI dan nanti dari ADEKSI akan memperkenalkan sendiri.

Terima kasih.

APPSI OKI JAKARTA (AGUS SUBARDONO/T AT A KOT A OKI):

. Kami lanjutkan, sejak kemerdekaan sampai sekarang OKI Jakarta itu setelah melalui tiga penode perencanaan tata ruang, yaitu pertama, periode rencana induk atau master plan, Tahun

ARSIP

DPR

RI

(6)

1965-1985. Kemudian Periade Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Tahun 1985-2005. Setelah itu, yang terakhir Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Tahun 2010.

Jakarta saat ini dengan luas 65.000 ha, dihuni aleh lebih kurang aleh 8.5 juta penduduk.

Dalam perjalanan perencanaannya memang selalu dihadapi masalah-masalah tata ruang, terutama berkaitan, hal yang cukup klasik yaitu masalah penyediaan tanah untuk pembangunan.

Di satu sisi rendahnya kemampuan untuk pengadaan tanah aleh pemerintah daerah, menyebabkan tidak seluruh jaringan prasana yang bisa dibangun aleh pemerintah daerah dapat terwujud sesuai dengan tata ruang yang telah direncanakan, sehingga tiga hal ini berakibat tumbuhnya bagain-bagian kata yang berlangsung secara a1,lamiah dan tidak mengikuti rencana yang ada. Pertumbuhan Jakarta sampai saat ini telah berkembang sedemikian rupa, sehingga telah melampaui pertumbuhan, telah berpengaruh kepada daerah-daerah sekitarnya. Jika dulu daerah-daerah sekitar Jakarta, ada BOTABEK, terkenal, sangat bergantung kepada Kata Jakarta, pada saat ini karena dinamika perkembangan yang telah tinggi sedemikian rupa, interaksi antara Jakarta dengan daerah sekitar itu sangat kuat, sehingga kedua, baik Provinsi OKI Jakarta maupun dan sekitarnya sudah saling bergantung satu sama lain. Pertumbuhan yang telah melampaui batas-batas administrasi ini tentunya perlu diantisipasi dengan sebaik-baiknya, agar dalam penataan ruangnya dapat terwujud sesuai dengan apa yang dlirencanakan.

Ada beberapa catatan yang kami akan sampaikan mengenai UU Penataan Ruang yang sebelumnya itu UU Namar 24 Tahun 1992. Salah satu penyebab lemahnya implementasi UU Namor 24 Tahun 1992, menurut kami adalah belum tersusunnya peraturan-peraturan pelaksanaan dari atau yang diamanatkan dalam UU Namor 24 tersebut, sehingga dalam perjalanannya ditemui kesulitan-kesulitan kami dalam menyusun tata ruangnya, terutama ketika kami harus melakukan sinkranisasi dengan daerah-daerah sekitar Jakarta ini. ltu disebabkan karena UU yang demikian makro belum dapat menjawab hal-hal yang sifatnya mikro, yang antara wilayah OKI dengan wilayah sekitarnya itu mungkin tidak terjadi sinkranisasi yang baik. Jadi kalau kita melihat peta ini mungkin kita akan lihat bahwa OKI Jakarta itu hanya sebagian kecil dari wilayah JABODET ABEK yang luasnya lebih kurang 400.000 ha itu. Jadi dalam perjalanan pertumbuhannya kita bisa lihat bahwa interaksi yang demikian kuat antara kedua daerah ini, di satu sisi memang memberikan manfaat-manfaat yang besar, tapi di sisi lain menimbulkan beban-beban kepada Kata Jakarta, salah satu yang paling besar ini adalah masalah transpartasi. Kalau sekarang mungkin kita lihat setiap hari 600 ribu kendaraan yang masuk keluar Jakarta ini, baik itu yang akan ke Jakarta maupun hanya sekedar melintas kata Jakarta. Kita tahu di sini sekarang mungkin salah satu hal yang sering sudah kita dengar bahwa pembangunan jaringan ringrood Jakarta sampai saat ini belum sepenuhnya bisa terealisir. Harapan kami jika jaringan prasarana tersebut terealisir, mungkin beban Kata Jakarta akan sedikit berkurang aleh perjalanan-perjalanan transpartasi yang hanya sekedar melintas Kata Jakarta, mereka tidak harus lagi membebani jaringan-jaringan kata yang ada, mereka dapat melakukan lintasan keluar dari Kata Jakarta.

Beberapa saran yang dapat kami sampaikan terhadap RUU Penataan Ruang ini adalah:

Pertama, mengingat DKI Jakarta sebagai ibu kata negara yang memiliki keunikan khusus dan punya dinamika perkembangan yang pesat, seyagyanya OKI Jakarta perlu diperhatikan secara tersendiri di dalam RUU Penataan Ruang ini, khususnya berkaitan dengan substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jakarta yang tidak bisa disamakan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pravinsi lainnya.

Kemudian yang kedua, berkaitan dengan definisi ruang yang mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, kami mengusulkan perlu kiranya dilengkapi dengan istilah ruang reklamasi, karena kami sudah melakukan reklamasi di Kata Jakarta ini. Yang dimaksud ruang reklamasi ruang lautan yang berubah menjadi ruang daratan. Kemudian yang selanjutnya adalah ruang bawah tanah, itupun kami mahan bisa dimasukkan sebagai salah satu bagian dari RUU ini, karena hal ini diperlukan untuk mengantisipasi pengembangan ruang bawah tanah, misalnya untuk jaringan transformasi subway dan kegiatan ekanami lainnya yang berkaitan dengan kegiatan di atasnya.

Kemudian yang ketiga, adalah perlunya ada penyeragaman namenklatur atau tata peristilahan peruntukan yang akan digunakan untuk setiap tingkatan rencana tata ruang, baik tingkat pravinsi dan kabupaten atau kata, sehingga dapat diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dengan adanya penyeragaman nomenklatur ini kami harapkan bisa dicapai sinkronisasi rencana tata ruang antara OKI dan wilayah-wilayah yang bersebelahan.

ARSIP

DPR

RI

(7)

Kemudian yang keempat, diperlukan aturan yang jelas untuk memaduserasikan rencana tata ruang antarwilayah, guna menjamin kontinuitas jaringan prasarana utama atau makro guna pengembangan jenis kegiatan dominan, terutama pada kawasan yang memiliki dinamika perkembangan yang tinggi seperti kawasan megapolitan JABOTABEK ini. Jadi kalau pemadu- serasian ini bisa terwujud tentunya pembangunan jaringan-jaringan transportasi yang sudah direncanakan bisa secara kontinu berlangsung.

Kemudian yang kelima, yang berkaitan dengan wewenang pemerintah, khususnya wewenang pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang, perlu kiranya penetapan mengenai sejauhmana kewenangan pemerintah provinsi dalam perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian aset-aset yang dimiliki oleh pemerintah pusat.

Dan yang keenam, dari pengalaman kami di OKI, selain sistem jaringan transportasi, energi dan kelistrikan, telekomunikasi, dan sumber daya air yang sudah tercantum di dalam RUU ini, juga dimasukkan sistem jaringan pengendalian banjir dan persampahan.

Kemudian yang ketujuh, perlu dipertimbangkan pencantuman angka persentase ruang terbuka hijau di dalam RUU ini, karena hal ini akan bergantung kepada kemampuan pemerintah untuk pengadaan lahannya, karakter kota yang bersangkutan dan daerah terbangun yang sudah ada di kota tersebut. Jadi kami, di sini dicantumkan 30%, mungkin untuk kota-kota baru yang dikembangkan 30% masih bisa dicapai dengan mudah, namun bagi suatu kota yang sudah pesat perkembangannya, pencapaian 30 % ini kami cukup berat untuk melaksanakannya.

Kemudian yang kedelapan, penyederhanaan yang dilakukan di dalam RUU ini berusaha untuk menghilangkan kawasan tertentu yang semula ada di dalam UU Nomor 24 Tahun 1992, apakah digantikan dengan istilah kawasan trategis nasional yang dimaksud dalam RUU ini.

Kemudian yang kesembilan, adalah berkaitan dengan pengelolaan pemanfaatan ruang agar diperluas tidak hanya berkaitan dengan kerjasama antarpemerintah daerah, tetapi juga antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah dengan swasta, dan lain-lainnya.

Kemudian yang terakhir, berkaitan dengan pembahasan hak, kewajiban, dan peranserta masyarakat di dalam RUU ini perlu diatur sampai sejauhmana hak yang dimiliki masyarakat atas tanahnya. lni berkaitan dengan upaya untuk mengurangi kendala-kendala dalam mewujudkan rencana tata ruang mendatang, yang selama ini belum sepenuhnya bisa terlaksana.

Demikian Bapak-bapak/lbu sekalian yang terhormat, tambahan yang dapat kami sampaikan dari pihak Provinsi OKI Jakarta.

SEKJEN APPSI (FERY TINGGOGOY):

Kami lanjutkan dengan kesimpulan dari APPSI:

Pertama, bahwa perlu ada sinkronisasi penataan kembali seluruh peraturan perundang- undangan yang terkait dengan pengaturan sumber daya alam, sesuai dengan amanat TAP MPR RI Tahun 2001 tentang Peraturan Pertanahan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, sehingga RUU tentang Penataan Ruang sebagai revisi UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu dapat ditinjau kembali dengan mengikutsertakan dan menganti!~ipasi

penyempurnaan UUPA yang akan datang.

Kedua, peran pemerintah daerah belum ditonjolkan, padahal kita berbicara ruang wilayah, itu adalah ruang yang sudah dialokasikan pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, karena ruang itu sudah berada di pedesaan sesungguhnya, bukan lagi pada kabupaten dan kota, maka dengan demikian, dalam RUU ini, tolong agar supaya pembangunan pedesaan itu mendapatkan prioritas yang cukup baik. Dengan demikian, sistem informasi geografi atau sistem informasi pertanahan harus ada sebagai landasan penyusunan tata ruang.

Ketiga, wilayah yang disusun adalah rencana tata tuang, ruang daratan yang indentik dengan tanah, maka perlu disusun rencana tata ruang wilayah perairan atau lautan, kepulauan, sehingga perlu disusun bagaimana prosedur, norma, standar dan prosedur pelaksanaannya.

Keempat, secara benar dikaji kegiatan pelaksanaan UU Nomor 24 Tahun 1992 yang diundangkan 14 tahun lalu ini, secara jujur telah menimbulkan anggaran pemerintah daerah yang sangat besar, baik provinsi, kabupaten dan kota. Pertanyaan, hasilnya apa?

Kelima, jangan dipaksakan menyusun RUU Penataan Ruang ini, cuma karena ada lembaga yang telah dibentuk pada departemen tertentu, katakanlah pada Departemen PU, tetapi akan mempersulit daerah, karena akan menghadapi resistensi masyarakat yang telah menguasai dan memanfaatkan tanaha-tanahnya.

ARSIP

DPR

RI

(8)

Keenam, bagaimana penyerasian semua rencana sektoral dari daerah, ada provinsi, ada kabupaten, ada kota, dan masyarakat sendiri, sehingga terwujud n:rncana tata ruang yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Ketujuh, pertanyaannya, bagaimana tentang Jakarta dengan megapolitan, apakah juga dimasukkan dalam tata ruang ini? Karena ibu kota negara hanya satu. Bapak/lbu sekalian, kita masih ketinggalan, negara-negara lain tetangga kita Malaysia, dia sudah punya ibu kota negara bukan lagi KL (Kuala Lumpur). Sudah ada Putra Jaya. Indonesia sekarang mau ke mana? lbu kota kita, apakah pindah ke Palangkaraya? Apakah pindah ke Sulawesi? Ya sekarang tata ruang ini sebenarnya sudah harus bisa mengantisipasi, ataukah Jakarta masih dikembangkan, terserah.

Menado juga nanti diambil Philipina Pak, jangan Pak.

Ketujuh, bagaimana dengan rencana tata ruang megapolitan yang perlu, kemudian kita harus akomodasikan dan dibicarakan secara hati-hati. Apakah memang wilayah OKI ini sudah dipersiapkan untuk jadi ibu kota negara, kalau ya di mana pusat pemerintah Republik Indonesia dalam ibu kota negara ini.

Ketujuh, perlu dipersiapkan sebuah landasan informasi atau sistem informasi sumber daya alam, sumber daya geografi, dan sumber informasi pertanahan.

Dan terakhir, alangkah baiknya apabila dalam RUU ini sudah mengantisipasi bahwa space itu adalah masa depan kita, pada 360 km di atas khatulistiwa ada sebuah cincin yang besarnya kurang lebih 50 km yang kita katakan ground stationer orbiter. Singapura yang tidak punya sumber daya alam, Bapak Ketua, saat ini semua kalau bisa handphone dari seluruh wilayah asia dia beli dia akan beli. Karena apa? Dia tinggal menuai keuntungan terus-menerus dari sana dan sadar atau tidak, dengan kita menjual Satelindo, hak kedaulatan kita di GSO sudah kita jual pada Singapuraa. Pertanyaannya, sejak kapan ada Republik Indonesia dapat menjual kedaulatannya pada negara asing.

Terima kasih, izinkan kami menyampaikan tanggapan karni.

KETUA RAPAT:

Terima kasih, kepada yang mewakili APPSI. Perlu Anggota Dewan ketahui bahwa beliau ini, Pak Fery ini adalah mantan Pimpinan Komisi I DPR RI yang lalu. Untuk itu, barangkali saya hanya ingin mengingatkan, memberikan informasi kepada Pak Fery bahwa di Pansus Tata Ruang ini secara kebetulan ada kurang lebih 10 orang yang tergabung di Pansus OKI dan secara kebetulan sekali, salah satu pimpinannya juga Pimpinan Pansus DKI, Saudara Ir. Aziz Hussein dari F-PD juga di Pansus ini dan Saudara Ir. Soeharsojo dari F-PG.

Selanjutnya, Bapak-bapak sekalian.

Tadi saya sengaja belum memperkenalkan teman-teman karena masih menganggap sedikit, tapi sekarang sudah banyak yang datang, maka alangkah baiknya kalau saya memperkenalkan, kata orang tidak kenal maka tidak sayang. Untuk itu, barangkali saya dari belakang sekali, silakan Pak, memperkenalkan dirinya dari fraksi mana dan asalnya. Silakan pak!

F·PG (H. SULAEMAN EFENDI):

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Saya Sulaeman Efendi daerah pemilihan Provinsi Bengku1lu, Fraksi Golkar, dari Komisi II.

F·PG (H. ANDI WAHAB DT. MAJOKAYO):

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Saya Andi Wahab, dari Fraksi Golkar, pemilihan Sumatera Barat II.

F·PAN (HERMANSYAH NAZIRUN):

Assalaamu'a/aikum wr. wb.

Saya Hermansyah Nazirun dari Komisi II, Daerah Pemilihan Provinsi Bengkulu, tanah kelahiran Kabupaten Rejang Lebong namun pernah bermukim di Jogyakarta 29 tahun, dan dua tahun di Kota Solo. Dari Komisi II Pak.

Sekian, Wassalaamu'alaikum wr. wb. Fraksi Partai Amanat Nasional.

F·PDIP (BEN VINCENT DJEHARU):

Nama saya Ben Vincent Djeharu dari F·-PDI Perjuangan, daerah pemilihan Papua, dari Komisi II.

ARSIP

DPR

RI

(9)

Terima kasih.

F·PDIP (L. SOEPOMO S. W.):

Saya L. Sopomo dari Oapil I Jawa Timur, Surabaya, Sidoarjo, dari F-POI Perjuangan, Komisi IX.

Terima kasih.

WAKIL KETUA (ABDULLAH AZWAR ANAS/F-KB):

Saya Abdullah Azwar Anas, dari F-KB Oaerah Pemilihan Ill Jawa Timur. Pak Fery, sahabat saya ini Pak Fery, Pak Ketua. Mohon maaf, kita keluar masuk Pak Fery, misalnya banyak teman-teman yang merangkap, termasuk saya sekarang bersarnaan dengan Pansus Transaksi Elektronik.

Terima kasih. Wassalaamu'alaikum wr. wb.

KETUA RAPAT:

Bapak-bapak sekalian, Pak Anas ini adalah salah satu Pimpinan Pansus Penataan Ruang in:i, salah satu pimpinan dia. Silakan Pak, orang tua saya, Pak Mangindaan, silahkan Pak!

F-PD (E. E. MANGINDAAN):

Saya Mangindaan, Partai Oemokrat, dari Komisi II, daerah pemilihannya Pak Fery Tinggogoy, bekas Golkar dulu Pak.

F·PPP (H. ROMZI NIHAM):

Nama Romzi Niham, dari Fraksi Persatuan Pembangunan, daerah pemilihan Sumatera Selatan, dari Komisi II.

F-PD (H. ROESTANTO WAHID! D.):

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Nama saya Roestanto, dari daerah pemilihan Jawa Barat II Kabupaten bandung, lama di Jogya, karena lahir di Jogya tapi dapat suara di Kabupaten Bandung, dari Fraksi Oemokrat, pernah punya KTA Golkar, dari Komisi V.

Terima kasih. Wassalaamu'alaikum wr. wb.

F-PDIP (NUSYIRWAN SOEJONO):

Terima kasih Ketua. Selamat siang. Nusyirwan dari F-POI Perjuangan.

KETUA RAPAT:

Silakan Pak AFNI!

F·PAN (AFNI ACHMAD):

Terima kasih.

Saya Afni Achmad, Oapil II DKI, dari Partai Amanat Nasional.

Terima kasih. Komisi V.

F-PDIP (HERi AKHMADI):

Saya Heri Ahmadi, POI Perjuangan, Oapil VII Jawa Timur, Komisi X.

F-PD (TEUKU RIEF KY HARSY A):

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Nama saya Teuku Riefky Harsya, dari Fraksi Partai Oemokrat. Oulu orang tua saya Golkar Pak, kemudian dari daerah pemilihan Naggroe Aceh Darussalam.

T erima kasih.

F-PAN (ABDUL HADI DJAMAL):

Assalaamu'alaikum wr. wb.

Selamat sore, saya Abdul Hadi Djamal dari Fraksi Partai Amanat Nasional, daerah pemilihan Sulawesi Selatan I, terdiri dari 10 kabupaten.

ARSIP

DPR

RI

(10)

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan pak!

F·PDIP (WILLEM M. h"UTUARIMA):

Saya Willem Tutuari~a, Fraksi POI Perjuangan, daerah pemilihan I Jawa Tengah, Komisi VII.

I

F·PDIP (IMAM SOEROSO):

Saya Imam Soerosb dari Fraksi POI Perjuangan, daerah pemilihan IV Jawa Timur, Kabupaten Lumajang, Jemb~r, dari Komisi VI.

I

F-PKS (ABDUL HA~IM):

Saya Adbul Hakim dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, daerah pemilihan Lampung II.

Terima kasih.

F-BPD (ETHA BULCi)):

Saya Etha Bulo, Dapil Papua dari Fraksi BPO, Komisi V.

I

F·PD (H. HUSSEIN ~BDUL AZIZ):

Hussein Abdul Azis dari Fraksi Partai Oemokrat, daerah pemilihan OKI II.

Terima kasih. ·

F-PDIP (IDA BAGUS NUGROHO): '

Selamat sore, saya :1da Bagus, Oapil IX Jawa Timur, dari POI Perjuangan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Jadi sekedar informasi, bahwa di Pansus ini ada empat Pimpinan, di mana ketuanya adalah Saudara Abdul Rahr:nan Syagaff, pada hari ini berhalangan. Di sebelah saya, silakan!

WAKIL KETUA (Mj NASIR DJAMIL/F-PKS):

Terima kasih. , Assalaamu'alaikurri wr. wb.

Saya Nasir Djamil idari Fraksi PKS, daerah pemilihan I Nanggroe Aceh Darussalam dan sekarang di Komisi II.

WAKIL KETUA

(H~

M. SYARFIE HUTAURUK/F-PG):

Terima kasih. ·

Syarfi Hutauruk dari Fraksi Partai Golkar, daerah pemilihan Sumatera II. Baru masuk Golkar setelah Pak Mangindaan meninggalkan Golkar.

KETUA RAPAT: :

Baik, saya sendiri IRendhy Lamadjido dari Fraksi PDI Per.iuangan, anak buahnya Pak Heri

Akhmadi. 1

Baik, barangkali kita lanjutkan kepada ADEKSI. Yang perlu saya sampaikan kepada ADEKSI, bahwa revisi UU ini terdapat revisi UU Nomor 24 Tahun 1999, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan bahwa dari revisi yang tadinya delapan bab menjadi 12 bab, itu pernasukan dari beberapa bab, itu adalah salah satu tentang penataan pusat kota, penataan tata ruang kota.

Tentunya banyak hal-hal yang prinsip dan yang ingin kami dengarkan tentang bagaimana kelangsungan kota itu sendiri, terhadap beberapa pasal-pasal yan9 dalam rancangan tata ruang itu

sendiri. 1

Silahkan dari ADBKSI!

ARSIP

DPR

RI

(11)

KETUA ADEKSI (BA~A Y SUHAEMI):

Terima kasih Pimpina1

h.

Bismillaahirrahmaanirrahim, Assalaamu 'alaikum wr. wb,

Alhamdu/il/ahirabbi/'a~amin, Allahumma shalli'ala syayidina Muhammad, wa'a/a Ali syayidina Muhammad,

Selamat sore dan sal~m sejahtera.

Sebelum saya men~ampaikan beberapa masukan dari Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI untuk dE;!ngar pendapat pada hari ini dengan Pansus Komisi V, tentang Tata Ruang bagi negara kita. Na~a saya Babay Suhaemi, salah satu ketua ADEKSI dan ada kata maaf dari Ketua Umum tidak bisa Hadir pada kesempatan yang berbahagia ini, karena satu dan lain hal, maka mewakilkan kepada s1aya. Kemudian di sebelah saya adalah salah satu pengurus di ADEKSI, Pak Saihu. Pak s6ihu ini adalah Anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi Keadilan Sejahtera. Sedangkan saya ~endiri Babay Suheimi Anggota DPRD Kota Depok dari Fraksi Partai

Golongan Karya. •

Bapak-bapak sekaliar yang berbahagia.

Mudah-mudahan apa yang kami berikan ini merupakan pemikiran bagi Pansus ke depan dalam upaya untuk menata ~angsa dan negara kita. Karena berbicara tentang tata ruang, adalah berbicara persoalan ya~g begitu kompleks. Setelah kita sama-sama menikmati dan memberlakukan UU Nomor 124 Tahun 1992, begitu banyak persoalan yang timbul di daerah maupun di Tingkat II Provinsi, termasuk juga di tingkat nasional, terlebih-lebih dengan adanya Undang-Undang Otonomi ~aerah. ltu juga menimbulkan persoalan baru tentang RTRW di berbagai daerah juga menja9i persoalan baru, menjadi persoalan yang tidak bisa ditata sedemikian rupa, ditambah sanksi yang ~idak begitu ketat, tepat, dan lain sebagainya. Makanya kita berharap mudah-mudahan Pansus ir:li, undang-undang ini, yang sedang digodok oleh Pansus dapat memberikan jalan keluar ~olusi yang terbaik bagi seluruh daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia, khususnya wilayah kota di Indonesia.

Sebelum saya menyampaikan, ada beberapa ada 15 butir yang ingin kami sampaikan, perlu kami kemukakan di sini. Tadi sudah disinggung oleh Bapak kita yang terhormat, di sebelah saya dari Asosiasi Pemeri!ntahan Provinsi tentang megapolitan dan juga disampaikan tadi, disampaikan tadi dari perwakilan Bapak Gubernur Bapak Sutiyoso. Kami ingin menyampaikan juga kepada Pansus, bahwa da~rah penyangga ibu kotapun sekarang ini juga menjadi problem Pak, Depok, Bekasi, Tangerang, termasuk Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, ke depan kita berharap dengan diberl~kukannya UU yang baru bagi kota-kota penyangga ibu kota seperti tadi yang saya sebutkan, tid~k lagi menjadi kambing hitam, menjadi beban dan upaya kita menjadi negara, lbu Kota Negara R~publik Indonesia. Kabupaten Bogor misalnya sekarang ini bagaimana daerah tersebut harus tidak bisa berbuat terlalu banyak, seperti daerah kawasan puncak yang diharapkan mampu memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat sana, karena Bogor terkenal daerah huj$n dan banjir di Jakarta selalu dikatakan kiriman hujan dari Bogor, sehingga pembangunan di I sana menjadi terse.ndat, ini juga menjadi problem Pak. Ke depan mudah-mudahan dengan

l~hirnya

UU ini, istilah penyangga ibu kota tidak lagi ada sebutan itu, tetapi betul-betul menjadi IDagian dari yang terbaik dari upaya kita menjaga lbu Kota Negara Republik Indonesia. lni yang perlu kami sampaikan juga. .

Kemudian juga m~salah sampah, ini juga menjadi persoalan yang sungguh sangat menarik dan ke depan bar~ngkali negara sud ah harus memikirkan tentang persoalan sampah, ini mudah-mudahan karena masukan dari berbagai daerah kepada kita di ADEKSI, persoalan sampah juga hal yang menarik, bet9Pa sulitnya semua daerah sekarang ini menetapkan salah satu wilayah untuk dijadikan pembuang$n sampah. Depok, Tangerang, Bekasi sebagai contoh yang sangat nyata di depan Bapak-bap*. Bagaimana di Kota Bandung, sekarang menjadi kota sampah bukan lagi kota yang indah sepertl dulu dan kemarin saya dapat laporan dari teman di Bandung di sana ada penurunan drastis tentc!ing wisata, baik domestik maupun luar yang ingin datang jalan-jalan ke Kota Bandung, yang dimara biasanya Bandung begitu indah, begitu enak, mereka berbelanja fashion dan lain sebagainy~. Dengan gara-gara sampah, Bandun9 sudah tidak lagi indah seperti yang dulu, ini menjadi cat~tan bagi kami untuk kami sampaikan kepada Pansus, artinya apa, bahwa persoalan mengerlai tempat akhir pembuangan sampah harus ada ketegasan dan kejelasan, sehingga

masy~rakat

tahu, masyarakat memahami bahwa persoalan sampah adalah persoalan bersama, persoa,an sampah adalah persoalan yang harus diselesaikan, sehingga ketika itu dibutuhkan oleh bupati, walikota, dimana tempat itu dijadikan ternpat ahir pembuangan sampah,

ARSIP

DPR

RI

(12)

berdasarkan undang-undang, berdasarkan RTRW, maka masyarakat memahami dengan sebaik- baiknya. Tetapi juga ada kewajiban negara jangan sampai masyarakat yang terpinggirkan, dengan sampah itupun menjadi korban akibat daerahnya dijadikan tempat akhir pembuangan sampah. lni Bapak-bapak sekalian yan9 berbahagia yang barangkali sebelum kami menyampaikan beberapa butir terkait mengenai pansus tentang tata ruang ini.

Selanjutnya, Bapak-bapak, Saudara-saudara, dalam am an at Pasal 14 ayat ( 1) butir b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa perencanaan pemanfaatan pengawasan tata ruang merupakan salah satu dari urusan wajib yang menjadi kewajiban dalam skala kabupaten/kota.. Dalam melaksanakan urusan wajib tersebut berarti daerah, kabupaten/kota memiliki kekuasaan yang otonom untuk mengaturnya, ini diatur dalan undang-undang kita. Pasal tersebut jug a harus dikartkan dengan kewenangan provinsi sama juga yang memiliki kewenangan yang sama tentang tata ruang dalam skala provinsi, Bapak bisa Ii hat Pasal 13 ayat (1) b, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Meskipun tidak ada penjelasan yang menerangkan kedua pasal tentang tata ruang tersebut, baik dalam lingkup provinsi dan kabupaten atau kota serta interkoneksi keduanya, maka kehadiran Rancangan Undang-Undang tentang Penataan Ruang ini mudah-mudahan akan memperjelas kewenangan masing-masing daerah. Seringkali di daerah berbenturan dengan itu ketika kabupaten/kota memiliki kepentingan, provinsi lain lagi berbicara tentang hal itu, mudah-mudahan ke depan bisa ada keterkaitan yang jelas, kepentingan yang baik yang sama-sama menguntungkan bagi kabupaten/kota dan provinsi.

Barkait dengan akan dibahasnya dan diterbitkannya Rancangan Undang-undang Tata Ruang beberapa catatan yang akan kami sampaikan, antara lain;

Pertama, Tata Ru1ang sangat berkait dengan urusan pertanahan, lahirnya Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pertanahan Nasional, kontra produktif dengan semangat desentralisasi. Perpres ternebut juga menjadi ruang masalah baru untuk penataan ruang daerah, tidak ada alasan yang mendasar ketika urusan tata ruang menjadi kewenangan daerah, namun masalah pertanahan masih dikendalikan dari pusat, ini terjadi, maka kami berharap harus ada langkah kongkrit untuk merelakan, menyerahkan urusan pertanahan tersebut kepada kepala daerah, sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih pengaturan untuk objek yang sama. lni yang kita alami.

Yang kedua, perlu juga melampirkan naskah akadernis lahirnya Rancangan Undang- Undang Penataan Ruang ini, sehingga dapat diketahui dengan jelas latar belakang dan cita-cita yang diharapkan akan tercapainya dengan lahirnya undang-undang yang baru ini.

Yang ketiga, dasar filosofis sudah cukup baik yang telah menyinggung soal kesinambungan antar generasi dalam pengelolaan ruang, soal HAM, kesejahteraan antardaerah transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan tata ruang.

Yang keempat, dasar yuridis atau hukum perlu ada penambahan Pak, dasar hukum yang mengamanati lahirnya unclang-undang baru ini atau urgensi untuk mencabut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang dianggap sudah tidak memadai lagi, ini juga penting untuk naskah akaclemik dilampirkan, sehingga bisa mengetahui latar belakangnya secara lebih utuh lagi, kalau melirik tadi pernyataan sebelah pertanyaannya dimana keberhasilannya, dimana kegagalannya atau kesalahan kekurangan dan kebaikannya.

Yang kelima, perlu juga dicantumkan Undang-Unclang Nomor 25 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, ini penting sekali. Sekarang pemerintah pusat sedang menekankan sekali bagi semua daerah untuk melihat itu. Bappenas betul-betul gencar agar semua daerah taat kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, di beberapa daeah yang sudah hasil pemilihan kepala daerah yang baru sedang menyusun RPJPD, walaupun RPJPD juga sedang mereka susun namun di tingkat nasional belum ditetapkan RPJP Nasional, sebagai dasar hukum SPPN ini, karena sangat berkait dengan dokumen perencanaan pembangunan yang seharusnya menjadi induk, misalnya yang disebut dalam Pasal 19, dimana pHnyusunan tata ruang wilayah nasional dilakukan dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RP JPN).

Yang keenam, perlu juga mencantumkan UU Nomor 32 Tahun 2004, sebab kita lihat di sini tidak dicantumkan sarna pendapat kami dengan bapak kami sebelah tentang pemerintahan daerah, karena Pasal 13 Jo 14 UU Nomor 32 Tahun 2004 mengatur juga tentang tata ruang yang menjadi kewenangan wajib untuk skala provinsi dan kabupaten/kota.

ARSIP

DPR

RI

(13)

Yang ketujuh, tentang standar pelayanan minimal bidang penataan ruang perlu diperjelas poin-poinnya. Kita lihat di situ masih belum jelas dan masuk dalam Pasal 1 tentang Penjelasan Terminologi.

Yang kedelapan, Pasal 2 huruf e dalam penjelasan, azas keterbukaan masyarakat memiliki akses yang seluas-luasnya dan seterusnya, ditambah dengan kewajiban pemerintah atau daerah untuk membangun mekanisme atau peranata akses dan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau terminology orang sesuai dengan Pasal 1 angka 29 supaya lebih . konsisten maskudnya. Dengan cara cepat, rnudah, dan biaya ringan akses dimulai saat perencanaan, rancangan tata ruang, pemanfaatan dan pengawasan. Penyediaan informasi bersifat aktif maupun pasif sesuai dengan kadar urgensi dari sensitivitasnya, ini penting untuk kami katakan di sini.

Yang Kesembilan, Pasal 2 huruf e azas kebersamaan dalam amatan kami setelah staf kami mempelajari betul-betul di dalam persoalan ini, di dalam clraft Rancangan Tata Ruang yang Bapak telah berikan kepada asosiasi kami, sebaiknya diganti Pak dengan azas partisipatif dengan mencermati bunyi penjelasan daripada point tersebut. Untuk Partisipasi perlibatan dibatasi dengan mengundang secara aktif clan proporsional atau dari segi waktu terhadap pihak atau stake holder yang paling berkepentingan, jadi kata "seluruh" tidak diperlukan.

Yang Kesepuluh, Pasal 6 ayat (2) Penataan ruang secara terpadu dan komplementer sebaiknya ditambah dengan pola berjenjang, artinya apa, artinya bahwa tata ruang nasional menjadi acuan provinsi, tata ruang provinsi menjadi acuan kabupaten/kota, dan seterusnya, sehingga tidak terjadi malpraktik fungsi ruang yang berakibat pada hilangnya daya dukung ruang pada waktu yang akan datang, ini penting pak. Pola atau mekanisme yang mestinya dilakukan bisa dengan cara bottom up atau masukan dari daerah-daerah dari yang lebih rendah, seperti tadi saya sangat setuju penyampaian dari Bapak saya bahwa memang UU kita atau persoalan pertanahan kita atau persoalan pertanahan kita UU yang ada hanya pada sampai di tingkat pemerintah kota sementara banyak persoalan di desa, kelurahan, kecamatan dan lain sebagainya, juga banyak sekali tanah Negara yang masih ada di tingkat desa dan kelurahan yang tidak bisa dimanfaatkan oleh daerah, sehingga terbengkalai begitu saja. Kemudian berapa banyak kasus yang terjadi di daerah diseluruh Indonesia saya yakin banyak hektaran tanah sudah dimanfaatkan oleh masyarakat, oleh penduduk disana, tetapi tit;lak ada kejelasan apakah tanah terebut sudah menjadi miliknya atau menjadi milik Negara dan 'lain sebagainya, ini yang terjadi. Maka pola atau mekanisme yang mesti dilakukan bisa dengan cara bottom up sekali lagi masukan dari daerah yang lebih rendah untuk menyusun desain makro wilayah di atasnya.

Yang kesebelas, Pasal 12 ayat (4), di sana dikatakan pemerintah kabupaten/kota wajib rnelaksanakan norma standard, pedoman dan seterusnya perlu diperjelas norma Pak, standard dan pedoman yang disusun oleh pemerintah pusat atau provinsi serta sanksi apa yang akan diterima oleh kabupaten/kota apabila tidak memenuhi kewajiban tersebut, sebab sanksi sekali lagi ini menjadi problem di semua daerah banyak kesalahan, banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi, yang dilakukan oleh di tingkat daerah, pelanggaran RTRW dan lain sebagainya. Tapi lagi- lagi sanksi tidak pernah menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

Yang keduabelas, Pasal 6 cakupan tata ruang, mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebaiknya ditambah dengan ruang yang menyatu ini sebaiknya ditambah ruang yang menyatu atau menjadi bagian dari daratan, lautan. Persoalan muncul ketika ada ruang bawah tanah atau ruang bawah laut yang dipakai, ini penting untuk juga kita masukan, kita melihat ADEKSI melihat di situ sudah dicantumkan sedemikian rupa, sedangkan secara administratif tanah apabila ditarik dari garis lurus keatas atau kepermukaan ruang bawah tanah atau daratan atau dibawah lautan tersebut diluar batas administratif.

Yang ketigabelas, Pasal 38 ayat (2) izin pemanfaan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan. Sebaiknya dirubah rnenjadi batal demi hukum bukan dapat dibatalkan tapi batal demi hukum supaya jelas cakupannya ataupun ketegasannya. Hal ini untuk menghindari praktek kolusi yang selama ini terjadi, dirnana izin pemanfaatan ruang seharusnya tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan rencana tata ruang pemberian izin yang bertentangan dengan rencana tata ruang adalah penyumbang utama silang sengketanya fungsi ruang atau kawasan dan pada akhirnya fungsi ruang atau kawasan harus mengalah dengan kepentingan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang semula. lni terjadi di beberapa daerah, terjadi di beberapa tempat. Pasal 14 menurut pengamatan kami dari ADEKSI, Pasal 38 menurut kami.

ARSIP

DPR

RI

(14)

Nomor empat belas, dari apa yang kami sampaikan, ayat (3) sebaiknya dihapus, alasannya apa, Bapak bisa kaji sendiri, jangan tanya alasan dari kami, pokoknya dihapus.

Lima belas, akhir Pasal 60 ditambah satu ayat lagi Pak, pasal tersebut hanya untuk orang atau masyarakat yang rnelanggar tata ruang, sedangkan sanksi bagi pemerintah yang memberikan izin yang tidak sesuai dengan tata ruang belum diatur di sana. Jadi penting Pak. Jangan masyarakat terus disalahkan menyalahi tata ruang, padahal yang trouble adalah pemerintah.

Sekarang apa sanksi yang kita berikan kepada pemerintah ketika masyarakat dirugikan akibat pelanggaran yang dilak'ukan oleh pemerintah, harus termuat di situ dan harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat atau perorangan dengan pengambil kebijakan.

lni barangkali beberapa masukan yang. kami sampaikan dan terahir kami berharap walaupun kami mewakili dari DPRD Kabupaten/Kota dari seluruh Indonesia ada 87 kota yang kami wakili, namun demikiari kami tentunya tidak mungkin bisa mampu mengambil semua pemikiran ataupun persoalan-pe~soalan dari setiap kota, untuk itu kalau boleh kami menyumbangkan informasi ataupun saran juga tolong diundang Pak, dari daerah-daerah kabupaten/kota, DPRD yang barangkali menu.rut pandangan Pansus daerah mana yang memiliki sesuatu yang husus barangkali di sana ada:pemikiran-pemikiran lain yang lebih baik lagi memberikan informasi kepada Bapak-bapak di sini, apakah Sulawesi dan lain sebagainya seperti tadi persoalan daerah pengganti ibu kota, kalaupun Jakarta terjadi sesuatu dan lain sebagainya, ini kami harapkan atau kami sumbang saran barangkali ada pemikiran-pemikiran yang lebih unik yang lebih menarik dari kota, untuk bisa dipanggil untuk bisa diajak bicara, untuk bisa diajak kompromi, untuk bisa diajak memberikan masukan kepada Bapak di sini, jangan nanti Bapak sudah mengundang sudah mengundang kami, kairena kami perwakilan dari mereka dianggap selesai atau dianggap cukup masukan dari kami. Sena katakan belum selesai dan belum cukup masukan dari kami, saya yakin akan lebih beragam lagi masukan dan informasi dari beberapa daerah kota yang kami wakili dalam Asosiasi Dewan Kota Seluruh Indonesia.

Demikian beberapa hal yang kami sampaikan, mudah-mudahan harapan komunikatif intensif antara ADEKSI dengan DPR-RI dapat terbangun dan terjalin semakin baik di kemudian hari Pak, dan mudah~mudahan juga persoalan-persoalan yang lain, persoalan-persoalan bukan hanya Pansus ini, karena Bapak-bapak juga mewakili dari Fraksi masing-masing mudah-mudahan juga sedemikian rupa aktif dengan kami ADEKSI karena sekarang ini juga ada beberapa hal persoalan-persoalan yang muncul yang tengah dihadapi oleh kita di DPRD Kabupaten/Kota. Satu hal saja contoh yang sekarang baru Pak, ini mohon maaf keluar dari kontek tapi satu contoh saja, sekarang kita sedang menghadapi peraturan pemerintah yang baru saja dikeluarkan oleh Departemen Dalam Negeri, tentang Kewenangan Daerah, tentang Pengaturan Daerah, tentang apa lupa saya, di sana, Pasal 42 di sana mengatakan bahwa Departemen Dalam Negeri dapat memberikan sanksi kepada DPRD bahkan bisa memberikan penggantian antar waktu bagi kami ,A,nggota DPRD. Bapak boleh kaji itu sayang kami sudah bawa disana sehingga sekarang ini DPRD bukan lagi sebutan Dewan Perwakilan Rakyat, tapi Dinas Perwakilan Rakyat, karena kami seolah-olah menjadi pagian yang tidak terpisahkan dari Departemen Dalam Negeri atau anak buah dari Departemen Dalam Negeri. lni mohon jadi catatan buat kedepan supaya pemerintah sekali lagi mengeluavkan sesuatu aturan sebab saya dengan Bapak hanya beda tempat saja, tetapi UU dan yang rrjelahirkan bapak sama, partai sama, UU sama, tapi ketika duduk Bapak lebih sejahtera ketimbang kami di bawah.

Terima kasih.

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

KETUA RAPAT:

Terima kasih dari ADEKSI, yang perlu saya sampaikan bahwa memang kami terus terang saja banyak sekali kepetingan untuk mendapatkan masukan yang lebih konkrit masalah Tata Ruang ini. Yang kita: ketahui bahwa tu ju an lahirnya UU ini supaya UU ini terintegrasi, terkordinasi dan sinergi dengan rnasalah-masalah di daerah maupun di Dewan sendiri. Saya kira untuk memperdalam ini ada 5 penanya yang sudah mendaftar , saya kira kita akan satu persatu kita persilakan untuk men'gkaji dan memperdalam.

KETUA ADEKSI (BABA Y SU HAEM I):

Saya serahkan ini dulu pak!

ARSIP

DPR

RI

(15)

KETUA RAPAT:

Silakan!

Baik, untuk yang pertama, barangkali dari rekan Abdul Hakim, bersiap-siap Pak Afni Achmad. Silakan Pak Abclul Hakim!

F-PKS (ABDUL HAKIM):

Terima kasih Pimpinan.

Rekan-rekan An~rnota Pansus, tamu undangan kami dari APPSI kemudian ADEKSI dan yang lainnya, hadirin hadirot yang berbahagia.

Assalaamu'alai'lwm

wr.

wb.

Salam sejahtera untuk kita semua,

Tentu kami ing'in menyampaikan apresiasi kami terhadap paparan yang tadi disampaikan dengan lnsyaallah apa yang telah disampaikan telah memperkaya wawasan kami dalam rangka melakukan atau mencE;)rmati terkait dengan Rancangan Undang-Undang Tata Ruang ini. Namun kemudian kami pun in'gin mendapatkan penjelasan lebih lanjut terhadap berapa hal yang telah dijelaskan tadi terutama dari APPSI, pertama terkait dengan usulan agar ruang tidak hanya terbatas pada ruang tertentu, tetapi sebagaimana juga dijelaskan dalam tanyangan terkait dengan ruang yang menyangkut tanah, udara dan lainnya. Kalau kita cermati dari devinisi di Ketentuan Umum sesungguhnya itu sudah mencakup itu semua dalam Pasal 1-nya point pertamanya bahwa memang devinisi ruang sudah mencakup demikian, oleh karena kalau tadi dari APPSI berpendapat bahwa ruang yang dirmaksud dalam Rancangan Undang-Undang ini belum mencakup pengertian ruang yang luas saya ,kira padahal apanya lagi begitu barangkali tolong di perjelas terkait dengan batasan ruang mana lagi yang belum tercakup dan pada aspek apanya lagi yang perlu diperjelas didalam Rancangan Undang-Undang ini, ini yang pertama yang ingin kami mendapatkan penjelasan lebih lanjut:

Kemudian yang kedua, usulan dari APPSI pun juga terkait dengan perlu adanya kejelasan lebih lanjut peran dan' kewenangan peran dari masing-masing strata ataupun kewenangan pada pemerintah kemudian provinsi, kabupaten/kota. Sesungguhnya dalam Rancangan Undang- Undang ini sekaligus sudah mendapatkan penjelasan yang memadai. Saya kira ada satu hal yang perlu kita ada penyamaan persepsi bahwa dalam pencermatan kami memang Rancangan Undang-Undang ini aqalah baru mengatur setandar norma ataupun guiden bagaimana membuat ataupun merencanakan tata ruang nasional, tata ruang provins , tata ruang kabupaten dan kota.

Kita belum berbicara tata ruang, ini guiden bagaimana proses menyusun itu semuanya. Tentu dalam pengaturan kewenangannya sekalipun baru pada tataran normatifnya, menurut hemat kami berapa hal terkait . dengan pengaturan k:ewenangan baik untuk pemerintah, provinsi, kabupaten/kota sekalipun sudah sedemikian rupa diatur. Barangkali kami perlu penjelasan lebih lanjut kira-kira bagian. mana lagi terkait dengan kewenangan dan peran provinsi, kabupaten/kota yang ingin diperjelas ataupun bapak dan saudara sekalian punya pendapat lain ada kewenangan- kewenangan yang tumpang tindih, barangkali kami akan lebih senang ketika itu diperjelas pada pasal yang mana, papa yang mana dari kewenangan-kewenangan itu yang belum mendapatkan harapan dari teman-teman provinsi, kabupaten/kota.

Kemudian, demikian pula tadi ada usulan terkait dengan daerah khusus lbu kota ingin mendapatkan tempat tersendiri didalam Rancangan Undang-Undang ini, kami ingin juga mendapatkan penjelasan yang jelas dalam persepsi kami bahwa memang kita belum mengatur terkait dengan tata ruang nasional, belum, karena memang tata ruang nasional itu memang akan diatur didalam Peratwan Pemerintah, kalau kita berbicara ataupun mendiskusikan terkait dengan kewenangan tentu ki1ta akan berikan kewenangan yang sama kepada provinsi, kabupaten/kota yang ada di wilayah: nasional. Barangkali kalaupun itu ada harapan ada kewenangan tersendiri bagi DKI pada aspek mana kewenangan yang di inginkan secara khusus tadi itu. Barangkali ini yang kedua yang ingiri kami pertanyakan.

Kemudian yang ketiga, yang keempat pak, khusus yang mengatur terkait dengan tata ruang provinsi, jangka waktu di Rancangan Undang-Undang ini jangkau untuk tata ruang provinsi ataupun wilayah provinsi, kabupaten dan kota diatur yaitu 20 tahun dan dapat direvisi minimal sekurang-kurang dal:am lima tahun, kira-kira dalam pencermatan Bapak-bapak dan Saudara- saudara sekalian jangka waktu penyusunan tata ruang untuk provinsi, kabupaten dan kota apakah jangka waktu ini relatif memadai, kurang ataupun bagaimana?

ARSIP

DPR

RI

(16)

lni berapa hal yang barangkali kami ingin mendalami, perjelas dari apa yang tadi di presentasikan tadi. Demikian Pimpinan!

T erima kasih

Wassalaamu'alaikum wr. wb.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih.

Saya perlu memperkenalkan kembali satu anggota yang kebetulan baru datang beliau ini aktor kita dari Papua, Bapak Pendeta, silakan!

F·PDS (PASTOR SAUT M. HASIBUAN):

Terima kasih Pimpinan.

Saya sudah dikenal tadi sudah salam-salaman tapi saya ulangi lagi nama saya Pastor Saut M Hasibuan dari Fraksi P-DS, selamat datang bapak-bapak dan lbu kiranya sumbangsih dari hadirin yang saya hormati bermanfaat untuk Penataan Ruang ini ke depan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih pak.

Silakan Pak Afni! Bersiap-siap Pak Nusyirwan!

F·PAN (AFNI ACHMAD):

Terima kasih Pak Ketua.

Para hadirin sekalian, terutama anggota Pansus Assa/aamu'alaikum wr. wb.

Ada dua hal yang menarik buat saya, yang pertama soal ibu kota negara. Yang kedua, soal sampah Pak.

Menurut beberapa pemikir bahwa sebenarnya ibu kota negara kita ini sudah pada situasi yang tidak mungkin lagi bisa dikembangkan, karena di ibu kota negara ini telah bertumpuk begitu banyak fungsi, satu fungsi pemerintahan nasionall, satu fungsi pemerintahan provinsi. Oleh sebab itu, apapun terapi yang digunakan untuk OKI rasanya akan muskil dilaksanakan dan di banyak negarapun ketika ibu kota awalnya itu berkembang sedemikian rupa, maka secara bertahap mulailah dipikirkan untuk membuat ibu kota hanya khusus untuk kepentingan nasional. Jadi tumpukan fungsi itu bisa kita ceraikan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan masalah-masalah yang cukup banyak. Terakhir mungkin kita dengar apa yang terjadi di Malaysia maupun di Myanmar. Pertanyaan saya adalah apakah sudah saatnya kita memikirkan suatu ibu kota selain di OKI ini, karena kalau dipaksakan terus-menerus, maka jalan apapun yang keluar kita tidak hanya menemukan benang kusut. Dan ibu kota yang baru itu nanti hanya memfasilitasi hal- hal yang bersangkut soal-soal ke pemerintahan pusat, misalkan politik nasional, dimana di situ ada istana negara, ada parlemen, ada duta-duta besar, mungkin ada perekonomian nasional kebijakan, jadi tidak menyangkut soal menyangkut pariwisata, Jakarta ini luar biasa semuanya ada di sini, begitu bertumpuk, sehingga kemudian sangat rentan, sangat sensitif. Bayangkan kalau ada orang bertumpuk di suatu tempat begitu banyak, maka rasanya perdamaian susah kita temukan kecuali di Mekah. Di Mekah empat juta orang bisa berdamai semua itu, tetapi saya tidak menemukan di dunia ini ada pertemuan yang begitu banyak orang yang bisa damai pasti ada terjadi pertikaian- pertikaian. Nah, oleh sebab itu, mungkin pertanyaan saya apakah sudah saatnya kita memikirkan suatu ibu kota yang lain misalkan Banten karena itu lintasan laut internasional.

Yang kedua, soal sampah, kita semuanya heboh soal sampah ini, yang terakhir kita dengar di Bandung. Seharusnya mungkin kita mengkaji ulang cara kita mengolah sampah ini.

Sampah produk individual, tapi atas nama organisasi, atas nama kemajuan, atas nama macam- macam, maka kita kumpulkan dia jadi satu. Ketika pengumpulan sampah yang produk individual itu kita punya masalah, kita mobilisasi sampah itu untung hanya sampah dimobilisasi, bayangkan kalau kita mobilisasi pula kotoran manusia, kita hanya membuang·-buang uang, kita hanya urusan- urusan yang sebenarnya tidak perlu uang keluar. Oleh sebab itu, rnungkin kedepan perlu dipikirkan bahwa sampah produk individual dilenyapkan di individu seperti jaman dulu. Mungkin jaman dulu mungkin karena lahannya luas masih ada pekarangan untuk mengubur sampah atau membakar sampah, tapi dengan kemajuan teknologi, apakah kita tidak bisa menciptakan suatu teknologi

ARSIP

DPR

RI

Referensi

Dokumen terkait

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Yang pertama saya ingin menyampaikan bahwa RUU Tentang Veteran ini sejak awal kami mengikuti jadi kami masuk dalam Anggota team yang menyiapkan RUU ini dan membahas dan pada saat

RI.. Protokol adalah serangkaian aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sebagai bentuk

Sebentar Pak, kemarin itu memang ada masalah yang Pak Djoko bilang, karena ada masalah soal swasta, bukan soal diatur soal yang statis ini bukan, tapi dalam

RI.. menjelaskan kembali mekanisme persidangan kita sehingga kita pada hari ini sudah masuk pada pembahasan DIM. Pertama, bahwa saya tidak usah bacakan satu per

Terima kasih Pak. Dari kami mungkin bahwa kami tidak alergi dengan istilah keamanan dalam negeii masuk kedalam RUU Kepolisian ini, kami setuju mau pakai D nya

"(3) Gubernur dapat menyerahkan kekuasaan mewakili sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Deputi Gubernur Senior dan/atau seorang atau beberapa orang Deputi

sejalan dengan kebijaksanaan keimigrasian di Indonesia yang menganut prinsip "Selective Policy" yaitu l<.ebijal<sanaan penyaringan bagi orang asing yang